Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KAIDAH – KAIDAH FIQH


Diajukan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Ilmu Fiqh

Dosen Pengampu :
Ade Nandang S, H., Dr., M.Ag.

Disusun Oleh :
Alina Balqiya Rahma (1222030019)
Alya Rohmah (1222030020)
Ami Adwautsuroyya (1222030021)
Kelompok 7
Kelas 1A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA ARAB


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang kaidah-kaidah fiqh.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah
tentang kaidah-kaidah fiqh ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Bandung, 23 Oktober 2022

Penyusun

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i


DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................1
A. Latar Belakang .......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................2
C. Tujuan ....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................3
A. Pengertian Kaidah Fiqh ..........................................................................3
B. Urgensi Kaidah Fiqh ..............................................................................4
C. Macam-Macam Kaidah Fiqh..................................................................5
D. Fungsi Kaidah Fiqh ..............................................................................14

BAB III PENUTUP ..............................................................................................15


A. Kesimpulan ..........................................................................................15
B. Saran .....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qawaidul fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) adalah suatu kebutuhan
bagi kita semua khususnya mahasiswa fakultas tarbiyah. Banyak dari kita
yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu
Qawaidul fiqhiyah.
Maka dari itu, saya selaku penulis mencoba untuk menerangkan
tentang kaidah-kaidah fiqh, mulai dari pengertian, sejarah, perkembangan
dan beberapa urgensi dari kaidah-kaidah fiqh. Dengan menguasai kaidah-
kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah yang menguasai fiqh,
karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan
lebih arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda
untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan
lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi,
politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem
yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengerti dan memahami pengertian dan kaidah-kaidah fiqh!
2. Menyebutkan pembagian kaidah fiqh!
3. Apakah manfaat dan urgensi dari kaidah-kaidah fiqh?
4. Apa fungsi kaidah fiqh?

1
2

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
Makalah ini disusun bertujuan agar kita mengetahui, memahami dan
mengerti tentang hal-hal yang berhubungan dengan kaidah-kaidah fiqh,
mulai dari definisi, pembagian dan sistematika kaidah fiqh.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kaidah Fiqh


Istilah kaidah-kaidah fiqh adalah terjemahan dari bahasa arab al-
qawa’id al-fiqhiyah. Al-qawa’id merupakan bentuk plural (jamak) dari kata
al-qa’idah yang secara kebahasaan berarti dasar, aturan atau patokan umum.
Pengertian ini sejalan dengan Al-Ashfihani yang mengatakan bahwa
qa’idah secara kebahasaan berarti fondasi atau dasar (al-Ashfihani, 1961:
409). Kata alqawa`id dalam Al-Qur`an ditemukan dalam surat al-Baqarah
ayat 127 dan surat an-Nahl ayat 26 juga berarti tiang, dasar atau fondasi,
yang menopang suatu bangunan. Sedangkan kata al-fiqhiyah berasal dari
kata al-fiqh yang berarti paham atau pemahaman yang mendalam (al-fahm
al-‘amiq) yang dibubuhi ya an-nisbah untuk menunjukan penjenisan atau
pembangsaan atau pengkategorian.
Dengan demikian, secara kebahasaan, kaidah-kaidah fiqh adalah
dasar-dasar, aturan-aturan atau patokan-patokan yang bersifat umum
mengenai jenis-jenis atau masalah-masalah yang masuk dalam kategori
fiqh. Secara kemaknaan (istilah ulama ushul al-fiqh) kaidah-kaidah fiqih
dirumuskan dengan redaksi-redaksi yang berbeda. Sebagai sampel,
dikemukakan beberapa rumusan ahli hukum Islam, sebagai berikut:
Pertama, menurut at-Taftazani, kaidah adalah hukum yang bersifat umum
(kulli) yang mencakup seluruh bagian-bagiannya (juz`i) dimana hukum
yang juz`i itu menjadi bagian dari hukum yang umum atau kulli (Ali
Shabah, 1967. 1: 20). Kedua, an-Nadwi mengutip at-Tahanawi mengatakan
bahwa kaidah adalah sesuatu yang bersifat umum mencakup seluruh bagian-
bagiannya, manakala hukum dari bagian-bagian sebelumnya itu telah
diketahui (anNadwi, 1986: 40). Ketiga, menurut as-Subki (t.t, 2: 10) kaidah-
kaidah fiqih adalah suatu perkara hukum yang bersifat kulli (umum)
bersesuaian dengan particular-partikular (hukum-hukum cabang) yang
banyak, yang darinya (dari hukum-hukum kulli) diketahui hukum-hukum

