Anda di halaman 1dari 15

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah, penulis selalu panjatkan kehadirat Allah swt atas

rahmat, serta hidayahnya, penulis dapat menyelesaikan tugas ‘‘Filsafat Hukum Islam” ini

dengan tanpa halangan suatu apapun. Sholawat dan Salam semoga tetap tercurahkan

kepada junjugan Kita, Nabi Muhammad saw yang telah membawa manusia dari Zaman

Jahiliyah menuju zaman yang terang yang diselimuti dengan ilmu pendidikan yang

berakhlakul karimah seperti saat ini.

Tidak lupa pula penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing

yang telah membantu penulis dalam memberikan materi serta arahan dalam

menyelesaikan tugas ini, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis

menyadari bahwa di dalam makalah ini banyak terdapat kesalahan dan sangat jauh dari

kata sempurna. oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif dari pembimbing

maupun pembaca selalu penulis harapkan. Akhirnya, penulis berharap semoga makalah

ini dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca yang tidak pernah puas meneguk

pahit manisnya ilmu.

Bengkalis, 27 Februari 2024

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak dahulu sampai saat ini tidak ada ulama yang mengingkari akan

penting peranan Qawaid Fiqhiyah dalam kajian ilmu syariah. Para ulama

menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu Qawaid

Fiqhiyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah fiqh,

masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut. Melalui Qawaid

Fiqhiyah atau kaidah fiqh yang bersifat umum memberikan peluang bagi orang

yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat menguasai fiqh dengan lebih

mudah dan tidak memakan waktu relatif lama.

Permasalahan-permasalahan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari

beragam macamnya. Tentunya ini mengharuskan agar didapati jalan keluar

untuk penyelesaiannya. Maka disusunlah suatu kaidah secara umum yang diikuti

cabangcabang secara lebih mendetail terkait permasalahan yang sesuai dengan

kaidah tersebut. Adanya kaidah ini tentunya sangat membantu dan

memudahkan terhadap pemecahan permasahalan yang muncul ditengah-

tengah kehidupan di zaman modern ini.

Maka, hendaklah mahasiswa memahami secara baik tentang konsep

disiplin ilmu ini karenanya merupakan asas dalam pembentukan hukum Islam.

Masih jarang diantara kaum muslim yang memahami secara baik tentang

pedoman penyelesaian hukum Islam. Menjadi kewajiban sebagai seorang


muslim untuk lebih memahami dan meyikapi persoalan hukum dalam Islam

karena proses kehidupan tidak terlepas dari kegiatan hukum.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah pengertian Qawaid Fiqhiyah?

2. Apakah perbedaan Qawaid Fiqhiyah dengan qawaid ushuliyyah?

3. Apa saja kaidah-kaidah pokok fiqih?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qawaid Fiqhiyah

Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari kata qaidah, dalam istilah

bahasa Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan atau patokan,

dalam tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Dr. Ahmad asy-Syafi'I

menyatakan bahwa kaidah adalah:

‫القضايا الكلية التى يندرج تحت كل واحدة منها حكم جزئيات كثيرة‬

"Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan hukum juz'i

yang banyak"

Sedangkan menurut al-Jurjani al-Hanafi secara terminologi fiqh berarti,:

‫العلم باالحكام الشريعة العملية من ادلتها التفصلية وهو علم مستنبط بالرأي واالجتهاد ويحتاج فيه الى النظر‬

‫والتأمل‬

”ilmu yang menerangkan hukum hukum syara yang amaliyah ang diambil dari dalil-

dalilnya yang tafsily dan diistinbatkan melalui ijtihad yang memerlukan analisa dan

perenungan".

Dari uraian pengertian diatas baik mengenai qawaid maupun fiqhiyah

maka yang dimaksud dengan Qawaid Fiqhiyah adalah sebagaimana yang

dikemukakan oleh Imam Tajjudin as-Subki:

‫االمر الكلى الذى ينطبق على جزئيات كثيرة تفهم احكامها منها‬
"Suatu perkara kulli yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang dari

padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu".

Menurut Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah : dasar-dasar fiqih

yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang yang berisi

hukum-hukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa hukum yang

termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.

