Anda di halaman 1dari 17

FIQH MUNAKAHAT KONTEMPORER

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pada Mata Kuliah Fiqh Munakahat Kontemporer

Disusun Oleh :
Anisa Afrianti : 1120015

Dosen Pengampu :
Shafra, M.Ag

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSYIYAH)


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BUKITTINGGI

2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dapat menjelaskan mengenai Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup
serta Metode Ijtihad dalam Fiqh Munakahat Kontemporer. Makalah ini ditujukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Munakahat Kontemporer.
Tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah
membimbing kami. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang telah
memberikan dorongan, serta bantuan sehingga makalah ini dapat penulis selesaikan.
Makalah ini dibuat untuk menyelesaikan tugas kelompok. Penulis hanyalah manusia biasa
yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis mohon maaf apabila ada kesalahan ataupun
kekurangan dalam makalah yang penulis buat ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.
Untuk tercapainya kesempurnaan makalah ini, penulis mohon kritik dan saran dari yang
membacanya.

Bukittinggi, 10 Juni 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqh Munakahat Kontemporer ................................................................ 3
B. Tujuan Fiqh Munakahat Kontemporer ..................................................................... 3
C. Ruang Lingkup Fiqh Munakahat Kontemporer ........................................................ 5
D. Metode Ijtihad Dalam Fiqh Munakahat Kontemporer .............................................. 9

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ........................................................................................................... 13
B. Kritik dan Saran .................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan adanya arus modernisasi yang hampir sebagian Negara-negara yang dihuni
mayoritas umat islam mengakibatkan munculnya berbagai perubahan dalam tatanan sosial
umat islam, baik yang menyangkut Ideologi, Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya. Karena
berbagai perkembangan tersebut cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama. Hal
seperti itu dapat terjadi karena berbagai perubahan yang banyak melahirkan simbol-simbol
sosial dan kultural yang secara tegas tidak memiliki simbol keagamaan yang telah mapan atau
disebabkan kemajuan modernisasi tidak diimbangi dengan pembaharuan pemikiran
keagamaan.
Telah mapannya sistem pemikiran barat di mayoritas negeri muslim secara faktual lebih
mudah diterima dan diamalkan apa lagi sangat didukung oleh kekuatan yang bersifat
struktural maupun kultural, namun masyarakat islam dalam penerimaan konsepsi barat
tersebut tetap merasakan adanya semacam "kejanggalan" baik secara psikologis, sosiologis
maupun politis. Tetapi karena belum terwujudnya konsepsi islam yang lebih kontekstual,
maka dengan rasa ketidak berdayaan mereka mengikuti saja konsepsi yang tidak islami. Hal
tersebut akhirnya menggugah naluri pakar hukum islam yang lebih relevan dengan
perkembangan zaman.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Fiqh Munakahat Kontemporer?
2. Apa tujuan Fiqh Munakahat Kontemporer?
3. Bagaimana ruang lingkup Fiqh Munakahat Kontemporer?
4. Bagaimana metode Ijtihad dalam Fiqh Munakahat Kontemporer?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui pengertian fiqh munakahat kontemporer.

1
2. Untuk mengetahui tujuan fiqh munakahat kontemporer.

3. Untuk mengetahui ruang lingkup fiqh munakahat kontemporer.

4. Untuk mengetahui metode ijtihad dalam fiqh munakahat kontemporer.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqh Munakahat Kontemporer