3
4

masing-masing partikular atau hukum cabang tersebut. Keempat, menurut


az-Zarqa yang dikutip oleh A. Rahman (1976:10), kaidah fiqih adalah dasar-
dasar fiqih yang bersifat kulli, dalam bentuk teks-teks perundang-undangan
ringkas, mencakup hukum-hukum syara’ yang umum pada peristiwa-
peristiwa yang termasuk di bawah tema-nya (maudu’nya).
Dari rumusan-rumusan di atas, dipahami bahwa sifat kaidah fiqih itu
adalah kulli atau umum, yang dirumuskan dari fiqih-fiqih yang sifatnya
partikular (juz’iyah). Jadi kaidah fiqih adalah generalisasi hukum-hukum
fiqih yang partikular. Kendatipun demikian, menurut kebiasaan, setiap
sesuatu yang bersifat kulli, termasuk kaidah-kaaidah fiqih ini, ditemukan
pengecualian (istitsna), pengkhususan (takhshish), penjelasan (tabyin) dan
perincian (tafshil).

B. Urgensi Kaidah-Kaidah Fiqh


Seperti dikemukakan para ulama, berdasarkan materinya, hukum
Islam itu dapat diklasifikasikan kepada dua macam yaitu:
Pertama, hukum ibadah, seperti sholat, puasa, zakat, haji dan lain-lain.
Hukum-hukum semacam ini dimaksudkan adalah untuk merealisir dan
merupakan implementasi dari kesadaran mendalam seorang hamba akan
tujuan utama hidupnya, yaitu untuk mengabdi kepada-Nya.
Kedua, hukum-hukum mu’amalah (hukum yang berkenaan dengan
kemasyarakatan dalam arti luas), seperti transaksi-transaksi, tindakan-
tindakan, sanksi-sanksi hukum kejahatan dan sebagainya, selain dari
masalah ibadah mahdhah. Selain itu, urgensi atau arti penting kaidah fiqh
juga banyak dikemukakan oleh para ahli hukum Islam kenamaan,
umpamanya pandangan yang telah dikemukakan oleh Imam Jalaluddin
Abdurrahman AsSuyuthi (t.t: 5) dalam kitabnya al-Asybah wa an-Nazha’ir.
5

‫إعلم أن فن األشباه والنظائر فن عظيم به يطلع على حقائق الفقه ومداركه ومأخذه وأسراره ويتميز يف‬

‫فهمه واستحضاره ويقتدر على اإلحلاقي والتخريج ومعرفة أحكام املسائل اليت ليست مبشطورة‬

‫ وهلذا قال بعض أصحابنا الفقه معرفة النظائر‬.‫واحلوادث والوقائع اليت ال تنقضى على ممرالزمان‬
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya ilmu al-asybah wa an-Nazha'ir (kaidah-kaidah
figh) adalah ilmu yang agung, denganya dapat diketahui hakikat figh, tempat
didapatkannya, tempat pengambilannya dan rahasia-rahasianya. Dengan ilmu ini
pula orang akan lebih menonjol dalam pemahaman dan penghayatannya terhadap
fiqih dan mampu untuk menghubungkan, mengeluarkan hukum-hukum dan
mengetahui hukum-hukum masalah yang tidak tertulis, dan hukum kasus kasus dan
kejadian-kejadian yang tidak akan habis sepanjang masa. Karena itulah, sebahagian
ulama kita mengatakan, bahwa fiqih adalah mengetahui persamaan-persamaannya.

