Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KAIDAH FIKHIYAH

Dosen Pengampu : Dr.Syukri M.Ag

Disusun Oleh :

1. Zulkipli (210201013)

2. M. Baehaqi (210201036)

3. Rosalinda (210201015)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM

MATARAM

2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
hidayah-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Al-
Qaidah Fiqhiyah dan al-Dhabith al-fiqhiy " dengan tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dari Bapak. di Mata


Kuliah kaidah fiqhiyah. Selain itu , makalah ini bertujuan menambah wawasan
tentang fiqh bagi para pembacanya.

Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab
itu, saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan
makalah ini. Semoga makalah ini bisa bermanfaat pagi pembacanya.

Mataram, 21 Februari 2022

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.......................................................................................... i

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I :PENDAHULUAN .................................................................................

A. Latar Belakang ...............................................................................................

B. Rumusan Masalah...........................................................................................

BAB II :PEMBAHASAN ...................................................................................

A. Apa pengertian al-qaidah fiqhiyyah?..............................................................

B. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah danal-dhlabith al-fiqhiy ...........

C. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah danal-nazzhariyyah al-fiqhiyya.

D. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah danal-qaidah al-ushuliyyah .....

E. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah dengan al-faruq al-fiqhiyyah......

BAB III :PENUTUP ............................................................................................

A.
Kesimpulan..........................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................

ii
BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembahasan hukum islam tidaklah hanya seputar fikih yang mana


sudah tercantum hukum-hukum yang sudah diproduksi (istinbath) melalui
metode yang dinamakan ushul fiqh. Salah satu perangkat ilmu penting yang
dibutuhkan zaman modern ini adalah al-Qawaid alfiqhiyyah atau kaidah-
kaidah fikih.

Uniknya, al-qawaid al-fiqhiyyah muncul setelah massifnya karya-


karya fikih yang dihasilkan oleh para mujtahid hukum islam. Kendati
demikian, justru kaidah fikih tersebut merupakan ‘alat bantu’ yang sangat
mendukung dalam rangka menganalisis dan menggali hukum atas isu-isu
kontemporer yang berkembang di masyarakat. Tentu saja, kaidah yang
dirumuskan tidaklah sembarangan. Ia telah melewati proses panjang oleh para
pakar hukum, sehingga fungsi al-qawaid al-fiqhiyyah sampai hari ini sangat
bermanfaat terutama di bidang ilmu fikih.

Sebelum memahami pengertian kaidah fikih, perlu diketahui bahwa


pada awalnya sebagian besar menempatkan kaidah-kaidah dalam dua cara:
Pertama, memposisikan kaidah yang disusun oleh mujtahid atas penggalian
hukum-hukum yang bersumber dari Al-Quran, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Cara
ini kemudian disebut sebagai ushul fiqh. Seperti Imam Syafi’I yang pertama
kali menyusun kitab ushul fiqh yang berjudul Al-Risalah. Kedua, menguraikan
kaidah-kaidah umum atas setiap babbab dalam fikih, lalu mendialogkan dan
menyelaraskan cabang-cabangnya.

1
Cara yang kedua itu kemudian lahir ilmu yang masyhur dinamakan al-
Qawaid alFiqhiyyah. Mula-mula, seorang pemimpin ulama yang bernama
Izzuddin bin Abdul Aziz bin Abdus Salam (w. 660 H) adalah orang pertama
yang mengawali pembicaraan tentang kaidah fikih, dengan diawali sebuah
kaidah ‫ المفاسد ) ودرء المصالح إعتبار‬mengutamakan kemaslahatan dan menjauhkan
kerusakan). Karya-karya awalnya di bidang ini berjudul al-Qawaid al-Sughra
dan al-Qawaid al-Kubra.

