Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN USHUL FIQH, FIQH DAN QAWAID FIQHIYYAH

TUJUAN DAN KEPENTINGAN MEMPELAJARI QAWAID


FIQHIYYAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Qawaid Fiqhiyyah


Dosen Pengampu : Ma’ruf Hidayat, M.H

Disusun Oleh:
1. Dwi Arsita 214110201009
2. Firliansa Kania Shafa 214110201078
3. Sansiska Rifani 214110201135
4. Ziljian Janfar Pratama 214110201160

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI PROF. K.H. SAIFUDDIN ZUHRI
PURWOKERTO
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan begitu
banyak nikmat yang mana makhluk-Nya pun tidak akan menyadari begitu banyak nikmat yang
telah di dapatkan dari Allah SWT. Selain itu, kami juga merasa sangat bersyukur karena telah
mendapatkan hidayah-Nya baik kesehatan maupun pikiran.

Dengan nikmat dan hidayah-Nya pula kami dapat menyelesaikan penulisan makalah
sebagai tugas mata kuliah Qawaid Fiqhiyyah dengan topik inti Hubungan Ushul Fiqh, Fiqh dan
Qawaid Fiqhiyyah Tujuan dan Kepentingan Mempelajari Qawaid Fiqhiyyah. Kami sampaikan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ma’ruf Hidayat, M.H selaku dosen
pengampu mata kuliah Qawaid Fiqhiyyah serta semua pihak yang turut membantu proses
penyusunan makalah ini.

Kami menyadari makalah ini masih begitu banyak kekurangan dan kesalahan baik isi
maupun struktur penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharap kritik dan saran positif
untuk perbaikan di kemudian hari. Demikian, semoga makalah ini memberikan manfaat bagi
para pembaca.

Purwokerto, 15 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 2

A. Hubungan Ushul Fiqh, Fiqh dan Qawaid Fiqhiyyah ......................... 3


B. Tujuan dan Kepentingan Mempelajari Qawaid Fiqhiyyah ................ 6
C. Landasan Dasar Pengambilan Qawaid Fiqhiyyah.............................. 7

BAB III PENUTUP ...................................................................................... 9

A. Kesimpulan ........................................................................................ 9
B. Saran................................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fikih merupakan peraturan pelaksanaan hukum syara‘ dan sangat berkaitan erat
dengan kajian syariat Islam. Kaidah dalam memahami dan merumuskan hukum syara‘ ini
disebut dengan ushul fiqh. Sedangkan al-Qawaid al-fiqhiyyah adalah himpunan kaidah-
kaidah fikih yang umum yang meliputi seluruh cabang masalah-masalah fikih yang menjadi
pedoman untuk menetapkan hukum setiap masalah-masalah fikih baik yang telah ditunjuk
oleh nash maupun yang sama sekali belum ada nashnya. Makalah ini merupakan kajian
literatur yang bertujuan untuk menjelaskan secara ringkas tentang pengertian fikih, ushul
fiqh, dan al-Qawaid al-fiqhiyyah, serta proses terbentuk, ruang lingkup pembahasan dan
objek kajiannya masing-masing. Fikih, ushul fiqh, dan al-Qawaid al-fiqhiyyah tidak akan
bisa dipisahkan dari aktivitas ekonomi syariah, terutama dalam menghadapi perkembangan
ekonomi secara umum seperti saat ini. Bahkan ketiga disiplin ilmu tersebut merupakan
landasan bagi terjadi aktivitas ekonomi syariah agar berjalan sesuai kehendak Allah SWT.

