Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

PENGERTIAN DAN URGENSI QOWAID FIQHIYYAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“QOWA’ID FIQHIYYAH”

Dosen Pengampu:

Muhamad Arifin, M.H.I

Di Susun Oleh Kelompok 2 HKI 4A

1. Anita Kurnia Sari (1860102221088)


2. Ahmad Azad Muzada (1860102221051)
3. Ahmad Azza Dinul Qowim (1860102221082)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


FAKULTAS SYARIAH DAN ILMU HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SAYYID ALI RAHMATULLAH

FEBRUARI 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas


segala karunia-Nya, sehingga makalah tentang “pengertian dan urgensi qowaid
fikhiyyah” sebagai salah satu tugas mata kuliah Qowaid Fikhiyyah ini dapat
terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam semoga senantiasa abadi
tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW dan umatnya.
Sehubungan dengan selesainya makalah ini maka penyusun
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I. Selaku rektor UIN Sayyid Ali
Rohmatullah Tulungagung.
2. Bapak Dr. Nur Efendi, M.Ag. Selaku dekan Fakultas Syariah dan Ilmu
Hukum UIN Sayyid Ali Rohmatullah Tulungagung.
3. Ibu Dr. Rohmawati, M.A. Selaku KOORPRODI Hukum Keluarga Islam.
4. Bapak Muhamad Arifin, M.H.I. selaku dosen mata kuliah Qowaid .
5. Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini.

Dengan penuh harap semoga jasa kebaikan mereka diterima Allah SWT
dan tercatat sebagai amal shalih. Akhirnya, penulisan makalah ini penulis
suguhkan kepada segenap pembaca, dengan harapan adanya kritik dan saran
yang bersifat konstruktif demi perbaikan. Semoga makalah ini bermanfaat dan
mendapat ridho Allah SWT.

Tulungagung,16 Februari 2024

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................

DAFTAR ISI.............................................................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................

A. Latar Belakang.............................................................................................................................
B. Rumusan Masalah........................................................................................................................
C. Tujuan Masalah............................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................

A. Pengertian Qawaid Fiqhiyyah......................................................................................................


B. Urgensi Qowaid Fiqhiyyah..........................................................................................................
C. Manfaat Qowaid Fiqhiyyah....................................................................................................

BAB III PENUTUP................................................................................................................

A. Kesimpulan................................................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak dahulu sampai saat ini tidak ada ulama yang mengingkari akan
penting peranan al-qawaid al-fiqhiyyah dalam kajian ilmu syariah. Para ulama
menghimpun sejumlah persoalan fiqh yang ditempatkan pada suatu al-qawaid al-
fiqhiyyah. Apabila ada masalah fiqh yang dapat dijangkau oleh suatu kaidah
fiqh, masalah fiqh itu ditempatkan di bawah kaidah fiqh tersebut.
Melalui al-qawaid al-fiqhiyyah atau kaidah fiqh yang bersifat umum
memberikan peluang bagi orang yang melakukan studi terhadap fiqh untuk dapat
menguasai fiqh dengan lebih mudah dan tidak memakan waktu relatif lama.
Dengan menguasai al-qawaid al-fiqhiyyah secara baik tidak perlu dalam setiap
persoalan merujuk kepada uraian yang terdapat dalam berbagai kitab fiqh, upaya
merujuk terhadap kitab-kitab fiqh menjadi penting untuk menguasai seluk beluk
suatu persoalan ketika memang dibutuhkan untuk mengetahui landasan filosofis
dan rincian masalah agar pemahaman tentangnya menjadi komprehensif.
Maka dari itu kami sebagai penulis mencoba untuk menerangkan tentang
al-qawaid al-fiqhiyyah tersebut. Dengan menguasai al-qawaid al-fiqhiyyah kita
akan mengetahui benang merah yang membantu kita dalam memahami fiqh,
karena al-qawaid al-fiqhiyyah itu menjadi titik temu dari masalah-masalah fiqh,
dan lebih arif didalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang berbeda
untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan lebih
moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial,ekonomi,politik,budaya dan
lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yag terus muncul dan
berkembang dalam masyrakat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Qawait Fikhiyah
2. Bagaimana urgensi Qawait Fikhiyah
3. Manfaat qowaid fiqhiyyah

