Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

FIQIH KONTEMPORER

OLEH :
KELOMPOK 1
Mhd.Syahril Pane 2030400007
Yusnida Octaliya Srg 2030400026
DosenPengampu :
Zilfaroni,S.Sos.I.,M.A.

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS DAWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYEKH
ALI HASAN AHMAD ADDARY
PADANGSIDIMPUAN
T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas Rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah ini. Adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Kontemporer Program
Studi Manajemen Dakwah. Shalawat beserta salam marilah kita sanjung tinggikan
kepada ruh nabi kita Rasulullahi Shallallahu’alaihi Wasallam, yang mana beliau
seorang pejuang Islam yang tidak pernah kenal lelah, beliau seorang pejuang Islam
yang tidak kenal putus asa, dan beliau juga yang telah membawa ummatnya dari alam
kebodohan menuju ke alam yang terang benderang, mudah-mudahan kita semua
diberikan syafa’atnya dihari kelak nantinya.

Penulis Mengucapkan terimakasih kepada Bapak Zilfaroni,S.Sos.I.,MA selaku


dosen Pengampu mata kuliah Fiqih Kontemporer di semester VI yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita Yang
Berjudul “Fiqih Kontemporer”. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna serta masih banyak kekurangan,
oleh karena itu semua kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis
harapkan guna perbaikan selanjutnya. Akhirnya penulis berharap kiranya makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin Ya Rabbal ‘Alamin.

Padangsidimpuan,09 Maret 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah...................................................................................1


B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan...............................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih Kontemporer........................................................................2
B. Tujuan Fiqih Kontemporer..............................................................................3
C. Aspek Metodologi Fiqih Kontemporer............................................................5
D. Tokoh-tokoh Fiqih Kontemporer Tradisional ...............................................7
E. Tokoh-tokoh Fiqih Kontemporer Nasional.....................................................10
F. Fungsi Fiqih Kontemporer................................................................................15

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Akibat arus modrenisasi yang meliputi hampir sebagian besar Negara-negara yang
dihuni mayoritas umat islam. Dengan adanya arus modrenisasi tersebut, mangakibatkan
munculnya berbagai macam perubahan dalam tatanan sosial umat islam, baik yang
menyangkut Ideologi Politik, Sosial, Budaya dan sebagainya. Berbagai perkembangan
tersebut seakan-akan cenderung menjauhkan umat dari nilai-nilai agama. Hal tersebut
terjadi karena aneka prubahan tersebut banyak melahirkan simbol-simbol sosial dan
kultural yang secara eksplisit tidak memiliki simbol keagamaan yang telah mapan, atau
disebabkan kemajuan modrenisasi tidak diimbangi dengan pembaharuan pemikiran
keagamaan. Untuk Itu, Penuis akan mencoba membahas tentang apa itu Fiqh
Kontemporer.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud degan Fiqh Kontemporer?
2. Apa saja tujuan Fiqh Kontemporer?
3. Bagaimana Aspek Metodologi Fiqh Kontemorer?
4. Siapa saja Tokoh-tokoh Tradisional dan nasional mengenai Fiqh Kontemporer?
5. Apa fungsi Fiqh Kontemporer?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud degan Fiqh Kontemporer;
2. Untuk mengetahui Apa saja tujuan Fiqh Kontemporer;
3. Untuk mengetahui Bagaimana Aspek Metodologi Fiqh Kontemorer;
4. Untuk mengetahui siapa saja Tokoh-tokoh Tradisional dan nasional mengenai Fiqh
Kontemporer;
5. Untuk mengetahui Apa fungsi Fiqh Kontemporer.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih Kontemporer


Fiqh Kontemporer adalah ilmu yang membahas permasalahan-permasalan Islam masa
kini. Abdullah Saeed, menyatakan fiqh kontemporer berarti kalangan yang berasal dari
argument kontekstual dengan menggunakan pendekatan sosiohistoris dalam memahami
beberapa ayat Al-Qur’an.1
Istilah kata “kontemporer” yang diartikan “dewasa ini” atau “terkini”, yang terdapat
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka fiqh kontemporer sejatinya dapat diartikan
dengan “perkembangan fiqh dewasa ini atau terkini”. Pengertian fiqh kontemporer yang
kedua ini tidak hanya menanggapi dan memberikan jawaban dari sisi hukum Islam
terhadap kasus-kasus baru, melainkan juga untuk memandang perubahan-perubahan yang
urgent dan signifikan dari waktu ke waktu. Dinamika fiqh kontemporer itu lahir sebagai
akibat yang paling nampak adalah perkembangan zaman yang sering yang paling nampak
adalah perkembangan zaman yang sering meminta kesempurnaan akhlak atau nilai
(maqasid/maslahah) dan corak pemikiran baru.2

Sedangkan menurut istilah, Fiqh Kontemporer adalah ilmu pengetahuan tentang


hukum syari’at dalam bentuk amaliah ( perbuatan mukallaf ) yang diambil dalilnya secara
terperinci. Kontemporer dapat diartikan kekinian atau masa kini, jadi fiqih kontemporer
adalah perkembangan pemikiran fiqih dimasa kini. Dengan lahirnya persoalan persoalan
kontemporer, baik yang sudah terjawab maupun yang sedang diselesaikan. Dalam kamus
Besar Bahasa Indonesia pengertian kontemporer berarti sewaktu, semasa, pada waktu atau
masa yang sama, pada masa kini. Jadi dapat disimpulkan bahwa fiqih kontemporer adalah
tentang perkembangan pemikiran fiqih.3

