Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MENGENAL ILMU USHUL FIQH


Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Ushul Fiqh yang Diampu Oleh
Bapak Mukhammad Zainul Muttaqin M.H

Disusun oleh :

KELOMPOK 1

1. FIMA ANINDIA FEGISTA (126103203244)


2. SAIFUL ADI SAPUTRO (126103203295)
3. SILVIANA DWI LESTARI (126103203272)
4. YASIR RACHMAN (126103203279)

i
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam kepada
junjungan Nabi besar Muhammad SAW.
Makalah ini membahas mengenai “MENGENAL ILMU USHUL FIQH”.Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok pada Semester Genap
2020/2021 “USHUL FIQH”. Kami berharap semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak secara langsung maupun
tidak langsung.Oleh karena itu saya ingin menghanturkan terimakasih sebesar-besar nya kepada :

1. Dr. Maftukin, M.Ag. selaku Rektor IAIN Tulungagung yang telah memberikan dukungan
kepada kami.
2. Dr. H. Ahmad Muhtadi Anshor, M. Ag. Selaku Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum
yang telah bekerja keras mengurus dan mengatur fakultas kami.
3. M. Zainul Muttaqin, M.H. Selaku dosen pengampu mata kuliah yang tulus dan ikhlas
memberikan bimbingan dan pembelajaran kepada kami.
4. Sifitas akademik IAIN Tulungagung yang telah membantu kami dalam menyusun makalah
ini.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan makalah ini, namun kami
pasti masih ada kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu, kami mengharapkan
ada nya saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.
Wassalamualaikum wr.wrb.

ii
Tulungagung, 18 Maret 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………………...i
KATA PENGANTAR ……………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………iii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ...........................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah ......................................................................................................2

1.3. Tujuan Pembahasan Masalah ................................................................................... 2

BAB II : PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Ushul Fiqh ………………………………………………………………3

2.2. Objek Kajian Ushul Fiqh ............................................................................................4

2.3. Urgensi Ushul Fiqh ....................................................................................................5

BAB III : PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….10

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Fiqh sebagai ilmu tentang hukum-hukum Syariat yang bersifat praktis , merupakan sebuah
“jendela” yang dapat digunakan untuk melihat perilaku budaya masyarakat Islam. Definisi
fiqh sebagai sesuatu yang digali (al-Muktasab) menumbuhkan pemahaman bahwa fiqh lahir
melalui serangkaian proses sebelum akhirnya dinyatakan sebagai hukum praktis. Proses yang
umum kita kenal sebagi ijtihad ini bukan saja memungkinkan adanya perubahan, tetapi juga
pengembangan tak terhingga atas berbagai aspek kehidupan yang selamanya mengalami
perkembangan. Maka dari itulah diperlukan upaya memahami pokok-pokok dalam mengkaji
perkembangan fiqh agar tetap dinamis sepanjang masa sebagai pijakan yang disebut dengan
istilah Ushul Fiqh.

Ilmu Ushul Fiqih sebenarnya merupakan suatu ilmu yang tidak bisa diabaikan oleh seorang
mujtahid dalam upayanya memberi penjelasan mengenai nash-nash syariat Islam, dan dalam
menggali hukum yang tidak memiliki nash. Juga merupakan suatu ilmu yang diperlukan bagi
seorang hakim dalam usaha memahami materi undang-undang secara sempurna, dan dalam
menerapkan undang-undang itu dengan praktik yang dapat menyatakan keadilan serta sesuai
dengan makna materi yang dimaksud oleh pembuat hukum (syari’). Ia juga suatu ilmu yang
juga diperlukan ulama Fiqih dalam melakukan pembahasan, pengkajian, penganalisaan dan
pembandingan antara beberapa mazhab dan pendapat.

