Anda di halaman 1dari 16

Mapel : Sejarah Indonesia

Guru : Muh. Fajar Sulfitra, S.Pd.

MAKALAH
‘’ Penjajahan Pemerintah Belanda’’

Disusun Oleh:
Muh. Derli Antera
Nur Aini Dea Ariqoa Alsyap
Indah Aulia Ulfa Kamal
Nabila Nur Anggraeni
Fitriany

XI IPA 1
SMA NEGERI 2 JENEPONTO k
2022-2023
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul
“Penjajahan Pemerintah Belanda’’.
Pada kesempatan ini saya mengucapkan terima kasih, terutama kepada beberapa
pihak diantaranya :
1. Bapak Ahmad.M, S.Pd.,M.M selaku kepala sekolah
2. Bapak H. Hasanuddin, S.Pd.,M.M selaku wali kelas
3. Bapak Muh. Fajar Sulfitra S.Pd. selaku guru mata pelajaran Sejarah
4. Orang tua yang telah membantu dalam dukungan moril, maupun material.
5. Pihak atau teman yang membantu membuat makalah ini agar baik dan benar.
Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan, baik dari segi penulisan, tata bahasa, serta penyusunannya. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun, guna menjadi bekal pengalaman
kami untuk menjadi lebih baik di masa yang akan dating.
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................ ii
Daftar Isi.................................................................................................. iii
BAB1
Pendahuluan
Hindia Belanda atau Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Nederlands(ch)-Indië) adalah sebuah
daerah pendudukan Belanda yang wilayahnya saat ini dikenal dengan nama Republik Indonesia. Hindia
Belanda dibentuk sebagai hasil dari nasionalisasi koloni-koloni Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC), yang berada di bawah pemerintahan Belanda pada tahun 1800.
Selama abad ke-19, daerah jajahan dan hegemoni Belanda diperluas, mencapai batas wilayah teritorial
terbesar mereka pada awal abad ke-20. Hindia Belanda adalah salah satu koloni Eropa yang paling
berharga di bawah kekuasaan Imperium Belanda,[6] dan berkontribusi pada keunggulan global Belanda
dalam perdagangan rempah-rempah dan hasil bumi pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20.[7] Tatanan
sosial kolonial didasarkan pada struktur rasial dan sosial yang kaku dengan para elit Belanda yang tinggal
terpisah tetapi tetap berhubungan dengan penduduk pribumi yang dijajah mereka.[8] Istilah "Indonesia"
mulai digunakan untuk lokasi geografis setelah tahun 1880. Pada awal abad 20, para intelektual lokal
mulai mengembangkan konsep Indonesia sebagai negara dan bangsa, dan menetapkan panggung untuk
gerakan kemerdekaan.[9]
Pendudukan Jepang pada Perang Dunia II melemahkan sebagian besar negara kolonial dan ekonomi
Belanda. Setelah Jepang menyerah pada bulan Agustus 1945, kaum nasionalis Indonesia
mendeklarasikan kemerdekaan yang mereka perjuangkan selama Revolusi Nasional Indonesia yang terjadi
pada bulan-bulan berikutnya. Belanda secara formal mengakui kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja
Bundar tahun 1949 dan menyerahkan seluruh wilayah bekas jajahannya, dengan pengecualian
wilayah Papua (Nugini Belanda), yang diserahkan ke Indonesia 14 tahun kemudian pada tahun 1963
berdasarkan ketentuan Persetujuan New York di Markas Besar PBB.

1.1 Rumusan Masalah


Apa saja yang dilakukan belanda di Indonesia

1.2 Tujuan
Mengetahui alasan kedatangan belanda ke Indonesia
Mengetahui apa saja yang dilakukan belanda di Indonesia

1.3 Batasan Masalah


Hal yang dilakukan para penjajah belanda semasa ada di Indonesia

Bab 2
pembaahasan
1.penjajahan Belanda
Penjajahan Belanda tak lepas dari sejarah kebangkrutan VOC yang sebelumnya membuka industri
dagang di Nusantara. Pada akhir abad ke-18, yaitu abad kebangkrutan VOC di Nusantara dan setelah
kekuasaan singkat Britania di bawah pimpinan Thomas Stanford Raffles, pemerintah Belanda
mengambil alih kepemilikan VOC. Tepatnya pada tahun 1816.

Tahun 1830, cultuurstelsel atau sistem Tanam Paksa mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para rakyat
pribumi dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia, seperti teh,
kopi dan lain-lain. Hasil perkebunan itu kemudian diekspor ke berbagai negara. Sistem Tanam Paksa
ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya, baik pihak Belanda maupun orang
Indonesia yang menjadi pemilik tanah, namun tidak bagi para pekerjanya. Para pekerja Tanam Paksa
dirampas hak-hak kebebasannya untuk bekerja tanpa henti.

