Penulis
29 Mei 2023
II
Daftar Isi
III
Bab 1
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah?
2. Apa tujuan mempelajari kaidah ushuliyah dan kaidah fiqhiyah?
3. Apa manfaat mempelajari kaidah fiqhiyah dan kaidah ushuliyah?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Kaidah - Kaidah Ushuliyah Dan Fiqihiyah
2. Mengetahui Pembagian Kaidah Fiqhiyah
3. Mengetahui Manfaat Kaidah Fiqhiyah
4. Mengetahui sitematika Kaidah Fiqhiyah
Bab II
Pembahasan
Qawaid adalah bentuk jamak dari kata kaidah yang berarti secara Bahasa bermakna
asas, dasar, atau pondasi, baik dalam arti yang kongkrit maupun yang abstrak, seperti kata-
kata Qawa’id al-bait yang artinya pondasi rumah, atau Qawa’id al-din yang artinya dasar-
dasar agama, atau Qawa’id al-ilm yang artinya kaidah-kaidah ilmu.
ت َوِإ ْس َما ِعي ُل َربَّنَا تَقَبَّلْ ِمنَّا ۖ ِإنَّكَ َأ ْنتَ ال َّس ِمي ُع ْال َعلِي ُم
ِ وَِإ ْذ يَرْ فَ ُع ِإ ْب َرا ِهي ُم ْالقَ َوا ِع َد ِمنَ ْالبَ ْي
Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan dasar-dasar baitulla bersama Ismail. (Q.S Al-
Baqarah: 127)
ُ قَ ْد َم َك َر الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم فََأتَى هَّللا ُ بُ ْنيَانَهُ ْم ِمنَ ْالقَ َوا ِع ِد فَخَ َّر َعلَ ْي ِه ُم ال َّس ْقفُ ِم ْن فَوْ قِ ِه ْم َوَأتَاهُ ُم ْال َع َذابُ ِم ْن َحي
َْث اَل يَ ْش ُعرُون
Allah menganjurkan bangunan mereka dari pondasi-pondasinya (Q.S An-Nahl: 26).
Dari dua ayat diatas, bias disimpulkan bahwa arti kaidah adalah dasar, asas atau
pondasi, tempat yang diatasnya berdiri suatu bangunan.
Pengertian kaidah semacam ini dapat pula dalam ilmu-ilmu yang lain, misalnya dalam
ilmu nahwu, (Gemmer) Bahasa Arab, seperti Maf’ul itu Manshub dan Fa’il itu marfu. Ini
adalah yang disebut dengan Aal-Qawaid An-nashwiyah (Kaidah Nahwu).1
Al-Qawaid diartikan secara etimologis adalah kaidah berarti aturan, patokan, alas
bangunan atau undag-undang.2 Sementara terminologis, kaidah adalah aturan yang bersifat
Universal (Kully) yang diikuti oleh aturan-aturan yang banyak.3
Al-Fikhiyyah berasal dari kata Fiqh, yang berarti huku-hukum syariah yang bersifat
amaliah yang digali dari sumber-sumber terperinci. Dan secara terminologi menurut
Musthofa Al-zarka sebagaimana dikutip oleh Abd. Rahman Dahlan menyatakan bahwa
kaidah Fikhiyyah adalah dasar-dasar Fiqh yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk
undang-undang yang berisi undang-undang syara’ yang umum terhadap sebagai pristiwa
hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut. Kaidah Fikhiyyah berfungsi
untuk memudahkan Mujtahid mengisbatkan hukum yang bersesuaian dengan tujuan syara’
dan kemaslahatan manusia yang berpegang dengan kaidah-kaidah Fikhiyyah, para mujtahid
merasa lebih mudah dalam mengisbatkan hukum bagi suatu masalah yakni menggolongkan
masalah serupa dibawah lingkup satu kaidah4
1
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 1, (Jakarta, DU Publishing), Hlm 320.
2
Mahmud Yunus, Kamus Aarab Indonesia (Jakarta, Hidakarya Agung, 1989), Hlm 315.