1.2 Rumusan masalah


1. Apa Pengertian dari Ushul Fiqh?
2. Bagaimana Objek Kajian Ushul Fiqh?
3. Bagaimana Urgensi Ushul Fiqh?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian ushul fiqh

1
2. Untuk mengetahi objek kajian dalam ushul fiqh
3. Untuk mengetahui urgensi ushul fiqh

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Ushul Fiqh

Pengertian Ushul Fiqh Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti
pokok, dasar, pondasi, dan kata "fiqh" secara literal berarti paham atau mengerti tentang
sesuatu3, kemudian mendapat tambahan ya’ nisbah yang berfungsi mengkategorikan atau
penjenisan. Penggunaan kata fiqh dengan pengertian "paham", antara lain tersebut dalam QS al-
Taubah 122 disebutkan :

‫فَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْ ا فِى ال ِّدي ِْن َولِيُ ْن ِذرُوْ ا‬dِ‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤ ِمنُوْ نَ لِيَ ْنفِرُوْ ا َك ۤافَّ ۗةً فَلَوْ اَل نَفَ َر ِم ْن ُكلِّ فِرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَ ۤا ِٕٕى‬
ࣖ َ‫قَوْ َمهُ ْم اِ َذا َر َجع ُْٓوا اِلَ ْي ِه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬

Artinya : Hendaklah setiap golongan dari mereka ada sekelompok orang yang pergi untuk
memamahmi ajaran agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya ketika kembali
kepada mereka (QS al-Taubah : 122 )

Pernyataan yang ada dalam ayat tersebut adalah yatafaqqahu fi al-din bermakna agar mereka
memahami agama (Islam). Hal ini merupakan suatu suruhan Allah SWT supaya di antara orang-
orang beriman ada suatu kelompok yang berkenan mempelajari agama. Sekalipun ditinjau dari
segi kekhususan makna, ayat itu tidak menuju kekhususan ilmu fiqh, tetapi pernyataan ayat itu
telah menjaring pengertian ilmu fiqh itu sendiri. Artinya, perintah mempelajari agama sudah
mencakup suruhan mempelajari hukum-hukum yang ada dalam ketentuan agama. Ketentuan
hukum agama itu hanya bisa terlihat dalam kajian ilmu fiqh yang merupakan bagian praktik
kesempurnaan pelaksanaan agama disamping tauhid dan akhlak.

Secara definitif, fiqh berarti “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang
digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili”. Dalam definisi ini, fiqh diibaratkan ilmu
karena fiqh itu semacam ilmu pengetahuan. Memang fiqh itu tidak sama dengan ilmu seperti
disebutkan di atas, fiqh itu bersifat zhanni. Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid

3
dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak bersifat zhanni seperti fiqh. Namun karena zhan dalam
fiqh ini kuat, maka ia mendekati kepada ilmu; karenanya dalam definisi ini ilmu digunakan juga
untuk fiqh.

Dalam definisi di atas terdapat batasan atau pasal yang di samping menjelaskan hakikat dari fiqh
itu, sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari yang bukan fiqh. Kata “hukum” dalan
definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang berada di luar apa yang dimaksud dengan kata
“hukum”, seperti zat, tidaklah termasuk ke dalam pengertian fiqh. Bentuk jamak dari hukum
adalah “ahkam”. Disebut dalam bentuk jamak, adalah untuk menjelaskan bahwa fiqh itu ilmu
tentang seperangkat aturan yang disebut hukum. Penggunaan kata “syar’iyyah” atau “syariah”
dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i,
yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata ini sekaligus menjelaskan bahwa sesuatu
yang bersifat ‘aqli seperti ketentuan dua kali dua adalah empat atau yang bersifat hissi seperti
ketentuan bahwa api itu panas bukanlah lapangan ilmu fiqh. Kata “amaliah” yang terdapat dalam
definisi fiqh tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang
bersifat lahiriah. Dengan demikian hal-hal yang bersifat bukan amaliah seperti masalah
keimanan atau akidah tidak termasuk dalam lingkungan fiqh dalam artian ini. Umpamanya
ketentuan bahwa Allah itu bersifat Esa dan bahwa Allah dapat dilihat di akhirat. Penggunaan
kata “digali dan ditemukan” mengandung arti bahwa fiqh itu adalah hasil penggalian, penemuan,
penganalisisan, dan penentuan ketetapan tentang hukum. Karenanya bila bukan dalam bentuk
hasil suatu penggalian seperti mengetahui apa-apa yang secara lahir dan jelas dikatakan Allah
tidak disebut fiqh. Fiqh itu adalah hasil penemuan mujtahid dalam hal-hal yang tidak dijelaskan
oleh nash. Kata “tafsili” dalam definisi itu menjelaskan tentang dalil-dalil yang digunakan
seorang fakih atau mujtahid dalam penggalian dan penemuannya. Karena itu, ilmu yang
diperoleh orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke dalam
pengertian fiqh.