B. Perbedaan Qawaid Fiqhiyah dan Qawa’id Ushuliyyah Dalam penilaian Ibn

Taimiyyah, ada perbedaan mendasar antara qawaid ushuliyyah dengan Qawaid

Fiqhiyah. Qawaid ushuliyyah membahas tentang dalildalil umum. Sementara

Qawaid Fiqhiyah merupakan kaidah-kaidah yang membahas tentang hukum yang

bersifat umum. Jadi, qawaid ushuliyah membicarakan tentang dalil-dalil yang

bersifat umum, sedangkan qawaidul fiqhiyyah membicarakan tentang hukum-

hukum yang bersifat umum. Perbedaan al-Qawaid Fiqhiyah dan kaidah Ushul Fiqh

secara lebih rinci dan jelas dapat diamati dalam uraian di bawah ini:5 a. Qawaid

Ushuliyyah adalah kaidah-kaidah bersifat kulli (umum) yang dapat diterapkan pada

semua bagian-bagian dan objeknya. Sementara Qawaid Fiqhiyah adalah himpunan

hukum-hukum yang biasanya dapat diterapkan pada mayoritas bagian-bagiannya.

Namun, kadangkala ada pengecualian dari kebiasaan yang berlaku umum tersebut.

b. Qawaid Ushuliyyah atau Ushul Fiqh merupakan metode untuk mengistinbathkan

hukum secara benar dan terhindar dari kesalahan. Kedudukannya persis sama

dengan ilmu nahwu yang berfungsi melahirkan pembicaraan dan tulisan yang

benar. Qawaid ushuliyyah sebagai metode melahirkan hukum dari dalil-dalil

terperinci sehingga objek kajiannya selalu berkisar tentang dalil dan hukum.

Misalnya, setiap amar atau perintah menunjukkan wajib dan setiap larangan
menunjukkan untuk hukum haram. Sementara Qawaid Fiqhiyah adalah ketentuan

(hukum) yang bersifat kulli (umum) atau kebanyakan yang bagian-bagiannya

meliputi sebagian masalah fiqh. Objek kajian Qawaid Fiqhiyah selalu menyangkut

perbuatan mukallaf. c. Qawaid ushuliyyah sebagai pintu untuk mengistinbathkan

hukum syara’ yang bersifat amaliyah. Sementara Qawaid Fiqhiyah merupakan

himpunan sejumlah hukum-hukum fiqh yang serupa dengan ada satu illat (sifat)

untuk 5 Abdul Wahab Khallaf. Ushul Fiqih. (Semarang: Dina Utama.1994) hlm. 45 4

menghimpunnya secara bersamaan. Tujuan adanya Qawaid Fiqhiyah untuk

menghimpun dan memudahkan memahami fiqh. d. Qawaid Ushuliyah ada sebelum

ada Furu’ (fiqh). Sebab, qawaid ushuliyyah digunakan ahli fiqh untuk melahirkan

hukum (Furu’). Sedangkan Qawaid Fiqhiyah muncul dan ada setelah ada Furu’

(fiqh). Sebab, Qawaid Fiqhiyah berasal dari kumpulan sejumlah masalah fiqh yang

serupa, ada hubungan dan sama substansinya. e. Dari satu sisi Qawaid Fiqhiyah

memiliki persamaan dengan qawaid ushuliyyah. Namun, dari sisi lain ada perbedaan

antara keduanya. Adapun segi persamaannya, keduanya sama-sama memiliki

bagian-bagian yang berada di bawahnya. Sementara perbedaannya, qawaid

ushuliyyah adalah himpunan sejumlah persoalan yang meliputi tentang dalil-dalil

yang dapat dipakai untuk menetapkan hukum. Sedangkan Qawaid Fiqhiyah

merupakan himpunan sejumlah masalah yang meliputi hukum-hukum fiqh yang

berada di bawah cakupannya semata. C. Kaidah-kaidah Pokok Sebagian ulama telah

mengembalikan segala kaidah kepada lima kaidah yang mereka pandang sebagai

dasar dan sendi bagi segala hukum fiqih. Lima kaidah tersebut semula dinamakan

kaidah ushul, yakni kaidah pokok dari segala kaidah fiqih yang ada. Sebab segala

permasalahan-permasalahan Furu’iyah dapat diselesaikan dengan kaidah pokok


yang lima tersebut walaupun seorang mujtahid belum sempat memperhatikan

dasar-dasar hukum tafsili.6 Al-Qadli Abu Sa’id mengatakan bahwa ulama Syafi’iyah

mengembalikan seluruh ajaran Imam Syafi’i kepada empat kaidah. Dan ini didukung

oleh Shahib al-Majami yang mengembalikan segala kaidah itu kepada empat saja,

yakni: ّ ‫ اليقين اليزال بالشّ ك‬.a “Keyakinan itu tidak dapat dikalahkan oleh keraguan” 6

