Anda di halaman 1dari 34

TUGAS MAKALAH

PERKEMBANGAN ILMU FIQIH, TOKOH-TOKOH DAN PERBEDAAN


HUKUM TOKOHNYA

Dosen : Muhammad Fauzi, ST, S.Pdi, M.Pdi

Disusun Oleh :
Ramadani Br Pakpahan ( 2232000014)
Muhammad Dio Ananda (2232000017)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN KEPENDIDIKAN
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas ssegala rahmat Nya
sehingga makalah yang berjudul “Pemahaman Akhlak dan Penerapannya” dapat
tersusun sampai dengan selesai.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Agama Islam.
Selain itu makalah ini membahas mengenai pemahaman Akhlak umat Islam
sebagai bertujuan menambah wawasan para pembaca maupun penulis. Tidak lupa
penulis ucapkan terimakasih kepada Bapak Muhammad Fauzi selaku dosen mata
kuliah Agama Islam dan kepada pihak yang telah berkontribusidengan
memberikan sumbangan baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar
makalah ini bisa kita semua praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi penulis sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan


dalam penyusunan makalah karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman
kami. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pepbaca demi kesempurnaan makalah ini.

Medan, 7 Maret 2023

Penulis

Kelompok 1

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Isi............................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan..........................................................................................1

A. Latar Belakang........................................................................................3
B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan.....................................................................................................4
D. Manfaat...................................................................................................4

BAB II Pembahasan..........................................................................................

A. Pengertian Ilmu Fiqih Islam dan Keistimewaannya...............................5


B. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqh dan sejarah 4 Mazhab.................11
C. Istilah-Istilah Fiqih, Sebab-Sebab Perbedaan di Kalangan Fiqih Serta
Aturan Penggunaan Mahzab...................................................................22

BAB III Penutup...............................................................................................30

A. Kesimpulan................................................................................................30

B. Saran..........................................................................................................31

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................32

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu fiqih adalah salah satu disiplin ilmu yang sangat penting
kedudukannya dalam kehidupan umat islam. Fiqih termasuk ilmu yang
muncul pada masa awal berkembang agama islam. Di masa sekarang yang
banyak timbulnya permasalahan yang kian kompleks sehingga dapat memaham,mi tata
cara yang sebagaimana semestinya. sehingga diperlukanya pemahaman mengenai ilmu
fiqih. Ilmu fiqih sebagai cabang ilmu dalam Islaam yang berkaitan dengan pemahaman
hukum-hukum Islam yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari

Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW,
walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Karena Semua
persoalan keagamaan yang muncul waktu itu, langsung ditanyakan kepada
Nabi SAW. Maka seketika itu solusi permasalahan bisa terobati, dengan
bersumber pada Al Qur’an dan sunnah.

Sepeninggal Nabi Muhammad SAW. Ilmu fiqh ini mulai berkembang,


seiring dengan timbulnya permasalahan-permasalahan yang muncul dari
zaman kezaman. Permasalahan semakin berkembang dan tidak semua
permasalahan yang ada, terdapat di dalam nash, namun membutuhkan sebuah
hukum melalui jalan istimbat Setiap satu permesalahan memiliki ratusan
solusi yang berbeda dari setiap ulama.

Generasi penerus Nabi Muhammad SAW tidak hanya berhenti pada


masa khulafa’urrosyidin, namun masih diteruskan oleh para tabi’in dan ulama’
sholihin hingga sampai pada zaman kita sekarang ini. Pada zaman kita ini,
para ulama (Fuqoha) mulai bermunculan dan memiliki ijtihad yang berda-
beda.

Fiqih dianggap sebagai ilmu yang penting untuk dikuasai oleh setiap
muslim. Fiqih dianggap sebagai ilmu yang penting untuk dikuasai oleh setiap

3
muslim karena ia memberikan panduan dan pedoman untuk menjalankan
ibadah, bertransaksi, serta melakukan hal-hal lainnya dalamkehidupan sehari-
hari sesuai dengan ajaran islam. Dan pedoman tersebut dipaparkan oleh
ulama-ulama besar yang memiliki dasar ilmu dari sunnah rasul.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah yang dimaksud dengan Ilmu Fiqih ?


2. Bagaimana Perkembangan Ilmu Fiqih ?
3. Siapa sajakah tokoh-tokoh besar dalam Ilmu Fiqih dan bagaimana
pandangan perbedaan pendapat diantara tokoh-tokoh Ilmu Fiqih ?

C. Tujuan

Tulisan ini bertujuan untuk mengklasifikasi secara periodik


perkembangan ilmu fiqh, namun akan didahului oleh pengertian dari ilmu
fiqh kemudian dilanjutkan dengan sejarah perkembangannya mulai dari
periode Rasulallah SAW, periode sahabat, periode tadwin, dan yang terakhir
periode taqlid. Dan juga akan dipaparkan beberapa tokoh ulama besar sebagai
pelopor fiqih dan juga perbedaan pandangannya agar kkita semua dapat
memahaminya dengan pandangan yang luas mengenai hukum-hukum islam.

D. Manfaat Penulisan

Dengan adanya tulisan ini diharapkan para pembaca dapat


memperdalam pemahaman agama khususnya aturan-aturan yang sesuai
syariat islam. Fiqih islam memberikan panduan tentang bagaimana mengatur
kehidupan sehari-hari dengan lebih teratur dan bertanggung jawab. Pembaca
diharapkan dapat meningkatkan kualitas ibadah serta menghindari kesalahan
dan menjauhkan diri dari kemungkaran.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Fiqih Islam dan Keistimewaannya


Untuk mengetahui sesuatu yang ingin dikaji secara mendalam, definisi
adalah menjadi pintu pembukanya. Dalam berbagai literature dan pendapat
beberapa ulama mengenai fiqh, Fiqh secara bahasa bermakna al-Fahmu yang
memiiki arti pemahaman, sedangkan secara istilah dalam beberapa literatur
dan pendapat ulama juga, tentu memiliki redaksi yang berbeda-beda tetapi
esensi maknanya sama. Al-Rogib al-Ashafani seperti yang dikutip oleh
Muhammad Mustofa Syalbi, mendefinisikan fiqh “ pengetahuan mengenai
sesuatu hukum dan pendalamanya.1

Fiqih adalah istilah dalam Bahasa arab yang memiliki arti pemahaman
atau pengertian, yang merujuk pada ilmu yang mempelajari hukum-hukum
syariat islam yang berkaitan dengantindakan manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Secara etimologis, kata “fiqh” berasal dari akar kata “faqaha”
yang berarti “memahami” atau “mendalaminya”. Oleh karena itu fiqih juga
dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari hukum-hukum syariat islam
dan emahamimakna dan implikasinya secara mendalam dan komprehensif.2

Imam Syafi’I mendefinisikan sebagai “ Ilmu/pengetahuan mengenai


hukum-hukum syari’ah yang berlandaskan kepada dalil- dalilnya yang
terprinci”. Pedefinisian Imam Syafi’I ini merupakan pendefinisian yang
paling masyhur dikalanagan para Fuqoha.3

Dalam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau kadang-
kadang fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau pengertian. Kalua
dihubungkan dengan perkataan ilmu tersebut diatas dalam hubungan ini dapat
1
Muhammad Musyofa Syalbi, Al-Madkhol fi al-Ta’rifi bi al-Fiqhi al-Islamiy wa Qwa’idu
al-Milkiyyah wa al-‘Uqudi Fiha, (Bayrut : Daru al-Nahdoh al-‘Arobiyah 1985) hal 31)
2
Hibatul Wafi, 2016. Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih Vol-1. (diunduh pada tgl 7 maret
pukul 15.15 WIB)
3
Al-Duktur Wahbah Zuhaily, al-Fiquhal-Islamiywaadillathu, Juz1, (Suriyah: Daral-Fiqri,
Cet21985) hal.16

5
juga dirumuskan (dengan kata-kata lain, ilmu fiqih islam adalah ilmu yang
bertugas menentukan dan menguraikan norma-norma hokum dasar yang
terdapat di dalam Alquran dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat
dalam Sunnah Nabi yang direkam dalam kitab-kitab hadis. Dengan kata lain
ilmu fiqh, selain rumusan di atas adalah ilmu yang berusaha memahami
hukum-hukum yang terdapat dalam Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad
untuk diterapkan pada perbuatan manusia yang telah dewasa yang sehat
akalnya yang berkewajiban melaksanakan hokum Islam. Hasil pemahaman
tenteng hukum Islam tersebut disusun secara sistematis dalam kitab-kitab
fiqih dan disebut hokum-hukum fiqih. Contoh hokum fiqih islam yang ditulis
dalam Bahasa Indonesia oleh orang Indonesian adalah, misalnya, fiqih Islam
karya H. Sulaiman Rasjid yang sejak diterbitkan pertama kali tahun 1954
sampai kini (1998) telah puluhan kali dicetak ulang. Beberapa kitab hokum
fqih yang ditulis dalam Bahasa Arab telah juga diterjemahkan ke dalam
Bahasa Indonesia. Diantaranya adalah karya Mohammad Idris As-Syafi’I,
salah seorang pendiri mazhab hokum fiqih Islam, yang bernama : al-Umm,
artinya (kitab) Induk dialibahasakan oleh Tengku Ismail Ya’cub.4