Fiqh secara bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti. Adapun fiqih
menurut istilah yaitu ilmu tentang hukum syara’ yang bersifat amali diambil dari dalil- dalil
yang tafsili.
Imam Syafi’i memberi pengertian fiqh kepada dua istilah : Pertama, mengetahui
hukum-hukum syar’i yang bersangkutan dengan perbuatan dan perkataan mukallaf diambil
dari dalil-dalil terperinci (teks dari Al-Qur’an, hadist, ijma’, dan ijtihad) contohnya niat
berwudhu adalah wajib. Kedua, mengetahui hukum-hukum syar’i itu sendiri, contohnya
hukum berwudhu: sholat, puasa dan lain sebagainya. 1
Kata “munakahat” yang terdapat dalam bahasa arab yang berasal dari akar kata na-
ka-ha.,yang dalam bahasa Indonesia kawin atau perkawinan. Kata kawin adalah terjemahan
dari kata nikah dalam bahasa Indonesia. Kata menikahi berarti mengawini,dan menikahkan
sama dengan mengawinkan yang berarti menjadikan bersuami. Dengan demikian istilah
pernikahan mempunyai arti yang sama dengan perkawinan.
Sedangkan kata Kontemporer, dalam kamus besar bahasa Indonesia yaitu sewaktu,
semasa, pada waktu dan masa yang sama, pada masa kini, dewasa ini. 2 Jadi, dapat
disimpulkan bahwa Fiqh Munakahat Kontemporer adalah ilmu yang menjelaskan tentang
syari’at suatu ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan tata cara yang dalam hal ini
menyangkut pernikahan, talak, rujuk, dan lain sebagainya terhadap masalah hukum Islam
yang terjadi pada masa kekinian (Right Now), dengan menggali sumber hukum Islam berupa
Al-Qur’an, sunnah dan jurisprudensi ulama terdahulu serta menigintegrasikan iptek dalam
menyimpulkan hasil ijtihad yang berspirit pada kemaslahatan umat manusia di dunia dan
akhirat.

B. Tujuan Fiqh Munakahat Kontemporer

1
Mustafa Buga, Al-Fiqh Al-Manhaj ‘ala Mazhab al-Imam al-Syaf’I, Edisi I, Cet. IV, (Dimasy: Dar al-
Qalm lil Taba’ah wa al Nasyr wa al Tawzi’, 1992), hlm. 9.
2
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed, II, Cet. I, (Jakarta: Balai
Pustaka, 1991), hlm. 652.

3
Dr. Yusuf Qardlawi dalam salah satu kitabnya secara implisit mengungkapkan
betapa perlunya fiqh kontemporer. Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar, timbul
pertanyaan bagi kita, mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman modern?. Masih relevankah
hukum islam yang lahir 14 abad silam diterapkan sekarang?. Tentu saja kita, sebagai
muslim, akan menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan
untuk diterapkan "tidak asal bicara, memang. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang
harus dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer
tersebut Qardlawi menawarkan konsep ijtihad. Ijtihad yang perlu di buka kembali.
Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan
hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.
Pandangan Prof. Said Ramadan tentang hal serupa, Semua pendapat yang harus di
timbang dengan kriteria Al-Qur'an dan As- sunnah dan semua manusia sesudah Rasulullah
SAW dapat berbuat keliru. Dalam segala hal dimana tidak ada teks yang mengikat, maka
pertimbangan masalah sajalah yang mengikat, dan bahwa aturan demi maslahah dapat
berubah bersama perubahan keadaan di masa, terdahulu: "Di mana ada maslahah disanalah
letak jalan Allah". Perbedaan antara syari'ah (Sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an dan
As-sunnah) yang mengikat abadi dengan dalil-dalil yang diterangkan oleh para fuqoha
seharusnya memberikan pengaruh yang sangat sehat terhadap umat islam pada zaman ini.
Pernyataan diatas dapat disimpulkan khususnya berkenaan dengan munculnya isu
fiqih kontemporer tersebut, yakni: bagaimanapun pemikiran ulama bisa di pertanyakan
kembali berdasarkan kriteria Al-Qur'an dan As-Sunnah di sisi lain pertimbangan maslahah
dapat di jadikan rujukan dalam upaya penyesuaian fiqh dengan zaman yang berkembang.
Terakhir, perbedaan antara syari'ah dengan fiqih menjadi peluang timbulnya pengkajian
fiqih kontemporer.
Tujuan fiqh kontemporer, antara lain :
a) Dapat membantu menjelaskan bahwa fiqh Islam mampu menjawab segala tantangan
zaman, khususnya yang berkenaan dengan permasalahan kontemporer yang dihadapi
manusia. Sehingga dapat membuktikan bahwa fiqh Islam itu fleksibel (murunah)
sehingga tetap sesuai disegala tempat dan zaman (Shalih li kulli zaman wa makan).
b) Mengetahui pola penalaran dan ijtihad yang dikembangkan oleh para ulama atau
fuqaha untuk menjawab persoalan kontemporer tersebut.