Imam Musbakin, Qawaid al-Fiqhiyyah, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001)

hlm. 37 5 ‫ير‬mm‫ّقة تجلب الّتيس‬m ‫ المش‬.b “Kesukaran dapat menarik kepada kemudahan” ّ

‫ الضرريزال‬.c “Kemudharatan harus dilenyapkan” ‫ العادةمحكمة‬.d ّ “Adat kebiasaan dapat

ditetapkan sebagai hukum”7 Al-Qadli Husein, berpendapat bahwa kaidah yang

dipandang induk itu ada lima yang disebut panca-kaidah. Begitu pula sebagian ahli

ilmu golongan muta’akhirin. Mereka menmbahkan dari empat kaidah di atas

dengan satu kaidah lagi, sehingga menjadi lima kaidah yakni: ‫ األموربمقاصدها‬.e “Segala

urusan tergantung kepada tujuannya” 1. Kaidah pertama: ‫دها‬mm‫“ األموربمقاص‬Segala

sesuatu itu tergantung pada niat” a. Dasar-dasar pengambilan ِ‫ن اّ لِال ِ ْذ ِ إ اال بِ ُ مَ وت إ‬

‫َن َت ٍ س أَ وَ ابَ ا كَ انِ لَنْف َ وَ مِ رْد َث ا وَ من ُي َ َ هَ وَ اب الُّْد نَيا ُن ْ ؤِتِ هِ ْم نِ رْد َث ۗ وَ من ُيِ كَت اًب ُّ ا َم ؤ‬

‫“ اًًج لَ اۚ وَ سْ َنِج ز ا ي الشِ اِكرَ ينَ َ هْ ْالِ خَ رِة ُن ْ ؤِتِ هِ ْم ن‬Sesuatu yang bernyawa tidak akan

mati melainkan dengan izin Allah, sebagai ketetapan yang telah ditentukan

waktunya. Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan

kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, Kami

berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu. Dan kami akan memberi balasan

kepada orang-orang yang bersyukur.”( Q.S Ali Imran 3:145) ‫اءَ ِ ُه الّد َ ينُ حَنَف ِ صَ ين َل‬

‫ا أ‬mm‫“ االِ لَي ْ عُب ا ُدواّ لَالُ مْ ِخ لِ ِ ُم روا إُ َ وَ م‬Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya

menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)

agama yang lurus”( Q.S Al-Bayyinah 98:5) ‫َل ِ ْ َنا إَ نَز ل إِ ُه الّد َ ينِ ناا أ اَ حّ ِق َف ْ اعُِبد اّ لَالُ مْ ِخ ل‬
7 ‫ ًصا لْ ِ الَ اب بِ كَت ْ َ ْيك ال‬Imam Musbakin, Qawaid al-Fiqhiyyah, opcit., hlm. 38 6

“Sesunguhnya Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al Quran) dengan (membawa)

kebenaran. Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya.”

Hadits Nabi Saw: ً ‫“ ماالمرى اّنمااألعمال بّنّيات مانوى]اخرجه البخارى[ واّن‬Sesungguhnya segala

amal tergantung pada niat, dan sesungguhnya bagi seseorang itu hanyalah apa yang

ia niati.” (HR. Bukhori dari Umar bin Khatthab) ّ ‫ اليقين اليزال بالشّ ك‬:kedua Kaidah 2.

