Disusun Oleh :
Kelompok 4 – Kelas C Semester 1
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan taufiq dan hidayah-Nya kepada kami sehingga kelompok kami dapat
menyusun makalah yang berjudul “Struktur Keilmuan, Sistematika, dan Ragam
Metodologi Ilmu Fiqih”. Semoga Allah senantiasa memberkati Nabi Muhammad,
beserta keluarga dan para sahabatnya.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat mempermudah dalam pembuatan makalah ini.
Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Secara khusus, kami ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. H. Mohamad
Jaenudin, M.Ag, M.Pd. sebagai dosen pendukung kami dalam mata kuliah
Kewarganegaraan.
Kelompok 4
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................................
BAB I.........................................................................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................................
2.1 Sejarah Singkat Perkembangan Ilmu Fiqih.........................................................3
2.2 Hakikat Ilmu Fiqih...............................................................................................4
2.3 Sistematika Penyusunan Ilmu Fiqih....................................................................4
A. Sistematika Fiqih Hanafi.....................................................................................4
B. Sistematika Fiqih menurut Maliki.......................................................................5
C. Sistematika Fiqih Syafi’i......................................................................................6
D. Sistematika Fiqih Hambali..................................................................................7
2.4 Ragam Metodologi Ilmu Fiqih..................................................................................8
A. Penalaran Bayani................................................................................................8
B. Penalaran Ta’lili................................................................................................10
C. Penalaran Istislahi............................................................................................11
2.5 Kelebihan dan Kekurangan Ragam Metodologi Fiqih.............................................12
BAB III....................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara bahasa, Fiqih berasal dari kalimat: 1) Faqaha, yang bermakna:
paham secara mutlak, tanpa memandang kadar pemahaman yang dihasilkan. Kata
Fiqih secara arti kata berarti: “paham yang mendalam”. 4 Fiqih menurut istilah
artinya pengetahuan, pemahaman dan kecakapan tentang sesuatu biasanya tentang
ilmu agama Islam karena kemuliaannya.5 Secara terminologi Qadhi Baidhawi
mendefinisikan Fiqih yang artinya: Ilmu yang berhubungan dengan hukum-
hukum syariat bersifat amali (yang berasal dari istinbath terhadap) dalil-dalil
terperinci”.
1
1.3 Tujuan
1) Untuk mengetahui dan memahami sistematika Fiqih
2) Untuk mengetahui dan memahami ragam – ragam metodologi ilmu Fiqih
3) Untuk mengetahui dan memahami kelebihan dan kekurangan dari ragam –
ragam metodologi ilmu fiqih
2
BAB II
PEMBAHASAN
Fiqh lahir bersamaan dengan lahirnya agama Islam, karena Islam sendiri
merupakan kumpulan aturan yang mengatur hubungan manusia dengan
Tuhannya, hubungan manusia dengan sesamanya. Karena luasnya aspek yang
diatur oleh Islam, para ahli membagi ajaran Islam menjadi beberapa bidang
seperti bidang akidah, ibadah, dan mua'amalah. Semua bidang tersebut pada
zaman Nabi dijelaskan dalam Alquran sendiri yang kemudian diperjelas lagi oleh
Nabi dalam sunnahnya. 1 Hukum yang diatur dalam Alquran atau sunnah
terkadang berupa jawaban atas pertanyaan atau disebabkan oleh terjadinya suatu
kasus atau keputusan dari Nabi ketika memutuskan suatu masalah. Maka pada
saat itu sumber fiqh hanya ada dua, yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Maka untuk menentukan hukum peristiwa baru ini, para sahabat terpaksa
melakukan ijtihad. Dalam ijtihad ada dua kemungkinan, yaitu ada kesepakatan
pendapat antar sahabat yang disebut “ijmaak” dan ada perbedaan pendapat yang
disebut “atsar”. Hasil ijtihad saat itu tidak tercatat sehingga tidak bisa disebut
sebagai ilmu tetapi hanya solusi dari permasalahan. Karena itu hasil ijtihad belum
disebut fiqh dan para sahabat belum bisa disebut fuqoha.