Dalam hal ini yang menjadi titik acuan adalah bagaimana tanggapan dan metodologi
hukum Islam dalam memberikan jawaban terhadap masalah-masalah kontemporer. Fiqh
1
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet. 2 (Jakarta: CV. Akademika Pressindo,
1995),hlm200
2
Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani
Press),1996,hlm,150.
3
Faqih,A.R.,Riswandi,B.A.,& Mahmashani,S,Hukum Islam Dan Fatwa MUI,Yogyakarta:Graha
Ilmu,hlm211.
2
kontemporer tidak terlepas dari pengertian masa`il Fiqhiyyah. Masail fiqhiyah menurut
pengertian bahasa adalah permasalahan-permasalahan baru yang bertalian dengan
masalah-masalah atau jenis-jenis hukum (fiqh) dan dicari jawabannya.4

Dalam pengertian lain fiqih kontemporer juga merujuk kepada pengertian pada fiqih
Waqi`, yaitu hasil ijtihad yang bertolak dari kenyataan objektif kehidupan manusia dan
langsung diterapkan dalam kehidupan seharihari. Fiqh waqi` dilihat dari cara
penerapannya berawal dari pemahaman terhadap suatu peristiwa, kejadian, persoalan atau
masalah yang muncul dalam masyarakat. Setelah masalah tersebut diteliti dan dikaji
secermatnya sehingga ditemukan intinya, baru dilihat hukumnya di dalam AlQur`an atau
Sunnah Rasululllah SAW. Dengan cara seperti itu, akan ditemukan suatu pemecahan
masalah atau keputusan hukum terhadap masalah tersebut.5

Jadi dapat kami simpulkan dari beberapa pengertian di atas, bahwa fiqh kontemporer
merupakan hasil ijtihad dengan berangkat dari Nass dan berupaya menegakkan norma dan
tuntunan moral terkait dengan Norma dan moralitas tersebut kemudian dilakukan sebuah
aturan hukum yang mengikat dan berlaku sebagai jawaban atas problem yang muncul di
era modern dan bersifat antisipatif untuk menjawab problem yang akan muncul
dikemudian hari dalam perspektif fiqh atau hukum islam.

B. Tujuan Fiqh Kontemporer

Dengan adanya kemajuan yang cukup mendasar itu, timbul pertanyaan bagi kita,
mampukah ilmu fiqh menghadapi zaman medren?. Masih relevankah hukum islam yang
lahir 14 abad silam  diterapkan sekarang?. Tentu saja kita, sebagai muslim, akan
menjawabnya. Hukum islam mampu menghadapi zaman, dan masih relevan untuk
ditrapkan “tidak asal bicara”, memang. Tapi, untuk menuju kesana, perlu syarat yang
harus dijalani secara konsekuen. Untuk merealisir tujuan penciptaan fiqh kontemporer
tersebut  Qardhawi menawarkan konsep ijtihad; ijtihad yang perlu di buka kembali.
Manapaak-tilasi apa yang telah dilakukan ulama salaf. Dalam hal yang berkaitan dengan
hukum kemasyarakatan, kita perlu bebas madzhab.

4
Fauzi,M,Reformulasi Fiqih Kontemporer dalam Perspektif Fazlur Rahman Studi
Multidisipliner,2021,hlm176
5
Firmansyah,H,Qawaid Fiqqiyah Dalam Fatwa Majlis Ulama Indonesia,2019,hlm89
3
Dapatlah kita kemukakan bahwa persoalan fiqih kontemporer di masa akan datang
lebih komplit lagi dibanding yang kita hadapi hari ini. Hal tersebut disebabkan arus
perkembangan zaman yang berdampak kepada semakin terungkapnya berbagai persoalan
umat manusia, baik hubungan antara sesama maupun dengan kehidupan alam sekitarnya.6

Kompleksitas masalah tersebut tentunya akan membutuhkan pemecahan masalah


berdasarkan nilai-nilai agama. Disinilah letak betapa pentingnya rumusan ideal moral
maupun formal dari fiqih kontemporer tersebut, yang tidak lain bertujuan untuk menjaga
keutuhan nilai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang menyangkut dengan
aspek lahiriyah kehidupan manusia di dunia ini  

Pembahasan aktual mengenai berbagai masalah fiqih kontemporer memang sangat


dibutuhkan dan dinantikan oleh masyarakat Indonesia dewasa ini, mengingat bahwa
persoalan zaman akan senatiasa baru dan tantangan masalah aktual fiqh semakin banyak,
sementara nash-nash (teks-teks dalil al-Qur’an dan Sunnah) jumlahnya tetap dan terbatas
yang tidak mungkin bertambah lagi (al-Qadhaya al-Fiqhiyah mutajaddah wa mutazayidah
wan nushush tsabitah wa mufanahiyah). Dalam hal ini tentunya sangat dibutuhkan
kemampuan dan ketekunan itjihad dalam mengelaborasikan dan mereaktualisasikan
penafsiran berbagai dalil dan kaidah syariah secara relevan terhadap berbagai masalah
aktual fiqhiyah tersebut, sehingga pada akhirnya mampu menjawab dengan kematangan
hikmah, penuh arif, dan bijak dengan tetap berpegang teguh dan unsur ashalah (prinsip
dan kaidah syariah yang disepakati ulama) dalam bentuk kajian ilmiah intergral yang
menggabungkan aspek bahasa komunikasi populer (bilisani qaumihin), gaya fleksibel
(munnah), penguasaan luas masalah aktual (mu’ashir), pendekatan persuasip dakwah
(da’awiyah) dan ghirah dinamika gerakan (harakiyah).Dengan demikian fiqh atau syariat
Islam dapat tampil dengan membumi selalu relevan dan aktul dengan tuntutan zaman,
seperti:

1. Untuk menjaga keutuhan niai ketuhanan, kemanusiaan dan kealaman, terutama yang
menyangkut dengan aspek lahiriyah kehidupan manusia di dinia ini melalui rumusan
ideal moral maupun formal dari fiqih kontemporer dengan berdasarkan nilai- nilai
agama

6
Gani Abdullah, “Permasalahan Hukum Kontemporer dan Hubungannya dengan Fiqh Sebuah Analisis
Segi- segi Koherensinya,Jakarta: Gema Insani,1994,hlm 320
4
2. Mampu menghadapi(menjawab) tantangan zaman mengenai problematika yang di
datang di era modern.

C. Aspek Metodologi Fiqh Kontemporer

Metode merupakan jalan yang ditempuh untuk menganalisis suatu disiplin ilmu atau
suatu permasalahan untuk mencari jalan keluarnya sehingga menciptakan suatu
kemaslahatan. Didalam ilmu fiqh bahwa metode alur pembentukan didalam menentukan
hukum adalah pertama : adalah sumber hukum islam Al-Qur’an dan Hadits, kedua : lalu
kemudian muncul ushul fiqh dalam penarikan hukum menggunakan pola pikir deduktif,
selanjutnya ketiga : menghasilkan hukum fiqh dengan materi yang beragam dalam
berbagai kitab dan referensi, setelah diteliti persamaan hukum fiqh menggunakan pola
pikir induktif kemudian dikelompokkan dengan masalah-masalah yang serupa,
dan keempat : akhirnya disumpulkan menjadi qawaid fiqhiyyah yang memudahkan ulama
dalam menentukan hukum fiqh terhadap persoalan baru, dan  kelima :  setelah melalui
pengujian dan dengan dukungan ushul fiqh, maka natijahnya : adalah terbentuknya hukum
fiqh baru (qanun) maupun fatwa terhadap permasalahan kontemporer.7

Adapun metode dalam fiqh kontemporer adalah ijtihad dan istinbath, tetapi dalam
metode pengkajian didalam fiqh kontemporer yang digunakan lebih banyak menggunakan
metode komparasi (perbandingan) ketimbang metode ijtihad dan istinbath. Di balik semua
itu tentu saja ada larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar dalam penetapan hukum.
Diantaranya :

1. Tidak boleh merusak aqidah,


2. Tidak boleh mengurangi atau menghilangkan martabat manusia,
3. Tidak boleh mendahulukan kepentingan perorangan atas kepentingan umum,
4. Tidak boleh mengutamakan hal-hal yang masih samar-samar kemanfaatannya atas hal-
hal yang sudah nyata kemanfaatannya, dan
5. Tidak boleh melanggar ketentuan dasar akhlaq al-karimah.

7
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Jakarta: Bulan Bintang, 1989,hlm32
5
Amir syarifudin membagi 2 wilayah fiqh kontemporer yaitu:

a. Fiqh yang telah di ijtihadi oleh ulama-ulama terdahulu namun pada saat ini
memiliki nuansa perubahan misalnya sholat di atas pesawat yang belum di atur
oleh ulama terdahulu.
b. Sesuatu masalah yang baru. Yusuf al-Qardhawi, fatwa kontemporer atau fiqh
kontemporer dalam pembentukannya memiliki dua bentuk konstruksi
metodologi. Pertama dengan jalan Ijtihad intiqo’I atau bermazhab, kedua dengan
jalan Ijtihadiyah Insya’i.  Ijtihad Intiqo’I ialah memilih satu pendapat dari beberapa
pendapat terkuat yang terdapat pada warisan fiqh Islam yang penuh dengan fatwa
dan keputusan hukum. Sedangkan Ijtihad Insya’I (kreatif) ialah mengambil
konklusi hukum baru dari sesuatu persoalan baik belum perna di kemukakan oleh
ulama maupun persoalan lama yang baru dengan jalan mencarai pendapat baru
yang lebih kuat, atau dengan jalan ijtihadiyah kreatif.8

Salah satu metode penjelasan dan pendekatan dalam memecahkan permasalahan


kontemporer adalah melalui metode lintas madzhab (perbandingan Madzhab) yakni
dengan mempelajari pendapat semua fuqaha dalam semua madzhab fiqh seperti madzhab
Hanafi, Maliki, Syafi’I, Hambali, Dzahiri, Syi’ah Imamiyah dan lain-lain, beserta dalil-
dalil dan qaidah-qaidah istinbath masing-masing madzhab dalam membahas sesuatu
persoalan. Kemudian dibanding antara satu pendapat dengan pendapat yang lain, untuk
kemudian dipilih satu pendapat yang lebih benar, karena didukung oleh dalil terkuat,
ataupun dengan mengetengahkan pendapat baru yang dapat digali dari al-qur’an dan
sunnah melalui metode kajian ushuli, qaidah istinbath, maqasid syari’ah dan ilmu bantu
lainnya secara objektif dan terlepas dari pengaruh pendapat dan bembelaan terhadap
madzhab tertentu, serta terjauh dari segala unsur subjektifitas pribadi, golongan dan lain-
lain. selanjutnya pendapat itu dibandingakan dengan hukum positif dengan tidak perlu
mamaksakan pendapat dan pendirian pembahasnya sendiri.