2.2 Objek Kajian Ushul Fiqh


Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, terutama berbagai definisi yang dikemukakan oleh para
ulama ahli ilmu ushul fiqh dapat diketahui bahwa ruang lingkup kajian (maudhu’) dari ilmu
ushul fiqh secara global, di antaranya10:

4
1. Sumber dan dalil hukum dengan berbagai permasalahannya.
2. Bagaimana memanfaatkan sumber dan dalil hukum tersebut.
3. Metode atau cara penggalian hukum dari sumber dan dalilnya.
4. Syarat – syarat orang yang berwenang melakukan istinbat (mujtahid) dengan berbagai
permasalahannya.
Menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Mustashfa ruang lingkup kajian ushul fiqh ada 4, yaitu:

1. Hukum-hukum syarak, karena hukum syarak adalah tsamarah (buah /hasil) yang dicari oleh
ushul fiqh.
2. Dalil-dalil hukum syarak, seperti al-Kitab, Sunah dan ijmak, karena semuanya ini adalah
mutsmir (pohon).
3. Sisi penunjukkan dalil-dalil (wujuh dalalah al-adillah), karena ushul fiqh ini merupakan thariq
al-istitsmar (proses produksi). Penunjukan dalil-dalil ini ada 4, yaitu dalalah bil manthuq
(tersurat), dalalah bil mafhum (tersirat), dalalah bil dharurat (secara pasti), dan dalalah bil ma’na
al-ma’qul (makna yang rasional).
4. Mustatsmir (produsen) yaitu mujtahid yang menetapkan hukum berdasarkan dugaan kuatnya
(zhan). Lawan kata mujtahid adalah muqallid yang wajib mengikuti mujtahid
.
Sedangkan menurut Satria Effendi, sebagaimana dikutip oleh Suyatno, memerinci objek kajian
ushul fiqh meliputi 4 (empat)bagian yaitu :

1. Pembahasan mengenai hukum syarak dan yang berhubungan dengannya, seperti hakim,
mahkum fiqh, dan mahkum ‘alaih.
2. Pembahasan tentang sumber-sumber dan dalil-dalil hukum.
3. Pembahasan tentang cara menggali dan menarik hukum dari sumber-sumber dan dalil-dalil.
4. Pembahasan tentang ijtihad.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa objek pembahasan ilmu
ushul fiqh berkisar pada dalil-dalil syarak dari segi penunjukannya kepada suatu hukum secara
global. Hal ini dapat dipahami dari gambaran bahwa penunjukan Alquran kepada hukum tidak
hanya menggunakan satu bentuk kata tertentu, melainkan menggunakan berbagai bentuk kata,
seperti bentuk amr, nahi,kata yang bersifat umum, mutlak dan sebagainya. Dengan kata lain,
objek kajian ushul fiqh adalah segala metode penetapan hukum-hukum yang berdasarkan pada

5
dalil-dalil global tersebut yang bermuara pada dalil syarak ditinjau dari segi hakikatnya,
kriterianya dan macam-macamnya.

2.3 Urgensi Ushul Fiqh


Menurut al-Khudhari Beik dalam kitab ushul fiqhnya, tujuan mempelajari ilmu ushul fiqh adalah
sebagai berikut :

1. Mengemukakan syarat-syarat yang harus dimiliki oleh seorang mujtahid, agar mampu
menggali hukum syarak secara tepat.
2. Sebagai acuan dalam menentukan dan menetapkan hokum syarak melalui metode yang
dikembangkan oleh para mujtahid, sehinggga dapat memecahkan berbagai persoalan baru yang
muncul.
3. Memelihara agama dari penyimpangan penyalahgunaan sumber dan dalil hukum. Ushul fiqh
menjadi tolok ukur validitas kebenaran sebuah ijtihad.
4. Mengetahui keunggulan dan kelemahan para mujtahid, dilihat dari dalil yang mereka gunakan.
5. Mengetahui kekuatan dan kelemahan suatu pendapat sejalan dengan dalil yang digunakan
dalam berijtihad, sehingga para pemerhati hukum Islam dapat melakukan seleksi salah satu dalil
atau pendapat tersebut dengan mengemukakan pendapatnya.

