Anda di halaman 1dari 7

KONDISI BANGSA INDONESIA SEBELUM TAHUN 1908

Pada abad ke 15 negara Eropa mengadakan ekspedisi di seluruh dunia untuk mencari
sumber makanan baru. Hal ini disebabkan oleh rusaknya ekonomi Eropa karena
perkembangan teknologi dibidang pelayaran dan akibat peperangan. Pelaksanaan ekspedisi
ini menghasilkan penemuan lahan baru dan sumber ekonomi baru melalui perdagangan.
Namun pada akhirnya bangsa Eropa tidak hanya melakukan perdagangan saja. Melainkan
menjajah dan menguasai negara negara yang ditemuinya, termasuk Indonesia. Maka dari itu
kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 cukup memprihatinkan akibat penjajahan yang
dilakukan.
Pada tanggal 20 Maret 1602, Indonesia telah dikuasasi oleh pihak Belanda dengan
dibangunnya Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di wilayah Indonesia. Akibatnya
rakyat Indonesia mengalami banyak sekali siksaan dan kekerasan. Penderitaan yang dialami
oleh rakyat Indonesia terjadi di berbagai bidang kehidupan. Bahkan pihak VOC melakukan
sistem politik adu domba atau devide et impera diberbagai daerah Indonesia. Hal ini
dilakukan untuk mengadu domba berbagai kerajaan di Indonesia termasuk orang orang di
dalamnya. Politik adu domba ini membuat seluruh kehidupan masyarakat menjadi rusak
bahkan kerajaan kerajaan di Indonesia juga melemah. Kali ini saya akan membahas tentang
kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 lengkap. Untuk lebih jelasnya dapat anda
simak di bawah ini.
Pada tahun 1808 hingga tahun 1811, bangsa Indonesia dikuasai oleh Daendels dan
rakyat menjadi menderita. Bahkan rakyat dipaksa untuk melakukan sistem kerja rodi dengan
tujuan membangun sepanjang jalan pulau Jawa, mulai dari Anyer hingga Panarukan.
Pembangunan ini dilakukan untuk kepentingan Militer Jepang sehingga menimbulkan
penderitaan bagi rakyat Indonesia. Kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 memang
sangat memprihatinkan. Setelah itu penderitaan Indonesia berlanjut pada masa penjajahan
Belanda. Pihak Belanda menerapkan sistem tanam paksa atau Cultur Stelsel diwilayah
Indonesia. Sistem ini mengharuskan rakyat Indonesia untuk menanami ladangnya dengan
tanaman yang telah ditentukan Belanda. Bahkan hasil pertanian mereka juga harus diserahkan
kepada pemerintahan Belanda.
Kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 semakin parah. Hal ini terlihat ketika
masa penjajahan Belanda. Pihak Belanda memeras kekayaan sekaligus tenaga rakyat
Indonesia demi kepentingannya sendiri. Hal ini membuat rakyat semakin miskin dan
menderita. Seluruh kekayaan Indonesia dikuasai oleh Belanda untuk membangun negaranya,
bahkan Belanda termasuk negara kaya raya di wilayah Eropa pada saat itu. Akibat
penderitaan ini, rakyat Indonesia memiliki keberanian untuk melakukan perlawanan.
Perlawanan ini dilakukan diberbagai wilayah Indonesia dan dipimpin oleh kaum bangsawan
maupun para ulama seperti Pangeran Diponegoro (Jawa Tengah), Sultan Hasanuddin
(Sulawesi Selatan), Tuanku Imam Bonjol (Sumatera Barat), dan Sultan Ageng Tirtayasa
(Banten). Namun perjuangan ini masih bersifat kedaerahan sehingga tidak terorganisasi
secara modern. Hal inilah yang membuat perjuangan rakyat Indonesia belum berhasil.
Kondisi bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 memang memberikan penderitaan yang
sangat mendalam bagi rakyat. Namun penderitaan ini menciptakan kesadaran bagi orang
Belanda yang pernah tinggal atau masih tinggal di Indonesia seperti Mr. Van Deventer,
Baron Van Houvell, dan Edward Douwes Dekker. Kemudian pada tahun 1860, terciptalah
buku "Max Havelaar" karya Edward Douwes Dekker dengan nama samaran yaitu Maltatuli.
Buku tersebut menjelaskan penderitaan yang dialami rakyat Indonesia akibat penjajahan
Belanda, khususnya rakyat Lebak, Banten. Kemudian Mr. Van Deventer memberikan usul
kepada pemerintah Belanda agar melaksanakan sistem politik Balas Budi atau Etische Politic.
Politik balas budi atau Etische Politic memiliki program khusus seperti irigasi, edukasi dan
transmigrasi.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kondisi
bangsa Indonesia sebelum tahun 1908 yang meliputi:
 Kehidupan rakyat Indonesia sangat memprihatinkan.
 Rakyat Indonesia semakin sengsara dan menderita akibat penjajahan.
 Banyak pertikaian yang timbul di berbagai wilayah Indonesia akibat sistem adu domba
yang dilakukan Belanda.
 Rakyat dipaksa untuk melakukan kerja rodi (masa penjajagan Deandels) dan sistem
tanam paksa (masa penjajahan Belanda).
 Bangsa Belanda melakukan pemerasan seluruh kekayaan dan tenaga rakyat Indonesia.
 Sistem perjuangan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia masih bersifat kedaerahan.
PERINTIS KEBANGKITAN NASIONAL
DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN REPPUBLIK INDONESIA

