Al- Iqtishadiyyah
Dosen :
Sukataman, S, Sy.,M.Pd
Oleh:
Laila Khurul Aini
Hambali Dwi Atmaja
Ulfi Maeresa
Pembahasan
A. Pengertian Qawaid, Dlawabith, dan Nadhariyyah Fiqhiyyah
1. Qawaid Fiqhiyyah
Qawaid fiqhiyyah adalah kata majemuk yang terbentuk dari dua kata,
yakni kata qawaid dan fiqhiyyah, kedua kata itu memiliki pengertian
sendiri. Secara etimologi, kata qaidah jamknya qawaid berarti asas,
landasan, dasar atau fondasi sesuatu, baik yang bersifat kongret, materi,
atau inderawi seperti fondasi bangunan rumah, maupunyangbersifat
abstrak, non materi, dan non indrawi seperti ushuluddun (dasar agama).
Sedangkan Fiqhiyyah berasal dari kata Fiqh berarti pemahaman yang
mendalam dengan ditambahkan Ya’ Nisbah yang bermakna
pengelompokan atau jenis.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, artinya kaidah yaitu rumusan
asas yang menjadi hokum; aturan yang pasti, patokan atau dalil.
A. Pengertian Qawaid, Dlawabith, dan Nadhariyyah
Fiqhiyyah
Ali Ahmad al-Nadwi mengkompromikan bentuk definisi qaidah
fiqhiyyah di atas dengan rumusan:
Dasar fiqh yang bersifat menyeluruh yang mengandung hukum-hukum syara’
yang bersifat umum dalam berbagai bab tentang peristiwaperistiwa yang masuk
di dalam ruang lingkupnya.
Dengan demikian, menurut Ali Ahmad al-Nadwi, qaidah lebih
umum dari sifat mayoritas, sebagaimana telah dinyatakan oleh Said al-
Khadini (w. 1176 H.) dalam bagian penutup kitabnya yang diberi nama
Majami’ al-Haqaiq.
Sejatinya, Qawaid Fiqhiyyah adalah kaidah- kaidah fiqh yang
berfungsi untuk mempermudah seorang mujtahid atau faqih (ahli fiqh)
dalam beristinbath hukum terhadap suatu masalah hukum dengan cara
menggabungkan masalah- masalah yang serupa dibawah salah satu
kaidah yang bisa dikaitkan.
A. Pengertian Qawaid, Dlawabith, dan Nadhariyyah
Fiqhiyyah
2. Dlawabith Fiqhiyyah
Dawabith Fiqhiyah ( ) ضوا بطjamak dari kata dhabith . Al-dhabith diambil dari kata dasar
Adl-dlabith yang maknanya menurut bahasa berkisar pada :
الحفظ والحزم والقو ة والشد ة
“Pemeliharaan, ikatan, kekuatan, dan penguatan.”
3. Nadhariyyah Fiqhiyyah
B. Perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dengan Qawaid Ushuliyyah dan
Dlawabith Fiqhiyyah dengan
Nadhariyyah Fiqhiyyah.
4). Qawaid Ushuliyyah ada sebelum ilmu Fiqh sedangkan Qawaid
Fiqhiyyah ada sesudah ilmu Fiqh.
5). Qawaid Ushuliyyah adalah himpunan sejumlah persoalan yang
meliputi tentang dalil-dalil yang dapat dipakai untuk menetapkan
hukum. Sedangkan Qawaid Fiqhiyyah merupakan himpunan sejumlah
masalah yang meliputi hukumhukum fiqh yang berada di bawah
cakupannya semata.
B. Perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dengan Qawaid Ushuliyyah dan
2. Dhawabith fiqhiyyah dengan nadhariyah fiqhiyyah
Al- Qarafi, salah satu Ulama Madzhab Maliki berpendapat “Urgensi
Qawaid Fiqhiyyyah setidaknya ada 3 hal yaitu :
Pertama, kaidah fiqh memiliki kedudukan yang istimewa dalam khazanah
keilmuan islam karena kepakaran seorang fakih (ahli Fiqh) sangat
dipengaruhi oleh penguasaan dan kemahiran di Bidang Fiqh. Kedua, kaidah
Fiqh dapat dijadikan dalam berfatwa dalam masalah-masalah hukum islam.
Ketiga, kaidah Fiqh dapat dijadikan disiplin ilmu lebih sistematis dan
mempermudah seseorang untuk mengidentifikasi masalah- masalah yang
tentunya berkaitan seputar ilmu Fiqh”.
Menurut Az- Zarkasyi, mengikat masalah- masalah fiqh yang
bertebaran karena banyaknya materi fiqh menjadi suatu kaidah- kaidah yang
menyatukan (kaidah- kaidah fiqh) adalah untuk lebih memudahkan dihafal
dan dipelihara. Dalam konteks ini, kaidah fiqh akan lebih mudah untuk
dihafalkan sehingga dengan demikian seorang Fakih (ahli Fiqh) dapat
meringkas persoalan-persoalan fiqh yang serupa dengan suatu rumus
kaidah fiqh yang singkat dan padat.
C. Urgensi dan Kegunaan Qawaid Fiqhiyyah
Mustafa Ahmad Az Zarqa berpendapat bahwa urgensi kaidah fiqh
menggambarkan secara jelas mengenai prinsip- prinsip fiqh yang bersifat
umum, membuka cakrawala serta jalan- jalan pmikiran tentang fiqh.
Dari beberapa pendapat Ulama diatas, dapat disimpulkan bahwa
urgensi kaidah- kaidah fiqh, sebagai berikut :
1. Kaidah fiqh sebagai Ranah Ijtihad dalam menggali hukum.
2. Kaidah Fiqh berperan penting dalam pemahaman Hukum Islam.
3. Kajian kaidah Fiqh dapat mengikat dan memelihara permasalahan
yang saling bertentangan.
4. Kaidah Fiqh dapat mengembangkan kemampuan dan kemahiran
seseorang dalam disiplin ilmu.
5. Mengikat suatu permasalahan dalam suatu ikatan hukum bahwa
permasalahan ini punya kemaslahatan tersendiri.
D. Kehujjahan Qawaid Fiqhiyyah
Al-Harari, seorang ahli ilmu hukum Islam pernah mengatakan
“Sebagai Kesimpulan, dapat dikatakan bahwa jika ada dalil yang
jelas dari sumber- sumber yang berurusan langsung dengan
perkara tertentu, maka penyandraan hukumnya harus dengan
dalil tersebut. Tapi jika tidak ada dalil apapun terhadap perkara
tersebut, maka tidak masalah jika kaidah- kaidah fiqh menjadi
dalil atas perkara tersebut, asal kaidah- kaidah tersebut tidak
melenceng dari Al-Qur’an, Hadist, dan sumber hukum islam
lainnya.
E. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah
Pada umumnya pembahasan qawa'id fiqhiyyah berdasarkan pembagian
kaidah-kaidah Assasiyyah dan kaidah-kaidah Ghayr Assasiyyah. Kaidah
Assasiyyah adalah kaidah yang disepakati oleh imam-imam mazhab tanpa
diperselisihkan kekuatannya disebut juga sebagai kaidah-kaidah induk karena
hampir setiap bab dalam fiqih masuk dalam kelompok kaidah induk ini, yaitu :
1. Segala sesuatu tergantung kepada tujuannya
2. Kemadaratan itu harus dihilangkan
3. Kebiasaan itu harus dijaikan hukum
4. yakin itu tidak dapat dihilangkan dengan keraguan
5. kesulitan itu dapat menarik kemudahan
Kelima kaidah itu diringkan oleh izuddin Ibn Abd Salam
dengan kaidah "Menolah kerusakan dan menarik kemaslahatan". Yang ide
moderat ini beliau tuangkan dalam kitabnya yang berjudul "Qawa'id al-
Ahkam fi Mashalih al-Anam.
E. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah
Sedang kaidah Ghayr Assasiyyah adalah kaidah yang merupakan
pelengkap dari kaidah assasiyyah dan keabsahannya masih diakui.
Kaidah ini berjumlah 19 buah menurut Hasbi Ash Shiddiqi, ada yang
mengatakan 40 kaidah yang tidak diperselisishkan dan 20 kaidah yang
diperselisishkan menurut Abdul Mujid.
Ali Ahmad al-Nadawi membagi kaidah fiqih menjadi dua macam
jika dilihat dari segi hubungannya dengan sumber tasyri, yaitu :
Kaidah-kaidah fiqih yang semula merupakan hadits-hadits Nabi
saw kemudian dijadikan sebagai kaidah fiqih oleh para ahli fiqih.
Kaidah-kaidah fiqih yang dibentuk dari petunjuk-petunjuk nas
tashri' umum yang mengandung 'illat.
E. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah
Jika dilihat dari Urgensi dan cangkupannya terhadap Fiqh, Ali Ahmad al-
Nadawi membagi kaidah Fiqh menjadi 4, yaitu :
Kaidah-kaidah fiqih yang cakupannya sangat luas sekali bahkan tak
terhingga, sehingga menempati kedudukan rukun fiqih islam; kaidah-kaidah
fiqih yang masuk kategori ini adalah lima kaidah pokok yang sudah populer
(al-Qawa'id al-Khams).
Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati mazhab-mazhab fiqih tetapi
cakupannya tidak seluas kaidah-kaidah fiqih yang di atas; kaidah-kaidah fiqih
yang masuk kategori ini adalah mayoritas kaidah fiqih yang terdapat dalam
kitab majallat al-Ahkam al-Adliyyah.
Kaidah-kaidah fiqih yang disepakati oleh satu mazhab tertentu saja,
sedangkan, mazhab yang lain tidak menyepakati.
Kaidah-kaidah fiqih yang tidak disepakati sekalipun dalam satu mazhab
yang sama; mayoritas kaidah fiqih yang seperti ini menggunkan redaksi
kalimat istifham (tanya).
E. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah
Adapun A.Djazuli membagi kaidah fiqih berdasarkan ruang lingkup dan
cakupannya menjadi lima macam, yaitu :
1. Kaidah inti, yaitu meraih kemaslahatan dan menolah kemafsadatan dengan
meminjam istilah Izz al-din Abd al-Salam "jalb al-masalih wa daf al-mafasid".
2. Kaidah-kaidah asasi, yaitu kaidah-kaidah fiqih yang lima (al-qawa'id al-
asasiyyah).
3. Kaidah-kaidah umum, yaitu kaidah-kaidah fiqih yang ada di bawah kaidah-
kaidah fiqih asasi di atas, dengan meminjam istilah Izz al-din Abd al-Salam disebut
al-qawa'id al-'Ammah.
4. Kaidah-kaidah khusus, yaitu kaidah-kaidah yang khusus berlaku dalam bidang-
bidang hukum tertentu, seperti dalam ibadah mahdah, muamalah, peradilan dan
jinayat atau dengan meminjam istilah al-subki disebut al-Qawa'id al-Khassah.
5. Kaidah rinci, yang merupakan bagian dari kaidah yang disebut pada nomor
empat di atas, yaitu misalnya : bagian dari ibadah; seperti tentang shalat saja,
bagian jinayah; seperti tentang sanksi, dan sebagainya atau dengan istilah yang
diberikan A.Djazuli sendiri, yaitu al-Qawa'id al-Tafsiliyyah.
