Anda di halaman 1dari 10

Makalah Ushul Fiqh

Pengertian Al-Qawaid Ushuliyah


Dan Macam-Macam Al-Qawaid Ushuliyah
Dosen Pengampu : A.Sya’roni,SQ.M.Si

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 10

HENDRO ADI SUTANTO : 2281131852

LENI SRI WIDYASTUTI : 2281131861

MARLINI : 2281131854

WAWAN OKTA FAUZI : 2281131851

KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA


ISLAM NEGERISYEKH NURJATI CIREBON
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUANTAHUN
2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb
Syukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT., atas nikmat yang diberikan
kepada kami sehingga saya bisa menyelesaikan tugas makalah mata kuliyah Ushul Fiqh yang
di ampu oleh Bapak A.Sya’roni,SQ.M.Si
Salawat beriring salam semoga tetap tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW., yang telah memberikan cahaya dalam diri kita yakni adanya agama Islam
dan Iman. Kami membuat makalah ini dengan maksud dan tujuan agar pembaca dapat
menambah wawasan dalam ilmu pengetahuan sehingga menjadi muslim yang unggul dalam
ilmu, profesional dalam karya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah yang berjudul “Al-qawaid” Baik dari segi
penyusunan maupun isinya yang kurang tepat. Kesalahan demikian adalah karena masih sangat
terbatas ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati saya harapkan
kritik dan saran yang membangun selalu mengalir untuk kesempurnaan makalah ini.
Sebagai makalah sederhana yang saya harapkan kepada seluruh pencinta ilmu
pengetahuan, sudah sepatutnya kita memohon kepada Allah SWT semoga Allah sanantiasa
selalu memberkati pikiran dan semua tindakan yang kita lakukan.
Waalaikum salam wr.wb

Buton Tengah,30 November 2023


Penyusun

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................. ii
DAFTAR ISI................................................................................................................ iii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang .............................................................................................................. 1
Rumusan Masalah ......................................................................................................... 1
Tujuan............................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................................2
Pengertian Al- Qawa’id al-Ushuliyyah ............. ………………………………………
Qawa’id Fiqhiyah Asasiyah (al-Qawaid al qubra)……………………………………..
Al-qawa’id Ushuliyah....................................................................................................
Kaidah dan Contoh Fiqh (al-Qawa’id al-Fiqhiyah dan al-Qawaid al-Ushuliyyah) ……
BAB III PENUTUP ................................................................................................ ….
Kesimpulan ............................................................................................. ………………
Saran...............................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Qawaidul Ushuliyah (kaidah-kaidah Ushul) adalah suatu kebutuhan bagi kita semua.
Banyak dari kita yang kurang mengerti bahkan ada yang belum mengerti sama sekali apa itu
kaidah ushuliyah.
Maka dari itu, kami selaku penulis mencoba untuk menerangkan tentang kaidah-
kaidah fiqh. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah yang
menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh, dan lebih
arif di dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda untuk kasus, adat
kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih moderat di dalam menyikapi
masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya dan lebih mudah mencari solusi terhadap
problem-problem yang terus muncul dan berkembang dalam masyarakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian al-Qawaid Ushuliyyah?
2. Jelaskan Urgensi Qaidah Ushuliyah?
3. Menyebutkan jenis-jenis al-Qawaid Ushuliyyah?
4. Jelaskan kaidah dan contoh al-Qawaid Ushuliyyah?
C. Tujuanl
1. Menjelaskan pengertian al-Qawaid Ushuliyyah
2. Menjelaskan Urgensi Qaidah Ushuliyah
3. Menjelaskanjenis-jenis Al-qawa’id Ushuliyah
4. Menjelaskan kaidah dan contoh al-Qawaid Ushuliyyah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian al-Qawa’id Ushuliyyah


