Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

QAWA’ID AL-FIQHIYA FI AL-MUAMALAH

“Ruang Lingkup Bahasan dan Tujuan Mempelajarinya, Sejarah Munculnya Qawa’id


Fiqhiyyah, dan Perbandingan Qawa’id Fiqhiyyah dan Qawa’id Ushuliyah.”

Dosen Pengampu: Rizal Al Khudri, SH, MH


Kelompok 1:

Alya Nayla Fahira

Gendi Rahanda
M. Ulul Ilmi

JURUSAN EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KERINCI

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah
dan inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah “Ruang Lingkup Bahasan dan Tujuan
Mempelajarinya, Sejarah Munculnya Qawa’id Fiqhiyyah, dan Perbandingan Qawa’id
Fiqhiyyah dan Qawa’id Ushuliyah” yang digunakan sebagai salah satu tugas mata kuliah
Qawa’id Al-Fiqhiya Fi Al-Muamalah.

Namun demikian makalah ini masih dari kesempurnaan, segala kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk di masa yang akan datang.

Sungai Penuh, 3 Maret 2023

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ........................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ............................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................... 4
C. Tujuan ............................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................... 5
A. Ruang Lingkup Bahasan dan Tujuan Mempelajarinya ................................................... 5
B. Sejarah Munculnya Qawa’id Fiqhiyyah ......................................................................... 9
C. Perbandingan Qawa’id Fiqhiyyah dan Qawa’id Ushuliyah .......................................... 10
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 12
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 12
B. Saran ............................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... Error! Bookmark not defined.

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam agama Islam, terdapat dua bidang utama yang menjadi fokus utama dalam studi
hukum Islam, yaitu Fiqh dan Ushul Fiqh. Fiqh adalah studi tentang aplikasi hukum Islam
dalam kehidupan sehari-hari, sementara Ushul Fiqh adalah studi tentang prinsip-prinsip dasar
dan metodologi yang digunakan dalam menafsirkan dan memahami hukum Islam. Dalam
kedua bidang ini, terdapat konsep-konsep penting yang dikenal sebagai Qawa'id Fiqhiyyah
(prinsip-prinsip hukum Islam) dan Qawa'id Ushuliyah (prinsip-prinsip dasar hukum Islam).
Sebagai landasan aktivitas umat islam sehari-hari dalam usaha memahami maksud-
maksud ajaran islam (maqasidusy syari’ah) secara lebih menyeluruh, keberadaan qawaid
fiqhiyah menjadi sesuatu yang amat penting, baik dimata para ahli usul (usuliyun) maupun
fuqaha, pemahaman terhadap qawaid fiqhiyah adalah mutlak diperlukan untuk melakukan
suatu “ijtihad” atau pembaharuan pemikiran dalam permasalahan-permasalahan kehidupan
manusia. Manfaat keberadaan qaw’id fiqhiyah adalah untuk menyediakan panduan yang
lebih praktis yang diturunkan dari nash asalnya yaitu Al-qur’an dan Al-hadits kepada
masyarakat. Maqasidusy syari’ah diturunkan kepada manusia untuk memberi kemudahan
dalam pencapaian pemecahan masalah hukum.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana ruang lingkup bahasan dan tujuan mempelajari qawa’id al-fiqhiyyah dan fiqh
muamalah?
2. Bagaimana sejarah munculnya qawa’id fiqhiyyah?
3. Apa perbandingan qawa’id fiqhiyah dan qawa’id ushuliyah?

C. Tujuan
1. Untuk memahami ruang lingkup bahasan dan tujuan mempelajari qawa’id al-fiqhiyyah dan
fiqh muamalah.
2. Untuk memahami sejarah munculnya qawa’id fiqhiyyah.
3. Untuk memahami qawa’id fiqhiyah dan qawa’id ushuliyah.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ruang Lingkup Bahasan dan Tujuan Mempelajarinya


Menurut M. az-Zuhayliy dalam kitabnya al-Qawa’id al-fiqhiyyah berdasarkan
cakupannya yang luas terhadap cabang dan permasalahan fiqh, serta berdasarkan disepakati
atau diperselisihkannya qawa’id fiqhiyyah tersebut oleh madzhab-madzhab atau satu
madzhab tertentu, terbagi pada 4 bagian, yaitu:

1. Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah al-Asasiyyah al- Kubra, yaitu kaidah-kaidah fiqh yang bersifat
dasar dan mencakup berbagai bab dan permasalahan fiqh. Kaidah-kaidah ini disepakati
oleh seluruh madzhab. Yang termasuk kategori ini adalah:

a) Al-Umuru bi maqashidiha.
b) Al-Yaqinu la Yuzalu bi asy-Syakk.
c) Al-Masyaqqatu Tajlib at- Taysir.
d) Adh-Dhararu Yuzal,
e) Al- ’Adatu Muhakkamah.
2. Al-Qawa’id al-Kulliyyah: yaitu qawa’id yang menyeluruh yang diterima oleh madzhab-
madzhab, tetapi cabang-cabang dan cakupannya lebih sedikit dari pada qawa’id yang lalu.
Seperti kaidah: al-Kharaju bi adh-dhaman / hak mendapatkan hasil disebabkan oleh
keharusan menanggung kerugian, dan kaidah: adh-Dharar al-Asyaddu yudfa’ bi adh-
Dharar al-Akhaf. Bahaya yang lebih besar dihadapi dengan bahaya yang lebih ringan.
Banyak kaidah-kaidah ini masuk pada kaidah yang 5, atau masuk di bawah kaidah yg lebih
umum.

3. Al-Qawa’id al-Madzhabiyyah (Kaidah Madzhab), yaitu kaidah-kaidah yang menyeluruh


pada sebagian madzhab, tidak pada madzhab yang lain. Kaidah ini terbagi pada 2 bagian:

a) Kaidah yang ditetapkan dan disepakati pada satu madzhab.


b) Kaidah yang diperselisihkan pada satu madzhab.

Contoh, kaidah: ar-Rukhash la Tunathu bi al- Ma’ashiy. Dispensasi tidak didapatkan


karena maksiat. Kaidah ini masyhur di kalangan madzhab Syafi’i dan Hanbali, tidak di
kalangan mazhab Hanafi, dan dirinci di kalangan madzhab Maliki.

5
d. Al-Qawa’id al-Mukhtalaf fiha fi al-Madzhab al-Wahid, yaitu kaidah yang diperselisihkan
dalam satu madzhab. Kaidah-kaidah itu diaplikasikan dalam satu furu’ (cabang) fiqh tidak
pada furu’ yg lain, dan diperselisihkan dalam furu’ satu madzhab.

Contoh, kaidah: Hal al-’Ibroh bi al-Hal aw bi al-Maal? / Apakah hukum yang dianggap itu
atau waktu nanti? Waktu sekarang kaidah ini diperselisihkan pada madzhab pada Syafi’i.