C. Macam Kaidah Umum


Lima kaidah fiqh tersebut adalah:

1) Perkara Tergantung
Tujuannya Kaidah fiqh ini berasal dari hadits Nabi yaitu:
“Sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya”. Kaidah ini
menegaskan bahwa setiap amalan yang dilakukan seseorang akan
sangat tergantung dari niatnya. Apakah amalan itu akan diterima
oleh Allah atau tidak tergantung pada keikhlasan niat orang yang
beramal. Kaidah ini juga berarti bahwa setiap amalan mubah bisa
menjadi ibadah jika dilakukan dengan niat ibadah. Misalnya
kegiatan duduk diam di masjid bisa jadi ibadah jika diniatkan untuk
itikaf. Selanjutnya, kaidah ini juga bisa dilakukan untuk
membedakan antara perbuatan biasa atau adat dengan ibadah dilihat
dari niatnya. Terakhir, suatu ibadah juga bisa dibedakan dengan
ibadah lain dengan melihat pada niat yang digunakan. Misalnya
untuk membedakan shalat dzuhr, ashar, dan isya. Atau untuk
6

membedakan ibadah puasa daud, senin-kamis, ayaumul bidh, dan


lain-lain.

‫ال ثواب إال ابلية‬


Tidak ada pahala kecuali dengan niat

‫مايشرتط التعرض له مجلة وال يشرتط تعيينه تفصيال إذا عينة واخلط ٔاضر‬
Perbuatan disyaratkan ta arrudh niat secara global
dan tidak disyaratkan ta yin niat secara rinci, bila
tayin niatnya salah maka berbahaya.

‫ما ال يشرتط التعرض له مجلة وال تفصيال إذا عينه واخط ٔا مل يضر‬
Suatu perbuatan yang baik secara keseluruhan atau
secara terperinci, tidak disyaratkan mengemukakan
niat, bila dinyatakannya dan ternyata kelinu, maka
tidak berbahaya.

‫مقاصد اللفظ على نية الالفظ إال يف موضع واحد وهو اليمني عند‬
‫األمور مبقاصدها‬ ‫القاضي فإهنا على نية القاضي‬
Segala perkara tergantung Tujuan ucapan tergantung pada niat orang yang
niatnya mengucapkan, kecuali dalam satu tempat, yaitu
sumpah di hadapan Qadhi. Dalam kondisi ini,
maksud lafadz adalah menurut niat qadhi."

‫مايشرتط فيه التعيني فا خلطأ فيه مبطل‬


Dalam perbuatan yang disyaratkan menyatakan niat
(tayin) maka kesalahan pernyataan dapat
membatalkan perbuatan tersebut."

‫العربة ىف العقود للمقاصة واملعاين ال األلفاظ و املباين‬


Yang dipertimbangkan dalam transaksi adalah
maksud dan makna, bukan lafal dan bentuk ucapan.

‫النية يف اليمني ختصص اللفظ العام وال تعمم اللفظ اخلاص‬


Niat dalam sumpah mengkhususkan lafaz "amm,
tidak meng-umum-kan lafazh khash
7

2) Keyakinan Tidak Bisa Dihilangkan dengan Keraguan


Kaidah kedua ini berasal dari hadits tentang orang yang ragu-
ragu apakah dia telah buang angin atau tidak dalam sholatnya.
Kemudian, Rasulullah bersabda: “Hendaknya ia tidak meninggalkan
(membatalkan) sholatnya sampai ia mendengar suara atau
mendapati bau (dari kentutnya)”. Selain itu, ada pula hadits dari
salah satu sahabat, yaitu Abu Sa’id al-Khufri, dimana Rasulullah
SAW bersabda: “Jika salah seorang kalian ragu-ragu dalam
sholatnya dan dia tidak tahu apakah dia sudah sholat tiga atau empat
rakaat, maka hendaklah dia buang keraguannya dan menetapkan
hatinya atas apa yang ia Yakini”.
8

‫األصل بقاء ما كان على ما كان‬


Hukum asal adalah tetap apa yang telah ada atas yang
telah ada.

