Anda di halaman 1dari 3

Kondisi Bangsa Indonesia Tahun 1908 yang Penuh Penderitaan

Sebelum merdeka seperti sekarang ini, bangsa Indonesia telah mengalami kesengsaraan
dalam jangka waktu yang panjang. Penderitaan ini disebabkan oleh penjajah yang berupaya
memeras kekayaan Tanah Air dan memecah belah bangsa.
Namun, keadaan mulai berubah sejak berdirinya Boedi Oetomo pada 1908. Organisasi
tersebut berhasil membakar semangat rakyat Nusantara untuk bangkit dari praktik penjajahan.
Penderitaan Bangsa Indonesia
Praktik penjajahan di Indonesia bermula dari ekspedisi negara-negara Eropa pada abad
ke-15. Kala itu, sumber perekonomian Eropa runyam akibat perang dan perkembangan teknologi
perkapalan. Akhirnya, orang-orang Eropa berekspedisi untuk mencari sumber ekonomi baru di
seluruh dunia.
Setelah melakukan ekspedisi, orang Eropa menemukan bangsa Indonesia yang kaya akan
rempah-rempah. Mereka pun melakukan perdagangan di Tanah Air.
Namun tidak hanya berdagang, mereka juga berusaha menjajah wilayah Nusantara untuk
menguasai kekayaan Tanah Air yang melimpah.
Selama zaman penjajahan, orang Eropa membuat sejumlah peraturan yang membuat
bangsa Indonesia menderita, di antaranya:
 Kerja Rodi
Ketika Daendels berkuasa pada 1808-1811, ia menerapkan aturan kerja
paksa atau kerja rodi. Aturan tersebut mengharuskan rakyat untuk membangun
jalan di sepanjang Pulau Jawa, dari Anyer hingga Panarukan.
Peraturan ini membuat rakyat Indonesia menderita. Sebab, rakyat harus
bekerja keras untuk menggali batuan dan membuat jalan tanpa upah. Tidak hanya
itu, kerja rodi juga memakan banyak korban jiwa.
 Tanam Paksa
Belanda menerapkan cultuurstelsel atau tanam paksa yang merugikan
rakyat Nusantara. Peraturan ini mewajibkan masyarakat untuk bercocok tanam di
ladangnya.
Kemudian, hasil tanaman diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda.
Peraturan ini menyebabkan masyarakat menderita dan jatuh miskin.
 Politik Adu Domba
Tidak hanya memeras kekayaan Tanah Air, Belanda melalui VOC juga
mengadu domba Nusantara. Mereka melakukan devide et impera atau politik adu
domba. Politik tersebut saling mengadu domba kerajaan, sehingga persatuan
Indonesia terpecah belah.

 Perlawanan Rakyat Indonesia


Kesengsaraan yang dialami bangsa Indonesia telah memicu perlawanan di
berbagai daerah Nusantara. Perlawanan itu dipimpin oleh beberapa sarjana dan
bangsawan, yaitu:
1. Sultan Ageng Tirta Yasa di Banten.
2. Sultan Hasanuddin di Sulawesi Selatan.
3. Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat
4. Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah
Sayangnya, peperangan ini gagal. Sebab, perlawanan kala itu masih
bersifat kedaerahan. Di sisi lain, penderitaan yang dialami Indonesia juga
menggerakkan hati beberapa orang Belanda, seperti Baron van Huber, Edward
Douwes Decker, dan Tuan Vendee Venter.
Douwes Dekker atau Multatuli menuangkan penderitaan masyarakat
Lebak di Banten melalui buku yang bertajuk Max Havelaar pada 1860.
Sementara itu Van Deventer menyarankan Politik Etische atau politik
balas budi yang dapat menguntungkan pihak Indonesia-Belanda. Politik tersebut
terdiri dari tiga program, yakni: pendidikan, emigrasi, dan irigasi.
Belanda akhirnya menerapkan politik balas budi untuk Indonesia. Namun,
politik itu hanya menguntungkan Belanda. Irigasi diterapkan untuk perkebunan
milik Belanda. Sedangkan, pembangunan sekolah dilakukan untuk menyediakan
tenaga kerja terampil dan murah.
Kendati demikian, pembangunan sekolah memberikan dampak positif
untuk Indonesia. Melalui sekolah tersebut, masyarakat Nusantara menjadi
terpelajar. Rakyat yang terpelajar akhirnya berusaha bergerak untuk bangkit dan
membebaskan Tanah Air dari penjajah.

Anda mungkin juga menyukai