“Keyakinan itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan” a. Dasar-dasar

pengambilan Hadits Nabi Saw. َ‫مْ سْ ْ خُ رَ جَ نِ مَ ن الْ م اَلًَفَل َي َ َ ُه شْ يٌ ءأَ َخ رَ جِ مْن ِ ْيه َاَ حُ ُد‬

‫رة‬mm‫لم عن أبى هري‬mm‫ا )رواه مس‬mm‫ْ (ْك م ِفي َب ْ صِن ِ هَ شْيًئا َفَآْ شَ كَ لَ عَل َ اوَ جَد أَ ِ ِج دَ حَتى َي ْ سَ مَ ع ِاَذ ِ رً ْيح‬

‫“ وَي ِ جْدَ َ ْص وًتاأ‬Apabila seseorang diantara kalian merasakan sesuatu dalam perutnya.

Kemudian dia ragu apakah sesuatu itu telah keluar dari perutnya atau belum. Maka

orang tersebut tidak boleh keluar dari mesjid sampai dia mendengar suara (kentut)

atau mencium baunya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). َ ‫ِرّد ًدَ وَ مَ ا كَ انُ مَت َ ِح دِ هَ مَ ا‬

‫َدِ ِم هَ مَ ع َت ُب ْ وِ تَ ُّ ا َب َ ْين‬mm‫عَلىِ ُه َاَ َخ طِ اءْ ُدوَ ن َت ْ رِ جْيحْ والِ ىَ الَص وِ ابَ اوَ ى طَ رَف َ سِ وَ ع‬

‫“ الثِ َخ رْ ااَل‬suatu pertentangan antara kepastian dengan ketidakpastian tentang

kebenaran dan kesalahan dengan kekuatan yang sama, dalam arti tidak dapat

ditarjihkan salah satunya.”8 ‫ثم ) حديث أبي سعيد الخدري قال قال رسول هلال صلى هلال عليه وسلم‬

‫ة‬mm‫انت ًص لته تام‬mm‫إن ك‬mm‫جدتين ف‬mm‫جد س‬mm‫ام س‬mm‫تيقن التم‬mm‫إذا شك أحدكم في ًص لته فليلق الشك وليبن على اليقين فإذا اس‬

‫يطان‬mm‫تي الش‬mm‫جدتان مرغم‬mm‫كانت الركعة نافلة والسجدتان وإن كانت ناقصة كانت الركعة تماما لًصلته وكانت الس‬

“Hadits Abi Said Al-Khudri berkata, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “jika

salah seorang dari kamu ragu dalam shalatnya maka buanglah keraguraguan dan

condongkan kepada kepastian, apabila telah yakin shalatnya sempurna maka

segeralah melakukan sujud (sahwi) dua kali, maka jika shalatnya sempurna rakaat

yang diulangnya tadi dan dua kali sujud yang dilakukaknnya terhitung sebagai
sunnah, akan tetapi jika rakaat shalatnya 8 Asyumi A Rahman. Qaidah-qaidah fiqh,

( Jakarta: Bulan Bintang) ,1976. 7 kurang maka rakaat yang belum dilakukannya

terhitung sempurna shalatnya, dan dua kali sujud yang dilakukannya tadi untuk

menjauhkan dari godaan setan” Imam An-Nawawi berkomentar terhadap hadits

diatas: “hadits ini adalah pokok dari syariat Islam, sebuah pondasi kuat dari

tegaknya kaidahkaidah fiqih. Maksudnya adalah segala sesuatu diberi beban hukum

atas dasar keberlangsungannya dengan menggunakan pokok-pokok ajaran Islam

secara yakin dan pasti serta tidak ada keraguan yang mengganggu pikirannya. Dari

hadits diatas tersurat adanya seseorang yang yakin dia dalam keadaan suci akan

tetapi terdetik dalam hatinya keraguan dia ber”hadats”, maka yang diunggulkan

adalah dia masih dalam keadaan bersuci sampai datang bukti yang menyebutkan

dia sudah ber”hadats”. ‫ المشّقة تجلب الّتيسير‬:ketiga Kaidah 3. “Kesukaran dapat menarik

kepada kemudahan.” a. Dasar-dasar pengambilan ‫ينِ مْ نَ حَ رِ َ لَ عَل ُ ْيْك م ِف ِ ي الّد َ وَ مَ ا‬