Pada abad ke-2 dan ke-3 Hijriyyah, yang dikenal sebagai para tabi'in,
tabi'ti tabi'in dan madhab, daerah-daerah yang dikuasai umat Islam semakin
meluas, bukan bangsa non-Arab yang memeluk Islam. Karena itu, banyak kasus
baru muncul yang belum pernah terjadi sebelumnya. Karena kasus baru inilah
yang memaksa para fuqoha berijtihad untuk mencari hukum atas kasus tersebut.
Dan pada masa inilah gerakan pembukuan sunnah, fiqh dan berbagai ilmu lainnya
dimulai. Pada masa ini orang yang berkecimpung dalam fiqh disebut “fuqoha”
dan ilmunya disebut “fiqh”. aturan yang rapi bagi tatanan kehidupan umat Islam.
khususnya melalui metode ijtihad, hampir semua permasalahan kontemporer saat
ini dapat dicarikan solusinya untuk kemudian melahirkan hukum.
3
2.2 Hakikat Ilmu Fiqih
4
2) Muamalah, seperti transaksi materi berimbal, perkawinan,
perselisihan, amanah, dan harta peninggalan.
3) Uqubah, seperti qishash, hukuman pencurian, hukuman zina,
qadzab, dan murtad
5
Selain itu ada ayat yang mengatakan berlomba-lomba dalam kebaikan, dan
setiap kebaikan adalah ibadah.
Ulama Syafi’i membagi topik – topik Fiqih kedalam empat bagian pokok:
1) Ibadah
2) Mualamah
3) Nikah
4) Jinayah
Topik pertama yang dibahas adalah ibadah. Sebab, tujuan pertama dari
ilmu Fiqh adalah kebahagiaan seseorang di dunia dan di akhirat sangat
bergantung pada pelaksanaan ibadah yang baik atau tidak.
6
Pembicaraan perkawinan ditempatkan setelah bagian mu'amalat, karena
kebutuhan pasangan berada di bawah kebutuhan mu'amalat, karena itulah yang
pertama kali dibutuhkan manusia dalam mempertahankan hidupnya, dan jika
mampu memenuhi kebutuhannya. kebutuhan kemudian mereka mulai berpikir
untuk menikah.
Sistematika ini diakhiri dengan jinayat, karena apa yang tadi menjadi
penyebab gesekan antar individu yang sering kali mengakibatkan perlakuan
salah satu pihak terhadap pihak lainnya.
1) Ibadah
2) Mualamah
3) Munakahat
4) Jinayat
5) Qadha dan Khusumah
7
Dapat dipahami bahwa pembagian Fiqh menurut mazhab ini penuh
dengan perhatian/kesungguhan, menempatkan pemikirannya sesuai
dengan zaman dan generasinya.
A. Penalaran Bayani
8
Untuk menghasilkan pengetahuan, penalaran bayani ini akan
mengutamakan tiga hal, yaitu:
1) Redaksi lafaz teks dengan menggunakan kaidah bahasa Arab yang baku.
2) Menitikberatkan otoritas transmisi suatu teks nash agar tidak keliru
ataupun salah. Hal ini telah menyebabkan timbulnya ilmu Hadis riwayah.
3) Menitikberatkan penggunaan metode Qiyas.
9
tetangga adalah penyewa dari pekarangan sebelahnya, tetapi jika dibatasi
tidak termasuk penyewa tetangga, ini berarti seorang qadhi telah membuat
penafsiran yang membatasi.
8) Interpretasi yang luas.
Yaitu metode penafsiran yang membuat penafsiran melampaui batas
gramatikal hasil penafsiran.
9) Interpretasi otentik atau resmi.
Yaitu metode penafsiran dimana qadhi tidak diperbolehkan menafsirkan
dengan cara lain selain dari apa yang telah ditetapkan dalam pengertian
hukum itu sendiri.
10) Penafsiran interdisipliner.
Yaitu metode yang digunakan dalam suatu analisis masalah yang
melibatkan berbagai disiplin ilmu hukum, di sini digunakan logika
penafsiran lebih dari satu cabang hukum.
11) Interpretasi multidisiplin.
Yaitu metode dimana hakim harus mempelajari satu atau beberapa
disiplin ilmu lain di luar hukum. Dengan kata lain, disini hakim
membutuhkan verifikasi dan pendampingan dari disiplin ilmu lain.