F. Qawaid Fiqhiyyah dalam muamalah/ ekonomi
syariah
Untuk membantu umat islam dalam membahas suatu tema
hokum ekonomi islam misalnya. Maka mempelajari kaidah Fiqhiyyah
merupakan suatu keharusan untuk memperoleh kemudahan
mengetahui hokum hokum kontemporer ekonomi yang tidak
memiliki nash sharih (dalil pasti) dalam Al Quran maupun hadis.
Begitu pula mempermudah kita menguasai permasalahan furu’iyyah
(cabang) yang terus berklembang dan tidak terhitung jumlahnya
hanya dalam waktu singkat dan dengan cara yang mudah, yaitu
melalui sebuah ungkapan yang padat dan ringkas berupa kaidah
fiqiyyah. Diantara Muamalah dalam kaidah-kaidah Fiqh antara lain :
1. Kaidah Fiqh ‘Uqud (Fikih Akad)
2. Kaidah Fiqh Amwal (Fikih Harta)
3. Kaidah Fiqh Perbankan
4. Kaidah Fiqh Arbitase Ekonomi
G. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah Muamalah
Qawaid al fiqhiyyah telah disepakati menduduki kedudukan ke dua
dalam disiplin ilmu syariah setelah ushul fiqh. Dengan berpegang kepada
rambu-rambu yang tertata di dalamnya, para mujtahid akan lebih
sistematis dalam mengambil kesimpulan hukum atas suatu masalah. Para
Ulama berkata
من راعى األصول كان حقيقا بالوصول ومن راعى القواعد كان حليقا بإدراك المقاصد
“Barang siapa me melihara ushul maka ia akan sampai pada maksud
Dan barang siapa memelihara qawaid maka ia selayaknya mengetahui
maksud.”
Kemudian dalam kitab Faridhul Bahiyyah di sebuah nudzhum dikatakan:
إنما تُضبط الفقه بالقواعد فحفظها من أعظم الفوائد
Sesungguhnya cabang-cabang masalah fiqih itu hanya dapat dikuasai
dengan kaidah-kaidah fiqhiyyah, maka menghafalkannya sangat besar
faedahnya.
G. Klasifikasi Qawaid Fiqhiyyah Muamalah
Terlebih di era modern ini, kita banyak dihadapkan dengan permasalahan-
permasalahan kontemporer yang mau tidak mau harus bersentuhan dengan ranah
fiqih. Tak jarang dari sejumlah perkara baru tersebut belum ditemukan hukumnya
karena dalil spesifik dari nushus tidak ditemukan. Sebagai contoh, jenis kredit yang
diharamkan, tidak ditemukan nushus yang spesifik menjelaskan teknisnya. Maka para
faqih mengambil kaidah :
Contoh lain terjadi dalam transaksi bai’ salam (jual beli dengan pembayaran lunas dimuka),
ketika barang tidak sesuai pesanan, maka syariah mengatur adanya khiyar atau opsi untuk
mengakhiri atau melanjutkan akad, dengan konsekuensi jika melanjutkan maka si pembeli
menanggung kerugian. Khiyar merupakan suatu sistem yang dirancang dalam transaksi
untuk melindungi seluruh pihak agar tidak ada yang dirugikan atau merugikan. Hukum ini
juga ternyata diambil dari kaidah :
إذا ضاق األمر اتسع
“Segala sesuatu yang dipersempit maka bisa diperluas”
Atau pada seseorang yang mengatakan “saya hibahkan benda ini, nanti diganti dengan
uang”. Transaksi di atas secara lafaz adalah hibah barang, tapi secara teknis bermakna jual
beli. Maka penilaian transaksi bukan dari lafaz melainkan makna. Transaksi di atas adalah
transaksi jual beli bukan menghibahkan. Maka kaidah yang berlaku pada akad ini adalah :
العبرة في العقود للمقاصد والمعاني ال لأللفاظ والمباني
“ Yang jadi patokan dalam akad adalah substansi dan maknanya. Bukan lafadz dan
penamaannya”.