AL-QAWAID AL-FIQHIYAH
DI SUSUN OLEH :
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayat yang telah ia
berikan sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada
waktunya. Kemudian ucapan terimakasih kami haturkan kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalalm penyusunan makalah ini, baik berupa sarana
prasarana maupun berupa ide-ide atau gagasan-gagasan sehingga makalah ini
dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini dibuat dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah Qawaid
fiqhiyah sebagai bahan diskusi mengenai pengertian dan ruang lingkup qaawaid
fiqhiyah. Demikianlah yang dapat kami sampaikan, apabila ada kesalahan dan
kekurangan kami mohon maaf. Kritik maupun saran kami buka demi perbaikan
makalah ini untuk selanjutnya. Atas perhatiannya kami haturkan ungkapan
terimakasih.
BAB l
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagai landasan aktivitas umat islam sehari-hari dalam usaha memahami
maksud-maksud ajaran islam (maqasidusy syari’ah) secara lebih menyeluruh,
keberadaan qawaid fiqhiyah menjadi sesuatu yang amat penting . baik dimata
para ahli usul (usuliyun) maupun fuqaha, pemahaman terhadap qawaid fiqhiyah
adalah mutlak diperlukan untuk melakukan suatu “ijtihad” atau pembaharuan
pemikiran dalam permasalahan-permasalahan kehidupan manusia. Manfaat
keberadaan qaw’id fiqhiyah adalah untuk menyediakan panduan yang lebih
praktis yang diturunkan dari nash asalnya yaitu Al-qur’an dan Al-hadits kepada
masyarakat. Maqasidusy syari’ah diturunkan kepada manusia untuk memberi
kemudahan dalam pencapaian pemecahan masalah hukum.
Nah, salah satu solusi untuk mengurangi benang kusut itu, adalah dengan
mengetahui substansi dan esensi hukum-hukum syari’at. Jadi, selain kita
mempelajari hukum-hukum yang sudah jadi, kita juga dituntut untuk menguasai
pangkal persoalan atau substanti hukumnya. Caranya adalah dengan
mempelajari kaidah fiqih, baik kaidah ushuliyah maupun kaidah fiqhiyyah.
Dengan kedua kaidah tersebut nilai-niai esensial syari’at terurai dengan sangat
lugas, logis, tuntas, dan rasional.
Fiqh adalah sebuah produk. Ia diolah dari bahan wahyu, yaitu Alquran, dan
sunnah Rasulullah. Adapun cara agar Alquran dan sunnah itu dapat dinikmati
sebagai fiqh adalah dengan dengan ushul fiqh. Jadi, ushul fiqh adalah
membicarakan bagaimana (how) Alquran dan sunnah dipahami. Hasil
pemahaman itulah yang disebut dengan fiqh. Meskipun ushul fiqh sangat
penting, tetapi seringkali pelajaran ushul fiqh kurang mendapatkan perhatian
yang semestinya. Orang lebih senang mencari hasil jadinya, yaitu hukum-hukum
fiqh. Ushul fiqh kemudian hanya dipelajari sambil lalu tanpa pemahaman arti
penting kegunaannya, padahal melalui ushul fiqh akan diketahui sebab-sebab
perbedaan pendapat para ulama dalam memahami Alquran dan sunnah serta
bagaimana hukum Islam diformulasikan. Dengan cara tersebut, ushul fiqh
mengantarkan umat Islam untuk lebih memahami ajaran agamanya secara
bijaksana dan ilmiah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Qawaid fiqhiyahZ
2. Apa saja ruang lingkup Qawaid fiqhiyah?
3. Apa tujuan dan fungsi dari mempelajari Qawaid fiqhiyah?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Qawaid fiqhiyah
2. Untuk mengetahui apa saja ruang lingkup Qawaid fiqhiyah
3. Untuk mengetahui apa tujuan dan fungsi dari mempelajari Qawaid fiqhiyah
BAB II
PEMBAHASAN
4) Adh-Dhararu Yuzal,
Kaidah ini kembali kepada tujuan merealisasikan maqasid al-
Syari’ah dengan menolak yang mufsadat, dengan cara menghilangkan
kemudhoratan atau setidaktidaknya meringankannya. Batasan
kemudaratan adalah suatu hal yang mengancam eksistensi
kemanusiaan yang terkait dengan lima tujuan, yaitu memelihara
agama, memelihara jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan dan
memelihara keturunan dan memelihara kehormatan atau harta benda.
