1
ثسم هللا امرمحن امرحمي
انوّيم يرس وبأؼن
Pengertian
Kaidah berasal dari kata kata [ يقعد- ]قعودا – قعدyang artinya: الثبات واالستقرار
artinya: tetap, terpancang.
Secara istilah
2
[1] Turunan dari kaidah yang pertama
Seperti kadiah,
3
‚Setiap kesimpulan fiqh yang tidak didasari qaidah, bukan fiqh
yang kuat.‛ (ad-Dzakhirah).
4
Tidak bisa diterapkan Bisa diterapkan langsung ke
langsung ke kasus kasus
5
Kedua, Hadis Nabi Shallallahu alaihi wa sallam.
Contoh: kaidah dalam Khiyar majlis yaitu sabda Nabi:
6
Keempat, Kaidah yang hasilkan oleh para ulama dari analisis istiqra'
(induksi) dengan mengumpulkan beberapa masalah-masalah fiqh
dalam sebuah kaidah fiqh. Dan kebanyakan kaidah fiqh dihasilkan
dari sumber ini. Contoh kaidah,
"Setiap benda yang suci boleh dijadikan objek transaksi ."
Kaidah ini dihasilkan dari kesimpulan beberapa permasalahan dengan
hukum yang sama, seperti tidak boleh menjual kotoran ternak, tidak
boleh menjual khamr, tidak boleh menjual anjing buruan, tidak boleh
menjual babi dan turunannya, tidak boleh menjual bangkai, tidak
boleh menjual najis dst.
Kelima, Kaidah yang dihasilkan oleh para ulama melalui takhrij
(ijtihad), diantaranya qiyas (analogi). Dimana mereka menemukan
suatu kaidah fiqh dan dari kaidah tersebut dapat diqiyaskan hal yang
lain maka mereka buat sebuah kaidah baru.
Dengan kata lain, menurunkan satu kaidah menjadi kaidah yang lain
berdasarkan analogi.
Seperti kaidah:
امؾادت حمَّكة
Adat dan kebiasaan bisa menjadi sandaran hukum
7
Pertama, Qiyas berdasarkan metoda qiyas awlawiy (qiyas, dengan
keadaan illat yang diqiyaskan lebih utama). Seperti kaidah,
"Suatu benda yang dilarang untuk diperjual-belikan lebih dilarang lagi
untuk diwakilkan".
Kedua, Dengan cara istishhab. Istishhab adalah menetapkan hukum
untuk sesuatu berdasarkan ketetapan hukum pada waktu sebelumnya
dikarenakan tidak ada hal yang menyebabkan hukum itu berubah.
Seperti kaidah:
"Hukum sesuatu ditetapkan berdasarkan hukumnya pada waktu
sebelumnya".
Ketiga, Qiyas dengan cara talazum 'aqly.
Talazum 'aqly yaitu hukum yang terkait dengan hukum lain, karena
itu bagian dari konsekuensinya. Seperti kaidah:
"Siapa yang memiliki sesuatu, berarti ia memiliki sesuatu fasilitas
pelengkapnya".
Keempat, Melalui cara tarjih.
Tarjih berarti mendahulukan hukum yang lebih penting dan lebih
kuat. Seperti kaidah,
"Mudharat yang akan menimpa individu boleh dipertahankan untuk
menolak mudharat bagi orang banyak".
8
Pada masa sahabat juga ditemukan beberapa atsar yang sekarang
dijadikan sebagai kaidah fiqh.
Seperti perkataan Umar bin Khattab,
ِ امرش
وط ِ ا من َملَا ِط َػ امْ ُح ُل
ُ وق ِؼ ْندَ ر
ِ
"Hak-hak seseorang dalam muamalat sesuai dengan persyaratan yang
dibuat." (HR. Bukhari)
Ini kaidah yang sangat penting dalam persyaratan.
Beliau juga menyampaikan kaidah tentang masalah ijtihad,
Ucapan Ali bin Abi Thalib yang diriwayatkan oleh Abdurrazaq dalam
Mushannaf:
9
Kaidah ini merupakan landasan dibolehkannya klausul penalty
dalam kontrak apabila pihak pemberi jasa tidak berbuat maksimal.
Pada masa-masa ulama mazhab telah kita lihat sebelumnya ucapan
mereka yang dapat dijadikan kaidah fiqh.
Pada abad ke 4 hijriyah Abu Hasan Al Karkhi (wafat 340H)
mengumpulkan 39 kaidah fiqh mazhab Hanafi dalam salah satu buku
kecil yang sebelumnya dikumpulkan oleh Abu Thahir Ad-Dabbas.
