Disusun oleh :
Annisa Utami
2112130122
2112130122
Puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah SWT karena
atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya makalah ini yang berjudul
“Qawa’id Al-Fiqhiyyah Yang Umum (Al-Qawaʻid Al-Fiqhiyyah AlʻAmmah)”
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini juga penulis buat sebagai
sarana untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan pada mata kuliah
Qawaidul Fiqhiyah. Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada
junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, sahabat serta keluarganya yang telah
membawa kita dari jaman kegelapan menuju jaman terang-benderang.
Terimakasih.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................1
D. Metode Penulisan........................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................2
BAB III....................................................................................................................2
PENUTUP...............................................................................................................2
A. Kesimpulan..................................................................................................3
B. Saran............................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kaidah-kaidah fiqih adalah salah satu hal penting sebagai pedoman bagi
umat Islam untuk menyelesaikan masalah hukum yang mereka hadapi dalam
kehidupan sehari-hari. Tanpa pedoman, mereka tidak dapat mengetahui batas-
batas boleh-tidaknya sesuatu itu dilakukan, mereka juga tidak dapat
menentukan perbuatan yang lebih utama untuk dikerjakan atau lebih utama
untuk ditinggalkan. Dalam berbuat atau berprilaku mereka terikat dengan
rambu-rambu dan nilai-nilai yang dianut, baik berdasarkan ajaran agama
maupun tradisi-tradisi yang baik. Dalam Islam, pedoman yang dijadikan
rujukan dalam berbuat tersebut adalah petunjuk-petunjuk AlQur‟an dan
Sunnah Nabi. Kita diperintahkan untuk mentaati Allah dan Rasul-Nya, tidak
boleh berpaling dari keduanya.1
Kaidah fiqhiyah sebagai salah satu disiplin ilmu tidak berdiri sendiri dalam
tema dan kajiannya karena Kaidah Fiqhiyah merupakan simpul-simpul umum
dari beberapa permasalahan hukum Islam yang digunakan oleh fuqaha dalam
mencari solusi permasalahan hukum yang muncul di tengah masyarakat dalam
berbagai tema baik ibadah, muamalah, maupun isu-isu hukum Islam
kontemporer. Untuk membantu umat Islam dalam membahas suatu tema
tentang hukum ekonomi Islam, maka mempelajari kaidah fiqhiyyah
merupakan suatu keharusan untuk memperoleh kemudahan dalam mengetahui
hukum-hukum kontemporer ekonomi yang tidak memiliki nash sharih (dalil
pasti) dalam Al-Qran maupun Hadis. Qawaid Al-Fiqhiyah memiliki beberapa
macam bentuk, salah satunya adalah Qawa’id Al-Fiqhiyyah Alʻ-Ammah.2
1
Muannif Ridwan, M. Hasbi Umar, and Abdul Ghafar, “SUMBER-SUMBER HUKUM
ISLAM DAN IMPLEMENTASINYA:,” Borneo : Journal of Islamic Studies 1, no. 2 (April 16,
2021): 28–41, https://doi.org/10.37567/borneo.v1i2.404.
2
Syamsul Hilal, “Urgensi Kaidah Fiqhiyyah Dalam Pengembangan Ekonomi Islam,”
Al-’Adalah 8, no. 1 (February 28, 2017): 1–12, https://doi.org/10.24042/adalah.v13i3.161.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Apa definisi dari kaidah-kaidah fikih yang umum?
2. Apa yang dimaksud dengan Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah alʻ-Ammah?
3. Apa saja kaidah-kaidah yang berhubungan dengan perubahan?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan yang terdapat dalam makalah ini adalah sebagai
berikut.
1. Untuk mengetahui definisi dari kaidah-kaidah fikih yang umum.
2. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Al-Qawa’id al-Fiqhiyyah alʻ-
Ammah.
3. Untuk mengetahui kaidah-kaidah yang berhubungan dengan perubahan.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang penulis gunakan dalam pembuatan makalah ini
yaitu library research melalui beberapa literatur seperti buku, artikel, jurnal,
pencarian perpustakaan, dan pencarian situs internet guna meningkatkan
pemahaman penulis terhadap pembahasan yang ingin disampaikan yaitu
mengenai Qawa’id Al-Fiqhiyyah Yang Umum (Al-Qawaʻid Al-Fiqhiyyah
AlʻAmmah), yang kemudian dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk
makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Prof H. A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih (Prenada Media, 2019).