Dari uraian tersebut diatas jelas bahwa ada dua istilah yang
dipergunakan untuk menunjukan hukum islam, yakni (1) Syariat Islam dan
(2)Fiqih Islam. Didalam kepustakaan hukum islam berbahasa inggris, syariat
islam disebut Islamic Law, sedang Fiqih Islam disebut Islamic Jurisprudence.
Di dalam Bahasa Indonesia, untuk Syariat islam, sering dipergunakan kata-
kata hokum syariat atau hokum syara’, untuk fiqih islam dipergunakan
istilahn huku fiqih atau kadang-kadang hukum (fiqih) islam. Dalam praktik,
seringkali, kedua istilah itu dirangkum dalam kata hukum islam, tanpa
menjelaskan apa yang dimaksud. Ini dapat dipahami karena hubungan
keduanya memang sangat erat, dapat dibedakan, tetapi tidak mungkin dicerai
pisahkan. Syariat adalah landasan fiqih, fiqih adalah pemahaman tentang
syariat. Perkataan syariat dan fiqih (kedua-duanya) terdapat di dalam
Alquran, syariat dalam surat Al-Jatsiah (45) :18 dan fiqih dalam surat Al-

4
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014)
hal 48-49.

6
Taubah (9) :122. Dalam hubungannya yang erat itu , dalam bukunya ar-
Risalah, Mohammad Idris As-Syafi’i (Imam Syafi’i) mengatakan, “syariat
adalah ‘peraturan-peraturan’ yang bersumber dari wahyu dan ‘kesimpulan-
kesimpulan’ yang dapat dianalisis dari wahyu itu mengenai tingkah laku
manusia. Dalam rummusan imam Syafi’i ini ada dua hal yang disatukan .
pertama adalah “peraturan-peraturan yang bersumber dari wahyu” yang bearti
syariah dan kedua “kesimpulan-kesimpulan yang dapat dianalisis dari wahyu
itu” yang bermakna fiqih5. Pada pokoknya perbedaqan antara keduanya
adalah sebagai berikut :

1. Syariat, terdapat di dalam Alquran dan kitab-kitab hadis yaitu wahyu


Allah dan Sunnah Nabi Muhammad sebagai Rasuylnya. Fiqih terdapat
dalam kitab-kitab fiqih yaitu pemahaman manusia yang memenuhi
syarat tentang syariat dan hail pemahaman itu.
2. Syariat bersifat fundamental dan mempunyai rungang lingkup yang
lebih luas karena kedalamnya, oleh banyak ahli. Dimasukkan juga
akudah dan akhlak. Fiqih bersifan instrumental, ruang lingkupnya
terbatas pada hukum yang mengatur perbuatan manusia, yang biasanya
disebut sebagaiperbuatan hukum.
3. Sayriat adalah ketetapan Allah dan ketentuan Rasul-Nya, karena itu
berlaku abadi ; fiqih adalah karya manusia yang tidak berlaku abadi,
dapat berubah dari masa ke masa.
4. Syariat hanya satu, sedang fiqih mungkin lebih dari satu seperti
(misalnya) terlihat pada aliran-aliran hukum yang disebut dengan istilah
mazahib atau mazhab-mazhab.
5. Syariat menunjukkan kesatuan dalam islam, sedang fiqih menunjukkan
keragamanya. 6

Secara sederhana, seperti yang telah disebutkan diatas, hukum syariat


adalah semua ketetapan hukum yang ditentukan langsung oleh Allah yang
kiniterdapat dalam Alquran dan penjelasan Nabi Muhammad dalam
kedudukan beliau sebagai Rasulullah, yang kini dapat dibaca dalam kitab-
kitab hadis. Yang dimaksud dengan hukum fiqih adalah ketentuan-ketentuan
hukum yang dihasilkan oleh ijtihad para ahli hukum islam. Ketentuan hukum

5
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014)
hal 49-50.
6
Ibid…hal 50-51

7
yang terdapat dalam Alquran dan kitab-kitab hadis itu, terutama yang
mengenai soal-soal kemasyarakatan, pada umumnya memuat ketentuan-
ketentuan pokoknya saja yang harus ditetapkan pada kasusu tertentu yang
hadir atau ada dalam ruang dan waktu tertentu. Misalnya A meminjam barang
dari si B atau A meminjam barang dari si B. barang titipan atau barang
pinjaman itu kemudian hilang di tangan A. 7

Mengenai masalah ini di dalam AAlquran ada ketentuan hukumnya,


tercantum dalam surah Al-Baqarah (2) :283 yang intinya berbunyi sebagai
berikut…jika seseorang dipercayai oleh orang lain, hendaklah orang yang
dipercayai itu menunaikan amanat atau kepercayaan yang diberikan
kepadanya itu…8

Di dalam ayat ini disebutkan bahwa orang yang diberi amanat harus
menunaikan amanat itu sebaik-baiknya. Artinya, kalua ia diberi titipan ia
harus mengembalikan titipan itu dan kalua ia memperoleh pinjaman (karena
orang lain percaya padanya) haruslah ia mengembalikan pinjaman itu. Kalau
barang itu hilang, atau dalam contoh tadi, A tidak mengambalikan barang
titipan atau pinjaman itu kepada B ketentuannya tidak disebutkan dalam ayat
tersebut. Timbullah permasalahn fiqih, permasalahan pemahaman maksud
ketentuan syariat itu. Orang memenuhi syarat lalu beritjihad tentang ganti-
rugi yang harus dipikul oleh A karena barang yang dimaksud hilang sewaktu
berada di tangannya. Timbullah bermacam-macam pendapat. Menurut
pendapat mazhab Hanafi, A harus mengganti kerugian yang diderita oleh B
sejumlah harga barang itu waktu dibeli oleh si B. Menurut pendapat mazhab
Hambali, A harus mengganti kerugian pada B sebesar harga barang itu ketika
hilang di tangannya. Mazhab Syafi’i berpendapat lain, A harus membayar
kerugian pada B menurut harga tertinggi yang terjadi antara barang itu dibeli
dan di hilangkan oleh A. Dan oleh karenanya fiqih islam menjadi ilmu yang

7
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014)
hal 51-51
8
Al-Qur’an Surah Al-Baqarah (2): 283

8
memiliki keistimewaan yang berbeda disbanding dengan bentuk-bentuk fiqih
lain di dunia.9

Berikut keistimewaan-keistimewaan yang kita bisa mengetahuinya


secara global sebagaimana berikut ini :

1. Dasar-dasar umum fiqih merujuk kepada wahyu Allah.

Asas fiqih adalah wahyu Allah SWT. Wayu ini kita temukan
dalam kitab-Nya yang mulia (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya yang
agung yang tidak berkata berdasarkan hawa nafsu. Sebaliknya, kumpulan
undang-undang modern yang beragam yang kita kenal sekarang ini
merupakan buatan manusia. Oleh karenanya hukum fiqih lebih dihormati
karena perbedaan sumber keduanya. Dengan demikian, hukum fiqih
bersifat konstan, selagi hukum itu merujuk kepada Allah yang maha
mengetahui dan bijaksana, yang tidak keluar dari-Nnya melainkan
sesuatu yang menciptakan kemaslahatan manusia. Dia tidak
memerintahkan kecuali yang ma’ruf, dan melarang kecuali yang munkar.

2. Pengantar syariat terhadap hukum-hukumnya melalui sentuhan agama


dan etkia (akhlak).

Pengantar syariat terhadap hukum-hukumnya dilakukan melalui


sentuhan agama dan akhlak yang dikenal dengan istilah “makasid al-
shari’ah” atau tujuan-tujuan syariat. Maqasid al-shari’ah adalah tujuan
atau maksud dari hukum-hukum syariat islam yang ditujukan untuk
melindungi dan memperbaiki kehidupan manusia di dunia dan akhirat.
Pengantar syariat melalui sentuhan agama dilakukan dengan menunjukan
bahwa setiap hukum syariat dianggap sebagai perintah Allah yang
memiliki tujuan luas yaitu untuk memperbaiki akhlak manusia dan
memastikan tafsir tersebut sesuai dengan syariat Allah.

3. Balasannya ada yang di dunia dan di akhirat.

9
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO PERSADA, 2014)
hal 52-53.