Metode ini merupakan metode yang paling efektif untuk membasmi khilafiyah,
mempersatukan umat, memperkenalkan hakekat syari’at Allah yang hakiki dan untuk

8
http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-kontemporer.html

6
membuktikan bahwa fiqh Islam dapat berkembang dan cocok untuk setiap tempat, dan
setiap waktu.

Adapun metode pembahasannya adalah dengan metode tematik yakni terfokus pada
suatu permasalahan/persoalan tertentu, kemudian dibasas secara cukup luas dan
mendalam, sehingga semua bidang disiplin ilmu yang berkaitan dengan permasalahan
pokok ikut terlibat seperti ilmu kedokteran, kimia, fisika dan lain-lain. Persoalan yang
dibahas juga tidak hanya terbatas pada persoalan yang telah dibahas dalam kitab-kitab
fiqh, akan tetapi meliputi pembahasan persoalan yang timbul dalam masyarakat khususnya
permasalahan yang baru dan bersentuhan dengan teknologi seperti kloning, bank susu atau
permasalahan-permasalahan aktual lainnya.

D. Tokoh-Tokoh Fiqh Kontemporer Tradisional

1. Harun Nasution

a.Biografi Harun Nasution


Harun Nasution lahir pada hari Selasa 23 September 1919 di Pematangsiantar
Sumatera Utara. Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad adalah seorang ulama yang
mengetahui kitab-kitab Jawi dan seorang pedagang asal Mandailing dan qadhi
(penghulu) pada masa pemerintahan Belanda di Kabupaten Simalungun. Beliau
wafat di Jakarta tanggal 18 September 1998 adalah seorang filsuf muslim
indonesia. Ibunya seorang boru Mandailing Tapanuli, Maimunah keturunan
seorang ulama, pernah bermukim di Mekkah, dan mengikuti beberapa kegiatan di
Masjidil Haram. Harun berasal dari keturunan yang taat beragama, keturunan
orang terpandang, dan mempunyai strata ekonomi yang lumayan. Kondisi
keluarganya yang seperti itu membuat Harun bisa lancar dalam melanjutkan cita-
citanya mendalami ilmu pengetahuan.9

Melihat perkembangan pemikiran Harun Nasution yang demikian itu, ayahnya


yang semula memaksa Harun Nasution belajar di MIK malah bebalik melarangnya
dan meminta anaknya keluar dari sekolah tersebu dan melanjutkan disebuah
sekolah guru Muhammadiyah di Solo. Namun Harun Nasution tidak pergi ke solo
melainkan pergi ke Mekkah untuk menunaikan ibadah haji dan sekaligus belajar

9
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Jakarta: Bulan Bintang, 1989,hlm100
7
pengetahuan agama Islam di Tanah Suci itu, Upaya ini dilakukan karena menurut
orang tuanya, pengetahuan umum yang diperoleh Harun Nasution dari sekolah
Belanda sudah cukup. Selanjutnya ia harus mendalami Islam di Mekkah agar lebih
lurus pemikirannya. Kemudian Ia melanjutkan pendidikan di Ahliyah Universitas
Al-Azhar pada tahun 1940. Di Mesir, dia mulai mendalami Islam pada Fakultas
Ushuluddin, Universitas Al-Azhar, di Pendidikannya diteruskan ke Universitas Al-
Azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar beliau kuliah juga di Universitas Amerika
di Mesir. Pada usia 24 tahun beliau rnenikahi gadis Mesir, Sayedah. Pada saat itu
pula Harun telah menyelesaikan studinya di Uninversitas Amerika di Cairo yang
berhasil mendapatkan gelar B. A (serjana muda).Pendidikannya, kemudian
dilanjutkan ke Mc. Gill, Kanada pada tahun 1962. Harun Nasution menjadi
pegawai Deplu Brussels dan Kairo pada tahun 1953- 1960. Dia meraih gelar doktor
di Universitas McGill di Kanada pada tahun 1968.10

b. Ide Pemikiran Harun Nasution


Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang memuji aliran Muktazilah
(rasionalis), yang berdasar pada peran akal dalam kehidupan beragama. Dalam
ceramahnya, Harun selalu menekankan agar kaum Muslim Indonesia berpikir
secara rasional. Harun Nasution juga dikenal sebagai tokoh yang berpikiran
terbuka. Ketika ramai dibicarakan tentang hubungan antar agama pada tahun 1975,
Harun Nasution dikenal sebagai tokoh yang berpikiran luwes lalu mengusulkan
pembentukan wadah musyawarah antar agama, yang bertujuan untuk
menghilangkan rasa saling curiga.