Qawaid fiqhiyah berasal dari bahasa arab yang terdiri dari dua suku kata, yaitu
Qawaid dan fiqhiyah. Qawaid adalah bentuk jama’ dari kata qa’idah yang secara etimologi
berarti dasar atau fondasi (al-asas). Jadi qawaid berarti dasar-dasar sesuatu. Ada dasar atau
fondasi yang bersifat hissin (kongkrit, bias dilihat) seperti dasar atau fondasi rumah, dan ada
juga yang bersifat ma’nawi (abstrak, tak bias dilihat) seperti dasar-dasar agama.
Secara terminologi, al-Taftazani mendefinisikan qa’idah dengan “hukum yang
bersifat universal dan dapat diterapkan pada seluruh bagian-bagiannya, yang mana persoalan-
persoalan bagian tersebut dapat dikenali darinya”. Sedangkan al-jurjani dengan lebih
sederhana mendefinisikan qa’idah sebagai proposisi/ peristiwa (qodhiyyah) universal yang
dapat diterapkan pada seluruh bagian-bagiannya.
Sedangkan fiqhiyah berassal dari kata fiqh yang ditambah ya nisbah, gunanya untuk
menunjukkan jenis. Secara etimologi, kata fiqh berasal dari kata fiqhan yang merupakan
madzhar dari fi’il madhi faqiha yang berarti paham. Selain itu, fiqh juga dimaknai sebagai
pemahaman mendalam yang untuk sampai padanya diperlukan pengerahan pemikiran secara
sungguh-sungguh. Oleh sebab itu, pemahaman disini tidak hanya pemahaman secara lahir,
tetapi secara batin.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka ulama terbagi dua dalam memaknai
qawa’id fiqhiyyah. Bagi ulama yang memandang bahwa qawa’id fiqhiyyah bersifat aghlabi,
mereka beralasan bahwa realitanya memang qawa’id fiqhiyyah memiliki pengecualian,
sehingga penyebutan kulli terhadap Qawa’id fiqhiyyah menjadi kurang tepat. Sedang bagi
ulama yang memandang qawaid fiqhiyyah sebagai besifat kulli, mereka beralasan pada
kenyataan bahwa pengecualian yang terdapat pada qawa’id fiqhiyyah tidaklah banyak.
Disamping itu, mereka juga beralasan bahwa pengecualian (al-istitsna’) tidak memiliki hukum,
sehingga tidak mengurangi sifat kulli pada qawa’id fiqhiyyah.
Dengan demikian, qawa’id fiqhiyyah merupakan kaedah-kaedah yang bersifat
umum, meliputi sejumlah masalah fiqh, dan melaluinya dapat diketahui sejumlah masalah yang
berada dalam cakupannya.
6
1. Perbedaan Qawaid Fiqhiyyah dan kaidah Ushul Fiqh. Secara lebih rinci dan jelas dapat
diamati dalam uraian di bawah ini.
a. Al-qawaid al-ushuliyyah adalah kaidah-kaidah bersifat kulli (umum) yang dapat
diterapkan pada semua bagian-bagian dan objeknya. Sedangkan al-qawaid fiqhiyyah
adalah himpunan hukum-hukum yang biasanya dapat diterapkan pada mayoritas bagian-
bagiannya. Namun, kadangkala ada pengecualian dari kebiasaan yang berlaku umum
tersebut.
b. Al-qawaid al-ushuliyyah atau ushul fiqh merupakan metode untuk mengistinbathkan
metode melahirkan hukum dari dalil-dalil terperinci sehingga objek kajiannya selalu
berkisar hukum secara benar dan terhindar dari kesalahan. Kedudukannya persis sama
dengan ilmu nahwu yang berfungsi melahirkan pembicaraan dan tulisan yang benar. Al-
qawaid al-ushuliyyah sebagai tentang dalil dan hukum. Misalnya, setiap amar atau
perintah menunjukkan wajib dan setiap larangan menunjukkan untuk hukum haram.
Sedangkan al-qawaid al-fiqhiyyah adalah ketentuan (hukum) yang bersifat kulli (umum)
atau kebanyakan yang bagian-bagiannya meliputi sebagian masalah fiqh. Objek kajian
al-qawaid al-fiqhiyyah selalu menyangkut perbuatan mukallaf.
c. Al-qawaid al-ushuliyyah sebagai pintu untuk mengistinbathkan hukum syara’ yang
bersifat amaliyyah. Sedangkan al-qawaid al-fiqhiyyah merupakan himpunan sejumlah
hukum-hukum fiqh yang serupa dengan ada satu illat (sifat) untuk menghimpunnya
secara bersamaan. Tujuan adanya qawaid fiqhiyyah untuk menghimpun dan
memudahkan memahami fiqh.
d. Al-qawaid al-ushuliyyah ada sebelum ada furu’ (fiqh). Sebab, al-qawaid al-ushuliyyah
digunakan ahli fiqh untuk melahirkan hukum (furu’). Sedangkan al-qawaid al-fiqhiyyah
muncul dan ada setelah ada furu’ (fiqh). Sebab, al-qawaid al-fiqhiyyah berasal dari
kumpulan sejumlah masalah fiqh yang serupa, ada hubungan dan sama substansinya.
e. Al-qawaid al-ushuliyyah adalah himpunan sejumlah persoalan yang meliputi tentang
dalil-dalil yang dapat dipakai untuk menetapkan hukum. Sedangkan al-qawaid al-
fiqhiyyah merupakan himpunan sejumlah masalah yang meliputi hukum-hukum fiqh
yang berada di bawah cakupannya semata.
2. Penerapan kaidah fiqhiyyah
Kaidah-kaidah fiqhiyah mempunyai implementasi dan contoh penerapan yang cukup
banyak, baik berkaitan dengan permasalahan ibadah ataupun mu’amalah (intraksi antara se-