9
Penerapan hukum syariat yang didasarkan pada maqsid al-
shari’ah diharapkan dapat menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan
kedamaian di masyarakat. Di akhirat, penerapan hukum-hukum syariat
yang didasarkan pada maqsid al-shari’ah diharapkan dapat memberikan
pahala bagi orang yang mematuhinya. Sebaliknya, orang yang melanggar
hukum syariat akan menerima siksaan dari Allah SWT.

4. Kecenderungan fiqih yang bersifat kolektifisme.

Kecenderungan fiqih yang bersifat kolektivisme adalah


pandangan dalam fiqih yang menekankan pentingnya
mempertimbangkan kepentingan bersama atau kepentingan masyarakat
secara keseluruhan dalam mengambil keputusan hukum. Pandangan ini
menekankan bahwa hukum-hukum syariat islam harus selalu
memperhatikan konteks sosial, politik, dan ekonomi di mana umat
muslim hidup dan berinteraksi.

5. Menerima perkembangan sesuai dengan lingkungan, zaman, dan


temkpat.

Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakandalam memahami


dan menyesuiakan hukum-hukum syariat islam dengan perkembangan
zaman dan tempat yaitu :

• Ijtihad: adalah usaha interpretasi dan penafsiran hukum syariat


islam berdasarkan sumber-sember hukum yang ada.
• Maqasid al-shari’ah adalah konsep dalam fiqih yang menekankan
pada tujuan-tujuan utama atau maksud-maksud hukum syariat
islam.
• Istihsan; adalah metode penalaran hukum dalam fiqih yang
didasarkan pada pemikiran yang sehat dan logis.
• Maslahat Mursalah: adalah metode fiqih yang memperhatikan
kepentingan umum dan maslahat yang bersifat umum.

6. Tujuan fiqih adalah mengatur kehidupan khusus dan umum,


memudahkannya, dan membahagiakan seluruh dunia.
Tujuan fiqih adalah untuk memberikan panduan yang jelas dan
konkret kepada seluruh umat islam dalam mengatur seluruh aspek

10
kehidupan mereka agar dapat hidup dengan bahagia dan sukses di dunia
dan akhirat.10

B. Periodesasi Perkembangan Ilmu Fiqh dan sejarah 4 Mazhab

Abd al-Wahab Khalaf membagi perkembangan tarikh al-Tasyri’ atau


fiqh islam menjadi empat periode : periode Rasulallah, periode sahabat,
periode tadwin, periode taqlid.11
1. Periode Rasulallh SAW.

Tarikh Tasyrik Islam, atau sejarah fiqh Islam, pada hakikatnya,


tumbuh dan berkembang di masa Nabi, karena Nabilah yang mempunyai
wewenang atas dasar wahyu untuk mentasyri’kan hukum dan berakhir
dengan wafatnya Nabi.12Pada Masa Rasulullah adalah masa fiqh Islam
mulai tumbuh dan membentuk dirinya menjelma ke alam perwujudan.
Sumber asasi yang ada pada masa ini ialah Al-quran. Tentang sunnah
Rasul adalah berdasarlkan wahyu Ilahi yang diturunkan kepadanya.
Demikian juga segala tindak-tanduk Nabi SAW. Selalu dibimbing oleh
wahyu Ilahi, dan semua hukum dan keputusan hukum didasarkan kepada
wahyu juga. Masa ini walaupun berusia tidak panjang, namun masa
inilah yang meninggalkan bekasan-bekasan dan kesan-kesan serta
pengaruh yang penting bagi perkembangan hukum islam dan masa yang
kulli yang bersifat keseluruhan dan dasar-dasar yang umum yang
universal untuk dasar penetapan hukum bagi masalah dan peristiwa yang
tidak ada nashnya. Masa Nabi SAW ini terbagi kepada dua periode yang
masing-masing mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan
Periode Madinah.

a. Periode Makkah

10
Fajri Nur Setiawan,LC. 2022 “Keistimewaan Ilmu Fiqih dan Manfaatnya Untuk
Kehidupan, Vol-1” https;//alukhuwah.com/2022/01/13 (diiunduh pada 8 Maret 2023 pukul 20.25
WIB)
11
Ndlatul Ulama, “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih-NU Online”.
https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/sejarah-perkembangan-ilmu-fiqih-imQ0s (Jawa Timur, 29
Juni 2021 (diunduh pada 9 Maret pkl 20.30 WIB)
12
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, “Pengantar Ilmu Fiqih”, (Semarang: PT
Pustaka Rizi Putra, 1999), hlm-31

11
Periode pertama ialah periode Makkah, yakni selama Nabi
SAW menetapkan dan berkedudukan di Makkah, yang lamanya 12
tahun dan beberapa bulan, semenjak beliau diangkat menjadi Nabi
hingga beliau berhijrah ke Madinah. Dalam masa ini umat islam
masih sedikit dan masih lemah, belum dapat membentuk dirinya
sebagai suatu umat yang mempunyai kedaulatan, kekuasaan yang
kuat. Nabi telah mencurahkan Tauhid kedalam jiwa masing-masing
individu dalam masyarakat arab serta memalingkan mereka dari
memperhamba diri kepada berhala, disamping beliau menjaga diri
dari aneka rupa gangguan bangsanya. Dan masa ini belum banyak
hal-hal yang mendorong Nabi SAW. Untuk mengadakan hukum
atau undang-undang. Karena itu tidak ada di dalam surat Makkiyah
ayat-ayat hukum seperti surat Yunus, Ar Ra’du, Ya sin dan Al
Furqon. Kebanyakan ayat-ayat makkiyah adalah berisikan hal-hal
yang mengenai aqidah kepercayaan, akhlak dan sejarah.13

b. Periode Madinah

Periode kedua ialah periode Madinah, Yakni masa Nabi


SAW telah berhijrah ke Madinah, dan Nabi menetapkan di
Madinah selama 10 tahun sampai wafatnya. Dalam masa inilah
umat Islam berkembang dengan pesatnya dan pengikutnya terus
menerus bertambah. Mulailah Nabi SAW membentuk suatu
masyarakat Islam yang berkedaulatan. Karena itu timbulah
keperluan untuk mengadakan syari’at dan peraturan peraturan,
karena masyarakat membutuhkannya, untuk mengatur perhubungan
antara anggota masyarakat satu dengan lainnya dan perhubungan
mereka dengan umat yang lainnya, baik dalam masa damai ataupun
dalam masa perang.14

Dalam hubungan inilah disyari’atkan hukum-hukum


13
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, “Pengantar Ilmu Fiqih”, (Semarang: PT
Pustaka Rizi Putra, 1999), hlm-33

14
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, “Pengantar Ilmu Fiqih”, (Semarang: PT
Pustaka Rizi Putra, 1999), hlm-34

12
perkawinan, thalaq, wasiat, jual beli, sewa, hutang-piutang, dan
sermua transaksi. Demikian juga yang berhubungan dengan
pemeliharaan keamanan dalam masyarakat, dengan adanya hukum
kriminil dan lain sebagainya individu dan sebagai masyarakat
dalam hubungannya dengan masyarakat yang lebih luas, antara
seantero manusia di dunia. Karena itulah surat-surat Madinah,
seperti Surat Al-Baqoroh, Ali Imran, An Nisa’, Al Maidah, Al
Anfal, At Taubah, An Nur, Al Ahzab, banyak mengandung ayat-
ayat hukum disamping mengandung ayat-ayat aqidah, akhlak,
sejarah dan lain-lain.15

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Dalam Periode


Makkah hampir tidak didapatkan indikasi yang berarti, karena masa
ini merupakan masa pembentukan pondasi ketauhidan Islam. Ayat-
ayat yang diturunkan adalah ayat-ayat aqidah. Berbeda dengan
masa Madinah di mana ayat-ayat tentang hukum dan pranata sosila
mendominasi, sehingga indikasi penetapan hukum terlihat lebih
jelas.16 Selanjutnya suatu hal yang nyata terjadi adalah bahwa Nabi
telah berbuat sehubungan dengan turunnya ayat-ayat Al-quran yang
mengandung hukum (ayat- ayat hukum). Tidak semua ayat hukum
itu memberikan penjelasan yang mudah difahami untuk kemudian
dilaksanakan secara praktis sesuai dengan kehendak Allah. Karena
itu Nabi memberikan penjelasan mengenai maksud setiap ayat
hukum itu kepada umatnya, sehingga ayat-ayat yang tadinya belum
dalam bentuk petunjuk praktis, menjadi jelas dan dapat
dilaksanakan secara praktis. Nabi memberikan penjelasan dengan
ucapan, perbuatan, dan pengakuannya yang kemudian disebut
sunnah Nabi. Apakah hukum-hukum yang bersifat amaliah yang
dihasilkan oleh Nabi yang bersumber kepada al-quran itu dapat
disebut fiqih.16

Berikut adalah beberapa tokoh fiqih pada periode Nabi:


15
Ibid… hal 34
16
Muhammad Yusuf, dkk “Fiqih dan Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Pokja Akademik UINS
Sunan Kali Jaga, 2005), hlm-26.