‫َع ٍج‬mm‫“ ۚ ج‬dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu

kesempitan.”( QS. Al-Hajj ayat 78) ‫ل‬mm‫ا إِ ُ ف اّ لُال َن ْف ّ َ ال ُيَ ك‬mm‫“ ۚ االُ وْ سَع َ هاِ ً س‬Allah tidak

membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”( QS. Al-Baqarah

ayat ayat 286) Hadits Nabi Saw.: ‫ا السْ مَ حُة الّد ُ ْين ُيْ سٌ ر َا )أخرجه البخارى عن أبى هريرةَ ح‬

‫“ ُّبَ حِن ِ ْيفياُةْ َلى هلِال الِ ْين إِ ِ الّد‬Agama itu adalah mudah, agama yang disenangi Allah

adalah agama yang benar dan mudah”. (HR. Bukhori dari Abu Hurairah) ِّ‫سُ ْر وا )أخرجه‬

‫ارى عن أنس ا واَل ُت َع َي ِّ سُ ْر و‬mmm‫“ َ البخ‬Mudahkanlah dan jangan mempersukar”. (HR.

Bukhori dari Anas) 4. Kaidah keempat: ‫رريزال‬mmmm‫“ ّ الض‬Kemudharatan harus

dilenyapkan” a. Dasar-dasar pengambilan 8 ِ ‫ْف ْ َ ال ُيِ حُّ ب ال ان اّ لَالِ إ‬mmmm‫ِس دَ ينُ م‬

“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”[38] ْ ‫ر‬

‫“ ِضْ ي اأَل ِ سُدوا ِف َ َو ال ُتْف‬Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”[39] َ
‫“ ِكةُ ْ هل َلى التاِ ِ ْيدُ يْك م إَ ِ أ ُقوا بْ َ َو ال ُتل‬dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri

ke dalam kebinasaan”[40] Hadits Nabi Saw.: ِ ‫“ مِ ضَ رَ ارِف ِ ى األًس َل واَل َ ضَ رَ رَ اَل‬Tidak

boleh memberi mudharat kepada orang lain dan tak boleh membalas

kemudharatan dengan kemudharatan di dalam Islam.” (HR. Malik, Ibnu Majah dan

Ad-Daruqutni) 5. Kaidah kelima: ‫ة‬mm‫ادةّ محكم‬mm‫“ الع‬Adat kebiasaan dapat ditetapkan

sebagai hukum” a. Dasar-dasar pengambilan َ‫جِ اِهلَ ينَ وْ ْ ِع رْ ضَ عِ ن الَ وأ ُعْ رِ فَ ْ ِ ال‬

‫“ ُْم ر بْ أ‬dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah dari pada

orang-orang yang bodoh.”[45] Menurut As-Suyuthi seperti dikutip Syaikh yasin bin

Isa al-Fadani kata al-‘urf pada ayat diatas bisa diartikan sebagai kebiasaan atau adat.

Ditegaskan juga, adat yang dimaksud di sini adalah adat yang tidak bertentangan

dengan syariat. Namun pendapat ini dianggap lemah oleh komunitas ulama lain.

Sebab jika al-‘urf diartikan sebagai adat istiadat, maka sangat tidak selaras dengan

asbab al-nuzul-nya, dimana ayat ini diturunkan dalam konteks dakwah yang telah

dilakukan Nabi SAW kepada orang-orang Arab yang berkarakter keras dan kasar,

juga kepada orang-orang yang masih lemah imannya.[46] 9 Sedangkan Abdullah bin

Sulaiman Al-Jarhazi menyatakan, sangat mungkin kaidah al-‘aadah muhakkamah ini

diformulasikan sesuai dengan muatan pesan yang terkandung dalam al-Qur an surat

Al-Nisa’ ayat 115: ِ ‫ق ا الرُ سَ ولِ من َب ْ ِع دَ ما َتَبياَ نَ وَ من ُيَ شاِقۖ َ ْ ِص لِ هَ جَ هنام وُن ٰ ىَ اَ ولِ ِ هَ ما‬