Lalu diikuti oleh Abu Zaid Addabusi (wafat 430H) dalam bukunya
yang dikenal dengan "Ta'sis An-Nazhar".
Dalam mazhab Syafii, Abu Sa'ad al Harawi (wafat 488H)
menukil 5 kaidah induk dari Abu Thahir Ad-Dabbas. Dari sini para
ulama dari setiap mazhab berlomba untuk menulis serta
mengembangkan kaidah-kaidah fiqh dalam mazhab mereka masing-
masing.
11
Kaidah Fiqh Kubro
Kaidah Pertama,
ا ألمور مبلاضدىا
‚Segala urusan sesuai dengan niatnya‛
Makna Kaidah:
Bahwa semua amalan yang dilakukan mukallaf, baik ucapan
maupun perbuatan, nilainya dan hukum yang berlaku baginya,
berbeda-beda sesuai perbedaan tujuan pelaku, yang melatar
belakangi amal itu.
Contoh Kaidah:
1. Orang yang membunuh tanpa alasan yang dibenarkan
syariat, memiliki beberapa hukum, tergantung niatnya. Bisa
dihukumi qathl ‘amd, khatha, atau syibhul ‘amd.
2. Orang yang berkata kepada orang lain: ‚Ambil uang 100
ribu ini.‛
Jika niatnya cuma-cuma, statusnya hibah. Jika tidak,
statusnya utang yang wajib dikembalikan, atau amanah yang
wajib dia jaga. Jika hilang, dia menanggung ganti rugi.
Kalimatnya sama, namun konsekuensinya berbeda.
3. Orang yang menemukan barang: jika dia mengambilnya
untuk dimiliki sendiri, statusnya ghasab. Dia wajib ganti jk
barang itu rusak. Namun jika dia berniat untuk
mengumumkan dan mengembalikannya kepada pemilik,
statusnya orang yang mendapatkan amanah. Dan dia tidak
nanggung ganti rugi jika rusak di luar kesengajaan.
Kaidah Turunan
Pertama, Kaidah dalam masalah akad
12
امؾربت ِف امؾلود ابمللاضد واملؾاين ال اب ألمفاظ واملحاين
Inti akad berdasarkan maksud dan makna akad, bukan
berdasarkan lafadz dan kalimat
Misal:
1. Seseorang membeli makanan, dia mengatakan kepada
penjual: ’Pak, saya minta dibungkus dua..’ statusnya beli,
sekalipun kalimatnya minta.
2. Kantin kejujuran. Sekalipun tidak ada ucapan akad apapun,
tetap sah sebagai jual beli. Termasuk jual beli mu'athah.
3. Pembeli mengatakan ke penjual: Tolong bawa dulu hp saya,
ini amanah. Tunggu sampai saya ambil uangnya. Status
barang ini adl rahn, meskipun dia bilangnya amanah. Karena
amanah bisa diambil pemiliknya kapanpun. Sementara hp
ini tidak.
Kedua, kaidah dalam masalah sumpah
ىل امنية ختطص انوفظ امؾام بأو ثؾمم انوفظ اخلاص؟
Apakah niat, mengkhususkan lafadz yang umum, ataukah
membuat umum lafadz yang khusus
13
Secara teks, dia hanya menolak sumbangan dalam bentuk uang.
Namun jika dia bermaksud semua bentuk sumbangan, maka
mencakup umum.
14
Kaidah kedua
اميلني ال يزول ابمشم
‚Yakin tidak bisa gugur dengan keraguan‛
Makna Kaidah
Syak menurut ulama ahli fiqh: keraguan terhadap status
perbuatan, apakah telah dilakukan ataukah belum.
Karena itu, jika ada satu kasus yang itu secara yakin benar-benar
telah terjadi, kemudian muncul keraguan tentang
keberadaannya, maka dipertahankan apa yang meyakinkan
sampai dipastikan ada sebab yang menghilangkan keyakinan itu.
Contoh
1. Orang yang yakin telah bersuci, ketika dia ragu apakah
telah muncul hadats, maka dia tetap dinilai telah bersuci,
menurut 3 imam: Abu Hanifah, as-Syafii, dan Ahmad.
Sementara Imam Malik berpendapat, ‘Orang yang ragu
dalam bersuci, dia wajib wudhu, berdasarkan kadiah:
Ragu dalam syarat menjadi penghalang terwujudnya apa
yang disyaratkan.’