1) Pembaruan Teologi
Pembaharuan teologi yang menjadi predikat Harun Nasution. Pada
dasarnya dibangun atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat
Islam Indonesia (juga di mana saja) adalah disebabkan ada yang salah dalam
teologi mereka. Pandangan ini serupa dengan pandangan kaum modernis lain
pendahulunya (Muhammad Abduh, Rasyid Ridha AlAfghani, Sayid Amer Ali,
dan lain-lain) yang memandang perlu untuk kembali kepada teologi Islam
yang sejati.
10
Esposito,J.L & Voll,J.O,Tokoh-Tokoh Gerakan Islam,Jakarta Utara : PT Raja Grafindo
Persada,2013,hlm54
8
Retorika ini mengandung pengertian bahwa umat Islam dengan teologi
fatalistic, irasional, predeterminisme serta penyerahan nasib telah membawa
nasib mereka menuju kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian,
jika hendak mengubah nasib umat Islam. Menurut Harun Nasution, umat
Islam hendaklah mengubah teologi yang berwatak free-will rasional, serta
mandiri. Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan
teologi dalam khazanah Islam klasik sendiri yakni teologi Mu‘tazilah.

2) Hubungan Akal dan Wahyu


Salah satu focus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan akal dan
wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan akal dan wahyu memang
menimbulkan pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam Al-Qur‘an. Orang yang beriman
tidak perlu menerima bahwa wahyu sudah mengandung segalagalanya. Wahyu
bahkan tidak menjelaskan semua permasalahan keagamaan. Dalam pemikiran
Islam, baik di bidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi di bidang ilmu fiqih,
akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tunduk kepada teks wahyu.
Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk memahami teks wahu
dan tidak untuk menentang wahyu. Akal hanya memberi interpretasi terhadap
teks wahyu sesuai dengan kecenderungan dan kesanggupan pemberi
interpretasi. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran Islam sebenarnya
bukan akal dan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks wahyu dengan lain
dari teks wahyu itu juga. Jadi, yang bertentangan sebenarnya dalam Islam
adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat akal ulama lain.

2. Syekh H. Mukhtar Muda Nasution


a. Riwayat Hidup Syekh H. Mukhtar Muda Nasution
Nama Syekh H. Mukhtar Muda Nasution lebih lengkap dengan nama
Marahadam Nasution gelar Haji Mukhtar Muda Nasution bin Haji Muhammad
Ludin Nasution bin Lobe Marusin bin Ja Manorsa bin Amal bin Ja Gading. Garis
keturunan terakhir ini disebutkan berasal dari Panyabungan Mandailing yang
merantau ke Sibuhuan. Syekh H. Mukhtar Muda Nasution lahir di Wek II (Lorong
Galanggang) Pasar Sibuhuan pada hari ahad tanggal 22 Ramadhan 1340 H

9
bertepatan dengan tanggal 9 Januari 1921 jam 15:00 WIB. Beliau diberi nama kecil
Maharadam Nasution.

Adapun pendidikan formal Syekh H. mukhtar Muda Nasution diawali dari


sekolah Gubernemen (SD) pada tahun 1929 tamat tahun 1934 di Sibuhuan.
Adapun guru yang mengajar Syekh H. Mukhtar Muda Nasution di Gubernemen
sebagai berikut: Sutan Soangkupon (berasal dari Panyabungan),M. Yasin Daulay
(berasal dari Pagaran Batu), Sutan Indera (berasal dari Batang Toru), Tongku
Sutan Raja Junjungan (berasal dari Janji Lobi), Atas Lubis Gelar Sutan Soripada
(berasal dari Pinarik Kecamatan Sosa). Syekh H. Mukhtar Muda Nasution juga
menuntut ilmu di Maktab Syariful Majlis Sibuhuan, dan di Maktab ini beliau diajar
oleh guru-gurunya sebagai berikut: Syekh Muhammad Dahlan (berasal dari
Sibuhuan), Lobe Baharuddin Lubis (berasal dari Sibuhuan), Lobe Harun
Hasibuan (berasal dari Sibuhuan),Syahmadan (berasal dari Kota Pinang.

b. Karya-karya Syekh H. Mukhtar Muda Nasution


Karya merupakan hasil karangan dalam bentuk tulisan yang merupakan hasil
pikiran, hasil pengamatan, tinjauan dalam bidang tertentu dan disusun secara
sistematis. Dalam penulisan ini tokoh Syekh H. Mukhtar Muda Nasution juga
menyusun beberapa buku yang kemudian dijadikan sebagai bahan ajar. Semasa
hidupnya Syekh H. Mukhtar Muda Nasution dapat dikatakan seorang ulama yang
produktif karena beliau sudah membuat karya tulis berupa kitab/buku dalam
disiplin ilmu yang berbeda-beda. kitab- kitab tersebut ada yang menggunakan
bahasa Arab tidak berbaris dan ada juga yang berbaris, namun sebelum itu siswa
diajarkan ilmu-ilmu dasar tentang lafas dan penulisan bahasa arab.