Kebangkitan Nasional tak bisa dipisahkan dari kiprah organisasi Budi Utomo (Boedi
Oetomo) dalam mengkampanyekan nasionalisme. Organisasi tersebut berdiri pada 20 Mei
1908 oleh para pemuda yang bersekolah di STOVIA
Seorang berkebangsaan Belanda, Mr Conrad Theodor van Deventer, menyebut lahirnya
Budi Utomo sebagai 'bangunnya putri jelita'. Van Deventer bekerja di Hindia Belanda
(sekarang Indonesia) sebagai pegawai pengadilan yang kemudian menjadi jaksa
"Keajaiban telah terjadi, putri jelita yang tidur itu telah bangkit," tulis Van Deventer
dalam majalah De Gids pada era itu seperti dikutip detikcom dari buku 'Boedi Oetomo: Awal
Bangkitnya Kesadaran Bangsa' tulisan Gamal Komandoko, 2008. Van Deventer merupakan
pencetus politik etis yang mulanya menuai kontroversi di pemerintahan Belanda. Tetapi dia
akhirnya mendapat restu dari Ratu Belanda saat itu.
Gagasan politik etis dari Van Deventer yakni perluasan pendidikan bagi masyarakat
Jawa. Menurutnya pendidikan sangat penting bagi masyarakat.
Rupanya tak salah ketika Van Deventer menyebut lahirnya Budi Utomo sebagai tanda
'putri jelita' telah bangun. Misi dari organisasi itu sejalan dengan pemikiran Van Deventer
yakni perluasan pendidikan.
Dalam Komandoko (2008) ada 9 pemuda yang mendirikan Budi Utomo. Mereka adalah
Soetomo, Soelaeman, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M Suwarno,
Muhammad Saleh, Soeradji, dan Goembrek.
Sebuah ruang kelas yang dipakai untuk mempelajari anatomi tubuh manusia dijadikan
tempat lahirnya Budi Utomo. Ruangan itu terletak dekat dengan kamar asrama sekolah
tersebut.Kelahiran Budi Utomo ini juga tak bisa lepas dari kampanye yang dilakukan oleh
Wahidin Soedirohoesodo. Dia merupakan priyayi namun gencar mengkampanyekan untuk
membantu biaya pendidikan bagi pemuda-pemuda pandai dari kalangan tidak mampu.

Saat mampir di kampus STOVIA, Wahidin memberi saran agar para pemuda di sana
mendirikan organisasi. Tujuan dari organisasi tersebut adalah untuk memperluas akses
pendidikan masyarakat.Waktu itu Wahidin sudah berusia 50 tahun dan pensiun dari jabatan
dokter pemerintahan. Wahidin kemudian bertemu dengan Soetomo yang berumur 19 tahun di
STOVIA.

