Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PEMBAGIAN HARTA WARIS DALAM FIQIH


ISLAM
Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Studi Fiqih
Dosen Pengampu :

Oleh :
Nada Shofiyya (19190002)

PROGRAM STUDI TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN 2020

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan penyusunan makalah “Pembagian
Harta Waris dalam Fiqih Islam” ini. Shalawat serta salam selalu penulis
sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw. sebagai teladan mulia bagi umat
manusia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu serta membimbing dalam penyusunan makalah ini. Dalam hal ini
terutama penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Nuril Huda, M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Studi Fiqih, teman-teman Tadris Matematika serta
orang tua yang membimbing dan selalu mendukung dalam segala hal.
Akhirnya makalah ini dapat terselesaikan dengan tepat waktu. Penulis
mengharapkan segala masukkan, saran maupun kritik yang membangun agar
makalah ini menjadi lebih baik lagi. Penulis juga berharap makalah ini dapat
bermanfaat untuk segala pihak di kemudian hari.

Malang, 30 November 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.......................................................................................................1
Daftar Isi................................................................................................................2
BAB I Pendahuluan...............................................................................................3
A. Latar Belakang...........................................................................................3
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................4
BAB II Pembahasan..............................................................................................5
A. Pengertian..................................................................................................5
B. Rukun Waris..............................................................................................5
C. Syarat Pewarisan Harta..............................................................................5
D. Ahli Waris dan Pembagiannya dalam Islam.............................................6
E. Penyebab Hilangnya Hak Waris................................................................8
BAB III Penutup....................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................9
Daftar Pustaka.......................................................................................................10

2
BAB I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Warisan merupakan harta peninggalan seseorang setelah meninggal
dan diberikan kepada ahli waris yang berhak. Perihal pembagian harta
warisan kerap menimbulkan perselisihan antar anggota keluarga. Oleh sebab
itu, Islam mengatur dengan tegas segala hal mengenai harta warisan.
Pembagian harta warisan telah ada sejak zaman dahulu. Pada masa
jahiliyah, pewarisan harta ditentukan melalui sumpah. Bangsa Arab saat itu
juga menetapkan harta warisan hanya diterima oleh laki-laki yang sudah
besar atau telah dewasa. Sedangkan wanita dan laki-laki yang masih kecil
tidak memiliki hak terhadap warisan. Namun, Allah menurunkan Surah An-
Nisa’[4] ayat 11 untuk menghapus ketentuan tersebut.1

Artinya :

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua
orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah

1
Muhammad Nasiruddin Al-Albani, Fikih Sunnah : Sayyid Sabiq (Jakarta: Cakrawala Publishing,
2008).

3
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

Dalam Fikih Islam, harta warisan dibahas pada cabang Ilmu Faraidh.
Kata Faraidh atau bentuk jamaknya Faridhah, memiliki akar kata yaitu al-
fardh yang berarti penetapan. Secara istilah disebutkan bahwa al-fardh
merupakan bagian ahli waris yang telah ditetapkan secara syariat.2

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaturan hukum waris dalam Fikih Islam?
2. Bagaimana ketentuan bagian harta warisan dalam Fikih Islam?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengaturan hukum waris dalam Fikih Islam.
2. Untuk mengetahui ketentuan bagian harta warisan dalam Fikih Islam.

2
Al-Albani.

4
BAB II
Pembahasan

A. Pengertian
Hukum pembagian warisan dalam Islam merupakan sub bagian dari
Hukum Keluarga Islam atau Al-Ahwal Asy-Syakhsiyyah. Waris diartikan
secara bahasa memiliki arti pemindahan sesuatu kepada orang lain atau kaum
lain.3

Dalam Fikih terdapat istilah-istilah yang berkaitan dengan hukum


waris, yaitu sebagai berikut4 :
1. Muwaris yaitu orang yang telah meninggal dan mempunyai harta
peninggalan.
2. Waris yaitu orang-orang yang merupakan ahli waris dan memiliki
hak untuk menerima warisan.
3. Al-Irs yaitu harta warisan yang sudah diambil untuk keperluan
penyelenggaraan jenazah, melunasi utang atau untuk memenuhi
wasiat sehingga siap dibagikan kepada para ahli waris.
4. Tirkah yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal
sebelum diambil untuk penyelenggaraan jenazah, melunasi utang,
atau pemenuhan wasiat orang yang meninggal semasa hidup.
5. Warasah yaitu harta warisan yang sudah diterima para ahli waris.