E. Tokoh Ulama Fiqih Kontemporer Nasional


1. K.H . Muhammad Ali Yafie

K.H. Muhammad Ali Yafie salah satu ulama Indonesia penggagas pemikiran
fikih sosial. Pengembangan suatu ilmu sudah tentu memerlukan proses pengkajian
atau berbagai hal yang bersangkutan dengan ilmu itu sendiri maupun hal-hal lain
yang berhubungan dengannya. Sebelum kata ikih itu terkait dalam pengertian
terbatas yang bersifat terminologisnya, maka ia mencakup makna yang luas dari

10
Tafaqquh fi al-dien yang meliputi semua segi pemahaman akan ajaran agama.11
Fikih sosial menurut K.H. Ali Yafie dalam ajaran Islam yang dijabarkan
dalam ilmu ikih, ada ketentuan dasar bahwa semua makhluk mempunyai status
hukum muhtaram yakni dihormati eksistensinya dan terlarang membunuhnya jika ia
makhluk tak bernyawa. Dengan kata lain, semua makhluk harus dilindungi hak
eksistensinya. Dalam penyelenggaraan hidupnya itu, pemeliharaan dan perawatan
adalah: hal yang sangat penting untuk pengembangan dan pelestarian segala hasil
cipta dan pekerjaan manusia, juga terhadap segala sumber daya yang memungkinkan
ia menciptakan dan bekerja. Selain itu, manusia senantiasa ingin hidup dalam
keadaan tenteram, lalu ia menjaga segala tertib kehidupan dalam dirinya, dalam
lingkungan rumah tangganya dan lingkungan masyarakatnya.
Hal demikianlah yang diisyaratkan dalam Sunnah bahwa kalian (manusia)
adalah pemelihara (ra’in), dan pemeliharaan itu haruslah memikul tanggung jawab
(mas’ul). Martabat manusia yang menjadikan statusnya bebeda sifatnya dengan
status makhluk-makhluk yang lain yang disebut muhtaram. Bagi manusia
statusnya disebut ma’shum yang mengandung arti lebih khusus karena bukan saja
eksistensinya yang harus terlindungi, tetapi kemaslahatankemaslahatan berada dalam
suatu ‘ishmah (perlindungan hukum).
Kebaikan bagi seseorang, itulah yang dimaksud dengan kemaslahatan.
Keluarga tentunya mempunyai kemaslahatan demikian. Baik seibu, suami, dan anak-
anak masing-masing mempunyai kemaslahatan sendiri-sendiri, maupun bersama. Di
samping itu, mereka sebagai manusia tentunya juga mempunyai kemaslahatan diri
dan tidak pula terlepas dari kemaslahatan bersama atau umum dari masyarakatnya.
Program-program kependudukan yang dikaitkan dengan tujuan menciptakan
kesejahteraan umum seluruh rakyat, sudah dan akan terus dilaksanakan oleh
pemerintah dan masyarakat diharapkan keikutsertaannya.
Dan, menurut Ali Yafie, adanya ajaran fardhu kifayah, di samping fardhu
‘Ain menandai perhatian ajaran Islam yang tinggi atas masalah-masalah sosial
kemasyarakatan dari kehidupan manusia di dunia, termasuk masalah-masalah
ekonomi. Ri’ayah dan Masuliyyah yang menyangkut kehidupan bermasyarakat
merupakan inti pengertian dari apa yang disebut fardhu kifayah yang biasanya sangat
11
Esposito,J.L & Voll,J.O,Tokoh-Tokoh Gerakan Islam,Jakarta Utara : PT Raja Grafindo
Persada,2013,hlm75
11
sempit pengertiannya, harus ditingkatkan dan disempurnakan untuk mencapai suatu
pengertian yang umum dan menyeluruh sebagaimana diungkapkan oleh Imam ar-
Rai’. Dia berkata: “bahwa fardhu kifayah adalah urusan atau upaya menyeluruh
berkaitan dengan kepentingan dan kebutuhan hidup (kemaslahatan) baik yang bersifat
Diniyah maupun Duniawiyah yang padanya tergantung, penataan hidup manusia.
2. K.H. Sahal Mahfudh

Istilah fikih sosial pertama kali dimunculkan oleh Hasan Hanafi dalam sebuah
gerakan yang ia namakan Kiri Islam di bawah sudut pandang epistemologi relasional
tauhid. Istilah ini kemudian dikembangkan di Indonesia oleh K.H. Ali Yafie dalam
bukunya Menggagas Fikih Sosial dan oleh K.H. Sahal Mahfudh sendiri dalam
bukunya Nuansa Fikih Sosial, Formulasi ikih Sosial yang ditawarkan K.H. Sahal
Mahfudh pada dasarnya merupakan langkah dekonstruktif terhadap asumsi
formalistik ikih itu sendiri yang berkembang di tubuh NU. Dekonstruksi atas
legalisme-formalistik ikih ini merupakan langkah awal untuk menempatkan
kontekstualisasi fikih di tengah fenomena modernisme, dan menurut K.H. Sahal
upaya tersebut sebenarnya sering dilakukan NU dengan tradisi hukum universal dan
hukum moral.12

Epistemologi hukum Islam sering kali menjadi sasaran orientalis yang


menuduhnya sebagai hukum yang bersifat idealistik. Salah satunya sebagaimana
yang dikatakan Coulson dalam bukunya he History of Islamic Law. Menurutnya
hukum Islam klasik mengabaikan pertimbangan historis, karena hukum dianggap
sebagai kehendak Tuhan yang diwahyukan. Dengan demikian, hukum Islam tidak
mengenal proses evolusi di tengah realitas historis yang terkait dengan kemajuan
masyarakat. Kemudian coulson berkesimpulan bahwa hukum Islam itu bersifat
idealistik, artinya hukum Islam hanya merupakan pengembangan dan analisis
terhadap hukum syari’ah yang bersifat abstrak, dengan kata lain hukum Islam klasik
hanya menggunakan metode deduktif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.