Kaidah yang dasar-dasar (fondasi Qawa’id ushuliyah merupakan kata majemuk yang
terbentuk dari dua kata, yaitu kata qawa’id dan ushuliyah, yang masing-masing memiliki
pengertian tersendiri. Qawa’id merupakan bentuk jamak dari qa’idah yang secara
etimologi diartikan dasar-dasar (fondasi) sesuatu, baik yang bersifat kongkret, materi, maupun
yang bersifat mutlak seperti ushuluddin (dasar-dasar agama) yang bersifat materi terdapat
dalam Al-Quran Surah aL-Baqarah (2) ayat 127 sebagai berikut:
ِ ‫َو ِإ ْذ يَ ْرفَع ِإب َْرحِ م ا َ ْلقَ َواعِد مِ ن اْلَب ْي‬
.....َ‫ت َو ِإ ْس َم ِع ْيل‬
Artinya: “...Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggalkan dasar-dasar (fondasi) Baitullah beserta
Ismail...” (QS. al-Bagarah [2]:127).
Al-Qawa’id ushuliyah merupakan gabungan dari kata Qaidah dan ushuliyah, kaidah dalam
bahasa Arab ditulis dengan qaidah, artinya patokan, pedoman dan titik tolak. Ada pula yang
mengartikan dengan peraturan. Bentuk jamak qa’idah (mufrad) adalah qawa’id. Adapun
ushuliyah berasal dari kata al-ashl, artinya pokok, dasar, atau dalil sebagai landasan. Jadi,
qaidah ushuliyah adalah pedoman untuk menggali dalil syara’, titik tolak pengambilan dalil
atau peraturan yang dijadikan metode penggalian hukum, kaidah ushuliyah disebut juga
sebagai kaidah Istinbathiyah atau ada yang menyebut sebagai kaidah lughawiyah, kaidah
ushuliyah adalah dasar-dasar pemaknaan terhadap kalimat atau kata yang digunakan dalam
teks atau nash yang memberikan arti hukum tertentu dengan didasarkan kepada pengamatan
kebahasaan dan kesusastraan Arab.
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si. Mengemukakan pengertian kaidah menurut Ahmad
Muhammad Asy-Syafi’i dan Fathi Ridwan. Pengertian kaidah menurut Ahmad Muhammad
Asy-Syafi’i adalah sebagai berikut :
Artinya :“Hukum-hukum yang bersifat menyeluruh yang dijadikan jalan untuk terciptanya
masing-masing hukum juz’i.”
Adapun menurut Fathi Ridwan pengertian kaidah itu adalah sebagai berikut :
Artinya :“Hukum-hukum yang bersifat umum yang meliputi bagian-bagiannnya.”
Dalil syara’ itu ada yang bersifat menyeluruh, universal, dan global (kulli dan mujmal) dan
ada yang hanya ditujukan bagi suatu hukum tertentu dari suatu cabang hukum tertentu pula.

2
Dalil yang bersifat menyeluruh itu disebut pula qaidah ushuliyah. Qaidah ushuliyah adalah
sejumlah peraturan untuk menggali hukum. Qaidah ushuliyah itu umumnya berkaitan dengan
ketentuan dalalah lafadz atau kebahasaan.
Kaidah-kaidah ushuliyah menurut Prof. Dr. Muhammad Syabir adalah sebagai suatu perkara
kulli (kaidah-kaidah umum) yang dengannya bisa sampai pada pengambilan kesimpulan
hukum syar’iyyah al-Far’iyyah dan dalil-dalilnya yang terperinci.
Dari beberapa pengertian mengenai kaidah ushuliyah di atas disimpulkan bahwa kaidah
ushuliyah itu merupakan sejumlah peraturan untuk menggali dalil-dalil syara’ sehingga
didapatkan hukum syara’ dari dalil-dalil tersebut.

B. Urgensi Qaidah Ushuliyah


Secara global, kaidah-kaidah ushul fiqh bersumber dari naql (Al-Qur’an dan Sunnah), akal
(prinsip-prinsip dan nilai-nilai), dan bahasa (ushul at-tahlil al-lughawi). Qaidah ushuliyah itu
berkaitan dengan bahasa. Dalam pada itu, sumber hukum adalah wahyu yang berupa bahasa.
Oleh karena itu, qaidah ushuliyyah berfungsi sebagai alat untuk mengganti ketentuan hukum
yang terdapat dalam bahasa (wahyu) itu. Mengetahui qaidah ushuliyyah dapat mempermudah
Faqih untuk mengetahui hukum Allah dalam setiap peristiwa hukum yang dihadapinya.
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.Si mengemukakan bahwa kaidah ushuliyah itu sangat
penting karena kaidah ushuliyah itu merupakan alat untuk menggali kandungan makna dan
hukum yang tertuang dalam nash Al-Qur’an dan As-Sunnah kaidah ushuliyah merupakan
modal utama memproduk fiqh. Tanpa kaidah ushuliyah, pengamalan hukum Islam cenderung
belum semuanya mengelupas jenis-jenis hukum suatu perbuatan. Beliau juga mengemukakan
pendapat Abdul Wahhab Khallaf dan Abdul Hamid Hakim yang mengatakan bahwa penetapan
hukum perintah, larangan, dan sebagainya, berikut penggalian dalil-dalil yang dijadikan hujjah
syar’iyyah dalam hukum Islam merupakan fungsi utama dari kaidah ushuliyah.