2. Jika ada sepasang suami istri melakukan akad nikah yang
sah, kemduian muncul keraguan apakah pernah terjadi
talak ataukah tidak, maka nikahnya dipertahankan.
Karena talak yang statusnya keraguan, muncul di tengah
keadaan yang lebih meyakinkan, yaitu nikah, sehingga
wajib dibuang.
sementara Ibnu Qudamah mengatakan, ‘yang lebih wara’,
dinilai jatuh talak.’
16
Kedudukan Kaidah
Sebagian ulama menyebut, kadiah ini mencakup ¾ masalah
Fiqh.
Turunan Kaidah
Pertama, kaidah hukum asal
ا ألضل تلاء ما اكن ؽىل ما اكن
Hukum asal: mempertahankan apa yang sudah ada,
sebagaimana sedia kala.
Contoh
1. Siapa yang yakin dia telah bersuci, kemudian muncul
keraguan hadats, maka dia tetap dinilai telah bersuci.
Sebaliknya, siapa yang yakin telah hadats, kemudian ragu
apakah tadi sudah bersuci atau belum, maka dia dinilai
berhadats.
2. Ada air suci yang berubah warna, dan diragukan, apa
yang menyebabkan berubah warna. Hukum asalnya
mempertahankan status sucinya.
3. Orang yang makan menjelang maghrib tanpa
memperhatikan matahari atau jam, sementara dia belum
yakin telah terbenam matahari, maka puasanya batal.
Karena hukum asalnya, belum masuk malam.
Contoh
1. Si A wajib melakukan amalan x, agar selamat di akhirat,
sementara tidak ada dalil. Kewajiban ini tidak berlaku.
2. Muwada’ (orang yang dititipi) mengklaim telah
mengembalikan barang titipannya. Sementara muwaddi’
(orang yang titip) mengingkarinya. Yang dikuatkan adalah
perkataan muwada’, karena dia berpegang dengan hukum
asal, tidak memiliki tanggungan terhadap barang.
Contoh
1. Siapa yang ragu, apakah dia sudah melakukan suatu
pekerjaan ataukah belum, hukum asalnya, dia belum
melakukannya.
2. Orang yang beramal, sementara dia ragu mengenai jumlah,
maka dia pilih yang lebih sedikit, karena ini yang lebih
meyakinkan.
18
3. Orang yang punya utang sementara dia ragu dengan
jumlahnya, dia harus keluarkan dalam jumlah yang
membuat dia yakin telah menggugurkan kewajibannya.
4. orang yang ragu apakah telah menceraikan istrinya
ataukah belum, tidak jatuh talak. Karena nikahnya yakin,
sementara talaknya meragukan.
Contoh
1. Ada orang yang beli mobil, sudah diserahkan dalam kondisi
normal, selang sekian hari pembeli mengaku ada yang cacat,
sementara penjual mengklaim semua normal, dan keduanya
tidak memiliki bukti, maka yang diterima perkataan penjual
disertai sumpah. Karena normal itu kondisi asal, sementara
hukum asal, tidak ada cacat.
2. Dua orang melakukan transaksi mudharabah. Pemodal
meminta bagi hasil sementara mudharib mengklaim tidak
ada untung. Yang diterima perkataan mudharib dengan
sumpah, karena dia di posisi sesuai hukum asal.
3. Peminjam mengklaim telah mengembalikan uang, sementara
pemilik uang mengklaim tidak pernah menerima
pengembalian itu. Smeua tidak ada bukti. ….
19
Kaidah Ketiga
املشلة جتوة امخيسري
Masyaqqah menharuskan adanya kemudahan
Makna kaidah
Masyaqqah secara bahasa artinya capek atau kesusahan.
Diantara nikmat Allah untuk manusia, Allah ciptakan binatang
yang berfungsi mengangkut barang mereka ke tempat jauh.
Andai tidak ada binatang tunggangan, tentu manusia harus
tidak mampu melakukannya kecuali dengan susah payah yang
melelahkan. Allah berfirman,
ِ وحت ِم ُل بأزلامَ ُنك اىل ت ٍدل مل حكوهوا اب ِمغيو اال
ثشق ا أله ُفس
Binatang memikul beban-bebanmu ke suatu negeri yang kamu
tidak sanggup sampai kepadanya, melainkan dengan kesulitan
(yang memayahkan) diri.. (an-Nahl: 7).