Berkaitan dengan problem di atas, perlu diketahui bahwa Qawaid


Fiqhiyyah itu berbeda dengan Qawaid Ushuliyyah. Dikarenakan qawaid
ushuliyyah merupakan kaidah universal yang dapat diaplikasikan pada seluruh
bagian dan ruang lingkupnya. Sementara qawaid fiqhiyyah merupakan qawaid
aghlabiyyah (kaidah mayoritas) yang dapat diaplikasikan pada sebagian besar
cabang-cabangnya.

Sejarah munculnya kaidah fikih, kaidah fikih ini telah mempunyai bibit
sejak zaman Rasulullah SAW. Akar-akar kaidah fikih ini telah ada pada
zaman Rasulullah SAW yang diinduksi oleh ulama fikih dan dijadikan suatu
kaidah. Akar kaidah fikih itu bermula dari ayat alQuran dan hadis Nabi,
karena memang setiap kaidah memiliki sumber dari keduanya sebagaimana
yang dicantumkan oleh imam suyuti dalam kitab asybah-nya.

Selanjutnya, yang dimaksud sumber pengambilan dalam uraian ini


ialah dasardasar perumusan kaidah fikih atau al-qawidah al-fiqhiyyah, yang
meliputi dasar formal dan materialnya. Dasar formal maksudnya apakah yang
dijadikan dasar ulama merumuskan kaidah itu, seperti nash-nash yang menjadi
sumber motivasi penyusun kaidah. Lalu adakah ayat alQuran atau hadis Nabi
atau bahkan keduanya yang mengandung ketentuan sebagai dasar
dirumuskannya kaidah fikih itu.

2
B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian al-qaidah fiqhiyyah?

2. Bagaimana perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah dan al-dhlabith


alfiqhiy?

3. Bagaimana perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah dan al-nazzhariyyah


alfiqhiyyah?

4. Bagaimana p

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian al-qaidah al-fiqhiyyah

Secara leksikal, kaidah fiqhiyyah berasal dari dua kata: yang berarti:
dasar, asas, pondasi, atau fundamen segala sesuatu baik yang kongkrit, materi
atau inderawi seperti pondasi rumah maupun yang abstrak baik yang bukan
materi dan bukan inderawi seperti dasar-dasar agama. Sedangkan berasal dari
kata ditambah ya nisbah yang berfungsi sebagai makna penjenisan dan
pembangsaan, sehingga berarti hal-hal yang terkait dengan fikih.

Secara terminologi, kaidah fiqhiyyah adalah ketentuan hukum yang


bersifat umum yang mencakup hukum-hukum derifasinya karena sifat
keumumannya dan atau totalitas nya. Adapun secara umum, fuqahâ terbagi
kepada dua kelompok pendapat berdasarkan pada penggunaan kata kullî di
satu sisi dan kata aghlabî atau aktsari di sisi lain. Pertama, fuqahâ yang
berpendapat bahwa kaidah fiqhiyyah adalah bersifat kullî mendasarkan
argumennya pada realitas bahwa kaidah yang terdapat pengecualian
cakupannya berjumlah sedikit dan sesuatu yang sedikit atau langka tidak
memp unyai hukum. Kedua, fuqahâ berpendapat bahwa karakteristik kaidah
fiqhiyyah bersifat aghlabiyah atau aktsariyah, karena realitasnya kaidah
fiqhiyyah mempunyai keterbatasan cakupannya atau mempunyai pengecualian
cakupannya sehingga penyebutan kulli dari kaidah fiqhiyyah kurang tepat.

4
Sedangkan menurut Musthafa az-Zarqa, Qowaidul Fiqhyah ialah dasar-
dasar fiqih yang bersifat umum dan bersifat ringkas berbentuk undang-undang
yang berisi hukumhukum syara’ yang umum terhadap berbagai peristiwa
hukum yang termasuk dalam ruang lingkup kaidah tersebut.

2. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah dan al-dhawabith al-fiqhiy

Sebelum membahas pengertian al-dhawabith atau al-dhawabith al-fiqhiyyah,


lalu disusun al-dhawabith yang membahas jual beli, dhawabith yang bersifat
global dan umum yang mencakup atas hukum-hukum yang bersifat persial.Di
samping al-qawaid al-fiqhiyyah atau kaidah-kaidah fikih dengan ruang
lingkupnya sebagaimana yang diuraikan di atas, dikenal pula al-dhawâbith
alfiqhiyyah. Pengertian al-dhawâbith secara bahasa adalah bentuk jamak dari
dhâbith yang berakar kata dh-b-th. Kata ini merujuk pada pengertian luzûm al-
syai wa habsuhu, tetap dan tertahannya sesuatu. Contoh kalimat yang
menunjukkan padapengertian ini adalah Dhabth al-Syai’ yang berarti sesuatu
yang terikat dan terjaga, hifdzuhu bi al-hazmi.Keduanya al-qaidah al-
fiqhiyyah dengan al-dhwabith al-fiqhiyyah memiliki kajian yang sama berupa
kaidah yang terkait dengan fikih. Yang membedakan adalah cakupan
keduanya di mana qawâ’id fiqhiyyah, selanjutnya disebut kaidah fikih, lebih
luas cakupannya dari dlawâbith fiqhiyyah yang hanya mengkhususkan diri
pada satu bab fikih tertentu.

3. Perbandingan al-qaidah al-fiqhiyyah dengan al-nazhariyyah al-fiqhiyyah

Qawâ’id fiqhiyyah dengan nazhâriyah fiqhiyyah Keduanya memiliki


kajian yang sama tentang pelbagai permasalahan fikih dalam pelbagai bidang
atau bab. Perbedaanya adalah kalau kaidah fikih mengandung hukum fikih dan
bersifat aplikatif sehingga dapat diterapkan pada cabangnya masingmasing,
sedangkan nazhâriyah fiqhiyyah berupa teori umum tentang hukum Islam
yang dapat diaplikasikan pada sistem, tema dan pengembangan
perundangundangan.

5
4. Perbandingan antara al-qaidah al-fiqhiyyah dan al-qaidah al-ushuliyyah

Ushul Fiqh berasal dari dua kata, yaitu kata ushl bentuk jamak dari
Ashl dan kata fiqh. Ashl secara etimologi diartikan sebagai “fondasi sesuatu,
baik yang bersifat materi ataupun bukan”. Sedangkan secara terminologi, kata
ashal mempunyai beberapa pengertian sebagai berikut: Pertama : Dalil
(landasan hukum), seperti pernyataan para ulama ushul fiqh bahwa ashl dari
wajibnya shalat lima waktu adalah firman Allah SWT dan Sunnah Rasul.
Kedua : Qaidah (dasar, fondasi), yaitu dasar atau fondasi sesuatu, seperti sabda
Nabi Muhammad SAW : ”Islam itu didirikan atas lima ushul (dasar atau
fondasi)”. Ketiga : Rajih (yang terkuat), yaitu yang terkuat, seperti dalam
ungkapan para ahli ushul fiqih : ”Yang terkuat dari (isi/kandungan) suatu
hukum adalah arti hakikatnya” Keempat : Far’un ( cabang), seperti perkataan
ulama ushul : ”Anak adalah cabang dari ayah” (Abu Hamid Al-Ghazali).
Kelima : Mustashab (memberlakukan hukum yang ada sejak semula, selama
tidak ada dalil yang mengubahnya). Misalnya, seseorang yang hilang, apakah
ia tetap mendapatkan haknya seperti warisan atau ikatan perkawinannya?
Orang tersebut harus dinyatakan masih hidup sebelum ada berita tentang
kematiannya. Ia

tetap terpelihara haknya seperti tetap mendapatkan waris, begitu juga ikatan
perkawinannya dianggap tetap.