C. Jenis-jenis Qaidah Ushuliyah


Jenis-jenis Qaidah Ushuliyah yaitu
‫ – القوعد االحكم‬1 “Kaidah Hukum”
‫ – الدود تسقط باالشبهات‬2
“Hukum pidana vonis menjadi gugur akibat ketidak jelasan”
‫ – الحريم له مكم ما هو حريم له‬3
“Sesuatu yang menjadi batas mempunyai hukum yang sama dengan apa yang di batasinya”
3
‫ – ماالكشر فعالكان اكثرفظال‬4
“Sesuatu yang lebih bayak dikerjakan maka lebih bayak keutamaanya”
‫ – الميسورال يسقط باالمعسور‬5
“Sesuatu yang mudah dilakukan tidak akan gugur dengan adanya kesulitan”

a. Kaidah: segala sesuatu bergantung pada tujuannya, seperti kalau kita shalat, kita pasti
bertemu dengan yang namanya niat, kalau kita tidak bertemu dengan yang namanya niat
berarti kita tidak pernah shalat. Begitu juga daengan yang lainnya, seperti puasa, zakat, haji,
dan lain sebagainya. Dasar kaidah ini para ulama mengambil dari ayat Al-Qur’an surah Ali-
Imran: 145 yang artinya:”Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya kami berikan
kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa menghendaki pahala akhirat, kami berikan
(pula) kepadanya pahala akhirnya.
b. Kaidah: kemudaratan harus dihilangkan, seperti kalau misalkan ada pohon besar dengan
buah yang banyak yang mana buah tersebut sering jatuh dan sering mengenai kepala orang
lewat dibawahnya hingga ada yang harus dibawa ke rumah sakit, maka dengan beracuan
pada kaidah ini pohon tersebut harus ditebang. Dasar kaidah ini beracuan pada nash Al-
Quran surah Al-A’raf: 56 yang artinya:”Dan janganlah kamu membuat kerusakan dimuka
bumi, sesudah (Allah SWT) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah SWT
amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
c. Kaidah: kebiasaan dapat menjadi hukum, seperti ketika suatu tempat ada kebiasaan, yang
mana kebiasaan tersebut telah mendarah daging, maka dengan sendirinya kebiasaan tersebut
akan menjadi hukum, misalkan kebiasaan petik laut, kalau ada masyarakat pesisir yang tidak
melakukan kebiasaan petik laut tersebut, maka dia akan dikucilkan oleh masyarakat
setempat. Kaidah tersebut didasarkan pada nash Al-Quran surah Al-A’raf: 199 yang
artinya:”Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah dari orang-orang yang bodoh”. Ada perbedaan antara Al-Adah (adat) dengan
Urf (kebiasaan). Adat atau Al-Adah adalah perbuatan yang terus menerus dilakukan oleh
manusia yang kebenarannya logis, tapi tidak semuanya menjadi hukum. Sedangkan Urf atau
kebiasaan adalah jika mengacu pada Al-Ma’ruf, berarti kebiasaan yang normatif dan
semuanya dapat dijadikan hukum, karena tidak ada yang bertentangan dengan Al-Quran
atau Hadis