B. Penalaran Ta’lili
Dari beberapa rumusan yang dikemukakan oleh Ulama' ushul fiqih, dapat
disimpulkan bahwa illat adalah suatu keadaan atau sifat (dhahir) yang jelas
yang dapat diukur dan mengandung relevansi (munasabah) sehingga kuat
dugaan bahwa ia adalah alasan untuk menetapkannya. ketentuan dari Allah dan
Rasul-Nya.
Di sini dapat dipahami bahwa ada tiga syarat yang harus terkandung dalam
illat, yaitu:
10
1) Sifat yang jelas (dhahir)
2) Relatif dapat diukur (terukur)
3) Mengandung pengertian yang sesuai dengan hukum dalam arti mempunyai
relevansi dengan hukum.(munasabah)
Terlihat dari persyaratan inilah yang membedakan antara illat dan hikmah.
Misalnya, shalat untuk orang yang sedang bepergian memiliki hikmah dan illat.
Hikmahnya adalah memberikan kelegaan dan menghilangkan kesulitan.
Sedangkan niatnya adalah bepergian atau musafir itu sendiri karena musafir
(safar) disini adalah sesuatu yang jelas dan pasti. Hanya saja ukuran safar
(yang memberi izin qashar) karena "jarak tembakan" atau "waktu tempuh".
Jelas di sini bahwa suatu keadaan yang abstrak dalam arti tidak dapat
diukur tidak dapat dijadikan indikasi. Misalnya dalam kasus doa di atas, karena
istilah “susah atau susah” itu sifatnya relatif, tidak bisa diukur dan tidak sama
bagi setiap orang.
C. Penalaran Istislahi
11
Maslahat yang pertama adalah maslahat yang diungkapkan secara
langsung baik dalam Al-Qur'an maupun dalam Hadits. Sedangkan maslahat
kedua bertentangan dengan ketentuan yang terkandung dalam kedua sumber
hukum Islam tersebut. Di antara kedua manfaat itu ada yang disebut maslahat
mursalat, yaitu maslahat yang tidak ditentukan oleh dua sumber dan juga tidak
bertentangan dengan keduanya.Istilah yang sering digunakan sehubungan
dengan metode ini adalah istislahi.
Dari ragam ragam yang telah disebutkan diatas ada beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam tiap tiap ragam tersebut. Misalnya dalam penalaran Bayani,
ragam ini mentitik beratkan dalam penafsiran Al-Quran dan Hadist melalui
pemahaman bahasa. Kekuatan pendekatan ini lebih memberikan perhatian kepada
aspek gramatikal dan sastra Arab yang dimana ini bisa menjadi suatu jalan dalam
12
memahami Al – Qur’an dan Hadist yang notabene nya adalah rujukan ilmu – ilmu
Islam.
Lalu dalam Penalaran Ta’lili yang Illat sebagai alat utamanya yang dimana
memfokuskan dalam rasionalisasi dalam memahami perintah dan larangan Allah
sebagai Tuhan. Tetapi keadaan abstrak dalam arti tidak dapat di ukur tidak dapat
digunakan sebagai illat.
13
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ilmu Fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum – hukum yang ada
dalam agama islam. Ilmu fiqih memiliki landasan dasar yaitu Al-Qur’an dan
Hadist juga aspek lain jika ketentuan tersebut tidak disebutkan secara eksplisit
dalam kedua dasar tersebut. Pemahaman yang berbeda beda dalam penafsiran
membuat beberapa ragam dalam penentuan hukum dalam fiqih atau yang disebut
ragam metodologi fiqih. Tiap ragam tentunya memiliki sumber dan objek kajian
tersendiri tetapi pada akhirnya semua ragam tersebut merujuk pada satu tujuan,
yaitu mencari hukum yang sesuai dengan ketentuan Allah SWT.
14
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
hal. 298
Jazim Hamidi, Hermeneutika Hukum, Teori Penemuan Hukum Baru Dengan
Interprestasi Teks, (UII Pres: Yogyakata, 2004), hal. 23
Ibid, hal. 20
Muhammad Abu zahrah, Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), hal.364
Abdul Wahab Khallaf, Ilmu Ushul al-Fiqh, (Jakarta: Al-Majlis al-A‟la al-
Indonesia 1972), hal. 84
Rachmat Syafe‟i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung, Pustaka Setia, 1999), hal. 117
15