4
Duski Ibrahim, “Al-QawaId Al-Fiqhiyah (Kaidah-Kaidah Fiqih),” Palembang:
Noerfikri, 2019, https://repository.radenfatah.ac.id/4295/1/Lengkap.pdf.
3
4. Menurut az-Zarqa, kaidah fiqih adalah dasar-dasar fiqih yang bersifat
kulli, dalam bentuk teks-teks perundangundangan ringkas, mencakup
hukum-hukum syara’ yang umum pada peristiwa-peristiwa yang termasuk
di bawah tema-nya (maudu’nya).
Sumber kaidah fiqhiyyah itu bisa saja bersumber dari Al-Qur’an, Hadits
Nabi saw, atsar sahabat, tabi’in maupun hasil ijtihad fuqaha yang mereka
ambil dari Al-Qur’an maupun hadits Nabi Muhammda SAW. Dari hasil ijtihad
para fuqaha tersebut telah melahirkan kaidah-kaidah pokok serta turunannya,
dan di kalangan mazhab juga telah melahirkan kaidah-kaidah dikalangan
mereka. Walaupun sudah banyak kaidah-kaidah yang telah dibuat para fuqaha
masih tidak tertutup kemungkinan peluang para ulama sekarang untuk
membuat kaidah dalam rangka mencari solusi-solusi permasalahan yang
kontemporer.6
4
1. Lebih mudah menetapkan hukum Islam dari masalah yang dihadapi.
2. Lebih bijaksana dalam menerapkan materi-materi hukum dalam waktu,
tempat, keadaan dan adat yang berbeda.
3. Mempermudah menguasai materi hukum.
4. Mendidik orang yang berbakat fiqh dalam melakukan analogi (ilhaq) dan
takhrij untuk memahami permasalahan-permasalahan baru.
5. Mempermudah orang yang berbakat fiqh memahami bagian-bagian dalam
hukum dengan mengeluarkannya dari tempatnya.
8
As’ad Syamsul Abidin, “Mengenal 5 Kaidah Pokok dalam Hukum Fiqih,” Aktual.com,
May 21, 2022, https://aktual.com/mengenal-5-kaidah-pokok-dalam-hukum-fiqih/.
5
tersebut adalah kaidah-kaidah umum yang ruang lingkup dan cakupannya luas.
Kaidah ini berlaku dalam berbagai cabang hukum fikih. Di antaranya yaitu dalam
bidang muamalah, peradilan, jinayah dan hukum keluarga.9
1. Kaidah pertama:
9
Majelis Penulis, “Majelis Penulis: Al-Qawa’id Al-‘Ammah: Kaidah Fiqhiyyah Umum,”
Majelis Penulis (blog), September 24, 2013, https://majelispenulis.blogspot.com/2013/09/al-
qawaid-al-ammah-kaidah-fiqhiyyah-umum.html.
10
Ibid.
6
membuatnya. Contohnya memakan bangkai dan binatang yang diharamkan
dalam islam, maka haram pula menerimanya, membelinya, menjualnya dan
membuat tempat sarana-sarana lainnya.
3. Kaidah Ketiga:
Artinya: “Apa yang diharamkan untuk diambil atau dibuat, maka haram pula
memberikannya”.
Sebagai contoh haram mengambil barang milik orang lain, maka haram
pula memberikan barang tersebut kepada orang lain.
4. Kaidah keempat:
Artinya: “Sesuatu yang sedang dijadikan objek perbuatan tertentu, maka tidak
boleh dijadikan objek perbuatan lainnya”.
5. Kaidah kelima:
7
6. Kaidah keenam:
Artinya: “Kenikmatan disesuaikan dengan kadar jerih payah dan jerih payah
disesuaikan dengan kenikmatan”.
7. Kaidah ketujuh:
Artinya: “Tidak diperkenankan ijtihad pada tempat yang telah ada nashnya”.
Maksud nash di sini yaitu ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadis Nabi sebagai
sumber hukum. Kaidah ini dapat dipahami bahwa apabila teks hukum sudah
jelas, maka tidak perlu lagi ada penafsiran. Misalnya hukum
meminum khamr itu sudah jelas haram, maka tidak perlu lagi berijtihad untuk
mencari untuk menetapkan hukumnya lagi atau hanya mencari-cari agar bisa
menjadi halal.
