Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGERTIAN FIQH STUDIES DAN SEJARAHNYA

(Revisi oleh : Nada Shofiyya NIM. 19190002)


Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Studi Fiqh
Dosen Pengampu : Dr. H. Sudirman, S.Ag., M.Ag.

Nama kelompok :

1. Muhammad Azrul Efendy (19190006)


2. Alvina Putri Amalia (19190048)

PRODRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan hambanya rahmat dan
hidayah sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengertian Fiqh
Studies dan Sejarahnya” ini dengan tepat waktu. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Syaifuddin, M.Pd yang bersedia membimbing dan memberikan ilmunya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini tanpa banyak mengalami kesulitan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini.
Dengan membaca makalah ini, penulis berharap pembaca bisa mendapatkan ilmu
pengetahuan dan wawasan baru. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih belum
sepenuhnya sempurna. Makalah ini juga tidak lepas dari kesalahan baik dari segi penulisan
maupun isinya. Masih banyak kesalahan yang terdapat dalam makalah ini yang perlu
dibenahi baik disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun dari pembaca agar dapat lebih baik dalam menulis
makalah maupun karya tulis lainnya.

Mojokerto, 30 Agustus 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Fiqh Islam merupakan bagian dari cabang ilmu yang membahas tentang
berbagai macam persoalan yang terjadi di tengah masyarakat seperti ibadah, muamalah
dan lain sebagainya. Kaidah-kaidah fiqh juga bertujuan menetapkan hukum islam
dalam persoalan-persoalan baru yang terus berkembang seiring berkembangnya zaman,
termasuk masalah transaksi ekonomi1. Fiqh islam bermula sejak kerasulan nabi
Muhammad sampai sekarang yang memunculkan mazhab mazhab dalam hukum islam
yang berkaitan dengan kehidupan manusia sehari-hari. Para muslim dapat dengan
mudah memahami fiqh islam dikarenakan fiqh Islam bersumber dari Al-Qur’an,
Sunnah, Ijma', dan qiyas, sehingga banyak mengatur tentang tingkah laku dan sikap
manusia baik yang berkaitan dengan manusia lain ataupun dengan Tuhan nya.
Dalam fiqh Islam pembahasan yang dijelaskan lebih sederhana sehingga fiqh
Islam tidak bisa disamakan dengan syariat. Penjelasan fiqh dari Al Quran perlu
diperjelas dengan penjelasan lain seperti Hadits maupun penjelasan para ulama' ahli
fiqh atau ulama' madzhab. Tujuan pembelajaran fiqh Islam yaitu agar seseorang bisa
dengan mudah mempelajari pokok dan dasar agama islam sehingga selalu bisa
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan mewujudkan seseorang
yang bertanggung jawab serta memiliki akhlakul karimah. Dalam pembelajaran nya
fiqh islam juga tidak hanya tertuju pada teori saja tetapi juga pada praktik nya sehingga
setelah seseorang memahami ilmu nya dapat langsung dipraktikan dan juga
menghindari apa-apa saja yang dilarang.
Munculnya fiqh islam sangat membantu masyarakat untuk menyelesaikan
berbagai persoalan yang muncul selain dari pendapat para mazhab yang ada juga ijtihad
yang masih dikembangkan dikalangan umat muslim pada zaman sekarang. Pemahaman
terhadap apa itu fiqh Islam dan sejarahnya harus terus dikembangkan mengingat semua
persoalan yang ada diatur dalam fiqh islam. Pembahasan fiqh Islam yang kompleks
itulah yang membuat fiqh Islam sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.