‫راَ وَ س‬mm‫َدٰ ىَ ْ َل ُه ال اءْ تَ مِ صً ي‬mm‫ابُ ه‬mm‫“ َ َت ّ َ ولُ ْم ؤِ مِن َ ين ُن ْ ِ ِ يل الِ ْ عَ َغْيرَ سب وَيت‬Barang siapa

menentang Rasul setelah datangnya petunjuk dan mengikuti selain jalan orang-

orang Mukmin, maka Kami biarkan ia leluasa dalam kesesatan yang telah

dikuasainya itu, dan akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka jahanam. Dan

jahannam itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. Al-Nisa’:155) Al-Jarhazi

berargumen, kata sabil adalah sinonim dengan thariq yang dalam bahasa Indonesia
memiliki arti sama, yaitu jalan. Dengan demikian, sabil al-mukmin di sini dapat

diejawantahkan sebagai sesuatu yang diyakini sebagai etika dan norma yang baik

dalam pandangan kaum muslimin, serta sudah menjadi langganan budaya sehari-

hari mereka Hadits Nabi Saw.: ّ ‫“ الوزن وزن أهل مكة والمكيال مكيال أهل مدينة‬Ukuran berat

(timbangan) yang dipakai adalah ukuran berat ahli Makkah, sedangkan ukuran isi

yang dipakai adalah ukuran isi ahli madinah” (HR: Abu Dawud). Ukuran berat atau

timbangan yang dipakai adalah timbangan ahli Makkah, karena kebiasaan penduduk

Makkah adalah pedagang. Sedangkan ukuran kapasitas (isi) yang digunakan adalah

yang biasa digunakan oleh penduduk Madinah, karena kebanyakan mereka

bergerak dibidang pertanian. Maksudnya, apabila terjadi persengketaan, maka

ukuran tersebut yang dipakai pada zaman nabi. ‫ن‬mm‫د هلال حس‬m‫ما رأه المسلمون حسنا فهو عن‬

“Apa yang dipandang baik oleh orang-orang Islam, maka baik pula di sisi Allah”. (HR.

Ahmad dari Abi Mas’ud) D. Kaidah-kaidah Cabang ّ 10 .1 ‫ حرم الربا‬Riba merupakan

tambahan yang diambil atas adanya suatu utang piutang antara dua pihak atau

lebih yang telah diperjanjikan pada saat awal mulainya perjanjian. Menrut bahasa,

riba adalah zayadah, yaitu tambahan yang diminta atas utang pokok. Dalam istilah

fiqih, riba adalah pengambilan tambahan dari harta pokok secara batil baik dalam

transaksi jual beli maupun pinjam meminjam.9 Setiap tambahan yang diambil dari

transaksi utang piutang bertentangan dengan prinsip Islam. Ibn Hajar Askali

mengatakan bahwa, riba adalah kelebihan baik itu berupa kelebihan bentuk barang

maupun uang, seperti dua rupiah sebagai penukaran dengan satu rupiah. Secara

garis besar riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba utang piutang dan riba jual

beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba qardh dan riba jahiliyah, sedang

kelompok kedua ada dua macam, yaitu riba fadl dan riba nasi’ah. 10 a) Riba qardh
Riba qardh adalah suatu tambahan atau kelebihan yang telah disyaratkan dalam

perjanjian antara pihak pemberi pinjaman dan peminjam. Dalam perjanjian tersebut

bahwa pihak pemberi pinjaman meminta adanya tambahan sejumlah tertentu

kepada pihak peminjam pada saat peminjam mengembalikan pinjamannya. b) Riba

jahiliyah Riba jahiliyah adalah utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena si

peminjam tidak dapat membayar pada waktu yang ditentukan. Misalnya, Annisa

meminjam uang sebesar Rp.10.000.000,- kepada Antony dengan jangka waktu

pengembalian satu bulan. Dalam perjanjian disebutkan bila Annisa tidak

mengembalikan pinjamnnya dalam satu bulan, maka setiap bulan keterlambatan

pembayarannya akan dikenakan tambahan 2% dari pokok pinjaman. Dalam contoh

ini, misalnya Annisa melunasi pinjamannya pada bulan kedua, maka Annisa akan

membayar sebesar Rp. 10.200.000,- (102% x 9 Antonio. Bank Syari’ah, (Jakarta:

Gema Insani Press, 2001) hlm. 37 10 Ilfi Nur Diana. Hadis-hadis Ekonomi, (Malang:

