Anda di halaman 1dari 1

A.

Pengertian Kaidah ‫التَّابِ ُع تَابِ ٌع‬


Secara sederhana makna kaidah ‫ التَّابِ ُع تَابِ ٌع‬adalah segala sesuatu yang berstatus
sebagai pengikut (tabi’) secara hukum harus mengikuti pada sesuatu yang diikuti
(matbu’). ‫“ تَابِع‬sesuatu yang tidak mungkin ada sendirinya” dan maksud kaidah ini
bahwa segala sesuatu yang keberadaannya ikut bersama barang lain maka status
hukumnya sama dengan yang diikuti (matbu’). Status yang diberlakukan terhadap
induk yang diikuti juga berlaku sama terhadap yang mengikuti. Mengenai makna
yang dikehendaki dalam kaidah ini tentang sesuatu yang mengikuti (tabi’), perlu
kiranya identifikasi sesuatu yang dianggap sebagai tabi’:
a. Menurut al-Zarqa, tabi’ merupakan sifat dan bagian (juz’) dari matbu’ yang
tidak dapat dipisahkan.
b. Menurut al-Zarkashi, tabi’ diidentifikasi sebagai sesuatu yang sambung
(ittasal) yang sangat sulit untuk dipisahkan dengan matbu’.1
Dari beberapa literature klasik tentang kaidah ‫ التَّابِ ُع تَابِ ٌع‬, tidak ditemukan nash
al-Qur’an maupun hadith yang secara jelas dijadikan sebagai dasar kaidah ini.
Namun ulama kontemporer mencoba mencarikan teks nash wahyu yang memiliki
esensi yang sama dengan kaidah ini yang dapat dijadikan dasar kaidah ini.
Pada dasarnya kaidah ini tanpa didasarkan pada nash telah dapat difahami
akal bahwa sesuatu yang mengikuti merupakan kesatuan dari yang diikuti, oleh
karenanya tidak patut berdiri sendiri dari segi hukumnya. Selain itu, jika dilihat dari
sifat aghlabiyyah dalam kaidah fiqh yang terbentuk dari istiqra’ atas kesamaan
pelaksanaan fiqh aghlabiyyah yang telah ada, maka hal ini menunjukan bahwa
dasar hukum pelaksanaan fiqh tersebut (khususnya mengenai furu’ kaidah ini)
dapat dijadikan dasar kaidah ini.2

1
Badr al-Din al-Zarkashi, al-Manthur fi al-Qawa’id, (Kuwait: Wizarah al-Awqaf wa Shu’un al-
Islamiyyah), jilid I, hal. 238.
2
Abd al-Latif ibnu Muhammad al-Hasan, Dirasat fi al-Shari’ah wa al-Aqidah min al- Qawa’id al-
Fiqhiyyah, dalam majalah al-Bayan edisi November 1999. (Maktabah Shamelah), jilid 143, hal. 24.

Anda mungkin juga menyukai