1
Iwan Permana, “PENERAPAN KAIDAH-KAIDAH FIQIH DALAM TRANSAKSI EKONOMI DI LEMBAGA KEUANGAN
SYARIAH,” Tahkim (Jurnal Peradaban Dan Hukum Islam), 2020, https://doi.org/10.29313/tahkim.v3i1.5617.
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana pengertian fiqh studies dan sejarahnya?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian fiqh studies dan sejarahnya.
1.3.1.
BAB II
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian fiqh
Ditinjau secara bahasa, fiqh berasal dari bahasa arab yaitu faqqaha-yufaqqihu-
fiqhan yang berarti pemahaman. Dalam hal ini, pemahaman yang dimaksud adalah
pemahaman mengenai ilmu agama2. Dengan kata lain, fiqh menunjuk pada arti
memahami agama islam secara kompleks. Sedangkan menurut istilah, Abdul Wahab
Khallaf mendefinisikan fiqh sebagai ilmu tentang hukum-hukum syariah mengenai
perbuatan manusia yang diambil dari dalil yang terperinci. Maksud dari dalil yang
terperinci di sini adalah dalil yang bersumber dari al quran dan hadits yang diperjelas
dengan ijtihad dari para mujtahid.
Namun, seringkali fiqh dianggap sebagai sesuatu yang sama dengan syariat,
padahal keduanya adalah hal yang berbeda. Dilihat dari ruang lingkupnya, ruang lingkup
syariat lebih luas daripada fiqh. Ruang lingkup syariat meliputi seluruh ajaran islam baik
yang berkaitan dengan akidah, ibadah, akhlak, maupun muamalah yang mengatur
tentang hubungan antar manusia. Sedangkan ruang lingkup fiqh adalah semua hukum
yang berbentuk amaliyah untuk diamalkan oleh setiap mukallaf. Selain itu, terdapat
beberapa perbedaan diantara keduanya. Syariat itu berasal dari Al Quran dan Hadits,
bersifat fundamental, dan hukumnya bersifat qat’i (pasti). Sedangkan fiqh berasal dari
ijtihad oleh para mujtahid dan hukumnya dapat berubah 3. Walaupun berbeda, fiqh dan
syariat saling berkaitan. Contoh yang akan memperjelas perbedaan fiqh dan syariat
misalkan tentang sholat. Perintah sholat yang bersumber dari Al Quran merupakan
syariat, sedangkan tata cara pelaksanaan sholat masuk ke dalam pembahasan fiqh.
Hukum yang dibahas dalam fiqh adalah hukum yang bersifat syar’i. Adapun
hukum yang bersifat inderawi, hukum adat, maupun hukum yang dibuat oleh
pemerintahan tidak bisa disebut fiqh. Salah satu contohnya yaitu hukum adat yang ada di
Halmahera yang mengharuskan memotong jari dari anggota suku ketika ada keluarganya
yang meninggal. contoh hukum semacam ini tidak dapat dikategorikan sebagai fiqh
karena sama sekali tidak berdasarkan syari’at agama, bahkan beretentangan. Sementara
itu, contoh hukum dalam fiqh yaitu ketika ada seseorang yang membunuh dengan
sengaja, maka dia akan dikenakan qishash. Karena hal ini sudah dijelaskan dalam al

2
Noor Harisudin, Pengantar Ilmu Fiqh, ed. Ahmad Imam Mawardi (Surabaya: Pena Salsabila, 2013).
3
Nurhayati Nurhayati, “MEMAHAMI KONSEP SYARIAH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL FIKIH,” JURNAL HUKUM
EKONOMI SYARIAH, 2018, https://doi.org/10.26618/j-hes.v2i2.1620.
quran maupun hadits.

3.2. Pembagian ilmu fiqh


Menurut para ulama’ fiqh dibagi menjadi dua bidang utama, yaitu bidang ibadah
dan muamalah. Dalam arti luas, muamalah mencakup bidang-bidang lain seperti al
ahwal al syakhsiyah (hukum keluarga), jinayah (tindakan pidana), siyasah (hukum
politik), qadh’a (pengadilan), dan jual beli. Sederhananya, bidang muamalah membahas
tentang aturan dalam interaksi manusia, baik individu dengan kelompok maupun
kelompok dengan kelompok untuk menuju kehidupan yang teratur dan sesuai dengan
tuntunan agama islam.
Adapun yang dibahas dalam bidang ibadah yaitu ibadah mahdah. Ibadah mahdah
adalah ibadah yang didapat dari dalil Al Quran dan Hadits yang sudah ditentukan syarat
dan rukunnya, seperti sholat, zakat, puasa, haji, dan sebagainya.