4
c) Mengetahui alasan dan argumen hukum yang dikemukakan para ulama atas setiap
putusan hukum fiqh kontemporer yang dibuat.
d) Memahami keragaman fatwa yang dihasilkan para ulama untuk satu persoalan
kontemporer tertentu sebagai akibat dari perbedaan pola pemahaman dan penalaran
yang dipakai dalam menggali hukum fiqh terhadap permasalahan tersebut.
e) Melakukan suatu perbandingan pendapat diantara ulama atas keragaman pandangan
dan alasan yang dikemukakannya terkait permasalahan kontemporer tertentu, untuk
kemudian dicari pendapat yang paling kuat (Rajih) berdasarkan dalil dan hujjah.

C. Ruang Lingkup
Perkawinan merupakan salah satu subsistem dari kehidupan beragama. Perkawinan
itu mengandung beberapa fokus bahasan yang di atur secara sistematis dari mulai sampai
berakhirnya perkawinan itu.

Pertama: sebagai langkah awal dari perkawinan itu adalah menentukan dan memilih
jodoh yang akan hidup bersama dalam perkawinan. Dalam pilihan itu dikemukakanbeberapa
alternative criteria dan yang utama untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah mendapatkan
jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk agama, tahap selanjutnya menyampaikan
kehendak untuk mengawini jodoh yang telah didapatkan itu. Tahap ini disebut khitbah.

Sesudah itu masuk kepada bahasan perkawinan itu sendiri yang menyangkut rukun
dan syaratnya, serta hal-hal yang menghalangi perkawinan itu. Selanjutnya membicarakan
kehidupan rumah tangga dalam perkawinan yang menyangkut kehidupan yang patut untuk
mendapatkan kehidupan yang sakinah, rahmah, dan mawaddah. Hak- hak dan kewajiban
dalam perkawinan.

Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal yang tidak dapat
dihindarkan, yang menyebabkan perkawinan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk
selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya perkawinan dan akibat-
akibatnya. Dalam perkawinan itu lahir anak, oleh karena itu dibicarakan hubungan anak
dengan orang tuanya.

Setelah perkawinan putus tidak tertutup pula kemungkinan pasangan yang telah
bercerai itu ingin kembali membina rumah tangga. Maka untuk itu dipersiapkan sebuah

5
lembaga, yaitu rujuk.3

Ruang lingkup fiqih munakahat kontemporer yaitu sebagai berikut :

1. Meminang

Sebagai langkah awal dari pernikahan itu adalah menentukan dan memilih jodoh
yang akan hidup bersama dalam pernikahan. Dalam pilihan itu dikemukakan beberapa
alternatif kriteria dan yang paling utama untuk dijadikan dasar pilihan. Setelah
mendapatkan jodoh sesuai dengan pilihan dan petunjuk agama, tahap selanjutnya
menyampaikan kehendak untuk mengawini jodoh yang telah didapatkan itu. Tahap
inilah yang disebut meminang atau khitbah.

2. Nikah

Sesudah itu masuk kepada bahasan pernikahan itu sendiri yang menyangkut rukun
dan syaratnya, serta hal-hal yang menghalangi pernikahan itu. Selanjutnya
membicarakan kehidupan rumah tangga dalam pernikahan yang menyangkut kehidupan
yang patut untuk mendapatkan kehidupan yang sakinah, rahmah, dan mawaddah. Hak-
hak dan kewajiban dalam perkawinan.

3. Talak

Dalam kehidupan rumah tangga mungkin terjadi suatu hal yang tidak dapat
dihindarkan, yang menyebabkan pernikahan itu tidak mungkin dipertahankan. Untuk
selanjutnya diatur pula hal-hal yang menyangkut putusnya pernikahan dan akibat-
akibatnya. Dalam pernikahan itu lahir anak, oleh karena itu dibicarakan hubungan anak
dengan orang tuanya. Setelah pernikahan putus tidak tertutup pula kemungkinan
pasangan yang telah bercerai itu ingin kembali membina rumah tangga. Maka untuk itu
dipersiapkan sebuah lembaga yaitu rujuk. 4

4. Rujuk

Rujuk berasal dari bahasa arab yaitu raja’a – yarji’u – ruju’an yang berarti kembali
atau mengembalikan. Rujuk menurut istilah adalah mengembalikan status hukum
perkawinan secara penuh setelah terjadi thalak raj’i yang dilakukan oleh bekas suami

3
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006) hlm. 19.
4
Ibid, hlm. 19-20.

6
terhadap bekas istrinya dalam masa iddahnya dengan ucapan tertentu.5

Rujuk ialah mengembalikan istri yang telah dithalak pada pernikahan yang asal
sebelum diceraikan.