4
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui tentang pengertian Qawait Fikhiyah
2. Untuk mengetahui tentang urgensi Qawait Fikhiyah
3. Untuk mengetahui manfaat qowaid fiqhiyyah

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Qawaid Fiqhiyyah


Fiqhiyah secara etimologis berasal dari kata fiqh yang berarti ilmu.
Pengertian lain fiqh menurut tinjuan bahasa adalah mengetahui dan memahami
sesuatu. Definisi fiqh yang paling mashur adalah ungkapan imam Syafi’i bahwa
fiqh merupakan pengetahuan mengenai hukum-hukum syariat amaliah yang
diambil dari dalil-dalilnya yang terperinci. 1

Ada beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ulama tentang kaidah
fiqhiyah. Menurut Abu Zahroh, qawaid fiqhiyah adalah :

‫مجموعة األحكام المتشابهة التى ترجع الى قياس واحد يجمعهما‬

“Kumpulan hukum-hukum yang serupa, yang kembali pada qiyas yang


mengumpulkannya” 2

Al-Nadawi menyatakan bahwa kaidah fiqh adalah:

‫حكم شرعي في قضيه أغلبيه يتعرف منها أحكام ما دخل تحتها‬

“Hukum syara’ dalam patokan yang bersifat pada umumnya, dan dari aturan
tersebut hukum-hukum sesuatu yang berada dalam cakupannya”

Sedangkan Muhammad Sidqi berpendapat bahwa kaidah fiqih ialah

: ‫حكم أكثري ال كلي ينطبق على أكثر جز ئياته لتعرف أحكامها منه‬

“Hukum mayoritas bukan keseluruhan yang mencakup kebanyakan bagian-


bagiannya dengan dapat diketahui hukum-hukum yang tercakup di dalamnya”

Definisi di atas mengacu pada kaidah fiqh yang mencakup setiap masalah
hukum dalam bentuknya yang bersifat umum. Dalam arti, setiap kaidah fiqh
mencakup permasalahan-permasalahan yang banyak, baik permasalahan yang
sudah ada maupun permasalahan yang akan muncul pada waktu kapan pun.

1
Wahbah al-Zuhaily, Ushul Fiqh al-Islami (Beirut: Dar al-Fikr, 2001), 19.
2
M. Adib Hamzaw, Qawa’id Ushuliyyah & Qawaid Fiqhiyyah (Melacak Konstruksi Metodologi
Istinbath al – Ahkam) Inovatif: Volume 2 No. 2, (2016), 101.

6
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa prinsip dalam
kaidah fiqh adalah aghlabiyat atau akthariyat . Dengan kata lain merupakan
seperangkat hukum yang bersifat mayoritas, dan bukan keseluruhan. Oleh karena
itu, ada kemungkinan adanya hukum yang menyimpang dari keumuman. Dan
dalam hal ini ulama menyatakan bahwa penyimpangan merupakan hal yang jarang
terjadi dan tidak mempengaruhi kaidah yang telah disusun. Sebagai
kesimpulannya, dapat dikatakan bahwa qawaid fiqhiyah adalah dasar-dasar fiqh
dalam bentuk teks undang-undang yang ringkas, yang memuat hukum-hukum
tasyri’ secara umum terhadap peristiwa-peristiwa yang menjadi obyeknya. 3