Kehendak Allah SWT. dapat ditemukan dalam kumpulan wahyu-Nya yang disebut Al-
quran dan penjelasan yang diberikan oleh Nabi Muhammad Saw dalam hadits atau sunnah.
Segala sesuatu yang dikehendaki oleh Allah SWT. berkenaan dengan tindak perbuatan
manusia disebut hukum syara‘ yang merupakan pedoman pokok dalam berbentuk petunjuk
umum dan terdiri dari garis-garis besar, serta menurut apa adanya, sehingga belum dapat
dilaksanakan secara amaliah. Petunjuk Allah SWT. perlu dijabarkan dalam bentuk petunjuk
operasional secara rinci dan mudah untuk diamalkan yang disebut fikih dan sangat
berkaitan erat dengan kajian syariat Islam.
Perumusan hukum syara‘ yang bersumber dari Al-quran dan hadits diperlukan kaidah
khusus, agar terjaga dari kesalahan dan penyimpangan yang disebut dengan ushul fiqh.
Perumusan hukum syara‘ selain memerlukan kaidah khusus (ushul fiqh), juga selalu
berlandaskan kepada dasar-dasar pembuatan syariat yang umum, yakni tidak memberatkan,
tidak memperbanyak beban, berangsur-angsur dalam menetapkan hukum dan sejalan
dengan kebaikan orang banyak. Jika dikaitkan dengan kaidah-kaidah ushuliyah yang
merupakan pedoman dalam menggali hukum syara‘, maka al-Qawaid al-fiqhiyyah
merupakan kelanjutannya sebagai petunjuk operasional dalam pengambilan kesimpulan

1
hukum dalam syariat Islam. al-Qawaid al-fiqhiyyah ini, selain berfungsi sebagai tempat
bagi para mujtahid mengembalikan seluruh seluk beluk masalah fikih juga sebagai kaidah
(dalil) untuk menetapkan masalah-masalah baru yang tidak ditunjuk oleh nash yang jelas
(sharih) yang sangat memerlukan untuk ditentukan hukumnya.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini yaitu:
1. Bagaimana hubungan ushul fiqh, fiqh dan qawaid fiqhiyyah?
2. Apa tujuan dan kepentingan mempelajari qawaid fiqhiyyah?
3. Apa landasan dasar pengambilan qawaid fiqhiyyah?

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu:
1. Menjelaskan hubungan ushul fiqh, fiqh dan qawaid fiqhiyyah.
2. Menjelaskan tujuan dan kepentingan mempelajari qawaid fiqhiyyah.
3. Menjelaskan landasan dasar pengambilan qawaid fiqhiyyah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hubungan Ushul Fiqh, Fiqh, dan Qawaid Fiqhiyyah


Hubungan ushul fiqih dengan fiqih adalah seperti hubungan ilmu mantiq (logika)
dengan filsafat; mantiq merupakan kaidah berfikir yang memelihara akal agar tidak terjadi
kerancuan dalam berpikir. Juga seperti hubungan ilmu nahwu dengan bahasa arab; ilmu
nahwu sebagai gramatika yang menghindarkan kesalahan seseorang di dalam menulis dan
mengucapkan bahasa arab. Demikian ushul fiqih diumpamakan dengan limu mantiq atau
ilmu nahwu, sedangkan fiqih seperti ilmu filsafat atau bahasa arab, sehingga ilmu ushul
fiqih berfungsi menjaga agar tidak terjadi kesalahan dalam mengistinbatkan hukum.1

Objek fiqih adalah hukum yang berhubungan dengan perbuatan manusia beserta
dalil-dalilnya yang terperinci. Adapun objek ushul fiqih adalah mengenai metodologi
penetapan hukum-hukum tersebut. Kedua disiplin ilmu tersebut sama-sama membahas
dalil-dalil syara’, tetapi tinjauannya berbeda. Fiqih membahas dalil-dalil tersebut untuk
menetapkan hukum-hukum cabang yang berhubungan dengan perbuatan manusia,
sedangkan ushul fiqih meninjau dari segi metode penetapan, klasifikasi argumetasi, serta
situasi dan kondisi yang melatar belakangi dalil-dalil tersebut.2