13
a. Abu Bakar ash-Shiddiq
b. Umar bin Khatab
c. Ali bin Abi Thalib
d. Aisyah binti Abu Bakar
e. Ummu Salamah
f. Zaid bin Tsabit
g. Mu’adh bin Jabal
h. Salman al-Farisi
i. Ubay bin Ka’ab
j. Abu Musa Al-Ash’ari

2. Periode Sahabat

Periode kedua ini berkembang pada masa wafatya Nabi


Muhammad SAW. Dan berakhir sejak Muawiyah bin Abi Sufyan
menjabat sebagai kholifah pada tahun 41 H. Pada periode ini hiduplah
sahabat-sahabat Nabi terkemuka yang mengibarkan bendera Dakwah
Islam.17

Pada masa ini islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya


masalah yang mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang
timbul. Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila pada periode
sahabat ini pada bidang hukum ditandai dengan penafsiran pada sahabat
dan ijtihadnya dalam kasus-kasus yang tidak ada nashnya, disamping itu
juga terjadi hal-hal yang tidak menguntungkan yaitu perpecahan
masyarakat islam yang bertentangan sacara tajam.
Diperiode shabat ini, kaum muslimin telah memiliki rujukan
hukum syari’at yang sempurna berupa al-Qur’an dan hadist Rasul.
Kemudian dengan ijma’ dan qiyas, diperkaya dengan adat istiadat dan
peraturan peraturan berbagai daerah yang bernaungan di bawah Islam.
Dapat kita tegaskan bahwa zaman khulafaur Rasyidin lengkaplah dalil-
dalil tasyri’ Islam.
Sahabat-sahabat besar dalam periode ini menafsirkan nash-nash
hukum dari al- Qur’am maupun hadist, yang kemudian menjadi
pegangan untuk menafsirkan dan menjelaskan nash-nash selain itu para
17
Mun’im A.Srry, “Sejaraj Fiqih Islam” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) Hal-
240

14
sahabat memberi fatwa-fatwa dalam berbagai masalah terhadap
kejadian-kejadian yang tidak ada nash yang jelas mengenai masalah itu,
yang kemudian menjadi dasar ijtihad.
Tokoh-tokoh fiqih pada periode sahabat yaitu :
a. Utsman bin Affan
b. Abdullah bin Mas’ud
c. Abdullah bin Abbas
d. Abu Hurairah
e. Sa’ad bin Abi Waqqas
f. Amr bin Umar
g. Jabir bin Abdullah

Pada masa sahabat, terdapat beberapa perbedaan pendapat fiqih


yang muncul dalam memahami dan mengimplementasikan ajaran islam.
Contohnya antara lain :
1. Masalah sholat Tarawih saat Umar bin Khattab menjabat sebagai
khalifah, ia memerintahkan untuk melaksanakan sholat terawih
secara berjamaah di bulan Ramadha. Sebelumnya, sholat terawih
hanya dilakukan secara individu. Namun Abdullah bin Mas’ud
dan beberapa sahabat lainnya berpendapat bahwa shalat terawih
seharusnya dilakukan secara individu karena itu lebih sesuai
dengan ajaran Rasulullah.
2. Masalah hukum pencuri saat Umar bin Khattab menjabat sebagai
khalifah, ia memberlakukan hukuman potong tangan bagi
pencuri. Namun, Abdullah bin Mas’ud berpendapat bahwa
hukuman tersebut tidak berlaku bagi pencuri yang mencuri dalam
keadaan terpaksa dan membutuhkan. Sebaliknya, pencuri yang
melakukannya karena nafsu dan keserakahan seharusnya diberi
hukuman lain yang tidak melubatkan potong tangan.
3. Masalah pengangkatan khalifah setelah wafatnya Uthman bin
Affan, terjadi perbedaan pendapat mengenai siapa yang
seharusnya menjadi khalifah. Ali bin Abi Thalib dan beberapa
sahabat lainnya berpendapat bahwa Ali adalah pewaris sah
Rasulullah dan seharusnya menjadi khalifah. Namun,
sebagiansahabat lainnya seperti Abu Bakar bin Abu Quhafah dan
Umar bin Khattab memilih untuk memilih khalifah dari kalangan
terdekat Rasulullah tanpa mempertimbangkan urutan kekerabatan
atau pewarisan.18

Perbedaan pendapat fiqih seperrti di atas sebenarnya


mencerminkan keanekaragaman pandangan dan pemahaman di
antara para sahabat dalam memahami ajaran islam. Namun
18
Mun’im A.Srry, “Sejaraj Fiqih Islam” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group) Hal-
240

15
meskipun terjadi perbedaan para sahabat tetap menjaga persatuan
dan kesatuan umat islam. Sebagai umat islam kita harus mengambil
pelajaran dari perbedaan pendapat tersebut dan belajar untuk
menghormati dan menghargai pandangan yang berbeda dalam
rangka memperkuat persatuan dankebersamaan umat islam.

3. Periodve Tadwin

Pemerintah Islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah segera


digantikan oleh Daulah Abbasiah. Masa Abbasiah ini disebut juga masa
Mujahidin dan masa pembukuan fikih, karena pada masa ini terjadi
pembekuan dan penyempurnaan fikih. Pada masa Abbasiyyah, yang
dimulai dari pertengahan adab ke-2 H sampai peretngahan abad ke-4 ini,
muncul usaha-usaha pembukuan al-Sunnah, fatwa-fatwa sahabat, dan
tabi’in dalam bidang fikih, tafsir, ushul al-fiqh. Pada masa ini pada lahir
para tokoh dalam istinbat dan perundangan-undangan Islam.

Masa ini disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan


berkembangannya ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan
hingga sekarang. Pada masa ini muncul pula mazhab-mazhab fikih yang
banyak mempengaruhi perkembangan hukum Islam. Diantaranya :
Imam Malik, Abu Hanifah, Imam Syaf’i, Ahmad Bin Hambal.19

Faktor utama yang mendorong perkembangan hukum Islam


adalah berkembanganya ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Berkembangnya ilmu pengetahuan di dunia Islam disebabkan oleh hal-
hal berikut. Pertama, adanya penterjemahan buku- buku Yunani, persia,
Romawi, dan sebagainya, ke dalam bahasa Arab. Faktor lain yang
mempengaruhi berkembanganya pemikiran adalah luasnya ilmu
pengetahuan. Faktor lainnya adalah adanya upaya umat Islam untuk
melestarikan al-Qur’an, baik yang dicatat, termasuk yang dikumpulkan
dalam satu mushaf, maupun yang dihafal.

Periode tadwin merupakan masa dimana para ulama fiqih mulai


19
Manaal-Qotahn, Tarikhal-Tasri’ al-Islamy, (qohiroh:Maktabah Wambah) hal 323

16
mengumpulkan, menulis, dan meriwayatkan hadis serta menulis kitab-
kitab fiqih. Beberapa tokoh fiqih terkenal pada masa ini antara lain :

i. Imam Abu Hanifa (wafat tahun 767 M)


Nama lengkapnya adalah an-Nu’man bin Tsabit bin Zutha
bin Mahmuli Taymillah bin Tsa’labah. Hidup di Baghdad pada
masa kekhalifahan Abdullah bin Marwan dan meninggal pada
masa khalifah Abu Ja’far alMansur pada tahun 105 H, 19 ia
dikenal sebagai ulama ahl ra’yi. Meskipun beliau pernah
bermukim di Mekkah dan mempelajari hadis-hadis Nabi, serta
ilmu-ilmu lain dari para tokoh yang beliau jumpai, akan tetapi
pengalaman yang beliau peroleh digunakan untuk memperkaya
koleksi hadis-hadisnya sehingga metodologi kajian fiqhnya
mencerminkan aliran Ahli Ra’yi yang beliau pelajari dari

Imam Hammad, dengan Alquran dan hadis/sunnah sebagai


sumber pertama dan kedua. Apabila beliau tidak menemukan
ketentuan yang tegas tentang hukum persoalan yang dikajinya
dalam Alquran dan hadis/sunnah, maka beliau mempelajarinya
dari perkataan sahabat baik dalam bentuk ijma’ maupun fatwa.
Kalau ketiganya tidak menyatakan secara eksplisit tentang
persoalan-persoalan tersebut, maka beliau mengkajinya melalui
qiyas dan istihsan, atau melihat tradisi- tradisi yang berkembang
dalam masyarakat yang dipegang oleh mereka (‘urf).20

Mazhab hanafi didirikan oleh Imam Abu Hanafi pada abad


ke-8 di kufah, Irak. Imam Abu Hanifah belajar dari para ulama
terkemuka di kota kufah dan membangun mazhabnya berdasarkan
pada prinsip-prinsip logika dan analisis yang ketat. Mazhab Hanafi
sangat berfokus pada pemahaman dan interpretasi hukum islam
berdasarkan dalil-dalil Al-Qur-an dan sunnah Nabi.