Sebagaimana juga qawaid ushuliyah yang merupakan penyederhanaan dari


ushul fiqh, kaidah fiqhiyah merupakan penyederhaan dari fiqh. Penyederhanaan
tersebut melahirkan formulasi-formulasi yang teruji kebenarannya yang kemudian
disebut ilmu kaidah fiqh. Abu Zahrah menyatakan bahwa qawaid fiqhiyah
dihasilkan dari analisis induktif (istiqra’) dengan memperhatikan faktor-faktor
kesamaan (al - ashbah) berbagai macam topik fiqh yang kemudian disimpulkan
menjadi kaidah fiqh. Dengan kata lain, kaidah fiqh merupakan kumpulan dari
sekian masalah fiqh yang berfungsi untuk memudahkan para praktisi hukum Islam
dalam melakukan istinbath hukum. Pendapat berbeda disampaikan oleh Muhlish
Usman yang menyatakan bahwa kaidah fiqh dibentuk berdasarkan cara berfikir
deduktif, yakni disusun berdasarkan berbagai dalil yang kemudian dihubungkan
dengan berbagai bab dan subbab fiqh sehingga memiliki cakupan yang luas.

B. Urgensi Qowaid Fiqhiyyah


Mustafa al-Zarqa’ berpendapat bahwa urgensi kaidah-kaidah fikih
menggambarkan secara jelas mengenai prinsip-prinsip fikih yang bersifat
umum, membuka cakrawala serta jalan-jalan pemikiran tentang fikih.
Kaidah-kaidah fikih mengikat berbagai hukum cabang yang bersifat praktis
dengan berbagai dhawabi (penguatan), yang menjelaskan bahwa setiap hukum
cabang tersebut mempunyai satu manat (‘illat/alasan hukum) dan segi
keterkaitan, meskipun obyek dan temanya berbeda-beda.4

Berdasarkan pendapat Zarqa’ di atas, terlihat dengan jelas bahwa


3
Ibid, 102.
4
Musthafa Ahmad Al-Zarqa‟, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Amm, Juz II, cet. ke-7, Damaskus:
Mathba‟ah Jâmi‟ah. 1983, hal. 943

7
kaidah- kaidah fikih merupakan solusi konkrit dalam memberikan jawaban-
jawaban atas berbagai dinamika kehidupan manusia. Dengan demikian,
asumsi yang mengatakan bahwa hukum Islam itu statis dapat terbantahkan
apabila ada masalah-masalah kontemporer yang tidak ditemukan jawabannya
dalam nash, tapi dapat teratasi dengan memakai kaidah-kaidah fikih yang
sampai hari ini masih relevan untuk dipakai sebagai salah satu cara atau
metode istinbath hukum dalam Islam. Oleh sebab itu, reaktualisasi hukum
Islam dapat dilakukan untuk menyikapi berbagai perubahan kehidupan
manusia.
Reaktualisasi berasal dari kata “aktual” yang berarti berita yang
sebenarnya; betul-betul terjadi, betul-betul ada. Aktualisasi adalah perihal
mengaktualkan; pengakutualan.5 Kemudian ditambahkan dengan awalan “re”
yang berarti mengaktualkan, yang dalam tulisan ini berarti mengaktualkan
kembali hukum Islam.
Adapun urgensi dalam kaidah-kaidah fiqhiyah, menurut pendapat Al-
Qarafi, secara garis besar berpendapat tentang urgensi kaidah-kaidah fikih ada
tiga: Pertama, kaidah-kaidah fikih mempunyai kedudukan istimewa dalam
khazanah keilmuan Islam karena kepakaran seorang faqih sangat terkait erat
dengan penguasaan kaidah-kaidah fikih. Kedua, dapat menjadi landasan
berfatwa. Ketiga, menjadikan ilmu fikih lebih teratur sehingga mempermudah
seseorang untuk mengidentifikasi fikih yang jumlahnya sangat banyak.6
Pemikiran kontemporer tentang kaidah-kaidah fikih ini sangat berkaitan
pula dengan pembaharuan yang memunculkan masalah-masalah modern dan
kontemporer pula. Bahkan era modern dan isu pembaharuan ini tidak akan
pernah dapat dihindari dari kehidupan manusia yang mengakibatkan adanya
aktualisasi dalam pemikiran kontemporer, yang dimana faktor tersebut telah
melekat dan dipandang sebagai watak-watak Islam.
Adapun faktor tersebut adalah watak keuniversalan Islam. Adanya
permahaman baru untuk menyikapi perkembangan kehidupan manusia yang
selalu berubah, mengharuskan hukum Islam selalu hadir dalam setiap
dinamika hidup manusia. Islam yang universal dalam arti cocok untuk segala