Ushul fiqih merupakan ilmu yang secara garis besar mengkaji cara-cara
menginstinbath (menggali hukum). Sekalipun ushul fiqh muncul setelah fiqih, tetapi secara
teknis, terlebih dahulu para ulama menggunakan ushul fiqh untuk menghasilkan fiqh.
Artinya sebelum ulama menetapkan suatu perkara itu haram, ia telah mengkaji dasar-dasar
yang menjadi alasan perkara itu diharamkan. Hukum haramnya disebut fiqih, dan dasar-
dasar sebagai alasannya disebut ushul fiqh. Kemudian tujuan dari pada ushul fiqih itu
sendiri adalah untuk mengetahui jalan dalam mendapatkan hukum syara’ dan cara-cara
untuk menginstinbatkan suatu hukum dari dalil-dalilnya. Dengan menggunakan ushul fiqih
itu, seseorang dapat terhindar dari jurang taklid.3 Ushul fiqih itu juga sebagai pemberi
pegangan pokok atau sebagai pengantar dan sebagai cabang ilmu fiqih tersebut. Dapat
dikatakan bahwa ushul fiqih sebagai pengantar dari fiqih, memberikan alat atau sarana
kepada fiqih dalam merumuskan, menemukan penilaian-penilaian syari’at dan peraturan-

1 Hasbiyallah, Op. Cit., h.4


2 Ibid
3 Basiq Djalali, Ilmu ushul fiqh , (Jakarta: Kencana, 2010), h. 17.

3
peraturannya dengan tepat.4 Hukum yang digali dari dalil atau sumber hukum itulah yang
kemudian dikenal dengan nama fiqih. Jadi fiqih adalah produk operasional ushul fiqih.
Sebuah hukum fiqih tidak dapat dikeluarkan dari dalil atau sumbernya (nash al-Qur’an dan
as-Sunah) tanpa melalui ushul fiqih. Ini sejalan dengan pengertian harfiah ushul fiqih, yaitu
dasar-dasar (landasan) fiqih. Misalnya hukum wajib sholat dan zakat yang digali (istinbath)
dari ayat Al-Qur’an surat al-Baqarah (2) ayat 43 yang berbunyi:

ّٰ ‫ار َكعُ ْوا َم َع‬


َ‫الر ِك ِعيْن‬ َّ ‫ص ٰلوة َ َو ٰاتُوا‬
ْ ‫الز ٰكوة َ َو‬ َّ ‫َواَقِ ْي ُموا ال‬

Artinya:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku”.

Firman Allah diatas berbentuk perintah yang menurut ilmu ushul fiqih, perintah
pada asalnya menunjukan wajib selama tidak ada dalil yang merubah ketentuan tersebut
( ‫)االصل فى االمر للوجوب‬. Fiqih membahas tentang bagaimana cara tentang beribadah,
tentang prinsip rukun Islam dan hubungan antara manusia sesuai dengan dalil-dalil yang
terdapat dalam Al-Quran dan Sunnah. Oleh karena itu hubungan diantara Qawa’id al-
fiqhiyyah dengan fiqih sangat erat sekali karena qawa’id fiqhiyyah dapat dijadikan sebagai
kerangka acuan dalam mengetahui hukum perbuatan seorang mukalaf. Ini karena dalam
menjalankan hukum fiqih kadang-kadang mengalami kendala-kendala.5. Misalnya
kewajiban shalat lima waktu yang harus dikerjakan tepat pada waktunya. Kemudian
seorang mukalaf dalam menjalankan kewajibannya mendapat halangan, misalnya ia
diancam bunuh jika mengerjakan shalat tepat pada waktunya. Dalam kasus seperti ini,
mukalaf tersebut boleh menunda shalat dari waktunya karena jiwanya terancam.
Hukum boleh ini dapat ditetapkan lewat pendekatan qawaid fiqhiyah, yaitu dengan
menggunakan qaidah :”‫ “الضرار يزال‬bahaya wajib dihilangkan. Ini adalah salah satu
perbedaan antara ushul fiqih dengan qawa’id fiqih.