UIN-Maliki Press, 2012) hlm. 133 11 Rp.10.000.000). Kelebihan pembayaran dari

pokok pinjaman sebesar Rp. 200.000,- adalah riba. c) Riba fadl Riba fadl adalah

tambahan yang diberikan atas pertukaran barang yang sejenis dengan kadar atau

takaran yang berbeda. Barang yang menjadi objek pertukaran ialah termasuk dalam

jenis barang ribawi. Dua pihak melakukan transaksi pertukaran barang yang sejenis,

namun satu pihak akan memberikan barang ini dengan jumlah, kadar atau takaran

yang lebh tinggi. Maka, kelebihan atas kadar atau takaran barang ribawi yang

dipertukarkan merupakan riba. d) Riba nasi’ah Riba nasi’ah adalah penangguhan

penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis

barang ribawi lainnya. Riba ini muncul karena adanya perbedaan, perubahan atau

tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian. 2 ‫الغرر‬.
Kata ”al-gharar“ dalam bahasa Arab adalah isim mashdar dari kata (‫رر‬m‫ ( غ‬yang

berkisar pengertiannya pada kekurangan, pertaruhan (al-khathr) , serta

menjerumuskan diri dalam kehancuran dan ketidakjelasan. Sedang secara istilah,

Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa : “gharar adalah sesuatau yang majhul(tidak

diketahui) akibatnya.” Menurut M.Ali Hasan gharar adalah keraguan, tipuan atau

tindakan yang bertujuan untuk merugikan pihak lain. Suatu akad yang mengandung

unsure penipuan,karena tidak ada kepastian, baik yang mengenai ada atau tidak

ada objek akad,besar kecil jumlah maupun menyerahkan objek akad tersebut.

Firman Allah Swt.: َ ‫واَل ُ ْك م َبْي ْ مَ ُ وا أُ كلْ َ وال َتأْ م َت ْ نُت َ وأَ ِ مْ ِ اإلثِ اس بَ وِ ال الناْ مَ ِ ا مْ ن أِ ريًق‬

‫َل‬mmm‫ا إُ وا ب وُت ْد ل َب ِ اطِ لَ ْ ِ الُ مَ ونُ َنْك م بْ ع‬mmm‫لْ ُ ح اكِ امِ لَت أْ َلى الِ ِ َ ه‬mmm‫” ُوا َف ُ ك‬Dan janganlah

(saling) memakan harta di antara kalian dengan (cara yang) batil dan (jangan pula)

membawa (urusan harta) itu kepada hakim (untuk kalian menangkan) dengan (cara)

dosa agar kalian dapat memakan sebahagian harta orang lain, padahal kalian

mengetahui.” (QS. Al-Baqarah ayat 188) 12 Jika kita kaitkan dengan jual beli gharar

kata “Dan janganlah (saling) memakan harta di antara kalian dengan (cara yang)

batil” merupakan suatu contoh jual beli gharar. Dimana apabila seseorang

melakukan jual beli yang mengandung gharar akan dikategorikan sebagai memakan

harta orang dengan cara yang batil dimana kalau kita lihat pengertian gharar ini

adalah ketidakjelasan. Dan akan mempunyai potensi untuk merugikan baik si

penjual ataupun si pembeli. Sebagai contoh : ada seseorang yang memiliki pohon

durian dan pohon tersebut nampak memilki bunga,si A yang merupakan sorang

penjual buah durian di pasar membayar buah durian tersebut sebelum matang atau

masih dalam keadaan bunga. Si B pun menyetujuinya dan menerima uang dari si A

yang telah membayar pohon si B. Suatu saat si A ingin memanen buah yang telah di
belinya tersebut kepada si B tetapi kenyataanya buah tersebut kebanyakan

rusak,tidak sesuai dengan harapan si A. Dalam contoh di atas jelas kita lihat bahwa

si A dirugikan karena tidak mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan si A.

Islam merupakan agama yang paling sempurna melarang jual beli seperti itu. dalam

buku yang ditulis oleh Afzalur Rahman kitab suci Al-Qur’an dan Hadis dengan tegas

telah melarang semua transaksi bisnis yang mengandung unsur kecurangan dalam

segala bentuk terhadap pihak lain : Hal itu mungkin dalam bentuk penipuan atau

kejahatan,atau memperoleh keuntungan dengan tidak semestinya atau resiko. Yang

menuju ketidakpastian di dalam suatu bisnis atau sejenisnya. 3. ‫ع‬mm‫دين بي‬mm‫دين ال‬mm‫)بال‬