5
Sulchan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-Besar), Surabaya: Amanah. 1997,
hal. 22.
6
Abu Zahrah, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi. 1990, hal. 3

8
ruang dan waktu (salih li kulli zaman wa makan), menurut aktualisasi nilai-
nilai Islam dan konteks dinamika kebudayaan. Kontekstualisasi ini tidak lain
dari upaya menemukan titik temu antara hakikat Islam dan semangat zaman.
Hakikat Islam yaitu kerahmatan dan kesemestaan (rahmat li al-‘alamin),
berhubungan secara simbiotik dengan semangat zaman, yaitu kecondongan
kepada kebaruan dan kemajuan. Untuk mencapai cita-cita kerahmatan dan
kesemestaan ini (dalam hal ini kemaslahatan umat) sangat tergantung kepada
penemuan-penemuan baru dan metode-metode untuk menjawab
permasalahan-permasalahan yang muncul dari pembaharuan serta
perkembangan zaman.7
Berdasarkan uraian di atas, maka terdapat persoalan-persoalan fikih
kontemporer di masa akan datang akan lebih komplek lagi dibanding hari ini.
Hal itu disebabkan karena arus perkembangan zaman yang berdampak akan
semakin terungkapnya berbagai persoalan umat manusia, baik hubungan antar
sesama manusia maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.
Ruang lingkup fikih kontemporer mencangkup:

1. Aspek hukum keluarga, seperti: pembagian harta waris, akad nikah via
telepon, perwakafan, nikah hamil, KB dan lain-lain.
2. Aspek ekonomi, seperti: sistem bunga dalam bank, zakat mal
perpajakan, kredit, arisan, zakat profesi, asuransi, dan lain-lain.
3. Aspek pidana, seperti: hukum potong tangan, hukum pidana Islam
dalam sistem hukum nasional, dan lain-lain.
4. Aspek kewanitaan, seperti: busana muslimah (jilbab), wanita karir,
kepemimpinan wanita, dan lain-lain.
5. Aspek medis, seperti: pencangkokan organ tubuh, pembedahan mayat,
kontrasepsi, euthanasia (bundir), dan bayi tabung.

6. Aspek teknologi, seperti: menyembelih hewan secara mekanis, seruan


azan dengan kaset, makmum kepada radio atau televisi, memberi salam
dengan bel, dan sebagainya.
7. Aspek politik (kenegaraan), yakni: tentang perdebatan sekitar istilah
“negara Islam”, proses pemilihan pemimpin, loyalitas kepada penguasa

7
M. Din Syamsuddin, “ Mengapa Pembaruan Islam?, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, Vol.
IV, No. I, Tahun 1993, hal. 68.

9
(kekuasaan dan sebagainya).
8. Aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah, seperti: tabungan haji,
ibadah qurban dengan uang, menggunakan pil/obat untuk penundaan haid
karena ibadah haji, dan lain- lain.8
Persoalan kontemporer pada umumnya berkaitan dengan muamalah,
namun tidak menutup kemungkinan berkaitan juga dengan ibadah. Tapi dalam
hal ibadah biasanya berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut sarana untuk
ibadah itu sendiri, seperti penggunaan pil untuk penunda haid dalam pelaksanaan
ibadah haji.
Dari segi metodologi, untuk menjawab masalah-masalah kontemporer, ulama
mencari kasus-kasus yang dibahas dalam kitab-kitab lama, atau kasus- kasus
yang analog (berkaitan) dengannya. Pengambilan keputusan seperti ini harus di
dasarkan dengan prinsip umum, yang disebut ushul fikih (dasar-dasar fikih) dan
kaidah-kaidah fikih. Di antaranya, ada prinsip pertimbangan manfaat dan
mudarat (keburukan) dari suatu keputusan, prinsip mendahulukan menghindari
keburukan, prinsip bahwa manfaat yang amat besar dapat mengatasi
keburukan-keburukan kecil yang melekat pada diri manusia, prinsip darurat
(sesuatu yang dalam keadaan normal tak diperbolehkan, tapi dalam keadaan
darurat diperbolehkan), prinsip maslahah atau kesejahteraan publik, dan lain
sebagainya.9

C. Manfaat Qowaid Fiqhiyyah


Al-qawaid al-fiqhiyyah mempunyai kedudukan penting untuk
mempermudah dalam mempelajari fiqh.
1. Melaluinya furû’(cabang) fiqh yang demikian banyak dapat dipisahkan dalam
kaidah fiqh tertentu. Apabila tidak ada al-qawaid al-fiqhiyyah, tentu persoalan
hukum yang demikian banyak tetap berserakan di berbagai kitab fiqh
sehingga sulit untuk dipelajari para ahli fiqh dengan mudah dan baik.
2. Mempelajari al-qawaid al-fiqhiyyah dapat membantu untuk menguasai fiqh
dengan mengetahui masalah-masalah fiqh yang demikian banyak. Sebab, al-

8
Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme Islam,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hal. 22-24.
9
Ashar, “Aktualisasi Al-Qawā‟id Al-Khams Terhadap Problematika Kontemporer” dalam
http://.media.neliti.com, diakses tanggal 17 Mei 2018.

10
qawaid al-fiqhiyyah sebagai jembatan dan sarana melahirkan hukum-hukum.
3. Membantu kalangan yang melakukan studi fiqh untuk membahas bagian
hukum dan mengeluarkan hukum dari topik-topiknya yang berbeda dan
meletakkannya pada satu topik dengan tetap memelihara pengecualian
(istisna’i) dari setiap kaidah. Hal ini akan menghindarkan terjadi pertentangan
hukum yang kelihatan sama. 10
4. Dengan mengikatkan hukum-hukum yang berserakan pada satu ikatan
menunjukkan bahwa hukum-hukum fiqh itu membawa misi untuk
mewujudkan kemaslahatan yang sejalan dengannya atau mewujudkan
kemaslahatan yang lebih besar.
5. Mengetahui al-qawaid al-fiqhiyyah penting untuk memperkuat jalan
mengetahui furû’ fiqh yang demikian banyak. Hal ini tergambar dalam kaidah
fiqh yang menegaskan bawa: “sesungguhnya ungkapan dalam suatu akad
mengandung sejumlah makna”. Penerapan kaidah fiqh ini dapat diamati
dalam sejumlah kasus muamalah yang berada dalam lingkupnya. Misalnya,
akad al-bay’u atau jual beli adalah transaksi pemindahan milik suatu benda
dengan membayar nilai ganti benda itu. Sementara ijarah adalah transaksi
untuk mengambil manfaat suatu benda dengan disertai bayaran terhadap
pengambilan manfaat tersebut. Sedangkan hibah adalah akad untuk memiliki
suatu benda tanpa membayar gantinya.
Sejalan dengan itu, Zarqa’ menegaskan bahwa al-qawaid al-fiqhiyyah
mempunyai arti penting dan manfaat besar terhadap fiqh. Dengan mengetahui dan
menguasai al-qawaid al-fiqhiyyah dapat menambah kemampuan ahli fiqh dan
memperjelas bagi mereka metode-metode melahirkan fatwa. Orang yang
berpegang kepada furu’ fiqh tanpa memperhatikan al-qawaid al-fiqhiyyah akan
menemukan pertentangan yang banyak dalam masalah furu’ fiqh. Hal ini
menuntutnya untuk menguasai rincian persoalan fiqh yang banyak tersebut. Hal
ini tentu sulit dan menghabiskan waktu yang banyak bagi orang tersebut. Dari
uraian di atas tampak bahwa kaidah fiqh mempunyai arti penting bagi fiqh dan
mempunyai peran signifikan dalam bidang tasyri’. Dengan alasan ini pula para
ulama sejak dahulu dari semua mazhab fiqh memberikan perhatian besar dalam
rangka merumuskan dan menyusun kaidah-kaidah fiqh sehingga tersusun kitab-
kitab khusus yang membahas tentang kaidah-kaidah tersebut. Bagi mereka yang
10
AL-Nadawi, al-qawaid, hlm 327