3.3. Objek yang dibahas dalam fiqh


Objek dan ruang lingkup kajian fiqh yaitu meliputi hukum-hukum juz’i dan dalil-
dalil tafshili4.Hukum juz’i adalah hukum yang bersifat khusus dan menunjuk pada objek
tertentu. Misalnya hukum tentang diharamkannya khamr, daging babi, bangkai, dan
sejenisnya. Selaras dengan hukum juz’i,dalil tafshili adalah dalil dalam al quran yang
sudah khusus dan merujuk pada hukum tertentu. Contohnya yaitu wala taqrabuz zinaa
adalah dalil tentang diharamkannya mendekati zina.
Jika hukum dan dalil itu sudah bersifat khusus seperti hukum juz’i dan dalil
tafshili, maka itu termasuk bahasan dalam ilmu fiqh. Namun jika hukum dan dalil yang
masih bersifat global, maka itu termasuk bahasan dalam ilmu ushul fiqh.
3.4. Sejarah fiqh
Perkembangan ilmu fiqih dibagi menjadi tujuh periode yaitu :
Periode pertama disebut juga periode risalah yang dimulai sejak nabi Muhammad
menjadi rasul hingga beliau wafat sehingga semua kekuasaan berada ditangan
Rasulullah. Pada periode ini sumber hukum berasal dari Al-Qur’an dan Sunnah, periode
ini terbagi menjadi dua yaitu periode Makkah dan Madinah. Pada periode Makkah ayat
dan hukum yang turun masih sedikit karena pada masa ini masih terfokus pada
pengubahan kepercayaan jahilliyah masyarakat menuju Allah swt. Sedangkan pada
periode Madinah ayat dan hukum yang turun sudah mulai bertahap baik tentang ibadah
4
Noor Harisudin, Pengantar Ilmu Fiqh, ed. Ahmad Imam Mawardi (Surabaya: Pena Salsabila, 2013).
dan muamalah.
Peride kedua disebut periode Al-Khulafaur Rasyidin dimulai sejak wafatnya
Rasulullah sampai Muawiyah bin Abu Sufyan memegang pemerintahan islam. Pada
periode ini sumber hukum selain Al-Qur’an dan Sunnah adalah ijtihad para sahabat.
Digunakannya ijtihad pada masa ini dirasa mampu membantu memecahkan masalah
yang ada pada masyarakat karena permasalahan yang muncul sudah semakin kompleks
dan banyak pemeluk Islam yang datang dari berbagai budaya lainnya. Hal ini
dikarenakan wilayah yang ditaklukkan Islam memiliki budaya dan tradisi masing-
masing.
Periode ketiga disebut periode awal pertumbuhan fiqh yang dimulai sejak
pertengahan abad ke-1 sampai awal abad ke-2. Periode ini merupakan awal pertumbuhan
fiqh seperti yang terjadi di Irak, Ibnu Mas'ud muncul menjawab berbagai persoalan
hukum yang terjadi disana dengan cara lebih berorientasi pada kepentingan dan
kemaslahatan umat muslim pola penyelesaian masalah ini juga digunakan oleh Umar bin
Khattab. Sementara di Madinah yang bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada
adalah Zaid bin Sabit dan Abdullah bin Umar Al-khattab. Dan yang bertindak di Makkah
adalah Abdullah bin Abbas. Pola penyelesaian masalah yang digunakan dikedua kota ini
adalah teteap berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah hal ini dikarenakan di dua
kota inilah wahyu Allah dan Sunnah Rasulullah diturunkan sehingga memiliki banyak
hadis.
Ibnu Mas’ud mempunyai murid-murid di Irak sebagai pengembang pola dan
sistem penyelesaian masalah hukum yang dihadapi di daerah itu, antara lain Ibrahim an-
Nakha’i (w. 76 H.), Alqamah bin Qais an-Nakha’i (w. 62 H.), dan Syuraih bin Haris al-
Kindi (w. 78 H.) di Kufah; al-Hasan al-Basri dan Amr bin Salamah di Basra; Yazid bin
Abi Habib dan Bakir bin Abdillah di Mesir; dan Makhul di Suriah. Murid-murid Zaid bin
Tsabit dan Abdullah bin Umar bin al-Khattab juga bermunculan di Madinah, diantaranya
Sa’id bin Musayyab (15-94 H.). Sedangkan murid-murid Abdullah bin Abbas
diantaranya Atha bin Abi Rabah (27-114 H.), Ikrimah bin Abi Jahal, dan Amr bin Dinar
(w. 126 H.) di Makkah serta Tawus, Hisyam bin Yusuf, dan Abdul Razak bin Hammam
di Yaman.5
Periode keempat disebut periode keemasan yang dimulai sejak awal abad ke-2
sampai pertengahan abad ke-4. Periode ini termasuk periode kemajuan Islam pertama