Pada tahun 1848, Tanam Paksa mendapat kecaman melalui perdebatan parlemen Belanda, juga
tulisan-tulisan yang mengkritik terang-terangan praktik tidak manusiawi itu. Pada tahun 1870, empat
puluh tahun pelaksanaan Tanam Paksa, Belanda memperoleh keuntungan sebesar 823 juta gulden.
Keuntungan ini digunakan untuk membangun perdagangan dan pelayaran yang lumpuh, membangun
industri yang macet, dan memperkaya pemilik pabrik.

1.1 .Politik Kolonial Liberal (1870-1900)


Kemajuan perdagangan Belanda diperoleh dari keuntungan penjualan hasil perkebunan Tanam Paksa.
Keuntungan itu dimanfaatkan Belanda untuk memajukan bidang industri, pelayaran dan perbankan.
Pihak Belanda menikmati hasilnya, sementara penduduk menderita karena beratnya pelaksanaan
Tanam Paksa. Golongan liberal kemudian berupaya mengadakan perubahan, antara lain dengan
mengeluarkan peraturan anggaran dalam Undang-Undang.

Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah tahun 1854 maka politik kolonial diatur secara liberal.
Penyelewengan dan penekanan mulai berkurang, termasuk praktik Tanam Paksa yang ikut
dihapuskan. Ide liberal mendorong usaha perseorangan. Pemerintah tidak berhak ikut campur tangan.
Tanam Paksa kemudian diganti dengan sistem kerja bebas.

Kepentingan politik liberal membawa dampak ekonomi di koloni dengan didirikannya infrastruktur
dan keuntungan pun diperoleh dengan mudah. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Agraria tahun
1870, maka politik liberal diberlakukan. Undang-undang ini pada dasarnya melarang penjualan tanah
kepada orang asing, tetapi mereka hanya diperkenankan menyewanya dalam waktu 75 tahun.

1.2 .Politik Kolonial Etis (1900-1942)


Van Deventer, seorang tokoh liberal Belanda, mengatakan bahwa Indonesia telah berjasa membantu
pemerintah Belanda memulihkan keuangannya. Dalam majalah De Gids terbitan Belanda, van
Devender menyebutkan bahwa jutaan gulden yang diperoleh Belanda dari bumi Nusantara itu
merupakan Een Ereschuld (utang kehormatan). Menurutnya, Belanda berutang kepada bangsa
Indonesia atas keuntungan yang diperoleh dari hasil eksploitasi kekayaan Nusantara yang begitu
besar. Oleh sebab itu sudah sewajarnya jika kebaikan orang Indonesia itu dibayar kembali. Menurut
Van Deventer, utang budi itu harus dibayar dengan peningkatan kesejahteraan melalui trias politica
atau politik etis (Ethische Politiek) yang terdiri dari:

 1.Irigasi (pengairan), yaitu dilakukan pembangunan irigasi untuk mengairi sawah-sawah milik
rakyat pribumi guna meningkatkan kesejahteraan penduduk.
 2.Edukasi (pendidikan), yaitu memberikan pendidikan kepada rakyat pribumi sehingga
nantinya dapat dihasilkan manusia-manusia terpelajar dan kaum intelektual yang berkualitas.
 3.Migrasi (perpindahan penduduk), yaitu melakukan perpindahan penduduk. Ini ditujukan
agar pemerataan tempat tinggal penduduk dapat tercipta.

Tulisan Van Deventer dan para pengecam dari kelompok politisi liberal lainnya seperti Van dedem,
Van kol, De Waal, dan Van den Berg, ternyata berpengaruh besar. Hingga pada tahun 1901, ratu
Wilhemina mengumumkan pernyataan bahwa diperlukan suatu penyelidikan terhadap kesejahtraan
rakyat Jawa. Van Deventer kemudian dikenal sebagai Bapak Pergerakan Politik Etis. Van Deventer
benar-benar menempatkan kesejahtraan rakyat pribumi di atas kepentingan yang lain. Ia juga menjadi
penentang kemiskinan akibat Tanam Paksa yang terjadi di Jawa.

1.3 .Penerapan Politik Etis


Kebijakan politik etis yang diajukan oleh van Deventer adalah suatu gagasan yang baik. Namun,
dalam penerapannya ternyata tidak sejalan dengan apa yang digagaskan. Banyak terjadi
penyimpangan dan penyelewengan terhadap sistem trias politika oleh para pegawai kolonial Belanda.
Bentuk penyimpangan dan penyelewengan tersebut antara lain:

 Irigasi

Oleh pegawai kolonial belanda, sistem irigasi yang tidak diberlakukan secara adil dan merata. Irigasi
yang seharusnya ditujukan untuk penduduk malah dialirkan ke tanah-tanah yang subur saja dan
sebatas untuk perkebunan milik Belanda. Sementara itu tanah penduduk tidak mendapat pengairan.

