Anda di halaman 1dari 17

AGAMA

HUKUM WARIS ISLAM

DOSEN PENGAJAR
Dr. Nurbaeti, S. Ag., M.Pd.

Oleh :

KELOMPOK III KELAS 1 C TKI


- Besse Nurul Afifah
- Sherlina Zalfa Pertiwi
- Amirah Tsabitah Khaeriyah

JURUSAN TEKNIK KIMIA


POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG

2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur yang sedalam-dalamnya kepada

ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan, sehingga akhirnya

makalah ini dapat selesai dengan baik.

Kami sangat menyadari bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dorongan dan pertolongan

dari banyak pihak, pelaksanaan makalah ini tidak dapat berjalan dengan baik. Maka dari itu,

kami ingin mengucapkan terima kasih atas dukungan dan motivasi baik secara langsung

maupun tidak langsung dari dosen dan teman-teman.

Didalam pembuatan makalah ini, kami menyadari betul bahwa kami belum

berpengalaman dalam menulis makalah. Oleh karena itu, kami mohon maaf atas semua

kesalahan dan kekurangan yang tedapat dalam makalah ini. Akhir kata kami berharap agar

makalah ini dapat memberikan manfaat positif bagi kita semua.

Makassar, 12 Desember 2022

2
Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul 1
Kata Pengantar 2
Daftar Isi 3
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Masalah 4
BAB II 5
PEMBAHASAN 5
A. Pengertian Kewarisan 5
B. Dasar Hukum Kewarisan Belakang 6
C. Ketentuan- Ketentuan Mawaris dalam Islam 8
D. Syarat – Syarat Mewarisi 10
E. Pembagian Ahli Waris dalam Islam 14
BAB III
PENUTUP 16
A. Kesimpulan 16
DAFTAR PUSTAKA 17

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Warisan adalah harta peninggalan seseorang yang telah meninggal kepada
seseorang yang masih hidup yang berhak menerima harta tersebut. Hukum waris
adalah sekumpulan peraturanyang mengatur hubungan hukum mengenai kekayaan
setelah wafatnya seseorang. Seseorangyang berhak menerima harta peninggalan di
sebut ahli waris. Dalam hal pembagian hartapeninggalan, ahli waris telah memiliki
bagian-bagian tertentu.
Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan pemilikan
harta benda dari seorang yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup.
Dengan demikian, untuk terwujudnya kewarisan harus ada tiga unsur, yaitu:
1) orang mati, yang disebut pewaris atau yang mewariskan
2) harta milik orang yang mati atau orang yang mati meninggalkan harta waris
3) satu atau beberapa orang hidup sebagai keluarga dari orang yang mati, yang
disebut sebagai ahli waris.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut :
1) Apa yang di maksud warisan ?
2) Bagaimana dasar hukum warisan ?
3) Bagaimana ketentuan - ketentuan mawaris dalam Islam ?
4) Apa saja syarat untuk mendapatkan warisan ?
5) Bagaimana pembagian ahli waris menurut Islam ?

C. Tujuan Masalah
1) Untuk mengetahui pengertian warisan
2) Untuk mengetahui dasar hukum warisan
3) Untuk mengetahui ketentuan - ketentuan mawaris dalam Islam
4) Untuk mengetahui syarat untuk mendapatkan warisan
5) Untuk mengetahui pembagian ahli waris menurut Islam

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kewarisan
Pengertian waris menurut bahasa ini tidak terbatas hanya pada hal-hal yang
berkaitan dengan harta, akan tetapi mencakup harta benda dan non harta benda. Kata
”waris” adalah katakewarisan pertama yang digunakan dalam al-Qur’an. Kata waris
dalam berbagai bentuk maknatersebut dapat kita temukan dalam al-Qur’an, yang
antara lain:
 Mengandung makna “mengganti kedudukan” (QS. an-Naml, 27:16).
 Mengandung makna “memberi atau menganugerahkan” (QS. Az-
Zumar,39:74).
 Mengandung makna “mewarisi atau menerima warisan” (QS. al-
Maryam, 19: 6).
Sedangkan secara terminologi hukum, kewarisan dapat diartikan sebagai
hukum yangmengatur tentang pembagian harta warisan yang ditinggalkan ahli waris,
mengetahui bagian-bagian yang diterima dari peninggalan untuk setiap ahli waris
yang berhak menerimanya.
Adapun dalam istilah umum, waris adalah perpindahan hak kebendaan dari
orang yang meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup. Seperti yang
disampaikan oleh Wiryono Projodikoro, definisi waris adalah soal apakah dan
bagaimanakah berbagai hak-hak dan kewajiban-kewajiban tentang kekayaan
seseorang pada waktu ia meninggal akan beralih kepada orang lain yang masih hidup.
Dengan demikian secara garis besar definisi warisan yaituperpindahan berbagai hak
dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang meninggal dunia kepada orang lain
yang masih hidup dengan memenuhi syarat dan rukun dalam mewarisi.
Selain kata waris tersebut, kita juga menemukan istilah lain yang berhubungan
dengan warisan, diantaranya adalah
a. Waris, adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
warisan.
b. Muwaris, adalah orang yang diwarisi harta bendanya (orang yang
meninggal) baik secara haqiqy maupun hukmy karena adanya
penetapan pengadilan.