4
D. Kaidah dan contoh al-Qawaid Ushuliyyah
a. Kaidah al- Qawa’id Ushuliyyah
1. Yang di pandang dasar ( titik talak) adalah petunjuk umum dasar lafazh bukan sebab
khusus (latar belakang kejadian)
2. Apabila dalil yang menyuruh bergabung dengan dalil yang melarang maka
didahulukan dalil yang melarang.
3. Makna implicit tidak di jadikan dasar bila bertentangan dengan makna eksplisit.
4. Lafazh nakirah dalam kalimat negatif (nafi) mengandung pengertian umum.
5. Petunjuk nash didahulukan daripada petunjuk zahir.
6. Petunjuk perintah (amr) menunjukkanwajib. Seperti contoh kasus fiqhnya pada QS
5/1 (memenuhi janji adalah wajib).
7. Tidak di benarkan berijtihad dalam masalah yang ada nash-nya.
8. Dalam lafazh mutlak dibawa pada dalalah lafazh muqqayad.
9. Perintah terhadap sesuatu berarti larangan atas kebalikannya
b. Contoh al- Qawa’id Ushuliyyah
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat : 43
Arti dari surat Al-Baqarah ayat 43 yaitu Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan
ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.
1. Kaidah kedua :
Artinya : “Asal dari perintah itu hukumnya sunnat.”
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat 60.
2. Kaidah ushuliyah yang berhubungan dengan larangan (nahy)
Artinya : “Asal dari larangan itu hukumnya haram.
Contohnya dalam surat Al-Baqarah ayat 11.
Arti dari surat Al-Baqarah ayat 11 yaitu Bila mereka dinasehati agar meninggalkan
perbuatan-perbuatan tersebut, mereka membuat dalih dan alasan dengan mengatakan
bahwa mereka sebenarnya berusaha mengadakan perbaikan dan perdamaian antara
golongan muslimin dengan golongan yang lainya. Mereka mengatakan bahwa
tindakan-tindakan mereka yang merusak itu sebagai suatu usaha perbaikan untuk
menipu kaum muslimin.
Menurut beliau, selain kaidah lughawiyah, sebenarnya ada pula kaidah tasyri’iyah,
tetapi acuan pokoknya tetap kaidah bahasa. Kaidah yang kedua ini akan penulis jelaskan
secara terpisah di makalah ini setelah pembahasan kaidah ushuliyah
5
Adapun contoh-contoh qaidah ushuliyyah yang dipaparkan oleh prof. Dr. Rachmat
Syafe’i,MA. adalah sebagai berikut:
a. Kaidah : Artinya: “Yang dipandang dasar (titik talak) adalah petunjuk umum dasar
lafazh bukan sebab khusus (latar belakang kejadian).
b. Kaidah : Artinya : “Bila dalil yang menyuruh bergabung dengan dalil yang melarang
maka didahulukan dalil yang melarang.”
c. Kaidah : Artinya: “Makna implisit tidak dijadikan dasar bila bertentangan dengan
makna eksplisit.”
d. Kaidah : Artinya : “Petunjuk nash didahulukan daripada petunjuk zahir.
e. Kaidah : Artinya : “Petunjuk perintah (amr) menunjukan wajib.
f. Kaidah : Artinya : “Tidak dibenarkan berijtihad dalam masalah yang ada nash-nya.
g. Kaidah : Artinya : “Perintah terhadap sesuatu berarti larangan atas kebalikannya.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Qawa’id ushuliyyah adalah kaidah atau metode untuk mengistinbathkan hukum-hukum
dari dalil-dalil yang terprinci. Sedangkan qawa’id fiqhiyyah adalah kaidah-kaidah untuk
mengetahui hukum-hukum, memeliharanya dan mengumpulkan hukum-hukum yang serupa
serta menghimpun masalah-masalah yang berserakan dan mengoleksi makna-maknanya.
Qawa’id ushuliyyah merupakan dalil-dalil umum, sedangkan qawa’id fiqhiyyah merupakan
hukum-hukum umum.
Cara penyusunan kaidah ushuliyyah : Kaidah ushul diperoleh secara deduktif, sedangkan
kaidah fiqh secara induktif. Penyusunan kaidah ushul, utamanya dikalangan ushul fiqh
mutakallimin, dilakukan tanpa melihat realitas terlebih dahulu. Kaidah dibuat dulu, baru
kemudian diterapkan. Kaidah fiqh diperoleh secara induktif, yaitu berasal dari penyelidikan
pemecahan kasus-kasus fiqh, baru kemudian disimpulkan kaidahnya. Karena itu, kaidah ushul
umumnya bersifat kulli (berlaku kepada seluruh persoalan detail), sementara kaidah fiqh
umumnya bersifat aghlabi (berlaku kepada sebagian besar kasus, dengan berbagai
perkecualian).
5
B. Saran
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata kesempurnaan, oleh karena
itu, kami selaku klompok 10 "Qawaid Ushuliyah" sangat membutuhkan kritik dan saran dari
pembaca. Sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung, CV. Pustaka Setia, 2009, hlm. 193-194.
Zubair Maimoen, 2006. Formulasi Nalar Fiqh, Surabaya: Santri Salaf Press
Hanafi Imam, 2011. Pengantar Ushul Dan Ilmu Fiqh, Surabaya: Pena Salsabila
Syafe’i Rachmat, 2010. Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia
Hidayatullah Syarif, 2012. Qawa’id Fiqhiyyah Dan Penerapannya Dalam
Transaksi Keuangan Syari’ah Kontemporer, Jakarta: Gramata Publishing

[1] Prof. DR. Rachmat Syafe’i, MA., Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h.
147.
[3] Syarif Hidayatullah, S.S.I., MA, Qawa’id Fiqhiyyah dan Penerapannya Dalam Transaksi
Keuangan Syari’at Kontemporer (Mu’amalat, Maliyyah Islamiyyah, Mu’ashirah), (Depok:
Gramata Publishing, 2002), h. 21-22.
[4] KH. Maimoen Zubair, Formulasi Nalar Fiqh, (Surabaya: Khalista, Santri Saraf Press,
2006), h.85-86.
[5] Imam Hanafi, S.Pd.I., M.H.I., Pengantar Ushul dan Ilmu Fiqh, (Surabaya: Pena Salsabila,
2011), h. 11-13.

6.

Anda mungkin juga menyukai