Qawa’id fiqih merupakan kunci berpikir dalam pengembangan dan seleksi hukum
fiqih. Dengan bantuan qawa’id al fiqhiyah semakin tampak jelas semua permasalahan
hukum baru yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dapat ditampung oleh syari’at Islam

4 Saidus Syahar, Asas-asas hukum Islam, (Bandung: Alumni, 1996), h. 35.


5 Syarif Hidayatullah, Op. Cit, h.35.

4
dan dengan mudah serta cepat dapat dipecahkan permasalahannya. Persoalan baru semakin
banyak tumbuh dalam masyarakat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat itu sendiri. Maka diperlukan kunci berfikir guna memecahkan persoalan
masyarakat sehingga tidak menjadi berlarut-larut tanpa kepastian hukum. Dengan
demikian qawa’id al fiqhiyyah sangat berhubungan dengan tugas pengabdian ulama ahli
fiqih dalam rangka mengefektifkan dan mendinamiskan ilmu fiqih ke arah pemecahan
problema hukum masyarakat.6

Adapun dalam kaitannya dengan fiqih muamalah hampir sama dengan fiqih pada
umumnya akan tetapi dalam fiqih muamalah objek kajian dikhususkan pada lingkup
muamalah saja yaitu hal yang berkaitan hubungan antara sesama manusia. Berikut ayat
yang menjelaskan keterkaitan antara fiqh, ushul fiqh, dan qawaid fiqh:

ِ ‫ّٰللاُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬


‫الر ٰبوا‬ ّٰ ‫َوا َ َح َّل‬

Artinya:

“Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS. Al Baqarah: 275)

Ushul fiqih muamalah contohnya seperti ayat yang menghalalkan jual beli
sedangkan fiqihnya yaitu mubah (boleh), dan untuk qawa’id fiqihnya yaitu:

‫لى تَحْ ِري ِْم َها‬


َ ‫ع‬َ ‫اإلبَا َحةُ االَّ أ َ ْن يَدُ َّل دَ ِل ْي ٌل‬ ْ َ ‫األ‬
ِ ‫ص ُل ِفي ال ُمعَا َملَ ِة‬
Artinya:

“Hukum asal semua bentuk muamlah adalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
Mengharamkannya.”

Demikianlah hubungan antara ushul fiqih, fiqih dan qawaid fiqhiyyah. Hukum syara’
tentang muamalah (fiqih muamalah) adalah hukum yang diistinbath dari nash al-Quran dan
Sunnah melalui pendekatan ushul fiqih. Hukum yang telah diistinbath tersebut diikat oleh
qawa’id fiqhiyah, dengan maksud supaya lebih mudah difahami dan diidentifikasi.