 Edukasi

Pemerintah Belanda membangun sekolah-sekolah, namun bukan untuk meningkatkan kesejahteraan


penduduk. Tujuan sebenarnya adalah untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Sekolah-sekolah yang
telah didirikan hanya diutamakan bagi anak-anak pegawai pemerintahan dan orang-orang yang
berasal dari golongan berada. Di sini terjadi diskriminasi pendidikan.

 Migrasi

Migrasi penduduk ke daerah luar Jawa yang masih jarang penduduknya hanya dilakukan ke daerah-
daerah perkebunan swasta yang dimiliki Belanda. Ini bertujuan agar penduduk yang bermigrasi ini
dapat menjadi pekerja perkebunan tersebut.
1.4 .Pendidikan Rakyat Pribumi
Melalui penerapan politik etis, khususnya bidang pendidikan, rakyat pribumi yang memperoleh
pendidikan bukan hanya mendapatkan ilmu pengetahuan barat. Kesadaran mereka sebagai bangsa
juga meningkat. Dari kalangan terpelajar ini kemudian muncul tokoh-tokoh pergerakan nasional.
Tokoh-tokoh inilah yang kemudian mempelopori berbagai organisasi pergerakan nasional untuk
memperjuangkan nasib bangsa.

Bangunnya rakyat terjajah dan penolakan terhadap hubungan kolonial disebut nasionalisme yang
memiliki unsur-unsur kebangunan politik, ekonomi, sosial, kultural dan religius. Unsur-unsur itu
semua dikembangkan untuk mencapai pembaharuan ke arah kemandirian dan kesatuan bangsa.
Sehubungan dengan lahirnya Budi Utomo yang dianggap sebagai manifestasi lahirnya jiwa
nasionalisme, maka jelas kiranya bahwa kekuatan dari dalam masyarakat itu sendiri yang memberi
kekuatan dan pergaulan hidup kolonial itulah yang memberi corak nasionalisme Indonesia.

Pengaruh politik etis sedikit demi sedikit membawa perubahan ke arah perbaikan nasib dan usaha
untuk melepaskan dari dari belenggu penjajahan, meskipun tidak dapat diingkari bahwa kaum etikus
sebenarnya adalah para kapitalis yang menginginkan keuntungan sebanyak-banyaknya dengan
meningkatkan daya beli dan kesejateraan penduduk Indonesia. Lahirnya organisasi pergerakan
nasional merupakan tanda dan dorongan tamatnya sejarah politik etis.

Pendidikan kolonial yang menekankan perlunya perluasan pendidikan anak-anak bumiputera setelah
pertengahan abad XIX dirintis oleh Fransen van der Putte. Dikatakannya bahwa pengajaran yang
sudah berjalan hanya untuk memenuhi kebutuhan aparatur kolonial, tetapi yang terpenting adalah
melalui pengajaran yang akan memajukan penduduk bumiputera. Maka diperlukan suatu pengajaran
untuk anak-anak pribumi, tidak hanya anak-anak penguasa saja. Dengan begitu, anak-anak pribumi
yang telah mendapatkan pendidikan dapat membantu pemerintahan kolonial.

Dengan adanya pendidikan untuk bumiputera, maka muncullah elite-elite baru pendidikan yang
semestinya menduduki jabatan dalam birokrasi kolonial, tetapi tempat mereka telah diambil oleh
orang-orang Belanda. Mereka kemudian membuka usaha baru yang brsifat swasta, karena mereka
merasa dengan bekerja kepada pemerintah kolonial berarti mereka mengabdi pada penjajah. Dengan
usaha baru tersebut masyarakat pribumi dapat menegakkan prinsp berdiri di atas kaki sendiri. Elite
baru berusaha mendapat tempat di hati masyarakat. Sebagai kekuatanm sosal politik baru pada
mulanya pemerintah belum banyak memberikan perhatian. Akan tetapi ternyata mereka ini adalah
pendukung semangat kebangsaan dan dari merekalah semangat nasionalisme berkembang.

Tahun 1940 merupakan awal pecahnya Perang Dunia II. Oleh karena Belanda berhasil diduduki Nazi
Jerman, Belanda pun mengumumkan keadaan siaga dan mengalihkan ekspor ke Amerika Serikat dan
Britania. Negosiasi dengan Jepang mengenai pengamanan bahan bakar pesawat tidak membuahkan
hasil. Jepang mulai melakukan penaklukan di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Dibantu oleh
pasukan Jepang, faksi dari Sumatera melakukan penyerangan terhadap pemerintahan Belanda hinga
akhirnya pada Maret 1942, Belanda menyerah dan kembali dari Nusantara karena kalah oleh pasukan
Jepang

2.Masa Pemerintahan Republik Bataaf di Indonesia (1795 – 1806)