5. Pernikahan Lintas Agama

Pernikahan beda agama atau bisa disebut juga pernikahan antar agama adalah
pernikahan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan yang masing- masing
berbeda agama. Pernikahan antara laki-laki atau perempuan muslim dengan laki-laki
atau perempuam non muslim. Permikahan antar agama ini kadangkala disebut
“pernikahan campuran” (mix marriage).6

Dalil Q.S Al-Baqarah ayat 221

ْ َ ‫ت َحتّٰى يُ ْؤ ِمنَّ ۗ َو َ ََل َمةٌ ُّم ْؤ ِم َنةٌ َخي ٌْر ِم ْن ُّمش ِْر َك ٍة َّولَ ْو ا‬
َ‫ع َج َبتْكُ ْم ۚ َو ََل ت ُ ْن ِك ُحوا ا ْل ُمش ِْر ِك ْين‬ ِ ‫َو ََل ت َ ْن ِك ُحوا ا ْل ُمش ِْر ٰك‬
ٰٰۤ
‫ّٰللاُ َي ْدع ُْْٓوا اِلَى‬
ّٰ ‫ول ِٕىكَ َي ْدع ُْونَ اِلَى النَّ ِار َو‬ ْ َ ‫َحتّٰى يُ ْؤ ِمنُ ْوا ۗ َولَ َع ْب ٌد ُّم ْؤ ِمنٌ َخي ٌْر ِم ْن ُّمش ِْركٍ َّولَ ْو ا‬
ُ ‫ع َج َبكُ ْم ۗ ا‬
ِ َّ‫ا ْل َجنَّ ِة َوا ْل َم ْغ ِف َر ِة بِاِذْنِ ۚه َويُ َبيِنُ ٰا ٰيتِه ِللن‬
َ‫اس لَعَلَّ ُه ْم يَتَذَك َُّر ْون‬
Artinya: Dan janganlah kamu nikahi perempuan musyrik, sebelum mereka beriman.
Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan
musyrik meskipun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki)
musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba
sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia
menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan
ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar
mereka mengambil pelajaran.

Ayat diatas dipandang memberikan sebuah muatan hukum tersendiri dalam bidang
perkawinan. Di bawah ini akan dikaji kawin beda agama dalam pespektif fiqih. Kajian
iniakan merujuk pada dua kitab fiqih. Pertama, Kitab al-Fiqh Ala al-Madzahib al-
Arbaah karya Abdurrahman al-Jaziri untuk melihat pendapat para fuqaha yang
berafiliasi pada empat madzhab besar Sunni. Kedua, Kitab Fiqh al-Sunnah karya Sayyid
Sabiq untuk melihat pendapat Ulama modern.

5
Djaman Nur, Fiqh Munakahat, (Bengkulu: Dina Utama Semarang, 1993), hlm. 174.
6
Dewi Sukarti, Perkawinan Antar Agama, (Jakarta: PBB UIN, 2003), hlm. 26.

7
Secara umum, pada dasarnya dua kitab fiqih di atas tersebut mengharamkan
pekawinan muslim dengan non-muslim namun demikian ada beberapa pengecualian
terutama akibat ketentuan khusus dari Qs. al-Maidah ayat 5 sehingga
menjadikanpergeseran tingkat hukum haram menjadi makruh, mubah atau lainnya pada
kasus laki-laki muslim mengawini perempuan Ahli Kitab.

6. Nikah Hamil

Hamil diluar nikah merupakan sesuatu yang sangat tabu di Indonesia dan merupakan
hal yang masuk kategori zina dalam Islam. Hamil diluar nikah merupakan perbuatan
zina yang seharusnya dihukum dengan kriteria Islam. Ketika hamil diluar nikah telah
terjadi maka akan muncul masalah yaitu aib bagi keluarga. Dengan terjadinya hamil
diluar, maka pasangan tersebut diharuskan untuk segera menikah demi melindungi
keluarga dari aib yang lebih besar. Sebuah hal yang berbeda ketika pernikahan dilakukan
oleh seseorang yang didahului dengan perbuatan tidak halal misalnya melakukan
persetubuhan antara dua jenis kelamin yang berbeda diluar ketentuan hukum Islam dan
Undang-Undang perkawinan yang berlaku. Pernikahan ini biasanya dinamakan
perkawinan akibat perzinaan.7

7. Nikah Kontrak

Kawin kontrak dalam Islam disebut dengan istilah nikah mut’ah. Nikah mut’ah
adalah nikah untuk bersenang-senang dalam masa tertentu. Misalnya dikatakan oleh
walinya, “Aku nikahkan engkau dengan Fatimah untuk sebulan saja”. Nikah ini disebut
nikah mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk
membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang
keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan
konsekwensi langgengnya pernikahan.