8. Kaidah kedelapan:
8
Maksudnya yaitu adanya suatu perbuatan yang mudah dikerjakan dan ada
pula perbuatan yang sulit dilakukan, namun keduanya memiliki keterkaitan.
Kalau kedua perbuatan tersebut sama-sama merupakan kewajiban, maka
keduanya tetap dilakukan sedapat mungkin. Sebagai contoh seorang suami
berkewajiban memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya, namun ia
hanya mampu memberikan nafkah yang relatif sedikit karena pekerjaannya
hanya sebagai seorang buruh, maka berilah nafkah tersebut. Tidak berarti
karena ia hanya bisa memberikan nafkah sedikit lalu dia boleh meninggalkan
kewajiban memberikan nafkah untuk istri dan anak-anaknya tersebut.
9. Kaidah kesembilan:
9
wafatnya Nabi Muhammad SAW yang berperan sebagai mediator antara
wahyu dengan realitas yang hidup pada masa itu.11
Dalam hal ini, Abu Yazid mengungkapkan bahwa teks wahyu (Al-Quran
dan Hadis) dalam persoalan sosial kemasyarakatan amat terbatas jumlahnya
dibanding jumlah peristiwa hukum yang terus bergerak dinamis sepanjang
masa. Dengan demikian, mengandalkan teks wahyu semata tidaklah cukup
memadai dalam menyikapi persoalan kemanusiaan sehari-hari.12
Menurut A. Athaillah, yang dimaksud dalam Al-Quran menjelaskan segala
sesuatu, tidaklah menjelaskan segala sesuatu dengan detail, menyelesaikan
semua kasus dengan rinci, dan memecahkan semua problem yang muncul
dengan rumit. Akan tetapi, yang dimaksudkan adalah menjelaskan segala
sesuatu yang bersifat al-qawanin al-‘ammah (aturan-aturan umum) dan al-
mabadi al-kulliyah (prinsip-prinsip yang universal) yang dapat diaplikasikan
untuk semua kasus dan problem yang muncul dalam kehidupan manusia, baik
untuk mereka yang hidup di masa lalu dan masa kini maupun untuk mereka
yang hidup pada masa yang akan datang.13
Ayat atau hadis yang menunjukkan hukum-hukum yang agak detail atau
rinci terdapat pada bidang ibadah dan hukum kekeluargaan. Sebaliknya,
hukum-hukum yang berkaitan dengan bidang muamalah, seperti kebendaan,
ekonomi, perjanjian, kenegaraan, dan hubungan internasional pada umumnya
berbentuk prinsip-prinsip dasar dan ketentuan-ketentuan umum. Penjelasan-
penjelasan tersebut pada umumnya hanya sesuai dengan situasi dan kondisi
yang ada pada masa hidup Nabi Muhammad SAW. Untuk menjawab masalah-
masalah baru yang belum ada penegasan tentang hukumnya di dalam Al-
Quran dan Sunnah, maka para pakar hukum Islam (fuqaha) berupaya
11
Abnan Pancasilawati, “URGENSI KAIDAH FIKIH DAN APLIKASINYA
TERHADAP MASALAH-MASALAH SOSIAL,” FENOMENA 4, no. 2 (December 1, 2012),
https://doi.org/10.21093/fj.v4i2.221.
12
Ibid.
13
Sejarah Al-Quran: Verifikasi Tentang Otentisitas Al-Quran | Perpustakaan UIN
Antasari Banjarmasin, accessed March 11, 2024, //opac.uin-antasari.ac.id%2Findex.php%3Fp
%3Dshow_detail%26id%3D8486%26keywords%3D.