‫األصل برائة الذمة‬


Hukum asal adalah bebasnya seseorang dari tanggung
jawab.

‫األصل القدم‬
Hukuman asal adalah tidak adanya sesuatu.

‫األصل يف األشياء اإلابحة حىت يدل الدليل على التحرمي‬


Hukum asal sesuatu adalah boleh, hingga ada dalil
yang menunjukan keharamannya.

‫األصل يف املعا مالت اال ابحة حىت يدل الدليل على التحرمي‬
Hukum asal semua muamalat adalah boleh, hingga ada
‫اليقني اال يزال ابلشك‬
dalil yang menunjukkan kebolehanya.
Keyakinan tidak
dapat ‫األصل يف العبادات التحرمي حىت يدل الدليل على التحرمي‬
dihilangkan
dengan Hukum asal semua ibadah adalah haram, hingga ada
keraguan dalil yang menunjukkan kebolehanya

‫األصل يف كل حادث تقديره أبقرب زمنه‬


Hukum asal setiap peristiwa penetapan hukumnya
menurut masa yang terdekat dengan kejadianya

‫شيىا أم ال فاألصل أنه مل يفعله‬


ٔ ‫من شك افعل‬
Barang siapa ragu-ragu apakah ia mengerjakan sesuatu
atau tidak, maka menurut asalnya ia dianggap tidak
melakukannya.

‫من تيقن الفعل وشاك يف القليل أو الكثري محل علي القليل‬


Barangsiapa telah yakin melakukan perbuatan dan ragu
tentang banyak atau sedikitnya, maka (perbuatan itu)
dibawa kepada yang sedikit.

‫األصل يف الكالم احلقيقة‬


Hukum asal dalam pembicaraan adalah yang hakiki
9

3) Kesempitan Mendatangkan Kemudahan


Kaidah ketiga ini berasal dari firman Allah sebagai dalil,
yaitu: “Allah menginginkan kemudahan buat kalian dan tidak
menginginkan kesulitan buat kalian”. Maksudnya, apabila terdapat
kesulitan dalam suatu hal, maka akan ada kemudahan atas sesuatu
yang sebelumnya baku. Dengan kaidah ini, maka hadirlah berbagai
macam rukhshah atau keringanan dalam beribadah apabila seorang
muslim mengalami kesulitan. Misalnya saja keringanan shalat
qashar dan tidak berpuasa pada orang yang berada dalam kondisi
safar atau sedang melakukan perjalanan. Atau keringanan kepada
orang yang sedang sakit untuk melakukan shalat dalam posisi duduk
atau berbaring. Melakukan tayammum bagi orang yang sakit
meskipun terdapat air. Dan lain sebagainya.

‫الرخص التناط ابملعاصي‬

‫املشقة جتلب التيسري‬ Rukhshah-rukhsah (keringanan) itu tidak dapat


dikaitkan dengan kemaksiatan.
Kesulitan
mendatangkan
‫الرخص التناط ابلشك‬
kemudahan
Rukhshah-rukhshah itu tidak dapat dikaitkan
dengan keraguan

4) Kemudharatan Hendaknya Dihilangkan


Kaidah ini hadir dari observasi ulama terhadap hadits
Rasulullah yang mengatakan: “Janganlah memberikan madharat
kepada orang lain dan juga diri kalian sendiri”. Dengan adanya dalil
ini maka seseorang diperbolehkan melakukan sesuatu yang
sebelumnya dilarang untuk menghindari kemudharatan yang lebih
besar. Misalnya, orang yang sedang berada dalam kelaparan yang
sangat lapar diizinkan makan makanan yang haram untuk
menghilangkan rasa laparnya. Dengan syarat, tidak ada makanan
10

lain selain makanan haram tersebut dan jika tidak dimakan, maka ia
akan mati. Kondisi lainnya adalah ketika seorang muslim dipaksa
untuk mengucapkan kalimat kekafiran dengan ancaman yang nyata.
Maka muslim tersebut boleh mengucapkan kalimat tersebut dan
tetap islam selama di dalam hatinya dia tetap yakin pada ajaran Islam
dan keimanannya tidak berubah.
11
12