12
Satria Efendi M. Zein, Pengkajian dan Pengembangan Metodologi Hukum Fikih Islam,Jakarta: PT
Raja Grafindo,2019,hlm90
12
Kemudian coulson berkesimpulan bahwa hukum Islam itu bersifat idealistik,
artinya hukum Islam hanya merupakan pengembangan dan analisis terhadap hukum
syari’ah yang bersifat abstrak, dengan kata lain hukum Islam klasik hanya
menggunakan metode deduktif dalam menyelesaikan suatu permasalahan.
Tuduhan Coulson ini bersifat fragmentaris dalam melihat konstruksi hukum
Islam. Dan, Coulson tampaknya mengabaikan konteks sosial yang sering kali
mempengaruhi para ulama mujtahid dalam menentukan suatu produk hukum.
Padahal dari sinilah terjadi dialektika antara teks (syari’ah) dengan konteks sosial,
yang pada gilirannya melahirkan beberapa produk hukum berupa fatwa ulama dalam
berbagai literatur hukum Islam. Itulah sebabnya, tradisi pemikiran hukum Islam (ikih)
mengandung “tawaran” karena dalam memecahkan persoalan metodologis di tubuh
NU (Syai’iyah) ia harus melakukan loncatan keluar dari tradisi Syai’iyah itu sendiri.
Dalam hal ini, K.H. Sahal Mahfudh menganjurkan untuk mengembalikan
paradigma fikih kepada Maqashid al-Syari’ah yang bermuara kepada Maslahah al-
Ammah yang dipopulerkan oleh mazhab Maliki, khususnya al-Syatibi, mazhab Syai’i
memang merupakan aliran yang kurang memopulerkan dalil mashlahah dalam
persoalan yang tidak terdapat nash karena lebih menekankan metode qiyas, meskipun
di kalangan mazhab Syai’i sendiri dikenal kaidah penggalian hukum fikih seperti
Dar’u al mafasid muqaddam ‘ala jalbil mashalih dan maslahah al-muhaqqaqah
muqaddamah ‘ala al-mashalih al- muthawashimah, namun maslahah yang dimaksud
hanya tersimpul dalam Illat, sehingga hukum yang ditelorkan qiyas tidak boleh
bergantung kepada maslahah yang tidak tegas rumusannya.
Oleh karena itu, K.H. Sahal Mahfudh mencoba mengadopsi teori Maqashid
al-Syari’ah dan Maslahah al-Ammah yang dikembangkan Syatibi. Dalam kaitan
tersebut K.H. Sahal Mahfudh menawarkan suatu perspektif baru dalam bermazhab,
dengan mentransformasikan konsep mazhab yang semula bermazhab i al-Aqwal
menjadi bermazhabi al-Manhaj, misalnya seorang dalam memperoleh kesimpulan
hukum yang berbeda dengan al-Syai’i, akan tetapi metode yang digunakan untuk
memperoleh kesimpulan itu adalah metode al- Syai’i, maka ulama itu pun masih
berada dalam pengakuan mazhab Syai’i. Namun demikian K.H. Sahal Mahfudh juga
menyadari keterbatasan metode yang ditawarkan al-Syai’i (Qiyas) karena qiyas
menempatkan kemutlakan wahyu (Al-Qur’an) sehingga realitas sosial harus tunduk
13
kepadanya secara menyeluruh. Paradigma epistemologi semacam ini menjadi kendala
bagi ulama NU dalam mengembangkan pemikiran ikih yang berdimensi sosial.
3. K.H. Masdar Farid Mas’udi

Nama lengkapnya adalah Masdar Farid bin Mas’udi bin Abdurrahman.


Sekolah dasarnya diselesaikan selama 5 tahun lalu dikirim ayahnya ke pesantren
Salaf di Tegalrejo, Magelang di bawah asuhan Kiai Khudlori. Selanjutnya pindah ke
Pesantren Krapyak, Yogyakarta berguru pada Kiai Ali Makoem Rois Amm PBNU
tahun 1988-1999. Lalu melanjutkan ke Madrasah Aliyah. Tahun 1972 sambil tetap
tinggal dan mengajar di Pesantren Krapyak, Masdar melanjutkan studi di Fakultas
Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, jurusan Tafsir Hadis. Di Masjid Jami’
IAIN Masdar.

Sempat menggelar tradisi baru pengajian kitab kuning dengan mem- balah
(mengajar) Aliyah untuk kalangan mahasiswa. Berbagai seminar ilmiah telah
diikutinya sebagai pembicara mewakili sudut pandang Islam, baik dalam maupun luar
negeri. Antara lain, di Manila dan Mindanau, Sidney, Belanda, dan Denmark. Pernah
mengunjungi pusat-pusat keagamaan di Amerika selama 5 tahun, tahun 1986. Sejak 4
tahun terakhir kuliah di Program S-2 Filsafat. Selain sebagai Katib Syuriah PBNU,
juga aktif di P3M sebagai ketua/direktur utama; di Komisi Ombudsman Nasional
sebagai anggota; dan di Dewan Etik ICM. Kiprah pemikiran yang paling menonjol
dari Masdar F. Mas’udi adalah kiprahnya di bidang pemikiran keagamaan yang
sering kali dianggap mengagetkan. Secara garis besar pemikiran Masdar dapat
diidentiikasi dalam sebuah kerangka paradigmatik yang disebutnya al-Islam at-
Taharruriy.
Dari sudut visi dan akar keprihatiannya, Islam Taharruri ini memiliki karakter
yang berbeda dengan gerakan yang kini banyak dibicarakan oleh orang, yakni Islam
Fundamentalil. Bahkan Islam harruri ini bisa dikatakan kritik terhadap kedua wacana
atau gerakan Islam tersebut. Bagi Masdar, Islam datang ke bumi bukanlah untuk
kepentingan Allah (Yang Mahakaya) maupun ajaran Islam itu sendiri (yang sudah
sempurna). Islam adalah rahmat Allah bagi umat manusia untuk kemuliaan martabat
manusia sendiri secara lahir batin, jasmani rohani, personal-sosial. Oleh sebab itu,