Batasan Masyaqqah
Syaikh Abdullah al-Fauzan menjelaskan,
املشلة امزائدت اميت ال ميكن نوملكف أبن يس متر ؽىل حتمويا ؽادت اال- ىنا- واملراد ابملشلة
حبير ثؤدي اىل وكوع امرضر بأو ا ألذى ِف، وال متكن املداومة ؽوهيا، تحذل بأكىص اجليد
امنفس بأو املال
Yang dimaksud masyaqqah dalam kaidah ini adalah masyaqqah
tambahan, di mana seorang mukallaf tidak mungkin untuk
terus-menerus menanggungnya, kecuali dengan menguras
banyak tenaga. Sehingga tidak mungkin dia selalu bertahan di
sana, karena ini akan membahayakan dirinya atau hartahya.
(Jam’u al-Mahsul).
Dalil Kaidah
20
Dalil yang menyebutkan kaidah ini banyak. Terutara dalil umum
yang menjelaskan bahwa syariat meniadakan adanya unsur haraj
(kesulitan) di dalamnya. Allah berfirman,
َو َما َج َؾ َل ؽَوَ ْي ُ ْنك ِِف ِّال ِين ِم ْن َح َر ٍج
Allah tidak menjadikan adanya kesulitan dalam agama (QS. al-
Hajj: 78)
Allah juga menegaskan, bahwa Dia hanya menghendaki
kemudahan,
رس َ ْ اَّلل ِج ُ ُنك امْي
َ ْ ُرس َوال ُي ِريدُ ِج ُ ُنك امْ ُؾ ُ ُي ِريدُ م
Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan Dia tidak
menghendaki kesulitan. (QS. al-Baqarah: 185).
As-Syathibi mengatakan,
ان ا ألدةل ؽىل رفػ احلرج ؼن ىذه ا ألمة توغت مدوؿ املطػ
Bahwa dalil yang menunjukkan peniadaan kesulitan dari umat
ini, statusnya qath’i (absolut). (al-Muwafaqat, 1/231)
21
4. Syariat membedakan sebagian aturan yang berlaku untuk
lelaki dan wanita
22
kafalah, menggugurka sebagian utang sebagai bentuk sulh,
menebus sumpah, dst. Karena jika semua harus sama, tentu
akan menimbulkan masyaqqah.
3. Adanya wasiat, sehingga seseorang bisa memberika
hartanya kepada orang lain setelah dia meninggal. Dalam
rangka menghilangkan unsur masyaqqah.
4. Peniadaan dosa bagi mujtahid karena kesalahan ijtihad.
Sehebat apapun manusia, dia tidak akan lepas dari dosa dan
kesalahan.
5. Syariat membolehkan berdalil dengan dzan rajih (dugaan
kuat). Tidak harus semuanya pada derajat yakin dan absolut.
6. Syariat menbolehkan melihat wanita yang bukan mahram,
bagi dokter, saksi, atau orang yang melamar.
7. Bolehnya menikahi 4 wanita. Untuk meringankan beban
para wanita.
8. Adanya aturan cerai dalam pernikahan. Orang yang
menikah tidak diwajibkan mempertahankan
pernnikahannya sampai akhir hayat.
9. Adanya kaffarah dalam zihar dan sumpah. Memudahkan
bagi mukallaf.
10. Adanya pilihan dalam melaksanakan haji. Agar mereka bisa
menyesuaikan sesuai kondisi masing-masing.
11. Bolehnya bai’ salam, padahal ini termasuk bai’ ma’dum
(menjual barang yg belum di tangan).
23
Makna Rukhshah
Secara bahasa artinya as-suhulah ( )امسيوةلkemudahan,
kelembutan, dan memberikan keloggaran. Lawan dari keras.
Harga murah disebut rakhis. (al-Misbah al-Munir).
Secara istilah
ثوسؾ ًا ِف امضيق،تناء ؽىل ا ألؽذار مػ كيام الميل احملرم
ً يه ا ألحاكم اميت زحدت مرشوؼيهتا
Hukum yang berlaku karena adanya udzur, semetara terdapat
dalil yang melarangnya, dalam rangka memberi kelonggaran
untuk situasi mendesak. (al-Wajiz fi Qawaid Fiqh).
Turunan Kaidah
Kaidah pertama,
اذا ضاق ا ألمر اجسػ واذا اجسػ ا ألمر ضاق
Jika ada masalah sempit maka dilonggarkan dan jika terlalu
longgar disempitkan
Contoh kaidah
1. Larangan menyimpan daging kurban lebih dari 3 hari,
kemudian dinasakh menjadi boleh menyimpan daging
kurban tanpa batas.