3
A. Djazuli. Kaidah-kaidah Fikih (Jakarta, Kencana, 2010), hlm 4.
4
Nurhayati, Ali Imran Sanaga, Figh dan Ushul Fiqh. (Jakarta, Prenadamedia ,2018) hlm,67
Al-Ushuliyyah berasal dari kata al-ashl yang jamaknya al-ushul yang ditambah
dengan ya’nisbah (ya’ yang berfungsi untuk membangsakan menjelaskan). Secara etimologi
al-ashl berarti “sesuatu yang menjadi dasar bagi yang lainnya”, Al-Qawaid Al-Ushuliyyah
adalah pedoman untuk menggali dalil syara’, yang bertitk tolak pada pengambilan dalil atau
peraturan yang dijadikan dalam penggalian hukum. Al-Qawaid Al-Ushuliyyah berarti kaidah-
kaidah para ulama untuk menggali hukum yang ada dalam Quran yang mana kaidah-kaidah
itu sebenarnya berdasarkan makna dan tujuannya yang diungkapkan oleh para ahli para
Bahasa Arab (pakar lnguistik Arab) sehingga Ushuliyyah disebut dengan kaidah Istinbatiyah
atau ada yang menyebutnya dengan kaidah Lughawiyah (Kebebasan).5
Kombinasi wahyu dan akal dalam perumusan kaidah ini menunjukkan bahwa kaidah ini
yang bermuara pada ilmu ushul fiqh merupakan falsafah Islam actual yang berfungsi
5
Nurhayati, Ali Imran Sanaga, Figh dan Ushul Fiqh. (Jakarta, Prenadamedia ,2018) hlm, 57.
6
http://www.researchgate.net/publication/331357014-Online-25September2019.
7
Maksud deduktif di sini adalah bahwa aplikasi dari kaidah ushul didasarkan dari dalil-dalil umum yang
kemudian menghasilkan pedoman atau hukum yang khusus. Sementara itu, yang dimaksud ringkasan adalah
bahwa kaidah ushul biasanya hanya terdiri atas kalimat dari beberapa kata saja, Ushul Fiqh, Sebuah
Pengamatan Awal, hlm 294-297 M. Hasbi Ash-Shiddiegy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta, Bulan Bintang) Hlm
443.
8
Muhammad Sulaiman al-Aasyqar, Al-Wadh Fi Ushul Al-Fiqh (Amman: Dar al- Salam) Hlm 11.
mengawasi aktivitas manusia dan sebuah epistimologi hukum sangat penting yang dihasilkan
peradaban Islam.9
1. Segi fungsi
Dari segi fungsi, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan marginal.
Kaidah fiqh yang berperan sentral, karena kaidah tersebut memiliki cakupan-cakupan yang
begitu luas. Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawaid al-Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :
”Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
kaidah ini mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal, diantaranya :
”Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti sesuatu yang telah ditentukan sebagai
syarat”
”Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan naskh”
Dengan demikian, kaidah yang berfungsi marginal adalah kaidah yang cakupannya
lebih atau bahkan sangat sempit sehingga tidak dihadapkan dengan furu’.
2. Segi mustasnayat
Dari sumber pengecualian, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : kaidah
yang tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai pengecualian. Kaidah fiqh yang
tidak punya pengecualian adalah sabda Nabi Muhammad SAW. Umpamanya adalah :
”Bukti dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat”
Kaidah fiqh lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian kaidah yang
tergolong pada kelompok yang terutama diikhtilafkan oleh ulama.
3. Segi kualitas
Dari segi kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
Kaidah kunci
Kaidah kunci yang dimaksud adalah bahwa seluruh kaidah fiqh pada dasarnya,
dapat dikembalikan kepada satu kaidah, yaitu : ”Menolak kerusakan
(kejelekan) dan mendapatkan maslahat”
9
A. Yasid, Epistimologi Ushul Fiqh: Antara Pembaharuan dan Pemberdayaan Mekanisme Istinbath al-Ahkam,
dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 45, No. 1. 2011. HLM 1027-1028.
Kaidah diatas merupakan kaidah kunci, karena pembentukan kaidah fiqh
adalah upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya ia
mendapatkan kemaslahatan.
Kaidah asasi
Adalah kaidah fiqh yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran
hukum islam. Kaidah fiqh tersebut adalah :
”Perbuatan / perkara itu bergantung pada niatnya”
”Kenyakinan tidak hilang dengan keraguan”
”Kesulitan mendatangkan kemudahan”
”Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni
Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni adalah ” majallah
al-Ahkam al-Adliyyat”, kaidah ini dibuat di abad XIX M, oleh lajnah fuqaha
utsmaniah.
Sebagian fuqaha’ menambah dengan kaidah “tiada pahala kecuali dengan niat.”
Sedangkan kaidah ghairu asasiah adalah kaidah yang merupakan pelengkap dari kaidah
asasiah, walaupun kebahasaannya masih tetap diakui.
Dan dalam dasar Hukum kaidah Ushuliyah ini memiliki dua landasan hukum yaitu.
Lughawiyyah.. dan al-Tasyri’iyah. bagian pertama adalah melihat dari sumber ajaran Islam
dari aspek-aspek kebahasaan seperti Thuruq dilalah al-nash dan uslub al-lughah al-
arabiyyah10, sedangkan yang kedua melihat daritujuan-tujuan persyariatan (al-maqashid al-
syari’ah).