14
keislaman harus dibangun melalui empat tahap:
1. Adalah kepedulian yang mendalam terhadap problem kemanusiaan;
2. Mendeinisikan akar problem kemanusiaan itu secara kritis;
3. merumuskan kerangka perubahan (Transformasi).
4. Langka-langkah praktis amaliah pembebasan itu sendiri.

F. Fungsi Fiqh Kontemporer


fungsi dari Kompilasi Hukum Islam

1. Sebagai langkah awal/sasaran antara untuk mewujudkan kodifikasi dan juga


unifikasi hukum nasional yang berlaku untuk warga masyarakat. Hal ini penting
mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah beragama Islam, dengan
ketentuan-ketentuan hukum yang telah dirumus- kan dalam kompilasi ini akan
diangkat sebagai materi hukum nasional yang akan diperlakukan nanti.13

2. Sebagai pegangan hakim Peradilan Agama dalam memeriksa dan mengadili


perkara-perkara yang menjadi wewenangnya.

3. Sebagai pegangan bagi warga masyarakat mengenai hukum Islam yang berlaku
baginya yang sudah merupakan hasil rumusan yang diambil dari berbagai kitab
kuning yang semula tidak dapat mereka baca secara langsung.

13
Taufiq,A.,Huda,D & Maunah,B,Sejarah Pemikiran Dan Modernisme Islam,Jakarta:PT Raja
Grafindo,2015,hlm210

15
.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Fiqh kontemporer adalah ilmu yang membahas permasalahan-permasalahan Islam


masa kini, perkembangan kehidupan manusia selalu berjalan sesuai dengan ruang dan
waktu. Dan ilmu fiqh adalah ilmu yang selalu berkembang karena tuntutan kehidupan
zaman. Dengan semakin berkembangnya arus informasi dan jaringan komunikasi dunia,
terjadi pulalah apa yang disebut dengan proses modernisasi. Modernisasi tersebut
melahirkan berbagai macam bentuk perubahan baik secara struktural maupun kultural.

Dan tujuan dari mempelajari fiqh kontemporer yaitu memberi bekal kepada
mahasiswa dengan kajian-kajian hukum islam kontemporer yang membahas persoalan-
persoalan baru yang muncul pada masyarakat sebagai akibat perubahan sosial
budaya,ilmu pengetahuan,teknologi,dan isu-isu kontemporer.

B. Saran
Makalah ini tentunya tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan. Karena seperti
kita ketahui bersama bahwa manusia adalah tempatnya salah dan lupa. Oleh kerena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca dan juga
dosen pengampu agar kami dapat memperbaikinya dan bisa nantinya membuat makalah
yang baik dan benar.

16
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Cet. 2 (Jakarta: CV. Akademika


Pressindo, 1995)

Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Gema Insani


Press),1996.

Esposito,J.L & Voll,J.O,Tokoh-Tokoh Gerakan Islam,Jakarta Utara : PT Raja Grafindo


Persada,2013.

Faqih,A.R.,Riswandi,B.A.,& Mahmashani,S,Hukum Islam Dan Fatwa MUI,Yogyakarta:


Graha Ilmu.

Fauzi,M,Reformulasi Fiqih Kontemporer dalam Perspektif Fazlur Rahman Studi


Multidisipliner,2021.

Firmansyah,H,Qawaid Fiqqiyah Dalam Fatwa Majlis Ulama Indonesia,2019.

Gani Abdullah, “Permasalahan Hukum Kontemporer dan Hubungannya dengan Fiqh


Sebuah Analisis Segi- segi Koherensinya,Jakarta: Gema Insani,1994.

Gibtiah,Fiqh Kotemporer,Depok: PRENADAMEDIA GROUP,2018.

Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran, Jakarta: Bulan Bintang, 1989.

Ulum,K,Fatwa-fatwa Majlis Ulama Indonesia(MUI),AKADEMIKA,2014.

Sanusi,A,Sejarah pemikiran Muslim Kontemporer,Cirebon:CV.Elsi Pro,2020.

Satria Efendi M. Zein, Pengkajian dan Pengembangan Metodologi Hukum Fikih


Islam,Jakarta: PT Raja Grafindo,2019.

Taufiq,A.,Huda,D & Maunah,B,Sejarah Pemikiran Dan Modernisme Islam,Jakarta:PT


Raja Grafindo,2015.

http://fazarsodik.blogspot.co.id/2016/03/makalah-problematika-fiqih-
kontemporer.html

http://diyahhalimatusadiya.blogspot.co.id/2013/05/fiqh-kontemporer.html

17

Anda mungkin juga menyukai