B. Rukun Waris
Dalam hukum waris terdapat tiga rukun sebagai berikut 5 :
1. Ahli waris, yaitu orang yang berhak menerima harta warisan.
2. Pihak yang mewariskan, yaitu mayit atau melalui ketetapan
hukum, seperti orang hilang yang ditetapkan secara hukum dia
telah rnati.
3. Harta atau sesuatu yang diwariskan, yaitu peninggalan yang
ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal dunia.

C. Syarat Pewarisan Harta


Adapun syarat-syarat yang berlaku dalam menetapkan pewarisan harta
adalah sebagai berikut 6 :
1. Meninggalnya orang yang mewariskan harta, baik secara hakiki
atau secara penetapan hukum. Maksud dari penetapan hukum

3
Muhammad Ali Al-Sabuni, Al-Mawarith Fi Al-Shari’ah.
4
Ahmad Rafiq, Fiqh Mawaris, 4th edn (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002).
5
Al-Albani.
6
Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Al-Tayyar and Jamal Abd al-Wahhab Al-Hilafi, Mabahith Fi
‘Ilm Al-Faraid (Riyad: Maktabah al-Rushd, 2010).

5
adalah adanya ketetapan hakim mengenai seseorang yang tidak
diketahui keberadaannya, misalkan dikarenakan hilang.7
2. Adanya ahli waris yang masih hidup secara hakiki pada saat orang
yang mewariskan tersebut meninggal dunia.
3. Seluruh ahli waris diketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian
masing-masing.

D. Ahli Waris dan Pembagiannya dalam Islam


Dalam Hukum Islam, ahli waris dikelompokkan berdasarkan cara
pembagiannya. Adapun pembagian ahli waris adalah sebagai berikut 8 :
1. Dzawil Furud, golongan ahli waris yang telah memiliki bagian
tertentu, meliputi :
a. Ayah, mendapat 1/3 bagian jika orang yang meninggal tidak
mempunyai keturunan. Jika orang tersebut meninggalkan
keturunan, maka ayah mendapat hak 1/6 bagian.
b. Ibu, pembagiannya sama seperti ayah. Namun jika ibu
bersama-sama dengan ayah, maka mendapat 1/3 bagian sisa
sesudah diambil oleh istri atau suami orang yang meninggal
tersebut.
c. Suami, mendapat 1/4 bagian jika orang yang meninggal
memiliki keturunan atau anak. Jika tidak maka berhak
mendapat 1/2 bagian dari harta warisan.
d. Istri, mendapat 1/8 bagian jika orang yang meninggal
memiliki keturunan atau anak. Jika tidak maka berhak
mendapat 1/4 bagian dari harta warisan.
e. Seorang anak perempuan mendapat 1/2 bagian, dua orang
atau lebih anak perempuan mendapat 2/3 bagian, bila tidak
ada anak laki-laki atau keturunan dari anak laki-laki. Dan
apabila anak perempuan bersama dengan anak laki-laki,
maka bagian anak-laki-laki adalah dua berbanding satu
dengan anak perempuan.
f. Seorang saudara perempuan atau laki-laki (baik sekandung,
seayah, seibu) mendapat 1/6 bagian, apabila terdapat dua
orang atau lebih saudara (sekandung, seayah, seibu)
mendapat 1/3 bagian. Hal ini apabila orang yang meninggal
tidak memiliki anak atau keturunan serta ayah.
g. Apabila seorang meninggal tanpa meninggalkan ayah dan
anak, sedang ia mempunyai satu saudara perempuan kandung
atau seayah, maka ia mendapat separoh bagian. Jika saudara
7
Al-Albani.
8
H A Khisni, Hukum Waris Islam (Semarang: Unissula Press, 2013).

6
perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara
perempuan kandung atau seayah dua orang atau lebih, maka
mereka bersama-sama mendapat dua pertiga bagian. Bila
saudara perempuan tersebut bersama-sama dengan saudara-
saudara laki-laki kandung atau seayah, maka bagian saudara
laki-laki adalah dua berbanding satu dengan saudara
perempuan.