2. Jika seorang wanita tidak memiliki seorangpun lelaki yang
bisa menjadi walinya dalam safar, dia boleh menyerahkan
hak walinya kepada lelaki lain, menurut pendapat as-Syafii.
3. Diterimanya persaksian anak-anak dan wanita di tempat-
tempat yang tidak mungkin dikunjungi lelaki dewasa.
4. Diterimanya persaksian seorang wanita terait masalah
persusuan.
5. Bolehnya menggaji orang yang melakukan ibadah sosial
keagamaan, seperti imam shalat, muadzin, atau takmir,
dalam rangka menjaga syiar islam.
Kaidah Kedua,
امرضوراث ثلدر تلدرىا
25
Dharurat itu dibatasi sesuai kebutuhannya
Kaidah ketiga,
ما جاز مؾذر تطل جزواهل
Sesuatu yang dibolehkan karena udzur, menjadi hilang dengan
hilangnya udzur itu
Contoh penerapan:
1. Orang yang tayamum menjadi wajib wudhu atau mandi jika
mendapatkan air
2. Orang yang memakai sutera karena gatal, atau luka, wajib
melepasnya jika lukanya sudah membaik
3. Orang yang makan bangkai karena kelaparan, tidak boleh
lagi makan jika menemukan makanan yang halal
26
Kaidah keempat,
احلاجة ثزنل مزنةل امرضورت ؽامة اكهت بأو خاضة
Hajah bisa berstatus sebagaimana darurat, baik hajah umum
maupun khusus
Kaidah kelima,
الاضطرار ال يحطل حق امغري
Darurat tidak membatalkan hak orang lain
Contoh Kaidah:
27
1. Jika ada orang yang terpaksa makan makanan orang lain, dia
wajib mengganti rugi.
2. Jika ada hewan milik orang lain yang menyerang, dia boleh
dibunuh. Dan menurut hanafiyah, wajib ganti rugi. Kecuali
jika hewan ini terkenal suka ganggu dan pemilim sudah
diingatkan, namun tetap teledor. Dalam hal ini tidak ada
gnti rugi.
3. Jika perahu kelebihan beban, dia boleh membuang harta
orang lain tanpa izin, namun wajib ganti rugi.
Kaidah Keenam
اذا ثؾذر ا ألضل يطار اىل امحدل
Jika tidak bisa melakukan yang asal, harus berpindah kepada
penggantinya.
28
Kaidah Keempat,
ال رضر وال رضار
Tidak boleh ada bahaya untuk diri sendiri maupun orang lain,
baik disengaja maupun tanpa sengaja. (Fath al-Qowi)
Atau
امرضر يزال
Segala yang membahayakan harus dihilangkan
Kalimat pertama disebutkan dalam hadis dari Sa’d bin Malik al-
Khudri radhiyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. Hadis ini statusnya hasan.
Penjelasan Umum
Kaidah ini termasuk salah satu rukun dalam syariat. Terdapat
banyak dalil dari al-Quran maupun hadis yang menjelaskan
kaidah ini.
Kaidah ini menjadi landasan banyak bab fiqh, seperti
mengembalikan barang yang memiliki aib, adanya hak khiyar,
pemboikotan dengan segala ragamnya, masalah syuf’ah, qishas,
hukuman had, kaffarah, ganti rugi barang yang rusak, dan
pemaksaan dalam menunaikan hak. Termamuk bagian dalam
aturan penentuan qadhi dan hakim.
Karena itu, memberikan hukuman kepada orang yang
melakukan pelanggaran sebagaimana yang ditetapkan dalam
syariat, tidaklah bertentangan dengan kaidah ini, meskipun
dalam penerapannya terdapat dharar yang dialami bagi orang
yang dihukum. Karena pemberian had merupakan bentuk
keadilan dan dalam rangka mencegah bahaya yang lebih besar.
Macam-macam Dharar
Memberikan Dharar kepada Orang lain ada 2:
29
Pertama, memberikan dharar kepada orang lain tanpa ada
manfaat sedikitpun bagi orang yang melakukan tindakan dharar.
Sehingga tujuannya hanya untuk menyakiti sasaran.
Ini termasuk tindakan jahat yang bernilai dosa besar.