Pada periode sekitar tahun 1795 terjadi berbagai konflik di Eropa, dan pada saat itu pula terjadi
perubahan di negara Belanda. Muncul kelompok yang menamakan kaum patriot. Kaum ini mendapat
pengaruh dari Perancis yaitu liberte (kemerdekaan), egalite (persamaan) dan fraternite (persaudaraan).
Paham tersebut kemudian dikenal dengan Paham Revolusi Perancis yang menyuarakan adanya negara
keatuan di tubuh pemerintahan Belanda. Pada tahun 1795 terjadi penyerbuan Perancis atas Belanda.
Belanda takluk dan Raja Willem V selaku kepala pemerintahan Belanda melarikan diri ke Inggris.
Belanda dikuasai Perancis.

Selanjutnya di Belanda dibentuk pemerintahan baru bernama Republik Bataaf (1795-1806) yang
dipimpin oleh Louis Napoleon saudara Napoleon Bonaparte. Di sisi lain, Raja Willem V ditempatkan
di salah satu kota di Inggris dan mengeluarkan perintah agar Belanda menyerahkan wilayahnya ke
Inggris, bukan kepada Perancis melalui surat – surat kew.

Pihak Inggris kemudian bergerak cepat dengan mengambil alih wilayah – wilayah jajahan Belanda di
Hindia Belanda salah satunya Padang pada tahun 1795, selanjutnya Ambon dan Banda pada tahun
1796. Inggris juga memperkuat armada laut untu memblokade Batavia. Pemerintahan Belanda yang
ada di Indonesia seakan di dikendalikan oleh Perancis dan semua kebijakan tidak lepas dari campur
tangan Perancis. Untuk mempertahankan wilayah kepulauan Nusantara, Louis Napoleon memberikan
mandat kepada Herman Willem Daendels yang merupakan salah satu tokoh revolusioner untuk
mempertahankan tanah Jawa dari serangan Inggris.

2.1 Bidang Pemerintahan


Pada bidang pemerintahan, Daendels banyak melakukan perubahan dalam tata cara dan adat istiadat
kerajaan – kerajaan di Jawa. Jika sebelumnya VOC ketika menyambangi Kasunana Surakarta dan
Kesultanan Yogyakarta masih menggunakan tata cara tertentu seperti memberi hormat, tidak
menggunakan payung emas, membuka topi ketika duduk dan duduk di kursi yang lebih rendah dari
raja, Daendels menolak menjalani hal – hal tersebut.

Pakubuwono IV bahkan terpaksa menerima, sedangkan Hamengkubuwono II menolak. Adanya


penolakan dari Hamengkubuwono menyebabkan perseturuan dengan pihak Belanda. Daendels
berhasil mempengaruhi Mangkunegara II untuk membentuk pasukan Legiun Mangkunegara yang
sewaktu – waktu dapat membantu Daendels ketika dibutuhkan. Dengan adanya kekuatan Belanda dan
dukungan dari beberapa kerajaan, Daendels bersikap congkak dan banyak melakukan intervensi
dengan ikut campur dalam internal kerajaan seperti pada saat pergantian raja. Diantaranya;

Penerapan tiga jenis peradilan :

(1) peradilan untuk orang Eropa;

(2) peradilan untuk orang Timur Asing;

(3) peradilan untuk orang pribumi. Khusus untuk peradilan pribumi dibentuk di setiap prefektur
seperti di Batavia, Surabaya dan Semarang.

Peraturan tentang pemberantasan korupsi tanpa memandang kasta baik itu orang Eropa maupun
Timur Asing

 Bidang Ekonomi
Sepeninggal VOC dengan segala carut marut keuangan, hutang dan korupsi, Daendels dituntut
memperbaiki sistem dan mengembalikan kestabilan ekonomi Hindia Belanda sembari mengumpulkan
uang untuk biaya perang. Daendels melakukan beberapa kebijakan diantaranya :

Memaksa para penguasa di Jawa untuk menggabungkan diri ke dalam wilayah pemerintahan colonial
Melakukan pemungutan pajak Meningkatkan hasil bumi berupa tanaman – tanaman yang laku di
pasaran dunia Penyerahan wajib hasil pertanian bagi pribumi Melakuakan penjualan tanah kepada
pihak swasta

2.2PEMERINTAHAN JAN WILLEM JANSSENS (1811)


Pada Bulan Mei tahun 1811, Daendels dipanggil oleh Louis Napoleon untuk kembali ke negara
Belanda. Sepeninggal Daendels sebagai Gubernur Jendral, ia digantikan oleh Jan Willem Janssens
yang sebelumnya menjabat sebagai Gubernur Jendral di Tanjung Harapan (Afrika Selatan) pada tahun
1802 – 1806. Pada tahun 1806, Janssens terusir dari Tanjung Harapan karena Tanjung Harapan jatuh
ke tangan Inggris.