Perbedaan dengan mazhab lain adalah mazhab Hanafi

20
Abdurrahman Kasdi, Metode Ijtihad dan Karakteristik Fiqh Abu Hanifah dalam
Yudisia, Vol. 5, No. 2, Desember 2014, h. 216-235

17
seringkali menempatkan pentingnya maslahat (kepentingan umum)
dalam pengambilan keputusan hukum, dan cxenderung
memberikan ruang untuk ijtihad (interpretasi hukum) kepada para
ulama. Mazhab Hanafi sering dianggap lebih longgar dalam
masalah hukum darurat dan perubahan sosial, sementara mazhab
Hambali dianggap lebih konservatif dan ketat dalam pengambilan
keputusan hukum.

ii. Imam Maliki bin Anas (795 M)

Nama lengkapnya Imam Malik adalah Abu Abdillah


Malik bin Anas As Syabahi Al Arabi bin Malik bin Abu ‘Amir
bin Harits. Imam Malik terdidik di kota Madinah pada masa
pemerintahan Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dari Bani
Umayah. 21

Mazhab maliki didirikan oleh Imam Malik bin Anas pada


abad ke -8 di Madinah, Arab Saudi. Imam Malik belajar dari para
ulama terkemuka di Madinah dan membangun mazhabnya
berdasrkan pada prinsip-prinsip tradisi dan adat istiadat di kota
Madinah. Mazhab Maliki sangat berfokus pada pemahaman hukum
islam berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan sunnah Nabi.

Perbedaan dengan mazhab lain adalah mazhab maliki


cenderung mengikuti tradisi dan adat di kota Madinah, serta
memperhatikan konteks sosial dan budaya dalam pengambilan
keputusan hukum. Mazhab Maliki di sisi lain, lebih menghargai
tradisi dan adat istiadat di daerah asalnya (Madinah) dan
mempertimbangkan konteks budaya dalam pemahaman hukum
islam. Sementara itu, mazhab syafi’i sering dianggap mazhab
moderat dalam hal tafsir hukum islam, karena ia
mempertimbangkan baik konteks budaya dan sosial, maupun dalil
dalil hukum.

21
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja
Grafndo Persada, 1992), h. vi

18
iii. Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i (wafat tahun 820 M)

Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Idris bin al-

Abbas bin Utsman bin al- Saib bin Abdu-Yazid bin Hasim. Ia
merupakan seorang muntaqil ras Arab asli dari keturunan
Quraiys dan berjumpa nasab dengan Rasullulah pada Abdu Al-
Manaf dengan sumber ijtihad Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma’,
Perkataan Sahabat, Qias, Istishab.22

Mazhab sayfi’i didirikan oleh imam syafi’i atau Imam


Muhammad bin Idrs Asy-Syafi’i pada abad ke-9 di Mesir. Imam
Syafi’i belajar dari para ulama terkemuka di Makkah, Madinah dan
Iraq, dan membangun mazhabnya berdasarkan pada prinsip=prinsip
ijtihad dan analisis yang ketat. Mazhab Syafi’i sangat berfkus pada
pemahaman hukum islam berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan
Sunnah Nabi, seta menekankan pentingnya konteks sosial dan
budaya dalam pengambilan keputusan huhkum.

Perbedaan dengan mazhab yang lain adalah mazhab Syafi’i


cenderung menekankan pada ketatnya penafsiran pada hukum islam
dan emminimalkan ruang untuk ijtihad yang lebih bebas.

iv. Imam Ahmad bin Hanbal (wafat tahun 855 M)

Nama lengkapnya Abu Abdillah Ahmad bin Muhammad


ibn Hanbal ibn Hilal ibn Asad al Syaibaniy al-Bagdady23.
Mazham Hmbali didirikan oleh imam Ahmad bin Hanbal pada abad
ke-9 di Baghdad, Iraq. Imam Ahmad bin Hambal belajar dari para
ulama terkemuka di Baghdad dan Kufah, dan membangun
Mazhabnya berdasarkan pada prinsip-prinsip konservatif dan tegas
dalam pengambilan hukum. Mazhab Hanbali sangat berfokus pada
pemahaman hukum Islam berdasarkan dalil-dalil Al-Quran dan
Sunnah Nabi, serta menekankan pentingnyakonsistensi dan
22
Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo Persada
1996), h.151
23
Manna' Kholil Qaththan, al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islami: Tarikhan wa Manhajan:
(Mesir: Dar al- Maarif, 1989), h.239

19
kepatuhan pada hukum Islam.

Perbedaan dengan mazhab yang lain adalah mazhab Hanbali


cenderung sangat konservatif dan menolak terhadap pengaruh
budaya dan trad.

Keempat tokoh diatas dikenal sebagai empat Imam Mazhab dan


merupakan tokoh-tokoh penting dalam perkembabngan fiqih islam.
Selain empat imam Mazhab, terdapat juga tokoh-tokoh fiqih lainnya
seperti :

1. Sufyan ats-Tsauri (wafat tahun 778 M)


2. Imam Abu Yusuf (wafat tahun 798)
3. Imam Zufar (wafat tahun 158 H)
4. Imam Laits bin Sa’ad (wafat tahun 175 H)

4. Periode Taqlid

Sejak akhir pemerintahan Abbasiah, tampaknya kemunduran


berijtihad sehingga sikap taklid berangsur-angsur tumbuh merata di
kalangan umat Islam. Yang di maksud dengan masa taklid adalah masa
ketika semangat (himmah) para ulama untuk melakukan ijtihad mutlak
mulai melemah dan mereka kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi
dalam peng-istinbath-an hukum dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah.
a. Sebab-sebab Taqlid

Secara umum, sikap taklid disebabkan oleh keterbelangguan


akal pikiran sebagai akibat hilangnya kebebasan berfikir. Sikap
taklid disebabkan pula oleh adanya para ulama saat itu yang
kehilangan kepercayaan diri untuk berijtihad secara mandiri.
Mereka menganggap para pendiri mazhab lebih cerdas ketimbang
dirinya. Sikap taklid juga disebabkan oleh banyaknya kitab fikih

20
dan berkembangnya sikap berlebihan dalam melakukan kitab-kitab
fikih. Hilangnya kecerdasan individu dan merajalelanya hidup
materialistik turut mempertajam munculnya sikap taklid.24
b. Aktifitas Ulama di masa Taqlid

Masa taklid disebut juga masa para fuqaha


mempropagandakan mazhab dan aliran mereka masing-masing.
Mereka menulis kitab-kitab yang menjelaskan keistimewaan imam
mereka masing-masing dan memberi fatwa pula bahwa orang yang
bertaklid (muqalli) tidak boleh pindah dari mazhab satu ke mazhab
lainnya.

Pada masa ini kitab-kitab para ulama mazhab dapat


dikategorikan kepada tiga kelompok, yaitu matan, syarh, dan
hasyiyah. Matan adalah kumpulan masalah- masalah pokok yang
disusun dengan bahasa yang sederhana dan mudah. Syarh
merupakan komentar dari kitab matan. Adapun hasyiyah adalah
komentar dari syarh.22

periode taqlid (abad ke 4 hingga ke 8 H) merupakan masa


dimana mazhab-mazhab fiqih mulai terbentuk dan pengajaran fiqih
mulai terbentuk dan pengajaran fiqihdilakukan melalui sistem
taqlid, yaitu mengikuti salah satu mazhab tertentu. Beberapa tokoh
fiqih yang terkenal pada masa ini antara lain :

1. Imam Abu Bakar Al-Jassas (wafat tahun 981 M), seorang


ulama dari mazhab Hanafi yang dikenal sebagai penulis kitab
“Ahkam Al-Qur’an” yang membahas hukum-hukum dalam Al-
Qur’an.
2. Imam An-Nawawi (wafat tahun1277 M), seorang ulama dari
mazhab Syafi’i yang dikenal sebagai penulis kitab “Al-
Minhaj”, sebuah kitab yang membahas fiqih dalam mazhab
Syafi’i.
3. Imam Al-Ghazali (wafat tahun 1111 M), seorang ulama dari
mazhab Syafi’i yang dikenal sebagai penulis kitab “Ihya
Ulumuddin” sebuah kitab yang membahas tasawuf dan akhlak.
4. Imam Ibn Taymiyyah (wafat tahun 1328 M), seorang ulama
dari mazhab hambali yang dikenal sebagai tokkoh reformis dan
24
Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, h. 323

21
penulis kitab “majmu’ Al-Fatawa”, sebuah kumpulan fatwa
yang membahas berbagai masalah fiqih dan aqidah.
5. Imam As-Syuthi (wafat tahun 1305 M) seorang ulama dari
mazhab Syafi’i yang dikenal sebagai penulis kitab ‘Al-Ashbah
wa An-Nadzair”, sebuah kitab yang membahas masalah-
masalah fiqih dalam mazhab Syafi’i.