Contoh:
Memberikan dharar dalam wasiat. Orang yang meninggal
mewasiatkan sebagian besar hartanya dengan maksud agar ahli
waris tidak mendapatkan warisan. Allah berfirman,
ِمن تَؾ ِد وض مي ٍة يُوىص هبِ ا بأو د ٍَين غَ ْ ِري ُمضَ ٍار
‛Ditunaikan sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau
sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat
(kepada ahli waris). (QS. an-Nisa: 12)
30
Dalam kasus ini, ulama membaginya menjadi dua:
1. Si A menggunakan barangnya di luar kondisi normal (Ghairul
Mu’tad), seperti orang yang menyalakan api di tanahnya di
musim kering, sehingga membakar harta tetangganya. Si A
dihukumi merusak barang orang lain dan wajib ganti rugi
2. Si A menggunakan barangnya sesuai standar (ala wajh al-
Mu’tad), apakah dia harus dilarang jika mengganggu
tetangganya? Ada 2 pendapat:
a. Dia wajib dilarang, karena mengganggu orang lain. Ini
pendapat Ahmad dan Malik.
b. Dia tidak boleh dilarang, karena dia menggunakan barang
milik pribadinya. Ini pendapat Abu Hanifah dan as-Syafii.
Contoh: orang yang ternak ayam, yang menimbulkan bau
bagi tetangganya.
31
Contoh Penerapan Kaidah
Jika masa sewa lahan pertanian telah usai sebelum masa panen,
maka sewa harus diperpanjang dengan biaya normal sampai
masa panen, agar tidak ada dharar yang menimpa penyewa
dengan memindahkan tanaman di lahan tersebut.
Orang yang menjual barang yang cepat rusak, (misalnya buah),
namun penjual tidak bisa ditemui sementara buah cepat busuk,
dan belum dibayar tunai, maka penjual bisa membatalkan akad
sepihak untuk dijual ke orang lain. Dalam rangka
menghilangkan dharar.
Boleh menahan orang yang dikenal suka membuat onar di
masyarakat, sampai dia bertaubat. Meskipun dia sama sekali
tidak melakukan tindak kriminal tertentu.
Turunan Kaidah
Kaidah pertama,
امرضر يدفػ تلدر االماكن
Dharar harus dihilangkan sebisa mungkin.
Kaidah Kedua
امرضر يزال
Dharar harus dihilangkan
Contoh:
1. Jika ada barang orang lain yang menganggu jalan umum dan
orang lewat, harus dihilangkan. Demikian pula ketika
bangunan orang mengganggu orang yang lewat, harus
dihilangkan.
33
2. Orang yang merusak barang orang lain, wajib ganti rugi.
Karena dharar yang dia lakukan.
3. Jika dahan tanaman tetangga mengganggu rumah orang
lain, maka pemilik diwajibkan memotongnya.
4. Adanya hak khiyar dalam sebagian akad, tujuannya untuk
menghilangkan dharar.
Kaidah Ketiga,
امرضر ال يزال مبثهل
Dharar tidak boleh dihilangkan dengan yang semisal
Uangkapan lain:
امرضر ال يزال ابمرضر
Dharar tidak boleh dihilangkan dengan dharar
Contoh:
1. Orang yang kelaparan, tidak boleh mengambil makanan
orang lain yang juga kelaparan
2. Orang yang dipaksa untuk membunuh, tidak boleh
mewujudkan paksaannya
3. Jika ada cacat pada barang sebelum dipegang pembeli,
kemudian setelah di tangan pembeli ada cacat baru lagi,
maka barang tidak boleh dikembalikan dengan alasan cacat
lama, karena ini memberikan dharar kepada penjual. Kecuali
jika penjual ridha. Jika tidak, yang dilakukan adalah menjual
membayar arsy.
34
Kaidah Keempat,
خيخار بأخف امرضرين
Dipilih solusi yang dhararnya paling ringan
Dalam teks yang lain,
امرضر ا ألشد يزال ابمرضر ا ألخف
Dharar yang lebih berat dihilangkan dengan dharar yang lebih
ringan
Atau
اذا ثؾارض مفسداتن روؼ بأخفيام رضر ًا
Apabila ada 2 mafsadah, maka diperhatikan mana yang lebih
ringan dhararnya
Contoh:
1. Jika ada orang punya luka, ketika sujud menyebabkan
kotorannya keluar, maka dia boleh berisyarat dan shalat
sambil duduk. Karena tidak sujud sempurna, lebih ringan
dhararnya dari pada keluar najis ketika shalat.
2. Jika orang shalat sambil berdiri menyebabkan banyak
auratnya terlihat, maka dia shalat sambil duduk. Karena
tidak berdiri, dhararnya lebih ringan.