Al-Qawaid al-Tasyri’iyah berguna sebagai sandaran dan fondasi dalam istinbath dan
penetapan hukum dari sumber primer ajaran Islam, maka diharuskan memelihara prinsip-
prinsip yang telah ditetapkan oleh para ulama ushul dalam proses istinbath hukum agar
pembentukan hukum tidak keluar dari tujuan yang dimaksud, yaitu mengantarkan manusa
kepada kemaslahatan dan keadilan.11 Prinsip-prisip dalam istinbath hukum, menurut Khalaf,
terbagi menjadi lima yaitu.
Al-Maqhud al-Aammin al-Tasyi
Fi mahuwa haqq Aallah wama huwa haqq al-mukallaf
Fi mayasugh al-ijtihadfih
Fi nash al-hukm
Fi al-ta’arudl wa al-tarjih.
10
Abdul Khalaf, Ushul Fiqh (Kairo, al-Haramain, 2004) hlm 180.
11
Abdul Wahab, Khalaf, Ushul Fiqh (Kairo, al-Haramain, 2004) hlm 197.
a) Kaidah:
ِ ْاَ ْل ِع ْب َرةُ بِ ُع ُموْ ِم الَّل ْف ِظ اَل بِ ُخصُو
ِ َص ال َّسب
ب
Artinya: “yang dipandang dasar (titik talak) adalah petunjuk umum dasar lafadz bukan
sebab khusus (latar belakang kejadian).
b) Kaidah.
َض َو ْال َما نِ َع قَ ِد َم ْال َما نِ َع
ِ اِ َذا اجْ تَ َم َع ْال ُم ْقت
Artinya: “Bila dalil yang menyeruh bergabung dengan dalil yang melarang maka
didahulukan dalil yang melarang”.
c) Kaidah.
12
Rachmat Syafe’I, Ilmu Fiqih (Bandung, Pustaka Setia, 1999), Hlm 147-149.
Kaidah ushul adalah cara menggali hukum syara’ yang praktis. Sedangkan kaidah fiqh
adalah kumpulan hukum-hukum yang serupa yang kembali kepada satu hukum yang
sama.
Kaidah-kaidah ushul muncul sebelum furu’ (cabang). Sedangkan kaidah fiqh muncul
setelah furu’.
Kaidah-kaidah ushul menjelaskan masalah-masalah yang terkandung di dalam
berbagai macam dalil yang rinci yang memungkinkan dikeluarkan hukum dari dalil-
dalil tersebut. Sedangkan kaidah fiqh menjelaskan masalah fiqh yang terhimpun di
dalam kaidah.
Bab III
Penutup
Kesimpulan
Dilihat dari tata Bahasa Arab, rangkaian kata ushul dan kata fiqh tersebut dinamakan
dengan tarkib idlafah, sehingga dari rangkaian dua buah kata itu memberi pengertian ushul
bagi fiqh. Kata ushul adalah bentuk jamak dari kata ashl yang menurut Bahasa, berarti
sesuatu yang dijadikan dasar bagi yang lain.
Qowaid fiqhiyah adalah suatu perkara kulli (kaidah-kaidah umum) yang berlaku pada
semua bagian-bagian atau cabang-cabangnya yang banyak yang dengannya diketahui hukum-
hukum cabang itu.
Qawaid ushuliyah adalah hukum kulli (umum) yang dibentuk dengan bentuk yang
akurat yang menjadi perantara dalam pengambilan kesimpulan fiqh dari dalil-dalil dan cara
penggunaan dalil serta kondisi pengguna dalil
Dengan berpegangan kepada kaidah-kaidah fiqhiyah, para mujtahid merasa lebih
mudah dalam menginstinbatkan hukum bagi suatu masalah, yakni dengan menggolongkan
masalah yang serupa di bawah lingkup satu kaidah.
Daftar Pustaka
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan 1, (Jakarta, DU Publishing),
Mahmud Yunus, Kamus Aarab Indonesia (Jakarta, Hidakarya Agung, 1989),
Djazuli. Kaidah-kaidah Fikih (Jakarta, Kencana, 2010),
Nurhayati, Ali Imran Sanaga, Figh dan Ushul Fiqh. (Jakarta, Prenadamedia ,2018)
http://www.researchgate.net/publication/331357014.
M. Hasbi Ash-Shiddiegy, Falsafah Hukum Islam (Jakarta, Bulan Bintang)
Muhammad Sulaiman al-Aasyqar, Al-Wadh Fi Ushul Al-Fiqh (Amman: Dar al- Salam)
A. Yasid, Epistimologi Ushul Fiqh: Antara Pembaharuan dan Pemberdayaan Mekanisme
Istinbath al-Ahkam, dalam Jurnal Asy-Syir’ah Vol. 45, No. 1. 2011
Abdul Wahab, Khalaf, Ushul Fiqh (Kairo, al-Haramain, 2004)