2. Asabah; yaitu golongan ahli waris yang bagiannya tidak tertentu,


tetapi mendapatkan sisa dari ashab al-furud, atau mendapatkan
semuanya jika tidak ada ashab al-furud. Asabah ada dua macam 9 :

a. Asabah Nasabiah, yaitu asabah karena nasab, mencakup:


1) Seluruh anak laki-laki dan keturunannya, mulai cucu, cicit
dan seterusnya.
2) ayah, kakek dan seterusnya.
3) saudara laki-laki kandung dan seayah, serta anak laki-laki
keturunannya masing-masing dan seterusnya.
4) paman kandung maupun seayah,
5) serta keturunan mereka dan seterusnya.
6) Anak perempuan jika bersama dengan anak laki-laki.
7) Cucu perempuan keturunan anak laki-laki jika bersama
cucu laki-laki keturunan anak laki-laki.
8) Saudara kandung perempuan jika bersama saudara
kandung laki-laki.
9) Saudara perempuan seayah jika bersama dengan saudara
laki-lakinya.
10) seorang atau lebih saudaramperempuan kandung maupun
seayah apabila mewarisi bersamaan dengan anak
perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki yang
tidak mempunyai saudara laki-laki

b. Asabah Sababiah, yaitu asabah karena sebab, dalam hal ini


disebabkan karena memerdekakan budak.

3. Zawil Arham merupakan kerabat yang tidak termasuk dalam


golongan pertama dan kedua.10

9
Suparman Usman and Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris : Hukum Kewarisan Islam (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 1997).
10
Usman and Somawinata.

7
Jika dalam pembagian warisan para ahli waris seperti yang disebutkan
diatas ada semua, maka yang berhak mendapat warisan hanyalah suami/isteri,
ibu, bapak, anak laki-laki dan anak perempuan.

E. Penyebab Hilangnya Hak Waris


Dalam beberapa kasus atau ketentuan, seseorang dalam kehilangan
hak warisnya. Adapun beberapa hal yang menyebabkan hilangnya hak waris
seseorang ialah sebagai berikut :
1. Perbedaan agama.
2. Ahli waris membunuh orang yang mewariskan.
3. Budak
4. Mahjub, yaitu hilangnya (terhijabnya) hak waris seseorang karena
adanya ahli waris yang lebih kuat kedudukannya. Ada dua macam
hijab, yaitu hijab hirman dan hijab nuqsan. Hijab hirman adalah
penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris seseorang.
Hijab nuqsan adalah pengurangan hak waris seseorang untuk
mendapatkan bagian yang terbanyak.11

11
Suhrawardi K Lubis and Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam : Lengkap & Praktis (Jakarta:
Sinar Grafika, 2004).

8
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Islam merupakan agama yang sangat tegas, adil dan bijak dalam
mengatur segala perkara dalam kehidupan manusia. Segala permasalahan
baik didunia maupun diakhirat dijelaskan dan diatur secara detail, contohnya
dalam pengaturan pembagian warisan.

9
DAFTAR PUSTAKA
Al-Albani, Muhammad Nasiruddin, Fikih Sunnah : Sayyid Sabiq (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2008)
Al-Sabuni, Muhammad Ali, Al-Mawarith Fi Al-Shari’ah
Al-Tayyar, Abdullah bin Muhammad bin Ahmad, and Jamal Abd al-Wahhab Al-
Hilafi, Mabahith Fi ‘Ilm Al-Faraid (Riyad: Maktabah al-Rushd, 2010)
Khisni, H A, Hukum Waris Islam (Semarang: Unissula Press, 2013)
Lubis, Suhrawardi K, and Komis Simanjuntak, Hukum Waris Islam : Lengkap &
Praktis (Jakarta: Sinar Grafika, 2004)
Rafiq, Ahmad, Fiqh Mawaris, 4th edn (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)
Usman, Suparman, and Yusuf Somawinata, Fiqh Mawaris : Hukum Kewarisan
Islam (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997)

10

Anda mungkin juga menyukai