5
Noor Harisudin, Pengantar Ilmu Fiqh, ed. Ahmad Imam Mawardi (Surabaya: Pena Salsabila, 2013)Harisudin.
yang masih terlihat semangat ijtihad yang tinggi dikalangan ulama sehingga banyak
perkembangan dalam bidang ilmu agama dan ilmu-ilmu lainnya. Pada awal periode ini
pertentangan antara ahlul hadits dan ahlur ra ’yi semakin tajam sehingga muncullah
mazhab fiqh yaitu mazhab Hanafi, Syafi'i dan Hambali. Pertentangan mulai mereda
setelah murid dari ahli ra'y i menyusun kaidah ra'yu yang bisa digunakan untuk
mengeluarkan hukum. Selain itu, upaya lainnya juga dilakukan oleh para imam dari
masing-masing Mazhab. Pada perisde keemasan ini juga dimulainya penyusunan kitab
fiqh dan Ushul fiqh.
Periode kelima disebut juga periode tahtir, takhrij dan tarjih adalah upaya yang
dilakukan ulama masing-masing mazhab dalam mengomentari, memperjelas dan
mengulas pendapat para imam mereka.6 Periode ini juga awal melemahnya ijtihad
dikalangan ulama mereka lebih banyak mempercayai hasil ijtihad yang dilakukan oleh
para mazhab sehingga persaingan antar pengikut mazhab pun terjadi. Kejadian ini jelas
berbanding terbalik dengan para imam mazhab karena pada dasarnya mereka hanya
menguatkan pendapat yang ada dalam mazhab. Selain itu, pada periode ini muncullah
berbagai buku yang kurang lebih berisi tentang komentar tentang buku yang ditulis
sebelumnya.
Periode keenam disebut periode kemunduran fiqh yang dimulai pada abad ke-7 H
sampai 26 Sya'ban 1293. Pada periode ini para ulama lebih banyak memberi penjelasan
terhadap buku yang telah disusun sebelumnya oleh para mazhab. Menurut Mustafa
Ahmad Az-zarqa ada tiga hal dalam periode ini yaitu :
1. Munculnya upaya pembukuan terhadap berbagai fatwa. Kitab fatwa ini lebih banyak
membahas tentang persoalan yang muncul pada kitab yang disusun oleh para mazhab.
2. Muncul beberapa produk fiqh sesuai dengan keinginan penguasa turki usmani seperti
fatwa oleh Maula Abi As-Su'ud tentang pelarangan pemberlakuan transaksi atas dasar
kemaslahatan tertentu jika pun transaksi itu dilakukan harus melalui izin
pemerintahan.
3. Munculnya gerakan modifikasi hukum (fiqh) islam atas persetujuan pemerintah turki
usmani seperti majalah al-ahkam al-adliyah.
Periode ketujuh disebut periode pengkodifikasian fiqh yang dimulai sejak
munculnya majalah al-ahkam al-adliyah sampai sekarang. Pada masa ini hukum fiqh
mengalami perkembangan yang cukup pesat banyak para negara yang memulai