3. Jika ada ayam yang menelan mutiara milik orang lain, maka
pemilik mutiara boleh membeli ayam itu untuk disembelih.
4. Jika kapal kelebihan beban, boleh membuang barang yang
ada di dalamnya. Dengan ganti rugi.
5. Boleh membelah perut ibu yang meninggal, untuk
menyelamatkan janin yang hidup di dalamnya, jika masih
ada harapan untuk hidup.
6. Jika kaum muslimin tdk bisa menghadapi kekuatan musuh,
boleh berdamai dengan membayar upeti ke mereka. Karena
dharar harta lebih ringan.
35
Kaidah Kelima,
يخحمل امرضر اخلاص لفػ رضر ؽام
Membiarkan dharar yang dampaknya terbatas, untuk
menghilangkan dharar yang dampaknya lebih luas
Contoh penerapan:
1. Bolehnya menembak orang kafir yang berlindung di
tengah tawanan kaum muslimin, atau anak-anak, atau
wanita.
2. Boikot untuk dokter yang suka mal-praktek, dalam
rangka menjaga nyawa pasien
36
3. Boleh menetapkan harga untuk barang yang ditimbun
dan memaksa menjualnya, dalam rangka meghilangkan
dharar di masyarakat
Kaidah Keenam,
درء املفاسد بأوىل من جوة املطاحل
Menolak mafsadah lebih diutamakan dari pada mendapatkan
maslahat
37
Kaidah Kelima,
امؾادت م
حمَّكة
Adat diperlakukan sebagai penentu
38
‚Ambillah nafkah itu yang cukup untukmu dan anakmu dengan
cara makruf.‛ (HR. Bukhari, Nasai, Abu Daud dan yang
lainnya).
Makna Kaidah
Bahwa adat dna urf dalam pandangan syariat bisa menjadi
penentu untuk hukum-hukum terkait muamalah sesama
manusia. Selama di sana tidak ada dalil tegas yang bertentangan
dengan adat tersebut.
Catatan:
Kaidah ini tidak bisa dijadikan dalil untuk menentukan:
1. Hukum baru
2. Anjuran melakukan ibadah baru
Karena dua hal di atas, semuanya harus berdasarkan dalil.
Kaidah ini berlaku ketika ada rincian hukum yang standarnya
dikembalikan kepada adat dan urf masyarakat.
40
Contoh Penerapan kaidah
1. Fatwa larangan bagi wanita mengendarai mobil sendiri.
2. Fatwa bolehnya menggaji muadzin atau imam masjid atau
tokoh agama yang menghabiskan waktunya untuk
berkhidmat bagi umat.
3. Provokator dikenakan hukuman denda karena kerusakan
yang ditimbulkan dari provokasinya. Meskipun yang
merusak orang lain. Ini bertentangan dengan kaidah:
4. [’ ]امضامن ؽىل املحارش دون املدسخةGanti rugi dibebankan kepada
yang bertindak langsung, bukan kepada penyebab’
5. Berlakunya ucapan talak 3 kali berturut-turut sebagai talak 3
Itu semua bisa jadi mengalami perubahan hukum, mengikuti urf
yang ada di masyarakat.
Turunan Kaidah
Kaidah Pertama,
اس خؾامل امناس جحة جية امؾمل هبا
Standar masyarakat bisa menjadi hujjah yang wajib
dipraktekkan
41
Misal:
1. Jika si A titip kepada si B untuk membelikan barang x di
pasar, setelah mendapat barang, si B minta upah Rp 30.000.
Apakah si A wajib memberinya? Kembali kepada standar
yang berlaku di masyarakat. adakah upah itu, dan berapa
nilai normalnya?
2. Si A meminta si B menjadi karyawan. Tidak ada perjanjian di
muka mengenai gaji. Berapa gaji yang harus diterima si B?
Kembali kepada standar masyarakat.
3. Si A meminta si B memperbaiki rumah yang butuh waktu
sepekan. Berapa jam sehari si B harus bekerja?, kembali ke
standar masyarakat.
Kaidah Kedua,
امؾربت نوغامة امشائػ ال نونادر
Yang menjadi acuan adalah yang dominan dan tersebar, bukan
yang jarang terjadi
Semakna dengan,
ال ؽربت ابمؾرف امطارئ
Tidak bisa dijadikan acuan, urf yang baru datang.
Contoh
Kata ‘Sabilillah’ dalam ayat zakat berlaku untuk hal yang terkait
kemaslahatan jihad dan kegiatan sosial keagamaan. Di masa
sekarang kata ‘sabilillah’ digunakan untuk masjid.