Pada tahun 1810, Janssens ditunjuk menggantikan Daendels untuk memimpin Jawa dan resmi
menjadi Gubernur Jendral di Hindia Belanda pada tahun 1811. Janssens berusaha memperbaiki
keadaan di Hindia Belanda, namun Inggris sebagai musuh dari Belanda pada saat itu telah menguasai
beberapa wilayah di Nusantara. Disisi lain, Lord Minto memerintahkan Thomas Stamford Raffles
(pemimpin serangan Inggris) untuk menguasai pulau Jawa. Raffles pun menyiapkan serangan dan
pergi ke Jawa. Pengalaman pahitpun dirasakan Janssens untuk kedua kalinya karena dalam
perkembangannya ia terusir dari tanah jajahannya.

Pada tanggal 4 Agustus 1811, sebanyak 60 kapal Inggris sudah berada di Batavia. Kemudian pada 26
Agustus 1811, Batavia mampu dikuasai Inggris dibawah kepemimpinan Raffles. Janssens kemudian
lari ke Semarang dan bergabung dengan Legiun Mangkunegara serta prajurit Yogyakarta dan
Surakarta. Pasukan Inggris masih mengejarnya hingga berhasil dipukul mundur. Janssens kemudian
lari ke daerah Salatiga tepatnya di Tuntang. Janssens kemudian menyerah kepada Inggris dan ditandai
dengan adanya perjanjian Kapitulasi Tuntang.

2.3Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816)


Perkembangan Kolonialisme Inggris di Indonesia (1811-1816) - Inggris atau negara dengan julukan
"The Black Country" (banyak sekali industri) merupakan salah satu negara yang pernah menjajah di
Indonesia (Nusantara saat itu). Pada artikel sebelumnya, kita telah mengulas mengenai sejarah
penjajahan Belanda / Hindia Belanda yang terkenal dengan kongsi dagangnya bernama VOC dan juga
kebijakan terkenal dengan sebutan Sistem Tanam Paksa (Cultuur Stelsel).

Selain penjajahan Belanda, ada juga artikel menarik lainnya terkait dengan negara yang pernah
menjajah di Indonesia selain Belanda dan Inggris, yaitu mengenai masa pendudukan atau penjajahan
Jepang di Indonesia. Bagi yang belum membacanya silahkan baca juga, agar wawasan kita semakin
luas. Kembali ke topik pembahasan mengenai perkembangan kolonialisme Inggris di Indonesia,
berikut ini penjelasan mengenai pembahasan tersebut secara singkat dan jelas.

2.4 Latar Belakang Penjajahan Inggris di Indonesia


Sebuah pendudukan atau penjajahan yang dilakukan oleh sebuah kekuatan besar suatu negara
terhadap negara atau daerah lain tentu memiliki sebab atau latar belakangnya. Lantas, apa latar
belakang penjajahan Inggris di Indonesia? berikut ini beberapa hal yang menyebabkan Inggris
menduduki Indonesia (Nusantara), meliputi :

1. Contingental Stelsel

Contngental Stelsel merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Perancis pada masa Napoleon,
kebijakan tersebut dikeluarkan untuk memblokade perdagangan Inggris di Eropa. Kebijakan
diterapkan pada tahun 1806. Pada saat itu, Inggris merupakan negara industri yang sedang
berkembang pesat sehingga membutuhkan daerah pemasaran yang luas. Dari kebijakan tersebut,
Inggris kemudian menjadikan India dan Indonesia sebagai daerah tempat pemasaran barang-barang
hasil Industri.

2. Penyerbuan Inggris di Pulau Jawa

Pada saat Belanda menguasai Nusantara, tepatnya pada masa pemerintahan Daendels, Inggris
menyerbu Pulau Jawa. Daendels kemudian dipanggil kembali ke Belanda, kekuasaannya digantikan
dengan Gubernur Jenderal Janssens. Tetapi serangan yang dilakukan oleh pihak Inggris ternyata
membuat Belanda menyerah. Dari kekalahan tersebut kemudian dibuatlah Kapitulasi Tuntang /
Perjanjian Toentang yang ditandatangani pada tanggal 18 September 1811. Isi dari perjanjian tersebut
meliputi :

o Seluruh Jawa dan sekitarnya diserahkan kepada pihak Inggris


o Semua tentara Belanda menjadi tawanan pihak Inggris
o Semua hutang pemerintah Belanda bukan tanggung jawab pihak Inggris

Seluruh pegawai Belanda yang mau bekerjasama dengan Inggris dapat memegang kembali
JabatannyaAwal Mula Inggris di Indonesia Setelah perjanjian ditandatangani, maka pada tanggal 18
September 1811 merupakan tanggal dimulainya penjajahan atau kekuasaan Inggris di Indonesia
(Nusantara). Thomas Stamford Raffles kemudian diangkat menjadi penguasa oleh Lord Minto (Raja
Muda). Pusat pemerintahan kolonialisme Inggris di Indonesia berada di kota Batavia. Setelah menjadi
penguasa baru di Hindia, Raffles kemudian melakukan langkah-langkah agar kedudukan Inggris di
tanah jajahan lebih kuat. Raffles berpegang pada 3 prinsip dalam rangka untuk menjalankan
pemerintahannya.