7
sama manusia). Diantara contohnya. Apabila seseorang mewakafkan tanah dengan
mengatakan, “Tanah ini saya wakafkan untuk orang-orang fakir”. Maka konsekuensi dari
perkataan ini adalah yang berhak memanfaatkan tanah wakaf tersebut hanyalah orang-orang
yang tergolong fakir, tidak selainnya. Karena dalam perkataan tersebut ada pengikatnya
secara khusus, sehingga harus diterapkan sesuai dengan ikatannya tersebut. Ini adalah
contoh pengikat dan menyebutkan sifat. Apabila seseorang mengatakan, “Saya wakafkan
tanah saya ini untuk Ahmad dan Zaid, dengan perincian, Ahmad dua pertiga dan Zaid
sepertiga”. Konsekuensi dari perkataan ini adalah harus diterapkan sesuai dengan syarat
yang telah ditentukan tersebut. Apabila seseorang mengatakan, “Saya wakafkan tanah saya
ini untuk anak-anak Ahmad kecuali anak yang fasik”. Konsekuensi dari perkataan ini adalah
harus diterapkan sesuai dengan syarat yang telah ditentukan tersebut. Contoh tersebut
merupakan penerapan dari salah satu Qawa’id Fiqhiyah yang berbunyi: “Memahami
Keumuman Dan Kekhususan Sebuah Kalimat”.

Tujuan mempelajari qawaid fiqhiyah itu adalah untuk mendapatkan manfaat dari ilmu
qawaid fiqhiyah itu sendiri, manfaat qawaid fiqhiyah ialah:
a. Dengan mempelajari kaidah-kidah fiqh kita akan mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh
dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu
dari masalah-masalah fiqh.
b. Dengan memperhatikan kaidah-kaidah fiqh akan lebih mudah menetapkan hukum bagi
masalah-masalah yang dihadapi.
c. Dengan mempelajari kaidah fiqh akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi dalam
waktu dan tempat yang berbeda, untuk keadaan dan adat yang berbeda.
d. Meskipun kaidah-kaidah fiqh merupakan teori-teori fiqh yang diciptakan oleh Ulama, pada
dasarnya kaidah fiqh yang sudah mapan sebenarnya mengikuti al-Qur’an dan al-Sunnah,
meskipun dengan cara yang tidak langsung.
e. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.
f. Kaidah membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang banyak
diperdebatkan.
g. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dantakhrij untuk
memahami permasalahan-permasalahan baru.
h. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian
hukum dengan mengeluarkannya dari tempatnya.
8
B. Sejarah Perkembangan Qawaid Fiqhiyah
Sejarah perkembangan dan penyusunan qawaid fiqhiyah diklasifikasikan menjadi 2
stadium, yaitu:
1. Stadium Pembentukan
Para imam Madzahib menistinbatkan suatu hukum yang dapat dijadikan aturan
pokok, sehingga hasilnya dapat dievaluasi secara obyektif oleh penerus-penerusnya.
Kendati demikian pemikiran imam Madzahib tidak sama, karena adakalanya
dilatarbelakangi oleh kondisi serta alam yang berbeda. Untuk itu mereka membuat
generalisasi pokok-pokok pikirannya melalui kaidah-kaidah dasar sebagai acuan dalam
beristinbath. Melalui kaidah dasar tersebut maka diketahuilah titik-titik relevasi antara
ijtihat satu dengan yang lainnya, meskipun konfigurnya berbeda-beda namun dalam
subtansinya dapat dikatan sama.
Aturan pokok itulah yang disebut dengan qaidah fiqhiyah. Rumusan-rumusan kaidah
tersebut adalah hasil pembahasan yang dilakukan oleh fuqaha besar, baik dalam ahli takhrij
maupun ahli tarjih dalam meninstinbahan dalil-dalil nash yang bersifat kulli, dasar-dasar
ushul fiqh, ilat-ilat hukum dan buah fikiran mereka. Dalam stadium ini, sulit dilayak
pencetus-pencetus kaidah-kaidah fiqhiyah, yang jelas kaidah itu dicetus oleh para pakar-
pakar fuqaha, seperti imam madzahib dan kemudian diteruskan oleh ulama-ulama yang
datang sesudah mereka. Qawaid fiqhiyah pada awal mulanya merupakan surat khusus atau
semacam saran yang memerluakn hukum.
Imam Abu Yusuf misalnya dalam kitabnnay “al-kharaj” beliau mempersembahkan
satu saran kepada Harun ar-Rasyid yang berbunyi: “tiada wewenang bagi imam untuk
mengambil sesuatu dari seseorang kecuali dengan dasar-dasar hukum yang berlaku.” (Hasbi
ash-Shiddiqi, 1976:435). Kemudian dari saran itulah dijadikan sebagai kaidah fiqhiyah pada
fase berikutnya. Yang jelas Ibnu Nujaim seorang ulama Mazhab Hanafiyah lebih dahulu
berusaha dalam pembentukan kaidah fiqhiyah, beliau berkata: “sesungguhnya sahabat-
sahabat kami (ulama hanafiyah) mempunyai keistimewaan, yaitu mendahului oang lain
dalam urusan ini. Dan orang lain menjadi pengikut bagi- ulama-ulama kami dan orang lain
dalam masalah fiqh menjadi pengikut bagi Abu Hanifah.”
2. Stadium kodifikasi
Dalam stadium ini kaidah-kaidah fiqh bertujuan agar kaidah itu berguna bagi
perkembangan ilmu fiqh pada masa-masa berikutnya, dan juga untuk mempertahankan lo-
9
yalitas hasil ijtihad para mazhab, sehingga bagi pengikutnya tidak bermazhab bil qauli
(hasil ijtihad). Namun yang lebih tepat adalah bermazhab bil manhaji (metodologi).