Hukumnya adalah haram dan akad nikahnya tidak sah alias batal. Hal ini sama saja
dengan orang sholat tanpa berwudhu’, maka sholatnya tidak sah alias batal. Tidak
diterima oleh Allah SWT sebagai ibadah. Demikian pula orang yang melakukan kawin
kontrak akad nikahnya tidak sah alias batal, dan tidak diterima Allah SWT sebagai amal

7
A. Hamid Sarong, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Banda Aceh: Pena, 2010), hlm. 58.

8
ibadah. 8

8. Penggunakan Alat Kontrasepsi

Dalam istilah medis, alat kontrasepsi dimaksudkan dengan tindakan pencegahan


kehamilan dengan mencegah terjadinya konsepsi. Di zaman ini, berbagai alat
kontrasepsi banyak ditemukan dan beredar ditengah masyarakat, ada yang berupa
suntikan, atau oral, kondom, atau alat kontrasepsi antar-vaginal maupun kontrasepsi
yang dipasang di rahim wanita yang dikenal dengan istilah AKDR atau I.A.U.D
(Intrauterine Device) atau yang lebih jauh yaitu dengan melakukan operasi tubektomi
atau vasektomi. Tindakan pencegah kehamilan ada yang bersifat tradisional lagialami
seperti al-'azl (coitus intereptus) dan ada juga yang bersifat kimiawi (medis).

D. Metode Ijtihad
Ijtihad kontemporer dilakukan dengan mensinergikan metode ushul fiqh klasik
dengan metode ilmiah modern.

a. Ijtihad

Secara etimologi, Ijtihad diambil dari kata al-jahd atau al-juhd, yang berarti al
mayaqat (kesulitan dan kesusahan) dan ath-thaqat (kesanggupan dan kemampuan),
Adapun definisi ijtihad secara terminologi adalah pengerahan segala kesanggupan
seorang faqih (pakar fiqih Islam) untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum
sesuatu melalui dalil syara' (agama).

b. Ijma'

Secara etimologi, kata ijma merupaka masdar (kata benda verbal) dari kata
"ajma'a" yang artinya memutuskan dan menyepakati sesuatu. Ia juga bisa berarti
kesepakatan bulat atau konsensus, sedangkan secara terminologi ljma' adalah
kesepakatan (konsensus) seluruh mujtaid pada suatu masa tertentu sesudah wafatnya
Rasulullah SAW atas hukum syara' pada suatu peristiwa

c. Qiyas

Qiyas menurut bahasa berarti menyamakan atau mengukur sesuatu dengan yang

8
Kementerian Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Humaniora Utama Press, 1992), hlm. 112.

9
lain, sedangkan secara istilah qiyas adalah suatu proses penyingkapan kesamaan hukum
suatu kasus yang tidak disebutkan dalam suatu nash, dengan suatu hukum yang
disebutkan dalam nash karena adanya kesamaan dalam illatnya.

d. Al-Istihsan

Istihsan menurut bahasa ialah menganggap baik sesuatu, sedangkan menurut


ulama Ushul (Ushuliyin) ialah meninggalkan hukum yang telah ditetapkan pada suatu
peristiwa atau kejadian yang ditetapkan berdasar dalil syara', menuju (menetapkan)
hukum lain dari peristiwa atau kejadian itu juga, karena ada suatu dalil syara' yang
mengharuskan untuk meninggalkannya.

e. Al-Maslahah al-Mursalah

Menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang mutlak) sedangkan menurut


ahli istilah Al-Maslahah al-Mursalah adalah suatu kemashlahatan yang tidak
mempunyai dalil, tetapi juga tidak ada pembatalnya. Jika terdapat suatu kejadian yang
tidak ada ketentuan syari'at dan tidak ada illat yang keluar dari syara' yang menentukan
kejelasan hukum kejadian tersebut, kemudian ditemukan sesuatu yang sesuai dengan
hukum syara', yakai suatu ketentuan yang berdasarkan pemeliharaan kemadorotan atau
untuk menyatakan suatu manfaat, maka Al-Maslahah al Mursalah adalah
kemashlahatan; yakni memelihara dari kemadaratan dan menjaga kemanfaatan..

f. Istishhab

Istishhub secara harfiyah adalah mengakui adanya hubungan perkawinan.