 Pertama : Segala penyerahan wajib dan juga kerja rodi dihapuskan, kemudian digantikan
dengan penanaman bebas oleh rakyat.
 Kedua : Para bupati dimasukkan sebagai bagian pemerintahan kolonial dan pemungutan pajak
yang dilakukan oleh bupati dihapuskan.
 Ketiga : Dalam kegiatan penanaman bebas, tanah merupakan miliki pemerintah dan rakyat
atau petani penggarap dianggap sebagai penyewa tanah.

2.5 Kebijakan Masa Pemerintahan Thomas S. Raffles


Kebijakan dalam Bidang PemerintahanPulau Jawa di Bagi menjadi 16 Karesidenan Untuk
memperkuat kekuasaannya, Raffles menjalin hubungan baik dengan para pangeran dan penguasa
yang membenci Belanda. Bupati-bupati atau penguasa pribumi dijadikan sebagai pegawai
pemerintahan kolonial dibawah kekuasaan pemerintah pusat. Mengubah sistem pemerintahan pribumi
dengan sistem pemerintahan kolonial. Kebijakan dalam Bidang Sosial dan Ekonomi Penghapusan
pajak dan penyerahan wajib hasil bumi Pelaksanaan sistem sewa tanah atau bisa disebut dengan land
rent Penghapusan perbudakan dan kerja rodi

 Kebijakan dalam Bidang Hukum

Hukum peradilan masa Raffles lebih baik dari pada masa penguasaan Daendels Raffles lebih berdasar
pada besar kecilnya suatu kesalahan Sementara Daendels berdasar pada ras warna kulit Raffles
beranggapan bahwa pengadilan merupakan benteng untuk memperoleh keadilan, maka harus ada
benteng yang sama bagi setiap warga Akhir Masa Pemerintahan Thomas S. Raffles Perkembangan
kolonialisme Inggris di Indonesia pada masa pemerintahan Thomas S. Raffles ternyata tidak
berlangsung cukup lama. Tepatnya pada tahun 1816 atau 5 tahun setelah perjanjian Belanda dan
Inggris, penjajahan / penguasaan berakhir. Apa sebabnya? Berakhirnya kekuasaan Inggris disebabkan
karena kondisi politik di Eropa mulai memanas. Hal ini disebabkan karena penguasa besar pada saat
itu Napoleon Bonaparte berhasil dikalahkan oleh raja-raja di Eropa pada tahun 1814.

Dari kekalahan tersebut kemudian memunculkan apa yang disebut dengan "Convention of London"
atau perjanjian lanjutan antara Belanda dan Inggris. Salah satu poin penting mengenai perjanjian
tersebut adalah Belanda menerima kembali daerah jajahan yang sebelumnya diserahkan kepada pihak
Inggris dalam perjanjian Tuntang. Dari penyerahan tersebut, maka kekuasaan Inggris di Indonesia /
Nusantara / Hindia berakhir dan dilanjutkan kembali oleh Belanda.

3.dominasi pemerintahan belanda


Setelah Belanda kembali menduduki Hindia Belanda, Pangeran Willem VI membentuk sebuah badan
yang bernama Komisaris Jenderal dengan pemimpin Gubernur Jenderal untuk memerintah di
Indonesia. Komisaris Jenderal beranggotakan, yaitu: Cornelis Theodorus Elout, Arnold Ardian
Buyskes dan Alexander Gerard Philip Baron Van der Capellen, dengan Van der Capellen sebagai
Gubernur Jenderalnya.

Untuk melaksanakan pemerintahannya di Hindia Belanda Pangeran Willem VI memberikan UU


Pemerintah untuk negeri jajahan/Regerings Reglement pada 1815. Salah satu pasalnya berisikan
bahwa pelaksanaan pertanian dilakukan secara bebas, dimana pasal ini berpahamkan liberalisme yang
merupakan usulan dari kaum liberal Belanda.

Para Komisaris Jenderal datang ke Indonesia pada 27 April 1816, namun setelah mereka melihat
keadaan Hindia Belanda pada saat itu, mereka merasa pesimis terhadap UU Pemerintah yang
berisikan paham liberal tersebut, mereka meragukan pasal tersebut tidak akan berjalan dengan
sempurna di Hindia Belanda.