10
memecahkan dan mencari hukum-hukumnya dengan menggunakan ijtihad
yang tetap tidak boleh lepas dari Al-Quran dan Sunnah.14
Dalam rangka mengembangkan fikih yang bernuansa sosial, Sahal
Mahfudh, menyatakan bahwa pengembangan fikih secara qauli bisa dilakukan
dengan cara memperluas penggunaan kaidah-kaidah fikih untuk digunakan
bukan hanya pada persoalan fikih individu yang menyangkut halal dan haram,
melainkan juga untuk memecahkan berbagai persoalan yang menyangkut
kebijakan publik, baik yang menyangkut kebijakan politik, ekonomi,
kesehatan, dan lain-lain.15
Dalam hidup tentu kita akan mengalami suatu masa perubahan. Misalnya
dalam bidang muamalah, perubahan menjadi persoalan prioritas atau mana
yang lebih diutamakan. Kaidah kaidah yang berhubungan dengan prioritas
adalah sebagai berikut.16
11
Sedangkan tujuan hukum Islam, ujungnya adalah untuk meraih kemaslahatan
di dunia dan di akhirat.18
Mengenai hal ini, ada dua hal yang perlu dipastikan dalam penggusuran
tanah rakyat. Pertama, apakah tanah itu memang dibutuhkan untuk proyek
pemerintah yang manfaatnya untuk kepentingan umum (al-mashlahah
al’ammah). Kedua, apakah telah ada kesepakatan harga antara pemilik tanah
dengan pelaksana proyek. Jika kedua syarat ini tidak dipenuhi, maka tidak
ada pembenaran bagi pihak manapun untuk menggusur tanah milik rakyat,
18
Ibid.
19
Tim Penyusun;, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam (Khalista,
2011), //caturpradipa.net%2Fperpustakaan%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D2801.
20
Ibid.
12
dan pada saat yang sama, rakyat wajib mempertahankan dengan cara apapun,
termasuk dengan demonstrasi.21
Kaidah fikih yang berhubungan dengan hal ini adalah sebagai berikut.22
21
Ibid.
22
Abdul Al Aziz Muhammad; Azzam, Al Qawaid al Fiqhiyah : Abdul Al Aziz
Muhammad Azzam (Dar al Hadits, 2005), //10.170.10.3%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail
%26id%3D22461.
23
Penyusun;, Ahkamul Fuqaha Solusi Problematika Aktual Hukum Islam.
13
Oleh sebab itu, seluruh warga masyarakat dan pemerintah hendaknya
lebih memperhatikan keberadaan sungai-sungai yang masih ada, dan
berupaya mengaktifkan kembali sungai-sungai yang sudah beralih fungsi agar
dapat beroperasi kembali. Setelah itu, menjaga dan melestarikannya adalah
tanggungjawab semua warga masyarakat, sehingga sungai-sungai tersebut
dapat memberikan manfaat yang besar bagi manusia, bukan malah merugikan
kehidupan manusia.24
24
Ibid.
25
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih.
26
Ibid.
27
Ibid.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Istilah kaidah-kaidah fiqh adalah terjemahan dari bahasa arab “al-qawa’id
al-fiqhiyah”. Al-Qawa’id merupakan bentuk plural (jamak) dari kata “al-
Qa’idah” yang secara kebahasaan berarti dasar, aturan atau patokan umum.
Sedangkan kata “al-fiqhiyah” berasal dari kata “al-fiqh” yang berarti paham
atau pemahaman yang mendalam (al-fahm al-‘amiq) yang dibubuhi ya’ an-
nisbah untuk menunjukan penjenisan atau pembangsaan atau pengkategorian.
Dengan demikian, secara kebahasaan, kaidah-kaidah fiqh adalah dasar-dasar,
aturan-aturan atau patokan-patokan yang bersifat umum mengenai jenis-jenis
atau masalah-masalah yang masuk dalam kategori fiqh.
15
Artinya: “Sesuatu kewajiban yang tidak sempurna pelaksanaannya kecuali
dengan adanya sesuatu hal, maka sesuatu hal tersebut hukumnya wajib pula
ada”
Dalam hidup tentu kita akan mengalami suatu masa perubahan. Misalnya
dalam bidang muamalah, perubahan menjadi persoalan prioritas atau mana
yang lebih diutamakan. Kaidah kaidah yang berhubungan dengan prioritas
salah satunya adalah sebagai berikut.
B. Saran
Demikianlah tugas penyusunan makalah ini penulis persembahkan.
Harapan penulis dengan adanya makalah ini semoga dapat memberikan
manfaat kepada para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran
maupun komentar dari para pembaca agar penulis dapat mengoreksi diri dan
semoga kedepannya dapat menciptakan makalah yang lebih baik lagi.
16
DAFTAR PUSTAKA