(al-Dlaruriyyat alKhamsah).
Contoh: Kalau misalkan ada pohon besar dengan buah yang
banyak yang mana buah tersebut sering jatuh dan sering mengenai
kepala orang yang lewat dibawahnya hingga ada yang harus dibawa
ke rumah sakit, maka dengan beracuan pada kaidah ini pohon
tersebut harus di tebang. Dasar kaidah ini beracuan pada nash Al-
Qur’an surat Al-A’raf ayat 56: Artinya: Dan janganlah kamu membuat
kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan
berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan
harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik
5) Al- ’Adatu Muhakkamah.
Yang dimaksud dengan kaidah ini bahwa di suatu keadaan, adat
bisa dijadikan pijakan untuk mencetuskan hukum ketika tidak ada
dalil dari syari’. Namun, tidak semua adat bisa dijadikan pijakan
hukum. Oleh karena itu, sebelum mengurai kaidah ini, perlu diketahui
terlebih dahulu tentang adat.
Secara bahasa, al-'adah diambil dari kata al-'awud ( ( العودatau al-
mu'awadah ( ( المؤدةyang artinya berulang ( (التكرار. Oleh karena itu,
tiap-tiap sesuatu yang sudah terbiasa dilakukan tanpa diusahakan
dikatakan sebagai adat.
b. Al-Qawa’id al-Kulliyyah
Yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab-
madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada
qawa’id yang lalu. Seperti kaidah: al-Kharaju bi adh-dhaman/Hak
mendapatkan hasil disebabkan oleh keharusan menanggung kerugian,
dan kaidah : adh-Dharar al- Asyaddu yudfa’ bi adh-Dharar al-
Akhaf Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan.
Banyak kaidah- kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di
bawah kaidah yg lebih umum.
c. Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab)
Yaitu kaidah-kaidah yang menyeluruh pada sebagian madzhab, tidak
pada madzhab yang lain. Kaidah ini terbagi pada 2 bagian :
1) Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.
2) Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.
Contoh, kaidah : ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy Dispensasi
tidak didapatkan karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan
madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak di kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci
di kalangan madzhab Maliki.
d. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid
Yaitu kaidah yang diperselisihkan dalam satu madzhab. Kaidah-
kaidah itu diaplikasikan dalam satu furu’ (cabang) fiqh tidak pada furu’ yg
lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab. Contoh,
kaidah: Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal? Apakah hukum yang
dianggap itu atau waktu nanti? waktu sekarang Kaidah ini diperselisihkan
pada madzhab pada Syafi’i.
C. Tujuan Mempelajari Qawaid Fiqhiyah
Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan
manfaat dari ilmu qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
1. Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-
prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai
fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh.
2. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah
menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang dihadapi.
3. Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan
materi-materi dalam waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan
dan adat yang berbeda.
4. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan
oleh Ulama, pada dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya
mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah, meskipun dengan cara yang tidak
langsung.
5. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
6. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang
banyak diperdebatkan.
7. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan
analogi (ilhaq) dantakhrij untuk memahami permasalahan-
permasalahan baru.
8. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti (memahami)
bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tempatnya.