Setahun kemudian lahirlah organisasi Budi Utomo (Asvi Warman Adam, 2010). Soetomo
kemudian yakin bahwa saran Wahidin setahun sebelumnya adalah benar.
Ide soal penggalangan dana pendidikan (studie fonds) itu kemudian terealisasi di tahun
1913. Dengan demikian apa yang dicitakan Wahidin terwujud.
Asal nama Budi Utomo didasari oleh kata-kata Soetomo kepada dr Wahidin. Waktu itu dr
Wahidin berpamitan kepada Soetomo setelah memberi pemaparan tentang pentingnya
membuat studie fonds.

"Puniko setunggaling padamelan sae sarta nelakaken budi utami!" kata Soetomo ke Wahidin
pada waktu itu.

Arti kata-kata tersebut kurang lebih adalah, 'itu merupakan suatu perbuatan yang baik dan
menunjukkan keluhuran budi!'. Maka jadilah sebuah organisasi pemuda yang bernama Budi
Utama.

"Sebetulnya sebelumnya sudah ada Sarekat Dagang Islam (SDI), tapi organisasi ini fokusnya
pada kepentingan ekonomi, fokusnya juga sangat terbatas ke isu kesejahteraan. Sementara
ambisi Budi Utomo lebih luas, ambisinya agar masyarakat terpelajar,
SUMPAH PEMUDA

Peristiwa sejarah Soempah Pemoeda atau Sumpah Pemuda merupakan suatu pengakuan
dari Pemuda-Pemudi Indonesia yang mengikrarkan satu tanah air, satu bangsa dan satu
bahasa. Sumpah Pemuda dibacakan pada tanggal 28 Oktober 1928 hasil rumusan dari
Kerapatan Pemoeda-Pemoedi atau Kongres Pemuda II Indonesia yang hingga kini setiap
tahunnya diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda

Kongres Pemuda II dilaksanakan tiga sesi di tiga tempat berbeda oleh organisasi
Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) yang beranggotakan pelajar dari seluruh
wilayah Indonesia. Kongres tersebut dihadiri oleh berbagai wakil organisasi kepemudaan
yaitu Jong Java, Jong Batak, Jong, Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond,
Jong Ambon, dsb serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John
Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie.

Gagasan penyelenggaraan Kongres Pemuda Kedua berasal dari Perhimpunan Pelajar


Pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh
Indonesia. Atas inisiatif PPPI, kongres dilaksanakan di tiga gedung yang berbeda dan dibagi
dalam tiga kali rapat.

Rapat pertama, Sabtu, 27 Oktober 1928, di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond


(KJB), Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Dalam sambutannya, ketua PPPI
Sugondo Djojopuspito berharap kongres ini dapat memperkuat semangat persatuan dalam
sanubari para pemuda. Acara dilanjutkan dengan uraian Moehammad Yamin tentang arti dan
hubungan persatuan dengan pemuda. Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat
persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan
Rapat kedua, Minggu, 28 Oktober 1928, di Gedung Oost-Java Bioscoop, membahas
masalah pendidikan. Kedua pembicara, Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro,
berpendapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada
keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara
demokratis.

Pada rapat penutup, di gedung Indonesische Clubgebouw di Jalan Kramat Raya 106, Sunario
menjelaskan pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan
Ramelan mengemukakan, gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional.
Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang
dibutuhkan dalam perjuangan.

Adapun panitia Kongres Pemuda terdiri dari :

Ketua : Soegondo Djojopoespito (PPPI)


Wakil Ketua : R.M. Djoko Marsaid (Jong Java)
Sekretaris : Mohammad Jamin (Jong Sumateranen Bond)
Bendahara : Amir Sjarifuddin (Jong Bataks Bond)
Pembantu I : Djohan Mohammad Tjai (Jong Islamieten Bond)
Pembantu II : R. Katja Soengkana (Pemoeda Indonesia)
Pembantu III : Senduk (Jong Celebes)
Pembantu IV : Johanes Leimena (yong Ambon)
Pembantu V : Rochjani Soe'oed (Pemoeda Kaoem Betawi)
Peserta : utusan dari berbagai daerah