Menurut Ali Ahmad al-Nadawi, perbedaan antara qawaid fiqhiyyah dengan


qawaid ushuliyyah adalah sebagai berikut:

a. Ilmu ushul fiqih merupakan parameter (tolak ukur) cara berinstinbat fikih
yang benar. Kedudukan ilmu ushul fiqih (dalam fiqih) ibarat kedudukan ilmu
nahwu dal hal pembicaraan dan penilisan, qawaid fiqhiyyah merupakan
wasilah, jembatan penghubung, antara dalil dan hukum. Tugas qawaid
fiqhiyyah adalah mengeluarkan hukum dari fdalildalil yang tafshili

6
(terperinci). Ruang lingkup qawaid ushuliyyah adalah dalil dan hukum seperti
amr itu menunjukan wajib, nahyi menunjukan haram, dan wajib mukhayar bila
telah dikjerjakan sebagaian orang, maka yang lainya bebas dari tanggung
jawab. Qawaid fiqhiyyah adalah qaidah kulliyah atau aktsariyah (mayoritas)
yang juz’i-juz’inya (farsialfarsialnya) beberapa masalah fiqih dan ruang
lingkupnya selslu perbuatan orang mukalaf.

b. Qawaid ushuliyyah merupakan qawaid kulliyah yang dapat diaplikasikan


pada seluruh juz’i dan ruanglingkupnya. Ini berbeda dengan qawaid fiqhiyyah
yang merupakan kaidah aghlabiyah (mayoritas) yang dapat diaplikasikan pada
sebagaian juz’i-nya, karena ada pengecualiannya.

c. Qawaid ushuliyyah merupakan dzari’ah (jalan) untuk mengeluarkan hukum


syara’ amali. Qawaid fiqhiyyah merupakan kumpulan dari hukum- hukum
serupa yang mempunyai ‘illat yang sama, dimana tujuannya untuk
menekatkan berbagai persoalan dan mempermudah mengetahuinya.

d. Eksistensi qawaid fiqhiyyah baik dalam teori maupun realitas lahir setelah
furu’, karena berfungsi menghimpun furu’ yang berserakan dan
mengalokasikan makna-maknanya. Adapun ushul fiqih dalam teori ditunut
eksistensinya sebelum eksistensinya furu’, karena akan menjadi dasar seorang
fakih dalam menetapkan hukum. Posisinya seperti al- Qur’an terhadap sunah
dan nash al-Qur’an lebih kuat dari zahirnya. Ushul sebagai pembuka furu’.
Posisinyaseperti anak terhadap ayah, buah terhadap pohon, dan tanaman
terhadap benih.

e. Qawaid fiqhiyyah sama dengan ushul fiqih dari satu sisi dan berbeda dari
sisi yang lain. Adapun persamaannya yaitu keduannya sama-sama mempunyai
kaidah yang mencakuip berbagai juz’i, sedangkan perbedaannya yaitu kaidah
ushul adalah masalah-masalah yang dicakup oleh bermacam-macam dalil

7
tafshily yang dapat mengeluarkan hukum syara’. Kalau kaidah fiqih adalah
masalah-masalah yang mengandung hukumhukum fiqih saja. Mujtahid dapat
sampai kepadanya dengan berpegang kepada masalah-masalah yang
dijelaskan ushul fiqih. Kemudidan bila seorang fakih mengapllikasikan
hukum-hukum tersebut terhadap hukum-hukum farsial, maka itu bukanlah
kaidah, namun, bila ia menyebutkan hukum-hukum tersebut dengan qaidah-
qaidah kuliyyah (peristiwa-peristiwa universal)yang dibawahanya terdapat
berbagai hukum juz’i maka itu disebut kaidah. Qawaid kuliyyah dan hukum-
hukum juz’i benar-benar masuk dalam madlul (kajian) fikih, keduanya
menunggu kajian mujtahid terhadap ushul fiqih yang membangunnya.

5. Secara etimologis atau secara bahasa, furu’iyah berarti perbedaan.


Perbedaan yang akan kita bahas kali ini di antaranya adalah perbedaan-
perbedaan pandangan, pola fikir, pendapat, faham, dan berbagai perbedaan
lain yang seringkali memicu perpecahan.