11
mempelajari dan mengunakan kaidah fiqh dalam kajian mereka perlu
memperhatikan dengan seksama, mengingat bahwa kaidah-kaidah fiqh itu tidak
dapat dilepaskan dari pengecualian-pengecualian dan syarat-syarat, maka
dibutuhkan sikap teliti dan hati-hati apabila menerapkan kaidah-kaidah tersebut.
Hal ini penting agar terhindar dari kekeliruan dan kesalahan dalam penerapan
kaidah-kaidah fiqh tersebut.

BAB III

PENUTUP

12
A. Kesimpulan
Al-qawaid fiqhiyyah merupakan kaidah bersifat umum meliputi sejumlah
masalah fiqh dan melaluinya dapat diketahui hukum masalah fiqh yang berada
dalam lingkupnya. Al-qawaid al-fiqhiyyah yang dirumuskan para ulama yang tidak
langsung terambil dan berdasarkan nash tidak dapat dipakai sebagai dalil dalam
menetapkan hukum islam. Sebab, tidak logis menjadikan sesuatu yang merupakan
himpunan dari sejumlah persoalan furu’ (fiqh) sebagai dalil dari dalil syara’.
Namun apabila kaidah fiqh itu langsung didasarka dan disandarkan pada dalil-dalil
dari quran dan sunnah (nash), ia dapat dijadikan sebagai dalil dalam menetapkan
hukum.

B. Saran

Penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca sangat penulis
harapkan. Jika terdapat hal yang kurang dimengerti, maka dapat mengacu pada
rujukan yang telah penulis gunakan atau referensi lain yang berkaitan dengan topik
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

13
Al-Zuhaily, Wahbah. 2001. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut: Dar al-Fikr. Hamzaw, M. Adib.

2016. Qawa’id Ushuliyyah & Qawaid Fiqhiyyah (Melacak Konstruksi Metodologi


Istinbath al – Ahkam) Inovatif: Volume 2 No. 2.

Azhar, Muhammad. Fiqh Kontemporer Dalam Pandangan Neomodernisme Islam,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, hal. 22-24.

Ashar, Aktualisasi Al-Qawā‟id Al-Khams Terhadap Problematika Kontemporer.


dalam http://.media.neliti.com, diakses tanggal 17 Mei 2018.

Din Syamsuddin, Mengapa Pembaruan Islam?, dalam Jurnal Ulumul Qur’an, Vol.
IV, No. I, Tahun 1993, hal. 68.

Musthafa Ahmad Al-Zarqa, al-Madkhal al-Fiqh al-‘Amm, Juz II, cet. ke-7, Damaskus:
Mathba‟ah Jâmi‟ah. 1983, hal. 943

Sulchan Yasin, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia (KBI-Besar), Surabaya: Amanah.


1997, hal. 22.

abu Zahrah, Ushul Fiqh, Mesir: Dar al-Fikr al-Arabi. 1990, hal. 3

14

Anda mungkin juga menyukai