Tentang paham liberalisme di Belanda, sebenarnya di Belanda sudah terjadi konflik antara kaum
liberal dan kaum konservatif, dimana kaum liberal menginginkan pertanian di tanah jajahan
dilaksanakan dengan bebas oleh swasta dan masyarakat, sedangkan pihak konservatif menginginkan
pengelolaan tanah jajahan dilakukan oleh pemerintah secara penuh.

Melihat keadaan ini Belanda menerapkan kebijakan jalan tengah dimana pengelolaan tanah jajahan
diserahkan penuh kepada pemerintahan Belanda. Namun hal tersebut tidak memperbaik keadaan di
Hindia Belanda.
Pada 22 Desember 1818, pemerintah Belanda membentuk UU bahwa penguasa tertinggi adalah
gubernur Jenderal, Van der Capellen ditunjuk sebagai Gubernur Jenderal pada saat itu, namun
pemerintahan yang dilakukan Capellen menimbulkan banyak protes dan akhirnya ia diganti oleh Du
Bus Gisignies.

Gisiegnies menginginkan Hindia Belanda dapat mengekspor hasil panen ke eropa agar dapat
membantu negara induk yaitu Belanda yang sedang mengalami krisis ekonomi, namun yang terjadi
adalah Hindia Belanda banyak mengimpor bahan makanan, sehingga ide Gisiegnies gagal.

Karena Belanda dalam keadaan krisis ekonomi, maka Raja Belanda mengeluarkan oktroi untuk
membentuk De Javasche Bank pada 9 Desember 1826 di Hindia Belanda. Pembentukan De Javasche
Bank merupakan suatu bentuk dukungan raja terhadap rencana pelaksanaan tanam paksa di Hindia
Belanda.

3.1 . Sistem Tanam Paksa


Pada 1829, Johannes Van den Bosch, mengusulkan kepada Belanda untuk melaksanakan kerja Rodi
berupa penanaman paksa tanaman yang hasilnya dapat dijual di Eropa. Dimana pada akhirnya sistem
ini membuat Hindia Belanda sebagai 'sapi perah' bagi Belanda, dimana Belanda menguras segalanya
di Hindia Belanda dan keuntungannya untuk memakmurkan Belanda. Konsep Bosch tadi dinamakan
Cultuurstelsel atau tanam paksa.

3.2 Ketentuan Tanam Paksa


Raja Willem yang setuju dengan konsep Bosch tersebut, mengangkat Bosch sebagai Gubernur
Jenderal di Hindia Belanda. Bosch menerapkan Tanam Paksa dengan ketentuan dari Lembaran
Negara/Staatsblad Tahun 1834 No. 22. Ketentuan tersebut, yaitu:

1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari
tanahnya untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di pasaran Eropa.

2. Bagian dari tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tdak boleh melebihi
seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.

3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman dagangan tidak boleh melebihi pekerjaan yang
diperlukan untuk menanam padi.

4. Bagian dari tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran
pajak tanah.

5. Tanaman dagangan yang dihasilkan di tanah-tanah yang disediakan, wajib diserahkan kepada
pemerintah Hindia-Belanda, jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir itu melebihi pajak
tanah yang harus dibayar rakyat, maka selisih positifnya harus diserahkan kepada rakyat.

6. Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan pada pemerintah, sedikit sedikitnya jika
kegagalan ini tidak disebabkan oleh kurang rajin atau ketekunan dari pihak rakyat.

7. Penduduk desa mengerjakan tanah-tanah mereka dibawah pengawasan kepala kepala mereka,
sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah,
panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.
3.3. Pelaksanaan Tanam Paksa

Dalam pelaksaannya pejabat bumiputra, kaum priyayi dan kepala desa ditugaskan untuk
menggerakkan kaum tani menanam tanaman yang laku di pasaran dunia, pada akhirnya para penguasa
pribumi menjadi alat kolonial.

Para penguasa pribumi mendapatkan bonus atau cultuur procenten atas hasil-hasil panen dari daerah
kekuasaanya. Makin banyak hasilnya maka makin banyak bonusnya.. Maka dari pada itu mulailah
para penguasa pribumi bersikap tamak, mereka melakukan

penyelewangan terhadap ketetapan yang disetujui demi mendapatkan bonus yang banyak. Contoh
penyelewengan yang dilakukan yaitu tanah yang dijadikan tanam paksa ditambah luasnya menjadi 4,
1/3 bahkan sampai 2, padahal ketentuan sebenarnya hanyalah 1/5 dari tanah yang dimiliki.

Namun, pihak Belanda membiarkan hal tersebut terjadi, karena memang misi mereka adalah
mengambil keuntungan sebesar-besarnya dari tanah jajahan.

Kegiatan tanam paksa juga disertai dengan tindak kekerasan dan tindak menakut-nakutipara petani,
sehingga Tanam Paksa telah melanggar HAM.