D. Fungsi Kaidah Fiqhiyah
Para Imam Madzhab dalam mengistinbathkan suatu hukum memiliki
pola pikir tertentu yang dapat dijadikan aturan pokok, sehingga hasil
istinbath-nya dapat dievaluasi secara objektif oleh para pengikutnya. Kaidah-
kaidah dasar merupakan acuan dalam beristinbath. Dengan demikian pada
dataran epistemology, kaidah fiqhiyah berfungsi sebagai alat untuk
mengetahui dan menelusuri pola dan kerangka berpikir para imam dalam
beristinbath, sekaligus dapat diketahui titik relevansi antara ijtihad yang satu
dengan yang lain. Akhirnya dapat diketahui metode yang digunakan oleh
para imam madzhab dalam beristinbath hokum, yaitu
Pertama, pada dataran aksiologis, qawaid al-fiqhiyyah berfungsi
untuk memudahkan mujtahid dalam mengistinbathkan hukum yang
bersesuaian dengan tujuan syara dan kemaslahatan manusia, karena dengan
adanya kaidah tersebut, para mujtahid dapat menggolongkan masalah serupa
dalam lingkup suatu kaidah.
Kedua, dari qawaid al-fiqhiyyah adalah agar para mujtahid dapat
mengistinbathkan hukum - hukum syara dengan baik dan benar, orang tidak
akan dapat menetapkan hukum dengan baik apabila tidak mengetahui kaidah
fiqih.
Ketiga, qawaidh al-fiqhiyyah berfungsi untuk membina hukum Islam.
Hal ini ditegaskan oleh Hasbi As-Shiddiqie, yang menyatakan bahwa qawaid
al-fiqhiyyah berfungsi untuk memelihara ruh Islam dalam membina hokum,
mewujudkan ide-ide yang tinggi, baik mengenai hak keadilan persamaan,
maupun dalam memelihara maslahat, menolak mafsadat serta
memperhatikan keadaan dan suasana.
Keempat, qawaid fiqhiyyah yang bersifat kulli itu akan mengikat atau
mengekang furu’ yang bermacam-macam, dan meletakkan furu’ itu dalam
satu kandungan umum yang lengkap, karena hakikat qawaidh al-fiqhiyyah
adalah himpunan hukum-hukum syara yang serupa atau sejenis, lantaran
adanya titik persamaan atau adanya ketetapan fiqih yang merangkaikan
kaidah tersebut
BAB lll
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Qawaid fiqhiyah berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua suku kata,
yaitu Qawaid dan fiqhiyah. Qawaid adalah bentuk jama’ dari kata qa’idah
yang secara etimologi berarti dasar atau fondasi (al-asas). Secara
terminologi, al-Taftazani mendefinisikan qa’idah dengan “hukum yang
bersifat universal (kulli) dan dapat diterapkan pada seluruh bagian-
bagiannya, yang mana persoalan-persoalan bagian(juz’i) tersebut dapat
dikenali darinya.”
2. Al-qawaid al-ushuliyyah adalah kaidah-kaidah bersifat kulli (umum) yang
dapat diterapkan pada semua bagian-bagian dan objeknya. Sedangkan al-
qawaid fiqhiyyah adalah himpunan hukum-hukum yang biasanya dapat
diterapkan pada mayoritas bagian-bagiannya. Namun, kadangkala ada
pengecualian dari kebiasaan yang berlaku umum tersebut.
3. Kaidah-kaidah fiqhiyah mempunyai implementasi dan contoh penerapan
yang cukup banyak, baik berkaitan dengan permasalahan ibadah ataupun
mu’amalah (intraksi antara sesama manusia). Diantara contohnya. Apabila
seseorang mewakafkan tanah dengan mengatakan, “Tanah ini saya
wakafkan untuk orang-orang fakir”. Maka konsekuensi dari perkataan ini
adalah yang berhak memanfaatkan tanah wakaf tersebut hanyalah orang-
orang yang tergolong fakir, tidak selainnya.
4. Ruang lingkup qawaid fiqhiyyah
a. Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra
b. Al-Qawa’id al-Kulliyyah
c. Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab),
d. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid
5. Tujuan qawaid fiqhiyyah Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan
mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah
yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah
fiqh.
DAFTAR PUSTAKA