6
Noor Harisudin, Pengantar Ilmu Fiqh, ed. Ahmad Imam Mawardi (Surabaya: Pena Salsabila, 2013).
pengkodifikasian fiqh tidak hanya dalam satu bidang tetapi sudah berbagai bidang seperti
bidang pertahanan dll. Selain itu, juga bermunculan ulama yang berpendapat untuk
menyuarakan gerakan ijtihad agar tidak selalu bergantung pada Mazhab yang berlaku.
Mustafa Ahmad Az-zarqa mengemukakan pendapat tentang periode ini yaitu :
1. Munculnya upaya pengkodifikasian fiqh sesuai dengan tuntutan situasi dai
zaman. Munculnya majalah al-ahkam al-adliyah oleh Mazhab Hanafi ini
dikarenakan ada beberapa pendapat dari Mazhab Hanafi yang kurang sesuai
jika diterapkan pada zaman tersebut sehingga pemerintah memberi usulan
untuk memodifikasi Mazhab tersebut.
2. Meluasnya perkembangan pengkodifikasian fiqh yang tidak hanya di
pemerintahan turki usmani tetapi di irak, Palestina dll. Persoalan yang ada
juga tidak tertuju pada hukum perdata tetapi juga sudah meluas pada hukum
lainnya dan juga berkembangnya bidang pengkodifikasian fiqh seperti bidang
perekonomian dll. Hal ini disebabkan karena telah meluasnya hubungan
perdagangan dan perekonomian baik dari dalam dan luar negeri.
3. Adanya upaya pengkodifikasian fiqh yang tidak hanya tertuju pada Mazhab
yang berlaku dikarenakan dalam suatu Mazhab tudak sepenuhnya bisa
menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi sehingga dibutuhkan pendapat
lain untuk menyelesaikan persoalan uang terjadi. Dengan ini pemerintah Turki
Usmani memodifikasi hukum keluarga yang disebut Al-Ahwal asy-
Syakhsiyyah pada 1333 H. Mazhab yang termuat adalah Mazhab Hanafi,
Syafi’i, Hambali, Abi Laila dan Sufyan As-Sauri.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Fiqh islam adalah pemahaman seseorang terhadap hukum-hukum syariah yang
berlaku seperti ibadah yang berkaitan antara manusia dengan Tuhan nya dan muamalah
yang mengatur tentang hubungan sesama manusia yang bersumber dari Al-Qur’an dan
Sunnah. Sejarah perkembangan fiqh islam dimulai sejak kerasulan Nabi Muhammad
Saw sampai sekarang sehingga memunculkan beberapa Mazhab yang membantu untuk
penyelesaian persoalan yang ada di tengah masyarakat. Sejarah perkembangan btersebut
terbagi menjadi tujuh periode yang berawal dari hukum fiqh Islam yang terbilang masih
sedikit hingga memodifikasi fiqh Islam tersebut agar lebih membantu penyelesaian
persoalan pada zaman sekarang.
Daftar Pustaka
Harisudin, Noor. Pengantar Ilmu Fiqh. Edited by Ahmad Imam Mawardi. Surabaya: Pena
Salsabila, 2013.
Nurhayati, Nurhayati. “MEMAHAMI KONSEP SYARIAH, FIKIH, HUKUM DAN USHUL
FIKIH.” JURNAL HUKUM EKONOMI SYARIAH, 2018. https://doi.org/10.26618/j-
hes.v2i2.1620.
Permana, Iwan. “PENERAPAN KAIDAH-KAIDAH FIQIH DALAM TRANSAKSI
EKONOMI DI LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH.” Tahkim (Jurnal Peradaban
Dan Hukum Islam), 2020. https://doi.org/10.29313/tahkim.v3i1.5617.

Anda mungkin juga menyukai