42
Untuk kasus ini, kata ‘Sabilillah’ tetap berlaku sebagaimana
makna yang berlaku di masa silam, karena tidak bisa dijadikan
acuan untuk urf yang thari’.
Kaidah Ketiga,
احلليلة ثَتك تدالةل امؾادت
Hakikat lughawiyah ditinggalkan untuk makna adat
Kaidah Keempat,
امكذاة اكخلطاة
Tulisan sebagaimana ucapan.
Kalimat yang tertulis, statusnya sebagaimana ucapan. Meskipun
penulis sama sekali tidak pernah mengucapkannya.
Contoh:
1. Kantin kejujuran, tertulis ’Semua Rp. 1000’ maka semua
yang beli bisa bayar meskipun tdk ada akad
2. Undangan nikah melalui surat undangan.
Kaidah Kelima
املؾروف ؼرفا اكملرشوط رشطا
Ketentuan yang menjadi Urf, statusnya sebagaimana syarat
43
Apa yang berlaku dan menjadi standar masyarakat, statusnya
menjadi batas setiap muamalah yang dilakukan manusia,
sekalipun dia tidak menyebutkannya.
- Seorang tukang berhak mendapatkan upah satu pekan
600rb. Sekalipun dia tidak kerja sehari, karena libur.
- Hadiah ketika pelunasan utang termasuk riba jika itu
termasuk kebiasaan di masyarakat. Karena kebiasaan
statusnya sperti syarat.
44
Kaidah Keenam
اؼامل امالكم بأوىل من اىامهل
Menggunakan kalam lebih didahulukan dari pada membuang
kalam
Kaidah ini jarang disinggung para penulis yang membahas
qawaid fiqhiyah kubro. Padahal kaidah ini cakupannya sangat
luas. Sehingga sebagian ulama yang memasukkannya ke dalam
kaidah fiqh kubro.
Makna Kaidah
Orang yang berakal, dalam kondisi penting, dia akan
memikirkan setiap apa yang dia ucapkan. Sehingga setiap
pembicaraannya ada konsekuensinya. Sehingga ucapan orang
yang berakal, dalam situasi tertentu, teranggap, terlindungi dan
tidak boleh disia-siakan.
45
1. Orang yang bersumpah, ‘Demi Allah, saya sama sekali tidak
akan menyentuh barangmu!’ kemudian dia memakai
sepedanya, maka statusnya melanggar sumpah.
2. Orang mengatakan, ‘Semua yang ada di ruangan ini silahkan
dipake di tempat’ berarti dia mengizinkan untuk
memanfaatkan semua barang di ruangan itu tanpa
terkecuali.
Jika ada ucapan yang sama sekali tidak mungkin bisa dipahami,
baik secara hakiki maupun majaz, maka ucapan ini tidak
dihiraukan.
Misalnya: Seorang suami mengatakan tentang istrinya: ‚Ini
putriku.‛
Ini tidak perlu dihiraukan, karena tidak bisa dipahami dengan
pendekatan apapun. Sehingga tidak mengubah status nasab.
Dan kalimat ini juga tidak bisa dipahami talak, karena tidak ada
kalimat majaz dengan menyebut istri sebagai anak.
Tuunan Kaidah
Kaidah pertama,
ا ألضل ِف امالكم احلليلة
Hukum asal ucapan adalah sesuai makna hakiki
Makna hakiki artinya makna yang dipahami sesuai
penggunaannya dalam bahasa dan bukan majaz.
Contoh penerapan,
Jika si A mengatakan kepada si B, ‘Aku hibahkan tanah ini
untukmu.’
Jika si A minta uang tanah kepada si B, dengan alasan, kalimat
hibah itu majaz, dengan maksud jual, maka tidak diterima.
46
Karena makna hakiki dari hibah adalah pemberian tanpa
bayaran. Sementara si A dengan tegas menyatakan hibah.
Kadiah kedua,
اذا ثؾذر اؼامل امالكم هيمل
Ketika ucapan tidak memungkinkan untuk dipahami, maka dia
dianggap tidak ada.
Ketika ucapan tidak bisa dipahami, baik secara makna hakiki
atau majaz, maka dianggap tidak ada.
Kadiah ketiga,
ذهر تؾظ ما ال يخجزبأ نذهر لكو
Menyebutkan sebagian benda yang tidak bisa dibagi, seperti
menyebutkan keseluruhan.
Allahu a’lam
Semoga bermanfaat
47