D. Istilah-Istilah Fiqih, Sebab-Sebab Perbedaan di Kalangan Fiqih Serta


Aturan Penggunaan Mahzab

1. Istilah-Istilah dalam Fiqih Islam

Fiqih yang merupakan sebuah hukum dan aturan dalam Islam


sekaligus merupakan panduan tata cara memiliki istilah-istilah yang harus
dipahami agar pengambilan keputusan dapat dilakukan dengan tepat.
Istilah-istilah dalm fiqih berfungsi untuk menjaga kesatuan dan
konsistensi hukum fiqih, memudahkan pemahaman, membantu dalam
proses ijtihad, serta mempertahankan keselarasan dengan tradisi. Berikut
beberapa istilah dalam fiqih yaitu :

1. Mazhab : pandangan atau pendapat seorang ulama terhadap suatu


masalah dalam fiqih.
2. Fatwa: pendapat atau keputusan yang dikeluarkan oleh seorang ahli
fiqih atau mufti yang mengenai suatu masalah hukum islam.
3. Dalil: alasan atau bukti yang digunakan dalam memutuskan suatu
masalah hukum Islam.
4. Ijtihad: usaha seorang ahli fiqih dalam mencari hukum Islam dari
sumber-sumber yang sahih.
5. Taqlid: mengikuti pendapat seorang ulama tanpa mengtahui dalil
yang menjadi dasar pendapat tersebut.
6. Qiyas: analogi atau perbandingan antara dua masalah yang sama-
sama memiliki hukum yang belum jelas.
7. Sunnah: segala sesuatu yang disunnahkan atau dianjurkan oleh
Rasulullah.
8. Hadist: perkataan, perbuatan, atau persetujuan Rasulullah SAW
yang dijadikan sebagai sumber hukum.
9. Ijma’: kesepakatsn para ulama dalam menetapkan suatu hukum

22
islam.
10. Istihsan: pendapat yang dipilih berdasarkan suatu kemaslahatan
atau kepentingan yang lebih besar.
11. Maslahah: kemaslahatan atau kepentingan umum yang menjadi
dasar dalam menetapkan suatu hukum Islam.
12. Rukun Isalm: lima perkara yang menjadi dasar agama Islam yaitu
Syahadat, Shalat, Zakat, Puasa, dan Haji.
13. Rukun iman: enam keyakinan pokok dalam Islam, yaitu iman
kepada Allah, malaikat, kitab suci, rasul, hari kiamat, qada dan
qadar.
14. Mu’amalah: ilmu tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan
urusan dunia, seperti jual beli, hibah, sewa-menyewa, dan
sebagainya.
15. Nikah: pernikahan atau akad pernikahan yang dilakukan oleh dua
orang yang memiliki niat untuk membentuk rumah tangga yang sah.
16. Talaq: perceraian atau pemutusan hubungan pernikahan antara
suami dan istri.
17. Khutbah: khotbah atau pidato yang disampaikan oleh seorang
pemimpin atau khatib diatas mimbar saat pelaksanaan sholat jumat
atau sholat idul Fitri dan Idul Adha.
18. Wudu: bersuci dengan cara membasuh anggota seluruh tubuh
tertentu dengan menggunakan air.
19. Tayamum: bersuci dengan cara mengelap sebagian anggota tubuh
tertentu dengan menggunakan debu atau tanah suci jika air tidak
tersedia.
20. Haram: sesuatu yang dilarang atau diharamkan oleh Allah SWT dan
Rasulullah SAW, dan akan mendapat dosa bagi yang melakukannya.
21. Makruh: sesuatu yang sebaiknya dihindari atau tidak dilakukan,
meskipun bukanlah haram.
22. Halal: sesatu yang dibolehkan atau diizinkan oleh Allah SWT dan
Rasulullah SAW, dan tidak akan mendapat dosa bagi yang
melakukannya.
23. Sunnah: hukum atau perbuatan yang dianjurkan oleh Rasulullah
SAW, tetapi tidak wajib dilaksanakan seperti shalat sunnah, puasa
sunnah, dan sebagainya.
24. Mustahab: perbuatan atau amalan yang dianjurkan untuk dilakukan,
tertapi tidak wajib, seperti sedekah.
25. Mubah: sesuatu yang tidak dilarang dan tidak pula diwajibkan.
26. Maksiat: perbuatan yang diharomkan oleh Allah SWT dan
Rasulullah SAW, dan akan mendapat dosa bagi yang melakukannya.

23
27. Qada: pelaksanaan kewajiban yang belum dilaksanakan pada waktu
ayng ditentukan atau dirunda.
28. Qadar: takdir atau ketentuan Allah SWT yang telah ditetapkan
terhadap segala sesuatu?
29. Khilaf: perbedaa pendapat diantara para ulama mengenai suatu
masalah dalam fiqih.
30. Ikhtilaf: perbedaan pendapat diantara para ulama dalam menetapkan
hukum islam mengenai suatu masalah.
31. Mawaris: hukum tentang waris, yaitu pembagian harta warisan
setelah seseorang meninggal dunia.
32. Uqubah: hukuman atau sanksi yang diberikan kepada seseorang
yang melanggar hukum islam.
33. Ta’zir: hukuman yang diberikan oleh qadhi atau hakim islam
berdasarkan pertimbangan kebijaksanaan dalam keadilan.
34. Hudud: hukuman yang ditetapkan oleh Allah SWT dalam Al-Quran
dan Hadist, dan tidak dapat diubah oleh manusia.
35. Qisas: hukuman yang diberikan kepada seseorang yang melakukan
kejahatan, yang sebanding dengan kejahatan ynag dilakukannya.
36. Tazkiyah: membersihkan hati dari segala macam penyakit atau
keburukan.
37. Ihsan: melakukan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya dan
seindah-indahnya, seperti yang disebut dalam hadist, “beribadahlah
kamu kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, karena jika
kamu tidak melihat-Nya maka dia melihatmu”.
38. Zuhud: meninggalkan segala sesuatu yang sifatnya duniawi dan
fana, dan hanya memperhatikan urusab akhirat dan kehidupan yang
abadi.
39. Taubah: bertaubat atau kembali kepada Allah SWT setelah
melakukan dosa dan kesalahan.

2. Sebab-Sebab Perbedaan di Antara Kalangan Ahli Fiqih

Menurut Abu Ameenah Bilal Philips, alasan utama adanya


perbedaan dalam ketetapan hukum di kalangan imam mazhab
meliputi; (1).interpretasi makna kata dan susunan gramatikal;(2).
Riwayat hadith, (keberadaannya, kesahihannya, syarat- syarat
penerimaan, dan interpretasi atas teks hadith yang berbeda); (3).
Diakuinya penggunaan prinsip-prinsip tertentu (ijma’’, tradisi,

24
istihsan, dan pendapat sahabat); dan (4). Metode-metode qiyas.25

Sedang menurut Abdul Wahab Khallaf, perbedaan


penetapan hukum tersebut berpangkal pada tiga persoalan; (1).
Perbedaan mengenai penetapan penetapan hukum dari
tasyri’(penggunaan hadith dan ra’yu) dan; (3). Perbedaan mengenai
prinsip-prinsip bahasa dalam memahami nash-nash syari’at (
ushlub bahasa).26
Adapun Muhammad Zuhri, membagi dalam tiga hal
penyebab terjadinya ikhtilaf mazhab; (1),Berkaitan dengan sumber
hukum; (2). Berkaitan dengan metode ijtihad (teori tahsin wa
taqbih,tema kebahasaan) dan; (3). Adat Istiadat.27
Berikut penjelasan penyebab terjadinya perbedaan metode
penetapan penggalian hukum (thariqah al-istinbath) di kalangan
Imam mujtahid, sebagai konklusi dari berbagai macam pembagian
menurut pendapat tokoh diatas. Dimana bisa disimpulkan secara
garis besar meliputi;
Pertama: perbedaan dalam sumber hukum (mashdar al-ahkam);

Kedua: perbedaan dalam cara memahami nash dan;

Ketiga: perbedaan dalam sebagian kaidah kebahasaan untuk memahami


nash.