Ulama merupakan pewaris Nabi dalam hal mengajarkan nilai-nilai dan ajaran-ajaran
agama Islam. Ulama memiliki kompetensi dan talentadalam memahami pesan-pesan Allah SWT
dalam Al-Qur’an dan pesanpesan Nabi Muhammad SAW dalam Sunnahnya. Salah satu
kompetensi tersebut adalah kemampuan mereka memahami, menganalisis, dan memberikan
konklusi terhadap hukum-hukum di dalam ushul fiqh dan fiqh. Ushul fiqh dan fiqh merupakan
hasil daya nalar ulama atau fuqaha dalam menganalisis dalil-dalil dan peristiwa-peristiwa yang
muncul secara bersamaan. Keberadaan ushul fiqh dan fiqh sangat diperlukan untuk memenuhi
kebutuhan manusia dalam menyesuaikan diri dengan kondisi zaman mereka. Jika ushul fiqh dan
fiqh tidak ada, maka mukalaf sangat sulit memenuhi perintah dan menjauhi larangan Allah SWT
bahkan beribadah dengan sempurna. Ketaatan dan ketakwaan akan segera muncul dengan
menyikapi fiqh dengan baik.

6
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Ushul fiqh merupakan gabungan dari dua kata, yakni ushul yang berarti pokok, dasar,
pondasi, dan kata "fiqh" secara literal berarti paham atau mengerti tentang sesuatu3, kemudian
mendapat tambahan ya’ nisbah yang berfungsi mengkategorikan atau penjenisan. Ketentuan
hukum agama itu hanya bisa terlihat dalam kajian ilmu fiqh yang merupakan bagian praktik
kesempurnaan pelaksanaan agama disamping tauhid dan akhlak. Secara definitif, fiqh berarti
“ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-
dalil yang tafsili”.

Fiqh adalah apa yang dapat dicapai oleh mujtahid dengan zhan-nya, sedangkan ilmu tidak
bersifat zhanni seperti fiqh. Dalam definisi di atas terdapat batasan atau pasal yang di samping
menjelaskan hakikat dari fiqh itu, sekaligus juga memisahkan arti kata fiqh itu dari yang bukan
fiqh.

Kata “hukum” dalan definisi tersebut menjelaskan bahwa hal-hal yang berada di luar apa
yang dimaksud dengan kata “hukum”, seperti zat, tidaklah termasuk ke dalam pengertian fiqh.
Penggunaan kata “syar’iyyah” atau “syariah” dalam definisi tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu
menyangkut ketentuan yang bersifat syar’i, yaitu sesuatu yang berasal dari kehendak Allah. Kata
ini sekaligus menjelaskan bahwa sesuatu yang bersifat ‘aqli seperti ketentuan dua kali dua adalah
empat atau yang bersifat hissi seperti ketentuan bahwa api itu panas bukanlah lapangan ilmu
fiqh. Kata “amaliah” yang terdapat dalam definisi fiqh tersebut menjelaskan bahwa fiqh itu
hanya menyangkut tindak tanduk manusia yang bersifat lahiriah. Karena itu, ilmu yang diperoleh
orang awam dari seorang mujtahid yang terlepas dari dalil tidak termasuk ke dalam pengertian
fiqh. Dengan kata lain, objek kajian ushul fiqh adalah segala metode penetapan hukum-hukum
yang berdasarkan pada dalil-dalil global tersebut yang bermuara pada dalil syarak ditinjau dari

7
segi hakikatnya, kriterianya dan macam-macamnya. Salah satu kompetensi tersebut adalah
kemampuan mereka memahami, menganalisis, dan memberikan konklusi terhadap hukum-
hukum di dalam ushul fiqh dan fiqh.

Ushul fiqh dan fiqh merupakan hasil daya nalar ulama atau fuqaha dalam menganalisis
dalil-dalil dan peristiwa-peristiwa yang muncul secara bersamaan.

8
DAFTAR PUSTAKA

Footnote : Abu Luwis Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughat wa al-A’lam, Cet. Ke-27 (Beirut : Dar al-

Masyriq, 1987), hlm. 591;

[12/3 13:53] +62 857-0769-6722: Footnote : 10Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul Fiqh (Pekalongan : STAIN
Press, 2006), hlm.10 || 11 Ade Dedi Rohayana, Ilmu Ushul, hlm. 11. || 12Suyatno, Dasar-Dasar Ilmu
Fiqh dan Ushul Fiqh, Cet. Ke-1, Yogyakarta: Ar-Ruzz

Media, 2011, hlm. 23.

Anda mungkin juga menyukai