Rumusan Sumpah Pemuda ditulis Moehammad Yamin pada sebuah kertas ketika Mr.
Sunario, sebagai utusan kepanduan tengah berpidato pada sesi terakhir kongres. Sumpah
tersebut awalnya dibacakan oleh Soegondo dan kemudian dijelaskan panjang-lebar oleh
Yamin

Isi Dari Sumpah Pemuda Hasil Kongres Pemuda Kedua adalah sebagai berikut :

PERTAMA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Bertoempah Darah Jang Satoe, Tanah
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Bertumpah Darah Yang Satu, Tanah Indonesia).

KEDOEA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mengakoe Berbangsa Jang Satoe, Bangsa Indonesia.
(Kami Putra dan Putri Indonesia, Mengaku Berbangsa Yang Satu, Bangsa Indonesia).

KETIGA : Kami Poetera dan Poeteri Indonesia, Mendjoendjoeng Bahasa Persatoean, Bahasa
Indonesia. (Kami Putra dan Putri Indonesia, Menjunjung Bahasa Persatuan, Bahasa Indonesia).

Dalam peristiwa sumpah pemuda yang bersejarah tersebut diperdengarkan lagu kebangsaan
Indonesia untuk yang pertama kali yang diciptakan oleh W.R. Soepratman. Lagu Indonesia Raya
dipublikasikan pertama kali pada tahun 1928 pada media cetak surat kabar Sin Po dengan
mencantumkan teks yang menegaskan bahwa lagu itu adalah lagu kebangsaan. Lagu itu sempat
dilarang oleh pemerintah kolonial hindia belanda, namun para pemuda tetap terus menyanyikannya.
KEBANGKITAN NASIONAL

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20, di mana
banyak rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai "orang
Indonesia".[1] Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo
(20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928). Masa ini merupakan salah satu
dampak politik etis yang mulai diperjuangkan sejak masa Multatuli.
Tokoh-tokoh yang mempolopori Kebangkitan Nasional, antara lain yaitu :

1. Sutomo
1. Dr. Tjipto Mangunkusumo
2. Raden Mas Soewardi Soerjaningrat (EYD: Suwardi Suryaningrat, sejak 1922 menjadi
Ki Hajar Dewantara)
3. Dr. Douwes Dekker, dan Lain-Lain

Pada tahun 1912 berdirilah Partai Politik pertama di Indonesia (Hindia Belanda),
Indische Partij. Pada tahun itu juga Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (di
Solo), KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah (di Yogyakarta), Dwijo Sewoyo dan
kawan-kawan mendirikan Asuransi Jiwa Bersama Boemi Poetra di Magelang. Kebangkitan
pergerakan nasional Indonesia bukan berawal dari berdirinya Boedi Oetomo, tetapi
sebenarnya diawali dengan berdirinya Sarekat Dagang Islam pada tahun 1905 di Pasar
Laweyan, Solo.
Serikat ini awalnya berdiri untuk menandingi dominasi pedagang Tionghoa pada waktu
itu. Kemudian berkembang menjadi organisasi pergerakan sehingga pada tahun 1906 berubah
nama menjadi Sarekat Islam.
Suwardi Suryaningrat yang tergabung dalam Komite Boemi Poetera, menulis "Als ik
eens Nederlander was" ("Seandainya aku seorang Belanda"), pada tanggal 20 Juli 1913 yang
memprotes keras rencana pemerintah Hindia Belanda merayakan 100 tahun kemerdekaan
Belanda di Hindia Belanda. Karena tulisan inilah dr. Tjipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat dihukum dan diasingkan ke Banda dan Bangka, tetapi karena "boleh memilih",
keduanya dibuang ke Negeri Belanda. Di sana Suwardi justru belajar ilmu pendidikan dan dr.
Tjipto karena sakit dipulangkan ke Hindia Belanda.
Sejak 1959, tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional, disingkat
Harkitnas, yaitu hari nasional yang bukan hari libur yang ditetapkan oleh pemerintah
Indonesia melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 untuk
memperingati peristiwa Kebangkitan Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai