Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

QAWAID AL-FIQHIYAH

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : Ushul Fiqh

Dosen Pengampu : Yusnida Wati Hasibuan, M. Pd

Disusun oleh kelompok 8 :

Novriani

Sarach Khairunnisa

FAKULTAS TARBIYAH & PENDIDIKAN

UNIVERSITAS ISLAM AN NUR LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Dalam konteks pemahaman dan penerapan hukum Islam, Qawaid Fiqhiyah atau prinsip-
prinsip hukum fiqhiyah memiliki peran yang sangat penting. Prinsip-prinsip ini
memberikan kerangka konseptual yang membantu dalam memahami,
menginterpretasikan, dan mengembangkan hukum Islam dalam berbagai situasi
kehidupan.

Makalah ini bertujuan untuk menjelaskan konsep Qawaid Fiqhiyah secara singkat namun
komprehensif. Kami akan menguraikan berbagai prinsip utama dalam Qawaid Fiqhiyah
dan menjelaskan peran dan urgensi mereka dalam memandu pemahaman dan penerapan
hukum Islam.

Dalam penjelasan ini, kami akan merujuk pada sumber-sumber utama dalam hukum
Islam seperti Al-Qur'an, Hadis, Ijma', dan Qiyas. Kami akan menggambarkan bagaimana
prinsip-prinsip ini membantu para ulama dan mujtahid dalam menghadapi perubahan
zaman, situasi baru, dan permasalahan hukum yang kompleks.

Dalam makalah ini, kami juga akan memberikan beberapa contoh penerapan Qawaid
Fiqhiyah dalam kehidupan nyata untuk memberikan gambaran yang lebih konkret tentang
bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan dalam praktik hukum Islam.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang konsep
dan pentingnya Qawaid Fiqhiyah dalam memahami hukum Islam, serta menggambarkan
relevansinya dalam menghadapi isu-isu hukum kontemporer.

Kata pengantar ini menjadi landasan untuk menjelajahi lebih dalam mengenai Qawaid
Fiqhiyah dan pentingnya dalam konteks pemahaman hukum Islam yang holistik dan
relevan.

Penyusun

Bekasi, 25 Mei 2023

Page 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................................. 4

Latar Belakang ................................................................................................................. 4

Rumusan Masalah ............................................................................................................ 5

Tujuan Pembahasan ......................................................................................................... 5

BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................................... 6

Pengertian Qawaid Fiqhiyyah .......................................................................................... 6

Objek Kajian Qawaid Fiqhiyyah ..................................................................................... 6

Sejarah Kemunculan, Pertumbuhan, dan Perkembangan Qawaid Fiqhiyyah ................. 8

Hubungan Antara Ushul Fiqih, Fiqih, dan Qawaid Fiqhiyyah ........................................ 9

Pembagian Qawaid Fiqhiyyah ....................................................................................... 11

Manfaat dan Urgensi Qawaid Fiqhiyyah ....................................................................... 13

Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah ...................................................................................... 14

BAB III : PENUTUP ..................................................................................................... 16

Kesimpulan .................................................................................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 17

Page 3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum Islam atau fiqh merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan umat
Muslim. Namun, hukum Islam tidak hanya terbatas pada pemahaman harfiah dari teks-
teks agama, tetapi juga melibatkan interpretasi, penalaran, dan penerapan prinsip-prinsip
hukum yang luas. Dalam konteks ini, Qawaid Fiqhiyah atau prinsip-prinsip hukum
fiqhiyah memiliki peran yang sangat signifikan.

Dalam perkembangan hukum Islam, para ulama dan mujtahid tidak hanya mengacu pada
teks-teks primer seperti Al-Qur'an dan Hadis, tetapi mereka juga mengembangkan
prinsip-prinsip umum yang digunakan sebagai pedoman dalam menafsirkan dan
mengaplikasikan hukum Islam. Prinsip-prinsip ini dikenal sebagai Qawaid Fiqhiyah.

Namun, pemahaman dan penerapan Qawaid Fiqhiyah seringkali menjadi tantangan dalam
konteks modern yang kompleks. Perubahan sosial, kemajuan teknologi, dan perubahan
tatanan masyarakat memunculkan isu-isu baru yang tidak secara langsung tercakup oleh
sumber-sumber hukum primer. Oleh karena itu, pemahaman yang baik tentang Qawaid
Fiqhiyah menjadi sangat penting dalam menjawab perubahan zaman dan tantangan
hukum yang muncul.

Makalah ini bertujuan untuk membahas konsep dan urgensi Qawaid Fiqhiyah dalam
konteks pemahaman hukum Islam yang holistik dan relevan. Melalui pemahaman yang
mendalam tentang Qawaid Fiqhiyah, diharapkan para pembaca dapat memperoleh
perspektif yang lebih komprehensif dalam menghadapi perubahan sosial, isu-isu
kontemporer, dan permasalahan hukum yang kompleks.

Dengan latar belakang ini, makalah ini akan menguraikan prinsip-prinsip utama dalam
Qawaid Fiqhiyah, menjelaskan bagaimana prinsip-prinsip ini diterapkan dalam
pemahaman dan penerapan hukum Islam, serta menggambarkan relevansinya dalam
konteks masyarakat modern.

Page 4
Diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam memperluas pemahaman
tentang Qawaid Fiqhiyah dan memberikan panduan yang berguna bagi para ulama,
mahasiswa, dan masyarakat Muslim secara umum dalam memahami dan menerapkan
hukum Islam dengan tepat dan relevan.

1.2 Rumusan Masalah

1) Apa itu Qawaidh Fiqhiyah?


2) Bagaimana hubungan Ushul Fiqh, Fiqh, dan Qawaid Fiqhiyah?
3) Bagaimana pembagian Qawaid Fiqhiyah?
4) Apa manfaat dari Qawaid Fiqhiyah?

1.3 Tujuan Pembahasan

1) Agar mengetahui definisi Qawaid Fiqhiyah


2) Agar mengetahui jenis-jenis Qawaid Fiqhiyah
3) Agar mengetahui fungsi dari Qawaid Fiqhiyah

Page 5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qawaid Fiqhiyah

 Qawaid/qa‟idah
 Secara Bahasa/etimologi, Qawaid jama‟ dari qaidah, berarti asas,
dasar, panduan, prinsip, model, peraturan.
 Secara istilah/terminologi,
“Dhabit /ketetapan yang mempunyai makna hukum kulli yang
mencakup bagian-bagiannya (partikular).”
“Ketetapan yang diterapkan pada kebanyakan bagian-bagiannya”
 Fiqh
 Fikih secara bahasa adalah pemahaman, pengetahuan, pengertian.
 Menurut istilah syara‟, fikih adalah pengetahuan tentang hukum-
hukum syariah Islam mengenai perbuatan manusia yang diambil
dari dalil-dalil secara detail.
 Qawaid Fiqhiyyah
 Menurut Abu Zahrah :
Kumpulan-kumpulan hukum yang serupa yang kembali kepada
qiyas yang mengumpulkannya.
 Menurut Imam Tajuddin As-subki :
Suatu yang bersifat umum yang meliputi bagian yang banyak sekali,
yang bisa dipahami hukum bagian tersebut dengan kaidah tersebut.
Kaidah atau dasar fikih yang bersifat umum yang mencakup hukum-hukum
syara‟ secara menyeluruh dari berbagai bab/bagian dalam masalah-masalah
yang masuk di bawah cakupannya.

2.2 Objek Kajian Qawaid Fiqhiyah

 Objek qawaid fiqhiyyah adalah perbuatan mukallaf (subjek hukum).


 Proses pembentukan Qawaid Fiqhiyyah

Page 6
1) Sumber hukum Islam: Al-Quran dan Hadits;
2) Kemudian muncul ushul fiqih sebagai metodologi di
dalam penarikan hukum (istibath al-ahkam). Dengan
metodologi ushul fiqih yang menggunakan pola pikir
deduktif menghasilkan fiqih;
3) Fiqih ini banyak materinya. Dari materi fiqih yang
banyak itu kemudian oleh ulama-ulama yang
mendalami ilmu di bidang Fiqih, diteliti
persamaannya dengan menggunakan pola piker
deduktif kemudian dikelompokkan, dan tiap-tiap
kelompok merupakan kumpulan dari masalah-
masalah yang serupa, akhirnya disimpulkan menjadi
kaidah-kaidah fiqih;
4) Selanjutnya kaidah-kaidah tadi dikritisi kembali
dengan menggunakan banyak ayat dan banyak
hadits, terutama untuk dinilai kesesuaiannya dengan
substansi ayat-ayat Al-Quran dan hadits nabi;
5) Apabila sudah dianggap sesuai dengan ayat Al-Quran
dan banyak hadits Nabi, baru kemudian kaidah fiqih
tersebut menjadi kaidah yang mapan;
6) Apabila sudah menjadi kaidah yang mapan/akurat,
maka ulama-ulama fiqih menggunakan kaidah tadi
untuk menjawab permasalahan masyarakat, baik di

Page 7
bidang sosial, ekonomi, politik, dan budaya, akhirnya
memunculkan hukum-hukum fiqih baru;
7) Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila ulama
memberikan fatwa, terutama di dalam hal-hal baru
yang praktis selalu menggunakan kaidah-kaidah fiqih,
bahkankekhalifahan Turki Utsmani di dalam Majalah
al-Ahkam al- Adliyah, menggunakan 99 kaidah di
dalam membuat undang-undang tentang akad-akad
muamalah dengan 185pasal.

2.3 Sejarah Kemunculan, pertumbuhan, dan perkembangan kaidah fiqih

 Disinyalir awal kemunculan kaidah fikih bermula pada masa Nabi saw dalam
bentuk hadis-hadis yang kalimatnya singkat namun mengandung makna yang
dalam (jawami‟ ‟Ammah) seperti al-kharaj bi al-dhaman, dan La dharara wa la
dhirara, dan atsar (pernyataan) sahabat yang dikategorikan jawami‟ al-kalim;
 Namun penyusun pemula kitab qawaid (kaidah-kaidah) diperkirakan adalah Abi
Thair al-Dabbas, seorang ulama abad III dan IV Hijriyah. Dia mengumpulkan
sebanyak 17 buah kaidah yang terpenting dari mazhab Hanafi, kemudian diikuti
oleh yang lainnya seperti Abu Said al-Harawi al-Syafi‟i (w.488 H), seorang ulama
mazhab Syafi‟i.
 Zainal Abidin Ibn Nuajair (wafat 670 H) menyusun kitab yang berjudul Al-
Asybah wa Al-Nazhair, yang di dalamnya ia menyebutkan 25 kaidah, dibagi
menjadi dua bagian, yaitu kaidah kaidah asasiyah dan kaidah-kaidah ghair
asasiyah.
 Pada abad VIII-IX Hijriyah dinilai sebagi masa keemasan penyusunan buku-buku
kaidah fikih. Lebih dari 10 buku muncul pada masa ini. Di antara buku-buku
tersebut adalah sbb :
o Al-Asybah wa al-Nadzair karya Ibn Wakil al-Syafi‟i (w.716 H)
o Kitab al-qawaid karya Al-Maqqari al-Maliki (w.758 H)
o Al-Asybah wa al-Nazhair karya al-Subki al-Syafi‟i (w. 771 H)
o Al-Asybah wa al-Nazhair karya al-Isnawi (w. 772 H)

Page 8
o Qawa‟id fi al-fiqh karya al-Zarkasi al-Hambali (w. 795 H)
o Kitab al-Qawa‟id karya Ibn al-Mulaqqin (w. 804 H).
o Al-Qawa‟id wa al-Dhawabit karya Ibn Abdil Hadi (w. 880)
 Pengkodifikasian qawa‟id fiqhiyyah mencapai puncaknya ketika tersusun majallah
al ahkam al-„adliyyah oleh komite (lajnah) fuqaha pada masa Sultan al-Ghazi
Abdul Aziz Khan al-Usmani (1861-1876 M) pada akhir abad XIII H (1292 H).
Dalam penyusunan majallah ini komite melakukan penelitian pustaka terhadap
kaidah kaidah yang ada sebelumnya terutama kitab al-Asybah wa al-Nazhair
karya Ibnu Nujaim (w. 970 H) &Majami‟ al-Haqaiq karya al-Khadimi (w. 1176 H)

2.4 Hubungan antara Ushul Fiqih, Fiqih, dan Qawaid Fiqhiyyah

Dalam dunia disiplin ilmu fiqih, perangkat perangkat penting dalam menarik kesimpulan
hukum sangat dibutuhkan, ini artinya eksistensi ilmu ushul fiqih punya peran penting
dalam keberlangsungan fiqih itu sendiri. Lalu kemudian, dalam perjalanan fiqih yang
sudah dimatangkan hukumnya melalui pemahaman dalil yang ditempuh dengan ilmu
ushul fiqih tersebut, akan ada kondisi yang membuat hukumnya bisa berubah dari yang
sebelumnya, perubahan kondisi dan konsekuensi hukum ini dikemas dalam ilmu qawaid
fiqhiyyah. Artinya, ketiga ilmu ini ditambah dengan qawaid ushuliyah yang ada di bawah
ilmu ushul fiqih merupakan disiplin ilmu yang berdiri berdampingan dan saling
menguatkan.Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu ushul fiqih adalah ilmu yang
konsentrasinya mengkaji dalil sebagaimana didefinisikan Al Baidhawi :

‫معرفة دالئل الفقه إجمبال وكيفية االستفبدة منهب وحبل المستفيد‬

“pengetahuan secara global tentang dalil fiqih, metode penggunaanya, serta keadaan atau
syarat orang yang menggunakannya.”

Maka konsentrasi ilmu ini adalah :

 Mengkaji dalil
 Mengkaji metode penggunaan dalil
 Mengkaji syarat orang-orang yang berkompeten dalam menggali
dalil

Page 9
Maka setelah selesai konsentrasi ushul fiqih, kelak akan ada hukum amaliyah yang
dihasilkan dari kajian dalil ini, dan hukum inilah yang kemudian dinamakan fiqih. Jadi
fiqih dengan kata lain adalah produk dari ilmu ushul fiqih. Karena sejatinya fiqih tidak
dapat dikeluarkan dari dalil tanpa ada perantara ilmu alatnya, yakni ushul fiqih.

Agar tidak pusing dengan teori di atas, kami hadirkan contoh sebagai berikut :

a. Dalam surat Al Baqarah ayat 43 ada perintah untuk mendirikan shalat dan
membayar zakat.
b. Kalimat perintah dalam ayat tersebut berindikasi kewajiban, sebagaimana
dalam kaidah ushuliyah : “Hukum asal dari perintah bermakna kewajiban”
c. Kemudian difahami dari situ bahwa mendirikan shalat dan membayar zakat
hukumnya wajib.

Dari urutan skema di atas, dapat dipahami bahwa yang pertama adalah dalil, yang kedua
adalah alat bernama kaidah ushuliyah dari ilmu ushul fiqih, dan yang ketiga adalah
hukum fiqih.Maka fiqih, dan ushul fiqih tidak bisa lepas satu sama lain.

Lalu bagaimana dengan ilmu qawaid fiqhiyyah?

Biasanya urutan skema sperti di atas berlaku untuk kondisi normal, namun seorang
mukallaf kadang-kadang mengalami kendala dalam menjalankan hukum-hukum fiqih.
Misalnya dalam kewajiban mengerjakan shalat lima waktu, ada halangan bagi dia seperti
terancamnya nyawanya karena ada orang yang diam-diam mengintainya dengan
membawa air keras dan senjata. Maka dalam kasus ini sang mukallaf boleh menunda
shalatnya karena madharat yang mengancam jiwanya.

Kebolehan menunda shalat ini juga masuk dalam kategori hukum fiqih, dan ini
diformulasikan dari salah satu qawaid fiqhiyyah yang bunyinya :
“keadaan darurat membolehkan melakukan yang dilarang”

Apabila digambarkan, maka urutan skemanya bisa seperti ini :

Page
10
2.5 Pembagian Qawaid Fiqhiyyah

Pembagian qawa‟id fiqhiyyah sedikitnya terdiri dari tiga segi diantaranya:

1. Segi fungsi
Ditilik segi fungsinya, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sentral dan
marginal. Kaidah fiqh yang berperan sentral, karena kaidah tersebut memiliki
cakupan-cakupan yang begitu luas. Kaidah ini dikenal sebagai al-Qawa‟id al-
Kubra al-Asasiyyat, umpamanya :

Page
11
Al-‟Adatu Muhakkamah (Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan
hukum) kaidah ini mempunyai beberapa turunan kaidah yang berperan marginal,
diantaranya:
”Sesuatu yang dikenal secara kebiasaan seperti sesuatu yang telah ditentukan
sebagai syarat”.
”Sesuatu yang ditetapkan berdasarkan kebiasaan seperti ditetapkan dengan
naskh”
Dengan demikian, kaidah yang berfungsi marginal adalah kaidah yang
cakupannya lebih atau bahkan sangat sempit sehingga tidak dihadapkan dengan
furu‟.
2. Segi Mustasnayat
Dari sumber pengecualian, kaidah fiqih dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :
kaidah yang tidak memiliki pengecualian dan yang mempunyai
pengecualian.Kaidah fiqh yang tidak punya pengecualian adalah sabda Nabi
Muhammad SAW. Umpamanya adalah :
”Bukti dibebankan kepada penggugat dan sumpah dibebankan kepada tergugat”
Kaidah fiqih lainnya adalah kaidah yang mempunyai pengecualian kaidah yang
tergolong pada kelompok yang terutama diikhtilafkan oleh ulama.
3. Segi kualitas
Dari segi kualitas, kaidah fiqh dapat dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu :
a. Kaidah kunci
Kaidah kunci yang dimaksud adalah bahwa seluruh kaidah fiqh pada
dasarnya, dapat dikembalikan kepada satu kaidah, yaitu :
”Menolak kerusakan (kejelekan) dan mendapatkan maslahat”
Kaidah diatas merupakan kaidah kunci, karena pembentukan kaidah fiqh
adalah upaya agar manusia terhindar dari kesulitan dan dengan sendirinya
ia mendapatkan kemaslahatan.
b. Kaidah asasi
Adalah kaidah fiqh yang tingkat kesahihannya diakui oleh seluruh aliran
hukum islam. Kaidah fiqh tersebut adalah :
”Perbuatan / perkara itu bergantung pada niatnya”
”Kenyakinan tidak hilang dengan keraguan”

Page
12
”Kesulitan mendatangkan kemudahan”
”Adat dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan hukum”
c. Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni
Kaidah fiqh yang diterima oleh semua aliran hukum sunni adalah ”
majallah al-Ahkam al-Adliyyat‖, kaidah ini dibuat di abad XIX M, oleh
lajnah fuqaha utsmaniah.

2.6 Manfaat & Urgensi Qawaid Fiqhiyyah

Menurut Imam Ali al-Nadawi kaidah fiqih diantaranya :

a. Mempermudah dalam menguasai materi hukum.


b. Kaidah dapat membantu menjaga dan menguasai persoalan-persoalan yang
banyak diperdebatkan.
c. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan
takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahnan baru.
d. Mempermudah orang yang berbakat fiqh dalam mengikuti (memahami)
bagian-bagian hukum dengan mengeluarkannya dari tema yang
berbeda beda serta meringkasnya dalam satu topik.
e. Meringkas persoalan-persoalan dalam satu ikatan menunjukkan bahwa
hukum dibentuk untuk menegakkan maslahat yang saling berdekatan atau
menegakkan maslahat yang lebih besar.
f. Pengetahuan tentang kaidah fiqh merupakan kemestian karena kaidah
mempermudah cara memahami furu„ yang bermacam-macam.

Secara umum dapat dikatakan manfaat dari mempelajari Kaidah Fiqih adalah memberi
kemudahan di dalam menemukan hukum-hukum untuk kasus-kasus hukum yang baru dan
tidak jelas nash-nya dan memungkinkan menghubungkannya dengan materi-materi Fiqih
yang lain yang tersebar di berbagai kitab Fiqih serta lebih memudahkan kita dalam
menentukan hukum.

Sedangkan urgensi qawa‟id fiqhiyyah lebih disebabkan karena kebutuhan perkembangan


hukum Islam yang menjadi keniscayaan seiring dengan perkembangan zaman. Karena

Page
13
cakupan dari lapangan fiqh begitu luas, maka perlu adanya kristalisasi berupa kaidah-
kaidah kulli yang berfungsi sebagai klasifikasi masalah-masalah furu„ menjadi beberapa
kelompok. Dengan berpegang pada kaidah-kaidah fiqhiyah, para mujtahid merasa lebih
mudah dalam mengistinbathkan hukum bagi suatu masalah, yakni dengan
menggolongkan masalah yang serupa di bawah lingkup satu kaidah.

Selanjutnya Imam Abu Muhammad Izzuddin ibnu Abbas Salammenyimpulkan bahwa


kaidah-kaidah fiqhiyah adalah sebagai suatu jalan untuk mendapatkan suatu kemaslahatan
dan menolak kerusakan serta bagaimana menyikapi kedua hal tersebut. Sedangkan al-
Qrafy dalam al-Furuqnya menulis bahwa seorang fiqh tidak akan besar pengaruhnya
tanpa berpegang pada kaidah fiqhiyah, karena jika tidak berpegang pada kaidah itu maka
hasil ijtihadnya banyak pertentangan dan berbeda antara furu„-furu„ itu. Dengan
berpegang pada kaidah fiqhiyah tentunya mudah menguasai furu„nya dan mudah
dipahami oleh pengikutnya.

Kaidah fiqh dikatakan urgen dan penting dilihat dari dua sudut: pertama, dari sudut
sumber, kaidah merupakan media bagi peminat fiqh Islam untuk memahami dan
menguasai maqasid al-Syari‟at, karena dengan mendalami beberapa nash, ulama dapat
menemukan persoalan esensial dalam satu persoalan. Kedua, dari segi istinbath al-ahkam,
kaidah fiqh mencakup beberapa persoalan yang sudah dan belum terjadi. Oleh karena itu,
kaidah fiqh dapat dijadikan sebagai salah satu alat dalam menyelesaikan persoalan yang
terjadi yang belum ada ketentuan atau kepastian hukumnya.

2.7 Kedudukan Qawaid Fiqhiyyah

Kaidah fiqh dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Kaidah fiqh sebagai pelengkap, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil
setelah menggunakan dua dalil pokok, yaitu al-Qur„an dan al-Sunnah.
Kaidah fiqh yang dijadikan sebagai dalil pelengkap tidak ada ulama yang
memperdebatkannya, artinya ulama ―sepakat‖ tentang menjadikan kaidah
fiqh sebagai dalil pelengkap.

Page
14
b. Kaidah fiqh sebagai dalil mandiri, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai
dalil hukumyang berdiri sendiri, tanpa menggunakan dua dalil pokok.
Dalam hal ini para ulama berbeda pendapat tentang kedudukan kaidah fiqh
sebagai dalil hukum mandiri. Imam al-Haramayn al-Juwayni berpendapat
bahwa kaidah fiqh boleh dijadikan dalil mandiri.

Kedudukan kaidah fiqh dalam konteks studi fiqh adalah simpul sederhana dari masalah-
masalah fiqhiyah yang begitu banyak. Al-syaikh Ahmad ibnu al-Syaikh Muhammad al-
Zarqa berpendapat sebagai berikut : “kalau saja tidak ada kaidah fiqh ini, maka hukum
fiqh yang bersifat furu‟iyyat akan tetap bercerai berai.”Dalam konteks studi fiqh, al-
Qurafi menjelaskan bahwa syar„iah mencakup dua hal : pertama, ushul; dan kedua, furu‟,
Ushul terdiri atas dua bagian, yaitu ushul al-Fiqh yang didalamnya terdapat patokan-
patokan yang bersifat kebahasaan; dan kaidah fiqh yang di dalamnya terdapat
pembahasan mengenai rahasia-rahasia syari„ah dan kaidah-kaidah dari furu‟ yang
jumlahnya tidak terbatas.

Page
15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kaidah-kaidah fiqh itu terdiri dari banyak pengertian, karena kaidah itu bersifat
menyeluruh yang meliputi bagian-bagiannya dalam arti bisa diterapkan kepada
juz‟iyatnya (bagian-bagiannya).

Kaidah Fiqih adalah bagian dari ilmu fiqih. Ia memilikihubungan erat dengan Al-Quran,
Al-Hadits, Akidah danAkhlak.Sebab, kaidah-kaidah yang sudah mapan, sudah
dikritisioleh ulama, sudah diuji serta diukur dengan banyak ayat danhadits nabi, terutama
tentang kesesuiannya dan substansinya.Apabila kaidah fiqih tadi bertentangan dengan
banyak ayatAl-Quran ataupun Hadits yang bersifat dalil kulli (general),maka dia tidak
akan menjadi kaidah yang mapan.Oleh karena itu, menggunakan kaidah-kaidah fiqih
yangsudah mapan pada hakikatnya merujuk kepada Al-Quran danHadits, setidaknya,
kepada semangat dan kearifan Al Qurandan Hadits juga.\

Salah satu manfaat dari adanya kaidah fiqh, kita akan mengetahui prinsip prinsip umum
fiqih dan akan mengetahui pokok masalah yang mewarnai fiqh dan kemudian menjadi
titik temu dari masalah-masalah fiqih. Adapun kedudukan dari kaidah fiqh itu ada dua,
yaitu : Sebagai pelengkap, bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil setelah
menggunakan dua dalil pokok, yaitu al-Qur„an dan asSunnah.Sebagai dalil mandiri,
bahwa kaidah fiqh digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, tanpa
menggunakan dua dalil pokok.

Penyusun makalah ini hanya manusia yang dangkal ilmunya, yang hanya mengandalkan
buku referensi. Maka dari itu saya menyarankan agar para pembaca yang ingin
mendalami masalah qawa'id fiqhiyyah, agar setelah membaca makalah ini, membaca
sumber-sumber lain yang lebih komplit, tidak hanya sebatas membaca makalah ini saja.

Page
16
DAFTAR PUSTAKA

Arifandi. Firman. LL.B. LL.M. Pengertian Qawaid Fiqhiyyah Sesi 1.

Institut. MUI. DSN. Tim. 2018. Kaidah-Kaidah Fiqih (Qawa‟id Fiqhiyyah).

Tungkagi. Qomaidiansyah. Donald. Qawa‟id Fiqhiyyah : Telaah Perkembangan dan


Contohnya.

Page
17

Anda mungkin juga menyukai