3. Aturan Menggunakan Pendapat Mazhab yang Paling Mudah


Islam merupakan agama “rahmatan lil alamin” yang mengajak
manusia untuk menjaga persatuan dan persaudaraan. Di sisi lain Islam juga
secara tegas menyeru umatnya untuk menjauhi perpecahan yang dapat
merobek-robek persatuan dan dari hal yang dapat menimbulkan
permusuhan, kebencian baik ayng terlihat maupun tgersembunyi. Pada
ayat berikut yaitu surah Ali Imranayat 105 terdapat larangan dan
25
Abu Ameenah Bilal Philips, Asal-usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis Historis
atas Mazhab, Doktrin dan Kontribusi, terj.M.Fauzi Arifin, (Bandung: Nusamedia, 2005), 125
26
Abdul Wahab Khallaf, Sejarah pembentukan dan perkembangan hukum Islam,
terj. Wajidi Sayadi, ( Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2002), 92.
27
Muhammad Zuhri, Hukum Islam dalam lintasan sejarah, (Jakarta: Rajagrafindo Persada,
1996), 73.

25
peringatan Allah untuk berselisih yang berakibat kepada kehancuran yang
diperkuat oleh berita tentang nasib umat terdahulu. Ayat tersebut
berbunyi :

Artinya: dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang


bercerai-berai dan berselisih sesudah dating keterangan yang jelas
kepada mereka. Mereka itulah orang-oranag yang mendapat siksa yang
berat. (QS.Ali Imran [3]:105)

Ulama-ulama reformis dan juga yang berjiwa ikhlas-bukannya


ulama yang pesimistis dan berkecil hati di kalangan tokoh-tokoh Al-Azhar
Mesir, Universitas Zaituniyah Tunis, dan lain-lain di berbagai belahan
dunia Islam, menyambut gagasan gerakan menghidupkan kembali
pemikiran Islma ini. Mereka memilih satu pendapat yang tepat, yang
lebih utama dan juga yang lebih membawa kemaslahatan dari beragam
pendapat fiqih yang ada. Mereka berharap supaya pendapat fiqih yang
dipilih tersebut akan selaras dengan kemaslahatan umum yang ada pada
masa sekarang ini. Mereka melakukan pemilihan pendapat tersebut dengan
berpegangan kepada bebrapa prinsip dasar yaitu: 28

1. Kebenaran (al-haqq) hanyalah satu, bukannya beragam. Begitu juga


halnya dnegan agama Allah adalah satu dan berasal dan berasal dari
sumber yang sama, yaitu Al-Qur’an, As-Sunnah, dan juga praktik
salafus saleh . dikarenakan kita tidak mengetahui mana pendapat
para muttahid yang paling benar, maka kita dibolehkan
mengamalkan sebagian pendapat tersebut dengan
mempertimbangkan kemaslahatan yang akan dihasilkan.
2. Ikhlas menjalankan syariat, menjaga hukum-hukum agama supaya
lestari dan kekal, merupakan aqidah setiap muslim.
3. Menolak kesukaran, mengedepankan kemudahan dan toleransi
merupakan dasar-dasar abngunan syariat Islam. Perkara-perkara
tersebut merupakan keistimewaan utama yang menopang syara’
Allah untuk selalu kekal dan abadi.
4. Melindungi kemaslahatan manusia dan mempertimbangkan
kebutuhan-kebutuhan mereka yang selalu berkembang, merupakan
sikap yang sesuai dengan ruh syariat yang berdasarkan penelitian-
memang dibangun di atas kemaslahatan. Sehingga, kemaslahatan
28
Eka Wahyu Hestya Budianto, 2019. Aturan Menggunakan Pendapat Mazhab Yang
Paling Mudah (Bagian 1) perspektif fikih 4 Mazhab.
https://baitsyariah.blogspot.com/2019/08/aturan-menggunakan-pendapat-madzhab.html?m=1
(diunduh pada 10 Maret 2023/ pkl 23.45 WIB)

26
merupakan tiang syariat; setiap hal yang mengandung maslahat
maka disitulah keberadaan syariat dan agama Allah. Demikian juga
diakui bahwa hukum dapat berubah disebabkan oleh perubahan
zaman.
5. Tidak ada aturan syara’ yang mewajibkan seseorang mengikuti salah
satu hasil ijtihad para mujtahid, atau mengikuti salah satu dari
pendapat para ulama. Sesuatu dianggap wajib apabila ia memang
diwajibkan oleh Allah dan Rasulnya. Dan Allah serta Rasul-Nya
hanya mewajibkan mengikuti Al-Qur’an, Sunnah Rasul-nya dan
semua dalil yang bersumber dari keduanya dalam mengamalkan
ajaran agamanya. Prndapat yang paling sahih dan ayng paling rajah
mengatakan bahwa mengikuti salah satu mazhab tertentu bukanlah
suatu kewajiban. Hal ini karena tindakan yang seperti itu hanyalah
sekerdar taklid belaka (mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui dalilnya). Apabila hal yang semacam ini diwajibkan,
maka berarti kita telah mewajibkan aturan syara’ baru, sebagaimana
diterangkan oleh pengarang syarh Musallah Ats-Tsubut.

Yang dimaksud dengan tatabbu’ ar-rukhash atau okhtiyar al-aisar


adalah ketika seseorang mengambil pendapat yang dirasa paling ringan
dan paling mudah, dari setiap mazhab dalam suatu masalah tertentu.
Dalam masalah ini ada tiga pendapat yang mahsyur yang akan kita jadikan
objek kajian . ketiga pendapat tersebut adalah:

1) Ulama mazhab Hambali (Al-Madkhal ila Mazhab Al-Imam Ahmad


halaman 195), ulama mazhab Maliki (menurut pendapat yang
paling sahih diantara mereka; fatwa Asy-Syaikh ‘Ulaisy ma’a At-
Tabshirah li Ibni Farhun Al-Maliki jilid 1 halaman 58-60; Al-
Qarafi, Al-Ahkam halaman 79), dan Imam Al-Ghazali (Al-
Mustashhfa jilid 1 halaman 124) mengatakan bahwa mencari-cari
pendapat yang mudah dalam mazhab-mazhab iqih adalah dilarang.
Karena, sikap seperti ini cenderung kepada mengikuti hawa nafsu,
dan mengikuti hawa nafsu adalah dilarang oleh syara’. Allah Ta’ala
berfirman dalam surah An-Nisaa ayat 59 yang artinya,”…
kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalilah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya)…”.
Atas dasar ini, maka kita tidak boleh mencari sollusi bagi
perbedaan-perbedaan pendapat tersebut dengan cara merujuk
kepada hawa nafsu, melainkan hendaklah mengembalikannya
kepada ketetapan syariah.\
2) Imam Al-Qarafi Al-Maliki, sebagian besar ulama mazhab Syafi’I
pendapat yang rajah di kalangan ulama Hanafi –di antaranya adalah

27
Ibnul Hummam dan pengarang Mussalam Ats-Tsubut- (Mussalam
Ats-Tsubut jilid 2 halaman 356; Irsyad Al-Fuhul, halaman
240;Syarh Al-Mahalli ‘ala jam’ Al-Jawami’ jilid2 halaman 328;
Syarh Al-Isnawi jilid 3halaman 266; Rasm Al-Mufti fi Hasyiyah
Ibnu Rasm Al-Mufti Fi Hasyiyah Ibnu Abidin Jilid 1 halaman 69
dan setelahnya; Al-Fawa’id Al-Makkiyah halaman 52) mengatakan
bahwa tatabbu’ ar-rukhash adalah diperbolehkan, karena memang
tidak ada aturan syara’ yang melarangnya. Manusia hendaklah
mencari jalan yang dirasa mudah jika memanghal tersebut
diperbolehkan, dan hendaklah dia tidak mengambil jalan yang lain.
semua ini berdasarkan kepada Sunnah Rasulullah SAW –baik
Sunnah fi’li maupun qauli- yang menyatakan bolehnya memmilih
pendapat yang mudah. Sesungguhnya Rasulullah SAW apabila
dihadapkan kepada dua pilihan saja, maka beliau akan memilih
yang paling mudah selagi tidak menyebabkan dosa (Hadis riwayat
Imam Bukhari, Malik dan At-Tirmidzi). Dalam shahih Al-Bukhari,
Aisyah juga meriwayatkan bahwa Nabi suka terhadap perkara yang
ringan bagi umatnya. Rasulullah SAW juga bersabda dalam hadis
riwayat Imam Ahmad, Al-Musnad, Al-Khatib Al-Baghadi, Imam
Ad-Dalimi dalam Musnad Al-Firdaus, “aku diutus dengan ajaran
ayng lurus dan toleran.” Dalam riwayat imam Al-Khatib
disebutkan, “barangsiapa tidak sesuai dengan Sunnahku, maka ia
bukan termasuk golonganku.” Beliau juga bersabda,
“sesungguhnya agama ini adalah mudah. Maka, janganlah
seseorang mempersulit urusan agamanya. Kalua dia melakukan
itu , maka dia akan kalah.” Hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan
An-Nasa’i.
3) Pendapat Imam Asy-Syathibi. Imam Asy-Syathibi mempunyai
pendapat yang sama dengan pendapat ibnus Sam’ani (dalam kitab
Al-Muwafaqqat jilid 4 halaman 132-155_), yaitu seorang muqallid
wajib melakukan tarajh di antara pendapat-pendapat mazhab,
dengan cara mempertimbangkan tingkat keilmuan dan yang
lainnya. Kemudian dia memilih pendapat yang lebih kuat. Hal ini
karena pendapat-pendapat imam mazhab bagi seorang muqallid
bagaikan dalil-dalil yang bertentangan di hadapan seorang mujtahid
wajib melakukan tarjih atau menghentikan tarjih (at-tawaqquf)
karena dalil dari kedua belah pihak sama kuat, maka seorang
muqallid juga wajib melakukan hal yang serupa. Hal ini karena
pada kenyatannya, syariah adalah kembali kepada satu pendapat
saja. Seorang muqallid tidak dibenarkan memilih pendapat-
pendapat tersebut (sesuka hati tanpa didasari proses tarjih). Kalua
dia melakukan hal tersebut, maka dia mengikuti hawa nafsu dan