3.4. Sistem Usaha Swasta

Pelaksanaan Tanam Paksa memberikan keuntungan yang sangat besar pada negara Belanda dan
membuat Belanda menjadi negara Industri. Namun, kaum liberal di Belanda menentang adanya
Tanam Paksa.

Terjadilah pro dan kontra antara kelompok konservatif dan kelompok liberal. Kelompok konservatif
pro dan mendukung adanya tanam paksa, kelompok liberal kontra dan tidak mendukung adanya
tanam paksa atas dasar kasihan terhadap penderitaan rakyat pribumi serta kaum liberal menginginkan
kegiatan ekonomi diserahkan kepada swasta sepenuhnya. Pendapat tersebut juga didorong dengan
terbitnya buku Edward Douwes Dekker/Multatuli yang berjudul Max Havelaar dan buku Suiker
Contractor tulisan Frans van de Pute.

Pada 1850, kau liberal mendapatkan kemenangan politik di Parlemen. Parlemen memiliki peranan
besar dalam urusan tanah jajahan, dan pada akhirnya Tanam Paksa mulai berangus-angsur dihapus
dan sistem politik liberal diterapkan.

Setelah di Belanda diterapkan sistem politik liberal, dikeluarkan UU Perbendaharaan Negara, UU


Gula dan UU Agraria, dimana setelah UU Agraria dikeluarkan banyak pihak swasta banyak
memasuki wilayah jajahan, dan dimulailah era imperialisme modern, berkembanglah kapitalisme di
Hindia Belanda, dan tanah jajahan berfungsi sebagai:

 Tempat untuk mendapatkan bahan mentah untuk kepentingan industri di Eropa dan
 tempat penanaman modal asing.
 Tempat pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa.
 Penyedia tenaga kerja yang murah.

Usaha perkebunan di Hinda Belanda semakin berkembang dengan beragam jenis

tanaman dan juga hasil tambang yang semakin meningkat.

Dikarenakan semakin pesatnya perkebunan dan tambang maka diperlukan sarana dan prasarana yang
memadai agar pengangkutan barang-barang menjadi lebih efisien.

Maka dibangunlah pada 1873 serangakaian jalan kereta api yang salah satunya antara Semarang dan
Yogyakarta. Pada angkutan laut, di tahun 1872 dibangun pelabuhan Tanjung Priok, Belawan dan
Teluk Bayur.

Walaupun sarana dan prasarana di Hindia Belanda berkembang semakin pesat, tetapi rakyat pribumi
masih terus mersakan penderitaan yang tiada hentinya.

Perkembangan agama kristen dibagi menjadi dua, yaitu perkembangan agama Kristen Katolik dan
Kristen Protestan. Orang-orang portugis menyebarkan agama Kristen Katolik dan Orang-orang
Belanda menyebarkan agama Kristen Protestan.

Agama Kristen Katolik disebarkan oleh Misionaris Portugis ketika melakukan penjelajahan samudra
dengan semangan Gold, Glory dan Gospel. Pada 1512 Portugis mendarat di Hitu, Ambon. Disana
telah berkembang islam melalui perdagangan, dengan datangnya portugis, maka portugis juga ikut
menyebarkan agama kristen katolik disana dan Pastor yang terkenal pada waktu itu adalah Frasiscus
Xaverius SJ.

Agama Kristen Protestan berkembang di maluku setelah VOC menguasai Ambon, penyebaran agama
kristen protesten berkembang pesat pada saat Raffles berkuasa.9

Perkembangan agama kristen di Indonesia, secara intensif terjadi saat pengaruh kekuasaan orang-
orang barat semakin kuat. Agama kristen kemudian berkembang di wilayah timur dan wilayah lainnya
di Sumatera Utara.

Bab 3
Simpulan

Belanda datang pertama kali ke Indonesia pada tahun 1596-1811, dan yang kedua kalinya
pada tahun 1814-1904. Tujuan kedatangan Belanda ke Indonesia adalah untuk memonopoli
perdagangan rempah-rempah di Indonesia. Dan untuk melancarkan usahanya, Belanda
menempuh beberapa cara yaitu membentuk VOC pada tahun 1902 dan membentuk
pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Setelah masa penjajahan itu usai, Belanda
meninggalkan kebudayaan dan kebijakan-kebijakan yang sebagian masih di pakai oleh
Indonesia.
Indonesia pada masa pemerintahan Hindia-Belanda abad XIX sudah mengalami berbagai
pergantian Gubernur Jenderal tetapi yang paling menyengsarakan rakyat yaitu pada masa
Gubjen, Rafles, Daendels, Van den Bosch, dan van Hogendrop. Yang menerapkan system
tanam paksa, penyerahan wajib hasil pertanian, penyewaan tanah kepada rakyat,
penyewaan desa pada pihak swasta dan pembuatan jalan dari Anyer sampai Panarukan.

Anda mungkin juga menyukai