6 Ibid.

5
B. Tujuan dan Kepentingan Mempelajari Qawaid Fiqhiyyah
Mempelajari qawaid fiqhiyyah tentu ada tujuannya. Adapun tujuan mempelajari
qawaid fiqhiyyah itu adalah agar dapat mengetahui prinsip-prinsip umum fiqh dan akan
mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi titik temu dari
masalah-masalah.
Dari tujuan mempelajari qawaid fiqhiyyah tersebut, maka manfaat yang diperoleh
adalah akan lebih mudah menetapkan hukum bagi masalah-masalah yang akan dihadapi
akan lebih arif dalam menerapkan materi-materi hukum dalam waktu dan tempat yang
berbeda, untuk keadaan dan adat yang berbeda, mempermudah dalam menguasai materi
hukum, mendidik orang yang berbakat fiqh dan melakukan analogi (ilhaq) dan takhrij untuk
memahami permasalahan-permasalahan baru, mempermudah orang yang berbakat fiqh
dalam mengikuti (memahami) bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari
tempatnya.7
Adapun kepentingan qaidah fiqhiyyah dapat dilihat dari 2 (dua) sudut. Pertama, dari
sudut sumber qaidah merupakan media bagi peminat fiqh Islam untuk memahami dan
menguasai muqasid al-syari’at karena dengan mendalami beberapa nash-nash, ulama dapat
menemukan persoalan essensial dalam suatu persoalan. Kedua, dari segi istinbath al-
ahkam, qaidah fiqh mencakup beberapa persoalan yang sudah dan belum terjadi. Oleh
karena itu, Qawaid Fiqhiyyah dapat dijadikan sebagai salah satu alat dalam menyelesaikan
persoalan yang terjadi yang belum ada ketentuan atau kepastian hukumnya.
Abu Muhammad Izzudin Ibnu Abd al- Salam menyimpulkan bahwa Qawaid Fiqhiyyah
adalah sebagai suatu jalan untuk mendapatkan kemaslahatan dan menolak kerusakan serta
bagaimana menyikapi kedua hal tersebut. Sedangkan al-Qrafy dalam al-Furuq menulis
bahwa seorang fuqaha tidak akan besar pengaruhnya tanpa berpegang pada Qawaid
Fiqhiyyah, karena jika tidak berpegang pada qaidah itu maka jalan ijtihadnya banyak
pertentangan dan berbeda antara cabang-cabang itu. Dengan berpegang pada Qawaid
Fiqhiyyah tentunya mudah menguasai cabangnya dan mudah dipahami oleh pengikutnya.

7 Faturrahman Ahari, Qawaid…., Op, Cit, h.28-29.

6
C. Landasan Dasar Pengambilan Qawaid Fiqqiyah
Yang dimaksud dengan dasar pengambilan Qawaid Fiqhiyyah ialah dasar-dasar
perumusan qaidah fiqhiyyah. Dasar tersebut meliputi dasar formil dan materiilnya. Dasar
formil maksudnya apakah yang dijadikan dasar ulama dalam merumuskan qaidah fiqhiyyah
itu, jelasnya nash-nash manakah yang menjadi pegangan para ulama sebagai sumber
motivasi penyusunan qaidah fiqhiyyah. Adapun dasar materiil maksudnya darimana materi
qaidah fiqhiyyah itu dirumuskan.8 Untuk lebih lanjutnya akan diuraikan mengenai kedua
dasar tersebut.
a) Dasar Formil
Hukum-hukum fiqh yang ada dalam untaian 1 kaidah yang memuat satu masalah
tertentu, ditetapkan atas dasar nash, baik dari Al-Quran maupun Sunnah. Seperti
dalam firman Allah Surah al-Bayyinah ayat 5:
َّ ‫ص ٰلوة َ َويُؤْ تُوا‬
‫الز ٰكوةَ َو ٰذلِكَ ِديْنُ ْالقَ ِي َم ِة‬ َّ ‫الديْنَ ەۙ ُحنَف َۤا َء َويُ ِق ْي ُموا ال‬
ِ ُ‫صيْنَ لَه‬ ّٰ ‫َو َما ٓ ا ُ ِم ُر ْٓوا ا َِّال ِل َي ْعبُدُوا‬
ِ ‫ّٰللاَ ُم ْخ ِل‬

Artinya; “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya
mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang
lurus”.

Dan dalam hadits nabi Muhammad SAW :

‫ت‬ ِ ‫إنَّ َما األع َمال‬


ِ ‫بالنيَّا‬
Artinya: “Sesungguhnya segala perbuatan itu tergantung pada niatnya”.

