KAEDAH-KAEDAH FIQIH
Tentang
DOSEN PEMBIMBING :
Yan Fajri, M.Ag
DISUSUN OLEH:
Nurjannah : 2013040040
Tedi Sutrisno : 2013040047
Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan
rahmat dan ridho-Nyalah makalah yang berjudul “tujuan dan kegunaan
(urgensi) Qawa’id Fiqhiyyah ” dapat terselesaikan dengan baik. Tidak lupa pula
kita ucapkan salawat dan salam kepada nabi kita Muhammad SAW yang telah
membimbing kita ke dunia yang berpendidikan ini.
A. Latar Belakang
Seperti pada pembahasan kali ini terdapat kaidah fiqh (qowaid
fiqhiyyah) merupakan kaidah yang bersifat umum dan biasa digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang bersifat praktis dalam kehidupan sehari-
hari. Kaidah ini menggolongkan masalah-masalah yang serupa menjadi satu
kaidah, untuk mempermudah penyimpulan hukum dari suatu masalah. Kaidah
fiqih ini tentunya bersumber dari Al-Qur’an dan sunnah yang merupakan
sumber dari terciptanyan hukum-hukum Islam. Dengan adanya Kaidah Fiqih
(Qowaid Fiqhiyyah) ini tentunya mempermudah kita dalam menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan perbuatan (amaliyah) manusia.
Qawaid merupakan bentuk jamak dari qaidah, yang kemudian dalam
bahasa indonesia disebut dengan istilah kaidah yang berarti aturan atau
patokan. Qowa’idul fiqiyyah atau kaidah-kaidah fiqih yaitu kaidah-kaidah
yang bersifat umum yang mengelompokkan masalah-masalah fiqih terperinci
menjadi beberapa kelompok yang pula merupakan kaidah atau pedoman yang
memudahkan dalam mengistinbathkan hukum bagi suatu masalah yaitu
dengan cara menggolongkan masalah-masalah yang serupa dengan suatu
kaedah.
Secara menyeluruh, keberadaan qawa’id fiqhiyyah menjadi sesuatu
yang sangat penting. Baik dimata para ushul (usuliyun) maupun fuqaha,
B. Rumusan Masalah
1. Apa tujuan mempelajari qawa’id fiqhiyyah?
2. Apa sajakah kegunaan (urgensi) qawa’id fiqhiyyah dan contohnya?
BAB II
PEMBAHASAN
dari situ ulama sepakat bahwa kredit yang diharamkan adalah apabila
terjadi pengambilan manfaat berlebih dari akad jual beli normal, dan apabila
ada ketidakjelasan terhadap total harga dalam pembayaran angsuran serta
persyaratan-persyaratan yang menimbulkan ghoror seperti konsekuensi bunga
sekian persen bila jatuh tempo masa pembayaran.
Contoh lain terjadi dalam transaksi bai’ salam (jual beli dengan
pembayaran lunas dimuka), ketika barang tidak sesuai pesanan, maka syariah
mengatur adanya khiyar atau opsi untuk mengakhiri atau melanjutkan akad,
dengan konsekuensi jika melanjutkan maka si pembeli menanggung kerugian.
Khiyar merupakan suatu sistem yang dirancang dalam transaksi untuk
melindungi seluruh pihak agar tidak ada yang dirugikan atau merugikan.
Hukum ini juga ternyata diambil dari kaidah :
Atau pada seseorang yang mengatakan “saya hibahkan benda ini, nanti
diganti dengan uang”. Transaksi di atas secara lafaz adalah hibah barang, tapi
secara teknis bermakna jual beli. Maka penilaian transaksi bukan dari lafaz
melainkan makna. Transaksi di atas adalah transaksi jual beli bukan
menghibahkan.
Maka Jika dua orang pelaku muamalah atau lebih, berselisih tentang
suatu hal berkaitan dengan akad muamalah, seperti jual beli, sewa menyewa,
gadai, akad di bank atau lain-lain, maka keberpihakan diberikan kepada yang
lebih kuat alasannya sesuai prinsip dalil.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ahmad Sabiq bin Abdul Latif Abu Yusuf, kaedah-kaedah praktis memahami
fiqih islami, (pustaka Al-Furqon, 2009), hlm.27