Fakta saat ini, islam telah terbagi-bagi menjadi banyak golongan. Di Indonesia
sendiri, telah begitu banyak golongan-golongan yang menamakan golongan
mereka dengan nama yang berbeda-beda,berdasarkan faham yang dianut. Nah,
apakah perbedaan-perbedaan ini yang menjadi masalah? Tentu saja bukan.
Perbedaan-perbedaan adalah sesuatu yang wajar,bahkan selalu ada.

Perbedaan ini bahkan telah terjadi sejak zaman rasulullah. Perbedaan faham
itu seringkali terjadi di antara para sahabat. Namun kendati demikian,
perbedaan yang terjadi pada masa rasulullah tidak menimbulkan perpecahan
internal karena setiap terjadi suatu perbedan, perbedaan tersebut selalu bisa
teratasi dengan adanya rasulullah SAW sebagai rujukan dan pedoman.
Perbedaan-perbedaan baru banyak terjadi setelah rasulullah wafat. Dan di
sinilah mulai terjadi banyak perpecahan. Banyaknya perubahan yang terjadi
setelah wafatnya rasulullah membuat banyak para sahabat dan ulama
melakukan ijtihad terhadap suatu hukum. Kalau saat rasulullah masih hidup,
tentunya segala hal akan berpedoman pada rasulullah. Namun dengan

8
meninggalnya rasulullah, ijtihad para ulama sangat mempengaruhi
perkembangan islam pada masa setelahnya. Perbedaan sudut pandang,
pemikiran, kondisi, dan faham membuat para ulama memiliki ijtihad yang
berbeda-beda. Karena perbedaan ini, muncullah golongan-golongan baru.
Beberapa golongan-golongan ini kemudian menganggap golongan mereka
sebagai satu-satunya golongan yang benar dan mengklaim golongan-golongan
lain sebagai golongan yang salah. Hal inilah yang sesungguhnya tidak boleh
terjadi. Dalam kondisi kita saat ini, seharusnya setiap golongan saling
menghormati kepada golongan lain. Tidak boleh ada saling menjatuhkan di
antara sesama muslim. Setiap perbedaan seharusnya bisa menjadi bahan bagi
setiap golongan untuk memperbaiki golongannya sendiri menjadi lebih baik.
Jangan selalu melihat sisi buruk dari golongan lain, karena setiap golongan
pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari golongan lain bisa
dimanfaatkan untuk memperbaiki golongannya sendiri menjadi lebih baik.

9
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari apa yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa kaidah fiqhiyyah
adalah ketentuan hukum yang bersifat umum yang mencakup hukum-hukum
derifasinya karena sifat keumumannya dan atau totalitasnya. Kaidah fiqhiyyah
cabang adalah kaidah yang spesifik membidangi bab atau tema tertentu pada
permasalahan fikih, sehingga sebagian fuqahâ memasukkan dalam dlawâbith
fiqhiyyah , sebagian lagi memasukkan dalam qawâid fiqhiyyah khâshshah.

Cakupan kaidah fiqhiyyah cabang diantaranya adalah ‘ibâdah, mu’âmalah,


mâliyah, siyâsah, akhwal alsyakhshiyyah, dan lain-lain. Kaidah fiqhiyyah
sebagai instrument hukum Islam, memiliki daya akseptabilitas yang tinggi
terhadap permasalahan hukum Islam kontemporer sehingga eksistensinya
membantu mijtahidin dalam memetakan masalah dan mencari solusi yang
maslahah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Kamaludin khoir Wawasan seputar dunia islam th, 20 desember 1993;

Muammad Zarqo Syara al-qowaid cet.5 Damsyiq lm 7-8

http://www.jabbarsabil.com/2013/11/pengertian-kaidah-fiqhiyah.html

https://psikologi-oke.blogspot.com/2016/06/kaidah-fiqih-dhabit-fiqih-ashal-
dan.html#!

11

Anda mungkin juga menyukai