C. Perbandingan Qawa’id Fiqhiyyah dan Qawa’id Ushuliyah


Perbandingan antara qawa’id fiqhiyyah dengan qawa’id ushuliyyah adalah sebagai berikut:
1. Ilmu ushul fiqh merupakan parameter (tolok ukur) cara beristinbath fiqh yang benar,
kedudukan ilmu ushul fiqh (dalam fiqh) ibarat kedudukan ilmu nahwu dalam hal
pembicaraan dan penulisan. Qawa’id ushuliyyah merupakan wasilah, jembatan
penghubung, antara dalil dan hukum. Tugas qawa’id ushuliyyah adalah mengeluarkan
hukum dari dalil-dalil yang tafshili (terperinci). Ruang lingkup qawa’id ushuliyyah
adalah dalil dan hokum, seperti amar itu menunjukkan wajib, nahyi menunjukkan haram,
dan wajib mukhayar (kifayah) bila telah dikerjakan sebagian orang, maka yang lainnya
bebas dari tanggung jawab. Qawa’id fiqhiyyah adalah qadliyyah kulliyah atau aktsariyah
(mayoritas) yang juz’i-juz’inya (farsial- farsialnya) beberapa masalah fikih dan ruang
lingkupnya selalu perbuatan orang mukallaf;
2. Qawa’id ushuliyyah merupakan qawa’id kulliyah yang dapat diaplikasikan pada seluruh
juz’i dan ruang lingkupnya. Ini berbeda dengan qawa’id fiqhiyyah yang merupakan
kaidah aghlabiyah (mayoritas) yang dapat diaplikasikan pada sebagian besar juz’inya,
karena ada pengecualiannya;
3. Qawa’id ushuliyyah merupakan zari’ah (jalan) untuk mengeluarkan hukum syara’ amali.
Qawa’id fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hokum-hukum serupa yang mempunyai
‘illat sama, dimana tujuannya untuk mendekatkan berbagai persoalan dan mempermudah
mengetahuinya.
4. Eksistensi qawa’id fiqhiyyah baik dalam opini maupun realitas lahir setelah furu’, karena
berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan mengoleksi makna-maknanya.
Adapun ushul fiqh dalam opini dituntut eksistensinya sebelum eksisnya furu’, karena
akan menjadi dasar seorang faqih dalam menetapkan hokum. Posisinya seperti Al-Qur’an
terhadap Sunnah dan nash Al-Qur’an lebih kuat dari zhahirnya. Ushul sebagai pembuka
furu’ tidak dapat dijadikan alasan bahwa furu’ itu lahir lebih dahulu, furu’ sebagai
inspiratory lahirnya ushul fiqh. Posisinya seperti anak terhadap ayah, buah terhadap
pohon, dan tanaman terhadap benih.
5. Qawa’id fiqhiyyah sama dengan ushul fiqh dari satu sisi dan berbeda dari sisi yang lain.
Adapun persamaannya yaitu keduanya sama-sama mempunyai kaidah yang mencakup
10
berbagai juz’I, sedangkan perbedaannya yaitu kaidah ushul adalah masalah-masalah
yang dicakup oleh bermacam-macam dalil tafshili yang dapat mengeluarkan hukum
syara’, kalau kaidah fikih adalah masalah-masalah yang mengandung hukumhukum fikih
saja. Mujtahid dapat sampai kepadanya dengan berpegang kepada masalah-masalah yang
dijelaskan ushul fiqh tersebut. Kemudian bila seorang fakih mengaplikasikan
hukumhukum tersebut terhadap hukum-hukum farsial, maka itu bukanlah kaidah.