Diistinbathkan, hukum berdasarkan niat untuk setiap perbuatan mukallaf bukan saja pada
masalah ibadah, tetapi terhadap perbuatan di luar ibadah, karena persoalan niat juga
mempunyai arti penting dalam soal-soal lain, maka dirumuskanlah qaidah fiqhiyyah.

b) Dasar Materiil
Dasar materiil atau bahan-bahan yang dijadikan rumusan kata kata kaidah itu,
adakalanya teks hadits, seperti qaidah yang berbunyi:
‫اَلض ََّر ُر يُ َزا ُل‬
Artinya: “Kemudharatan itu harus dihilangkan”

8 Miftahul Arifin dan A. Faisal Haq, Ushul Fiqh: Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum Islam (Surabaya: Citra Media,
1997), h.285.

7
Kaidah yang berasal dari hadits tersebut berlaku untuk semua bidang hukum, baik
ibadah, muamalah, munakahat maupun jinayat. Disamping qaidah fiqhiyyah yang
dirumuskan dari lafazh hadits, seperti yang tersebut di atas, maka dapat dipastikan bahwa
qaidah fiqhiyyah itu hasil perumusan ulama.9

9 Faturrahman Azhari, Qawaid…., Op, Cut, h.31-34.

8
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fikih merupakan seperangkat aturan hukum atau tata aturan yang menyangkut kegiatan
manusia dalam berinteraksi, bertingkah laku dan bersikap yang bersifat lahiriah dan
amaliah, yang merupakan hasil penalaran dan pemahaman yang mendalam terhadap
syariah yang dilakukan oleh para mujtahid berdasarkan pada dalil-dalil yang terperinci.
Fikih terbatas pada hukum-hukum yang bersifat aplikatif dan furu’iy (cabang) dan tidak
membahas perkara-perkara i’tiqady (keyakinan) walaupun pada awal kemunculannya
merupakan bagian yang tidak terpisah. Ushul fiqh adalah seperangkat pedoman, aturan-
aturan atau kaedah-kaedah yang membatasi dan menjelaskan cara-cara yang harus diikuti
oleh seorang mujtahid dalam upayanya menggali dan melahirkan hukum syara‘ dari dalil
yang telah ada, baik dalam Alquran maupun sunnah. Sedangkan al-Qawaid al-fiqhiyyah
dapat diartikan sebagai himpunan kaidah-kaidah fikih yang umum yang meliputi seluruh
cabang masalah-masalah fikih yang menjadi pedoman untuk menetapkan hukum setiap
masalah-masalah fikih baik yang telah ditunjuk oleh nash maupun yang sama sekali belum
ada nashnya. Fikih, ushul fiqh, dan al-qawaid al-fiqhiyyah tidak akan bisa dipisahkan dari
aktivitas ekonomi syariah, terutama dalam menghadapi perkembangan ekonomi secara
umum seperti saat ini. Bahkan ketiga disiplin ilmu tersebut merupakan landasan bagi terjadi
aktivitas ekonomi syariah agar berjalan sesuai kehendak Allah SWT.

B. Saran
Demikianlah makalah pembahasan mengenai hubungan ushul fiqh, fiqh, dan qawaid
fiqhiyyah, tujuan dan kepentingan mempelajari qawaid fiqhiyyah. Semoga pembaca dapat
memahami apa yang disampaikan oleh penulis. Dan penulis disisni memohon maaf apabila
ada kesalahan dalam penulisan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Pengantar Hukum Islam, Jilid II, Cet.VI. Jakarta: Bulan
Bintang, 1981.
Djamil, Faturrahman. Filsafat Hukum Islam. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Basiq Djalali, Ilmu ushul fiqh , (Jakarta: Kencana, 2010).
Saidus Syahar, Asas-asas hukum Islam, (Bandung: Alumni , 1996).
Syarif Hidayatullah, Op. Cit.
Faturrahman Azhari, Qawaid Al Fiqhiyyah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.
Miftahul Arifin dan A.Faisal Haq, Ushul Fiqh: Kaidah-Kaidah Penetapan Hukum
Islam, (Surabaya: Citra Media, 1997).

10

Anda mungkin juga menyukai