Sedangkan menurut ulama' Ushul adalah menetapkan sesuatu menurut keadaan
sebelumnya sampai terdapat dalil-dalil yang menunjukkan perubahan keaadan, atau
menjadikan hukum yang telah ditetapkan pada masa lampau secara kekal menurut
keadaannya sampai terdapat dalil yang menunjukkan perubahan. Berdasarkan kaidah:

‫األصل في األشياء اإلباحة‬


Artinya: "Pangkal sesuatu itu adalah kebolehan".

g. Al-Urf

Arti Al-'Urf secara harfiyah adalah keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan
yang telah dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau

10
meninggalkannya. Dikalangan masyarakat Al-'Urf sering disebut dengan adat.

h. Dzari'ah

Pengertian Dzari'ah ditinjau dari segi bahasa adalah jalan menuju sesuatu".
Sebagian ulama mengkhususkan pengertian Dzari'ah dengan sesuatu yang membawa
pada perbuatan yang dilarang dan mengandung kemadharatan. Akan tetapi pengertian
tersebut ditentang oleh para ulama ushul lainnya, diantarany Ibn Qayyim Aj-Jauziyah
yang mengatakan bahwa Dzari'ah itu tidak hanya menyangkut sesuatu yang dilarang,
tetapi ada juga yang dianjurkan. Dengan demikian, lebih tepat kalau Dzari'ah dibagi
menjadi dua, yaitu sadd adz-dzari'ah (yang dilarang), dan fath adz-dzari'ah (yang
dianjurkan).

Syariat sebagai aturan yang diturunkan oleh Allah dijadikan sebagai patokan
bertindak dalam segala aspek kehidupan manusia sepanjang masa dan selalu ada
hubungannya, sehingga dibutuhkan kemampuan untuk menggali dan mengkaji kandungan
yang terdapat dalam al-Qur’an. Sementara itu, agar aturan yang dihasilkan dapat dilaksanakan
dan diamalkan dengan baik, maka perlu diadakan penyesuaian dengan kondisi dan situasi
dimana manusia itu berada, sehingga sesuai dengan tempat dan zaman. Hal ini selaras
dengan tujuan diturunkannya al-Qur’an sebagaimana firman Allah swt. QS al-Jasiyah/45: 18,
berbunyi:

َ ْ َ‫ث ُ َّم َج َع ْل ٰنكَ ع َٰلى ش َِر ْي َع ٍة ِمن‬


َ‫اَل ْم ِر فَات َّ ِب ْعهَا َو ََل تَت َّ ِب ْع ا َ ْه َو ٰۤا َء الَّ ِذ ْينَ ََل يَ ْعلَ ُم ْون‬
Terjemahan: Kemudian kami jadikan engkau (Muhammad) mengikuti syariat (peraturan)
dari agama itu, maka ikutilah (syariat itu) dan janganlah engkau mengikuti keinginan
orang-orang yang tidak mengetahui.
Oleh karena itu, usaha tetap menjaga eksistensi syariat Islam dan terlepas dari
belenggu kekakuan dan ketertinggalan zaman, maka ijtihad satu-satunya yang harus
dilakukan secara maksimal. Dengan ijtihad, reaktualisasi nilai-nilai syariat Islam tetap aktual
dan dapat dipertahankan dalam kehidupan praktis.
Dengan ungkapan ulama semasa seperti, Dr. Ali Jum‘ah, Jamaluddin ‘Atiyyah
(Mesir), Yusuf al-Qardawi (Qatar), Dr. Abid al-Jabiri (Maroko) sepakat bahwa, syariat Islam
sejatinya dipahami sebagai sekumpulan nilai yang memberikan perhatian bagi masalah-
masalah kemanusiaan, demi kemaslahatan.