5) Adat atau Kebiasaan Bisa Menjadi Landasan Hukum


Kaidah fiqh ini berasal dari hadits Nabi Muhammad SAW
yang menyebutkan: “Apa yang kaum muslimin menganggapnya
baik maka ia di sisi Allah juga baik”. Islam sangat menghargai
budaya atau adat yang dianggap baik. Termasuk di dalam kaidah
fiqh ini adalah penetapan masa haid, besaran nafkah, kualitas bahan
makanan untuk kafarat, dan akad jual beli.
13
14

D. Fungsi Kaidah Fiqh


Signifikan dan peranan yang sangat urgen dalam pemeliharaan dan
pengembangan hukum Islam. Fungsi dan peranan kaidah-kaidah fiqih (al-
qawa‟id al-fiqhiyyah) bagi para pemikir hukum Islam dimaksud dapat
diringkas sebagai berikut:
Pertama, kaidah fiqih itu dapat dijadikan sebagai rujukan ahli atau peminat
hukum dalam rangka memudahkan mereka untuk penyelesaian masalah-
masalah fiqih yang mereka hadapi, dengan mengkategorikan masalah-
masalah yang serupa dalam lingkup satu kaidah.
Kedua, sebagai media atau alat untuk menafsirkan nash-nash dalam rangka
penetapan hukum, terutama yang masuk dalam kategori ma lam yu’lam min
ad-din bi ad-dharurah, yaitu hukum-hukum yang tidak diterangkan secara
tegas dalam Al-Qur’an atau Sunnah, karena dalilnya masih bersifat zanni
Ketiga, fiqih itu sesungguhnya suatu pengetahuan atau kompetensi untuk
dapat melakukan persamaan-persamaan suatu masalah dengan masalah-
masalah yang serupa.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaidah-kaidah fiqh itu terdiri dari banyak pengertian, karena kaidah
itu bersifat menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam arti bisa
diterapkan kepada juz’iyatnya (bagian-bagiannya).
Salah satu manfaat dari adanya kaidah fiqh, kita akan mengetahui
prinsip-prinsip umum fiqh dan akan mengetahui pokok masalah yang
mewarnai fiqh dam kemudian menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh.
Adapun kedudukan dari kaidah fiqh itu ada dua, yaitu: Sebagai
pelengkap, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil setelah
menggunakan dua dalil pokok, yaitu al-Qur’an dan as Sunnah. Sebagai dalil
mandiri, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri
sendiri, tanpa menggunakan dua dalil pokok.

B. Saran
Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang
hanya mengandalkan buku referensi. Maka dari itu saya menyarankan agar
para pembaca yang ingin mendalami masalah Qawaidul Fiqhiyah, agar
setelah membaca makalah ini, membaca sumber-sumber lain yang lebih
komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.

15
16

DAFTAR PUSTAKA

AL-QAWA`ID AL-FIQHIYAH (KAIDAH-KAIDAH FIQIH) Duski Ibrahim.


kitab al-Fawa‟id al-Bahiyah yang dikutip Asymuni A. Rahman (1976:17).
kitab al-Fawa‟id al-Bahiyah yang dikutip Asymuni A. Rahman (1976:17).
muqaddimah buku judul al-Madkhal fi al-Qawa‟id al-Fiqhiyah waatsaruha fi al-
ahkam asy-syari‟iyah.
https://smpi.alhasanah.sch.id/pengetahuan/mengenal-5-kaidah-umum-dalam
hukum-fiqh/

Anda mungkin juga menyukai