Menjual hutang dengan hutang) Dalam fiqh trnasaksi seperti ini dikenal dengan

sebutan bai’ ad-dayn by ad-dayn atau dalam hadits disebut bai’ al-kali bil kali (

‫ع‬mm‫اليء بي‬mm‫اليء الك‬mm‫ (بالك‬. Bentuk transaksi jual beli seperti ini adalah dilarang secara

syariah. Sebagaimana disebutkan dalam hadits : َ‫كِ الْ ِ الِ ئ بَ كِ الْ الِ َ َ َنهَ ى عْ ن َبْيع م ا‬

‫برى) وَ سلَ ِ ْيه اى هلُالَ عَل ِ اىَ صل ان النابَ َ َم رَ رِ ضَ ي هلُالَ ْع نُه أِ ئَ عِ نِ اْبن‬mm‫رواه النسائي في ُع الك‬

‫دارقطني‬mm‫اكم وال‬mm‫“ (والح‬Dari Ibnu Umar ra bahwasanya Nabi SAW melarang jual beli

hutang dengan hutang.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunan Al-Kubra, Daruquthni dan Al-

Hakim). 13 Menjual piutang dengan hutang, bisa terjadi dalam dua bentuk : a. (

‫ ( للمدين الدين بيع‬Menjual piutang kepada orang yang berhutang tersebut, yaitu seperti

seseorang yang berkata kapeada orang lain, · Saya beli dari kamu satu mud gandum

dengan harga satu dinar dengan serah terima dilakukan setelah satu bulan.’ · Atau

seseorang membeli barang yang akan diserahkan pada waktu tertentu lalu ketika

jatuh tempo, penjual tidak mendapatkan barang untuk menutupi utangnya, lantas

berkata kepada pembeli, ‘;Juallah barang ini kepadaku dengan tambahan waktu lagi

dengan imbalan tambahan barang’. Lalu pembeli menyetujui permintaan penjual


dan kedua belah pihak tidak saling sarah terima barang. Cara seperti ini merupakan

riba yang diharamkan, dengan kaidah ‘berikan tambahan waktu dan saya akan

berikan tambahan jumlah barang.’ ( ‫ في زدني ( األجل وأزيدك في القدر‬b. ( ‫( المدين لغير الدين بيع‬

Menjual piutang kepada orang lain yang bukan orang yang berhutang. Hal ini

seperti seseorang berkata kepada orang lain, ‘Saya jual kepadamu 20 mud gandum

milikku yang dipinjam oleh fulan dengan harga sekian dan kamu bisa membayarnya

kepadaku setelah satu bulan.’ Maka transaksi jual beli seperti ini juga termasuk

transaksi yang tidak diperbolehkan. 14 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Qawaid

Fiqhiyah adalah kaidah-kaidah fiqih yang bersifat umum dan bersifat ringkas

berbentuk undang-undang yang berisi hukum-hukum syara’ yang umum terhadap

berbagai peristiwa hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.

Perbedaan mendasar antara qawaid ushuliyyah dengan Qawaid Fiqhiyah. Qawaid

ushuliyyah membahas tentang dalil-dalil umum. Sementara Qawaid Fiqhiyah

merupakan kaidah-kaidah yang membahas tentang hukum yang bersifat umum.

Jadi, qawaid ushuliyah membicarakan tentang dalil-dalil yang bersifat umum,

sedangkan qawaidul fiqhiyyah membicarakan tentang hukum-hukum yang bersifat

umum. Kaidah-kaidah pokok fiqih ada lima kaidah yaitu: ‫ّ اليقين اليزال‬.1 ‫األموربمقاصدها‬

5 ‫ة‬m‫ العادةمحكم‬.4 ‫رريزال‬m‫ّ الض‬.3 ‫ير‬m‫ّقة تجلب الّتيس‬m‫ المش‬.2 ‫الشّ ك‬m‫ب‬. ّ Ada banyak sekali kaidah-

kaidah cabang fiqh, tiga di antaranya adalah: ّ 15 .3 ‫ بيع الدين بالدين‬.2 ‫ الغرر‬.1 ‫حرم الربا‬

DAFTAR PUSTAKA Ahmad Muhammad Asy-Syafii, ushul fiqh al-Islami

Anda mungkin juga menyukai