11
Peranan ijtihad akan terasa lebih jelas apabila dikaitkan dengan perkembangan dunia
modern. Secara gamblang dapat dikatakan bahwa apabila produk hukum/fikih beberapa
abad yang lalu diterapkan saat ini, tentu ada yang kurang relevan pada beberapa masalah yang
muncul, dan inilah para ulama sertacendekiawan muslim mulai bangkit untuk
mengkaji/menganalisis permasalahan fikih dalam berbagai bentuk di setiap Negara dalam
kondisinya.
Islam membenarkan umatnya yang mempunyai kebolehan/kemampuan untuk
berijtihad sesuai dengan kondisi sosial dan tuntutan zamannya masing-masing, sebagai
implementasi atau penetapan aturan. Ijtihad sebagai sebuah pemikiran dalam pengembangan
hukum, sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial dan tuntutan zaman yang berkembang dan
senentiasa berubah. Dengan perubahan inilah sehingga memerlukan ijtihad yang
menyesuaikan ajaran Islam dengan konteks zaman dan mesyarakat. Akan tetapi, dalam
masalah ijtihad ada hal yang perlu diperhatikan, yaitu masalah kondisi ajaran Islam. Ada
ajaran Islam yang bersifat absolut ‫ مطلق‬dan universal ‫ عام‬,di samping itu ada ajaran Islam
yang tidak bersifat absolut dan tidak universal, melainkan bersifat kondisional, temporal, dan
parsial. Ajaran yang bersifat Islam adalah keseluruhan ajaran dasar yang terdapat dalam al-
Qur’an dan Sunnah mutawatir. Tetapi ajaran yang dapat diperbaharui atau dirumuskan ulang
adalah ajaran yang tidak absolut, yakni yang bersifat kontemporer.9

9
Muhammad Shuhufi, Ijtihad dan Feksibilitas Hukum Islam, Cet. I, (Makassar: Alauddin University Press,
2012), hlm. 7.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fiqh Munakahat Kontemporer adalah ilmu yang menjelaskan tentang syari’at
suatu ibadah termasuk pengertian, dasar hukum dan tata cara yang dalam hal ini
menyangkut pernikahan, talak, rujuk, dan lain sebagainya terhadap masalah hukum
Islam yang terjadi pada masa kekinian (Right Now), dengan menggali sumber hukum
Islam berupa Al-Qur’an, sunnah dan jurisprudensi ulama terdahulu serta
menigintegrasikan iptek dalam menyimpulkan hasil ijtihad yang berspirit pada
kemaslahatan umat manusia di dunia dan akhirat.
Ruang Lingkup fiqh munakahat kontemporer yaitu Meminang, Nikah, dan Talak,
Rujuk, Pernikahan Lintas Agama, Nikah Hamil, Nikah Kontrak, Penggunaan Alat
Kontrasepsi.
Ijtihad sebagai sebuah pemikiran dalam pengembangan hukum, sangat
dipengaruhi oleh kondisi sosial dan tuntutan zaman yang berkembang dan senentiasa
berubah. Dengan perubahan inilah sehingga memerlukan ijtihad yang menyesuaikan
ajaran Islam dengan konteks zaman dan mesyarakat.

B. Kritik dan Saran

Semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
dapat memberikan pengetahuan sedikit tentang Fiqh Munakahat Kontemporer. Kami
mengetahui dalam penyusunan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan baik
dari segi penulisannya, bahasa dan lain sebagainya. Untuk itu saran dari pembaca yang
bersifat membangun sangat kami harapkan agar dapat terciptanya makalah yang
baik yang dapat memberikan pengetahuan yang benar kepada pembaca.

13
DAFTAR PUSTAKA

Agama, Kementerian. 1992. Kompilasi Hukum Islam. Bandung: Humaniora Utama Press.
Buga, Mustafa. 1992. Al-Fiqh Al-Manhaj ‘ala Mazhab al-Imam al-Syaf’I, Edisi I. Dimasy: Dar
al-Qalm lil Taba’ah wa al Nasyr wa al Tawzi’.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Nur, Djaman. 1993. Fiqh Munakahat. Bengkulu: Dina Utama Semarang.
Sarong, A Hamid. 2010. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Banda Aceh: Pena.
Shuhufi, Muhammad. 2012. Ijtihad dan Fleksibilitas Hukum Islam. Makassar: Alauddin
University Press.
Sukarti, Dewi. 2003. Fiqh Munakahat. Jakarta: PBB UIN.
Syarifuddin, Amir. 2006. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.

Anda mungkin juga menyukai