Namun, bila ia menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qadiyyah-qadiyyah kulli
(kalimat-kalimat universal) yang dibawahnya terdapat berbagai hukum juz’i, maka itu
disebut kaidah. Qawa’id kulliyyah dan hukum-hukum juz’i benar-benar masuk dalam
madlul (kajian) fikih, keduanya menunggu kajian mujtahid terhadap ushul fiqh yang
membangunnya.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Qawa'id al-Fiqhiyah dan fiqh muamalah merupakan bagian integral dari ilmu hukum
islam yang berfungsi untuk memahami dan mengaplikasikan hukum-hukum islam dalam
kehidupan sehari-hari. Qawa'id al-fiqhiyah memberikan pedoman dan kerangka kerja untuk
memahami prinsip-prinsip hukum islam yang terkait dengan berbagai aspek kehidupan,
termasuk dalam bidang fiqh muamalah yang berkaitan dengan hubungan sosial dan ekonomi.
Tujuan mempelajari qawa'id al-Fiqhiyah dan fiqh muamalah adalah untuk mencapai keadilan,
keadilan, dan kesejahteraan bagi individu dan masyarakat. Dengan memahami prinsip-prinsip
dasar dan aturan-aturan hukum Islam, seseorang dapat mengambil keputusan yang tepat dalam
berbagai situasi kehidupan sehari-hari. Qawa'id fiqhiyyah muncul sebagai hasil dari
perkembangan ilmu fiqh sepanjang sejarah dan digunakan untuk mengidentifikasi prinsip-
prinsip umum yang melandasi hukum-hukum Islam serta memberikan kerangka kerja untuk
mengambil keputusan hukum yang tepat dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan antara
qawa'id fiqhiyyah dan qawa'id ushuliyah terletak pada fokusnya. Qawa'id fiqhiyyah lebih
berfokus pada aplikasi hukum-hukum Islam dalam situasi-situasi praktis dan kasus-kasus
spesifik, sedangkan qawa'id ushuliyah lebih berfokus pada prinsip-prinsip dasar dan metode
penafsiran hukum Islam. Dengan pemahaman yang baik tentang qawa'id al-Fiqhiyah dan fiqh
muamalah, kita dapat mengaplikasikan hukum-hukum Islam dengan tepat dalam kehidupan
sehari-hari dan menciptakan keadilan serta kesejahteraan bagi individu dan masyarakat.

B. Saran
Semoga makalah ini bisa membuat pembaca lebih banyak mengerti dari makalah
ruang lingkup bahasan dan tujuan mempelajari qawa’id al-fiqhiyyah dan fiqh muamalah,
sejarah munculnya qawa’id fiqhiyyah, serta perbandingan qawa’id fiqhiyah dan qawa’id
ushuliyah. Sehingga bagi pembaca dapat memudahkan dalam proses pembelajaran. Kami
menyadari bahwa tulisan ini, masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran dari
pembaca kami harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Rambe, M. K. (2022). Beberapa Istilah Penting; Membandingkan Qawaid Fiqhiyah Dengan


Dhabit Fiqh, Nazhariyah Fiqhiyah, dan Kaidah Ushuliyah. Jurnal Syariah & Hukum
Bisnis, 1 (2), 101-102.
https://www.academia.edu/41512673/MAKALAH_AL_QAWAID_AL_FIGHIYAH
https://www.academia.edu/19412614/Sejarah_Perkembangan_Qawaid_Fiqhiyah_1

13

Anda mungkin juga menyukai