28
kepentingannya. Padahal Allah Ta’ala melarang seorang mengikuti
hawa nafsunya. Allah ta’ala berfirman dalam surah An-Nisaa ayat
59 yang artinya, “…kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang
sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian.
Yang ddemmikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya.”29

29
Eka Wahyu Hestya Budianto, 2019. Aturan Menggunakan Pendapat Mazhab Yang
Paling Mudah (Bagian 1) perspektif fikih 4 Mazhab.
https://baitsyariah.blogspot.com/2019/08/aturan-menggunakan-pendapat-madzhab.html?m=1
(diunduh pada 10 Maret 2023/ pkl 00.45 WIB)

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu fiqih islam adalah ilmu yang bertugas menentukan dan


menguraikan norma-norma hokum dasar yang terdapat di dalam Alquran dan
ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam Sunnah Nabi yang direkam
dalam kitab-kitab hadis. “syariat adalah ‘peraturan-peraturan’ yang
bersumber dari wahyu dan ‘kesimpulan-kesimpulan’ yang dapat dianalisis
dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia. Syariat adalah landasan fiqih,
fiqih adalah pemahaman tentang syariat.

Tujuan fiqih adalah mengatur kehidupan khusus dan umum,


memudahkannya, dan membahagiakan seluruh dunia. Tujuan fiqih adalah
untuk memberikan panduan yang jelas dan konkret kepada seluruh umat
islam dalam mengatur seluruh aspek kehidupan mereka agar dapat hidup
dengan bahagia dan sukses di dunia dan akhirat karena Dasar-dasar umum
fiqih merujuk kepada wahyu Allah.

Secara esensial, fiqih sudah ada pada masa Nabi Muhammad SAW,
walaupun belum menjadi sebuah disiplin ilmu tersendiri. Abd al-Wahab
Khalaf membagi perkembangan tarikh al-Tasyri’ atau fiqh islam menjadi
empat periode : periode Rasulallah, periode sahabat, periode tadwin, periode
taqlid.

Istilah-istilah dalm fiqih berfungsi untuk menjaga kesatuan dan


konsistensi hukum fiqih, memudahkan pemahaman, membantu dalam proses
ijtihad, serta mempertahankan keselarasan dengan tradisi.

Yang dimaksud dengan tatabbu’ ar-rukhash atau okhtiyar al-aisar


adalah ketika seseorang mengambil pendapat yang dirasa paling ringan dan
paling mudah, dari setiap mazhab dalam suatu masalah tertentu. Dalam

30
masalah ini ada tiga pendapat yang mahsyur yang akan kita jadikan objek
kajian yaitu Ulama mazhab Hambali, Imam Al-Qarafi Al-Maliki, Pendapat
Imam Asy-Syathibi.

B. Saran

Bagi semua teman-teman yang sedang mempelajari fiqih diharapkan


mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang ajaran agama Islam,
terutama dalam hal praktik ibadah dan hukum syariat. Dengan mempelajari
fiqih, seseorang dapat memahami tata cara menjalankan ibadah seperti sholat,
puasa, zakat, dan haji. Serta memahami hukum-hukum syariat seperti
pernikahan, waris, jual beli, dan sebagainya. Mengimplementasikannya dalam
kehidupan sehari-hari dan membentuk sikap yang lebih baik sebagai umat
Islam. Dengan demikian, mereka berharap dapat meraih ridho Allah SWT
danmemperoleh tempat yang lebih baik di akhirat.

31
DAFATAR ISI

Muhammad Musyofa Syalbi, 1985 Al-Madkhol fi al-Ta’rifi bi al-Fiqhi al-Islamiy


wa Qwa’idu al-Milkiyyah wa al-‘Uqudi Fiha, (Bayrut : Daru al-
Nahdoh al-‘Arobiyah) hal 31)
Hibatul Wafi, 2016. Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih Vol-1. (diunduh pada tgl 7
maret pukul 15.15 WIB)
Al-Duktur Wahbah Zuhaily, al-Fiquhal-Islamiywaadillathu, Juz1, (Suriyah:
Daral-Fiqri, Cet21985) hal.165
Mohammad Daud Ali, 2014, Hukum Islam, (Jakarta:PT RAJAGRAFINDO
PERSADA) hal 52-53.
Fajri Nur Setiawan,LC. 2022 “Keistimewaan Ilmu Fiqih dan Manfaatnya Untuk
Kehidupan, Vol-1” https;//alukhuwah.com/2022/01/13 (diiunduh pada
8 Maret 2023 pukul 20.25 WIB)
Ndlatul Ulama, “Sejarah Perkembangan Ilmu Fiqih-NU Online”.
https://islam.nu.or.id/sirah-nabawiyah/sejarah-perkembangan-ilmu-
fiqih-imQ0s (Jawa Timur, 29 Juni 2021 (diunduh pada 9 Maret pkl
20.30 WIB)
Teuku Muhammad Hasbi Ash Shidieqy, 1999 “Pengantar Ilmu Fiqih”,
(Semarang: PT Pustaka Rizi Putra), hlm-31
Muhammad Yusuf, 2005 dkk “Fiqih dan Ushul Fiqih, (Yogyakarta: Pokja
Akademik UINS Sunan Kali Jaga), hlm-26.
Mun’im A.Srry, “Sejaraj Fiqih Islam” (Jakarta: Kencana Prenada Media Group)
Hal-240
Manaal-Qotahn, Tarikhal-Tasri’ al-Islamy, (qohiroh:Maktabah Wambah) hal 323
Abdurrahman Kasdi, Metode Ijtihad dan Karakteristik Fiqh Abu Hanifah
dalam Yudisia, Vol. 5, No. 2, Desember 2014, h. 216-235
Imam Malik Ibn Annas, Al-Muwatta’, terj. Dwi Surya Atmaja, (Jakarta: Raja
Grafndo Persada, 1992), h. vi
Dede Rosyada, 1996, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Raja Grafindo
Persada), h.151
Manna' Kholil Qaththan, 1989, al-Tasyri’ wa al-Fiqh fi al-Islami: Tarikhan wa
Manhajan: (Mesir: Dar al- Maarif), h.239
Manna al-Qotahn, Tarikh al-Tasyri’ al-Islamiy, h. 323
Abu Ameenah Bilal Philips, 2005, Asal-usul dan Perkembangan Fiqh: Analisis
Historis atas Mazhab, Doktrin dan Kontribusi, terj.M.Fauzi Arifin,
(Bandung: Nusamedia,), 125

32
Abdul Wahab Khallaf, 2002 Sejarah pembentukan dan perkembangan
hukum Islam, terj. Wajidi Sayadi, ( Jakarta: Rajagrafindo
Persada), 92.
Muhammad Zuhri, 1996 Hukum Islam dalam lintasan sejarah, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada,), 73.
Eka Wahyu Hestya Budianto, 2019. Aturan Menggunakan Pendapat Mazhab
Yang Paling Mudah (Bagian 1) perspektif fikih 4 Mazhab.
https://baitsyariah.blogspot.com/2019/08/aturan-menggunakan-
pendapat-madzhab.html?m=1 (diunduh pada 10 Maret 2023/ pkl
23.45 WIB)

33

Anda mungkin juga menyukai