5
c. Al-Irsi,adalah harta warisan yang siap dibagikan kepada ahli waris
yang berhak setelah diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi
hutang dan menunaikan wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
e. Tirkah, yaitu seluruh harta peninggalan orang yang meninggal dunia
sebelum diambil untuk pemeliharaan jenazah, melunasi hutang,
menunaikan wasiat.
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan
(tirkah) pewaris,menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya (Pasal 171 hurufa KHI).

B. Dasar Hukum Warisan


Adapun yang menjadi dasar pelaksanaan pembagian harta warisan dalam
hukum Islam adalah berpedoman pada ayat al-Qur’an dan hadist berikut ini, yaitu
1. surat An-Nisa ayat 7,

yang artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu
bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.”

2. Hadist dari Ibnu Mas’ud berikut :

Yang artinya : “Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda : “Pelajarilah al-

6
Qur‘an dan ajarkanlah ia kepada manusia, dan pelajarilah al-faraidh dan
ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini manusia yang akan
mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang
berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua
pun tidak menemukan seseorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya
kepada mereka”. (HR. Ahmad).

3. Posisi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia


Tabel Mawaris menurut KHI (Kompilasi Hukum Islam)

7
C. Ketentuan-ketentuan Mawaris dalam Islam
1. Ahli Waris
Jumlah ahli waris yang berhak menerima harta warisan dari seseorang
yang meninggal dunia ada ahli waris pihak laki-laki yang biasa disebut ahli
waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa setelah diambil oleh zawil furµd)
dan ahli waris pihak perempuan yang biasa disebut ahli waris zawil furµd
(yang bagiannya telah ditentukan)
* Kaum Laki-laki :
1. Suami
2. Anak laki-laki
3. Anak laki-laki dari anak laki-laki
4. Ayah
5. Kakak
6. Saudara laki-laki sekandung
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
8. Saudara laki-laki seayah
9. Anak laki-laki dan saudara laki-laki seayah
10. Saudara laki-laki seibu
11. Paman kandung
12. Anak laki-laki dari paman kandung
13. Paman seayah

8
14. Anak laki-laki dari paman seayah
* Kaum Perempuan :
1. Istri
2. Anak perempuan
3. Anak perempuan dari anak laki-laki
4. Ibu
5. Ibunya bapak
6. Ibunya ibu
7. Saudara perempuan sekandung
8. Saudara perempuan seayah
9. Saudara perempuan seibu

Untuk terjadinya sebuah pewarisan harta, maka harus terpenuhi rukun- rukun
waris. Bila adasalah satu dari rukun- rukun tersebut tidak terpenuhi, maka tidak
terjadi pewarisan.
Menurut hukum islam, rukun-rukun mewarisi ada 3 yaitu
a) Muwarrits (pewaris)
Menurut hukum islam, muwarrits (pewaris) adalah orang yang telah
meninggal dunia dengan meninggalkan harta warisan untuk di bagi- bagikan
atau pengalihan harta kepada para ahli waris.
b) Warits (ahli waris)
Menurut hukum islam, warits (ahli waris) adalah orang-orang yang berhak
mendapatkan harta peninggalan si mati, baik di sebabkan adanya hubungan
kekerabatan dengan jalan nasab atau pernikahan, maupun sebab hubungan hak
perwalian dengan muwarrits. Sedangkan menurut KHI, Warits (ahli waris)
adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah
atau perkawinan dengan pewaris, beragama islam, dan tidak terhalang karena
hukum untuk menjadi ahli waris.
c) Mauruts (harta waris)
Menurut hukum islam, mauruts (harta waris) adalah harta benda yang di
tinggalkan oleh si mati yang akan di warisi oleh para ahli waris setelah di
ambil untuk biaya-biaya perawatan, melunasi hutang-hutang dan
melaksanakan wasiat. Harta peninggalan ini oleh para faradhiyun di sebut juga
dengan tirkah atau turats. Sedangkan menurut Kompilasi hukum Islam (KHI),

9
Mauruts (harta waris) adalah harta bawaan di tambah bagian dari harta
bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah (tajhiz), pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat. (pasal 171 huruf e),

D. Syarat-syarat mewarisi
Menurut hukum islam, masalah waris mewarisi akan terjadi apabila di
penuhinya syarat-syarat mewarisi. Adapun syarat-syarat mewarisi ada 3 yaitu :
- Meninggal dunianya muwarris (pewaris).
Kematian muwaris, menurut ulama, di bedakan ke dalam tiga macam, yaitu
(Fathur Fahman,1981:79)
a. Mati Hakiki (sejati), adalah kematian yang dapat di saksikan oleh panca indra.
b. Mati hukmy (menurut putusan hakim), adalah kematian yang di sebabkan
adanya putusan hakim, baik orangnya masih hidup ataupun sudah mati.
c. Mati taqdiry (menurut dugaan), adalah kematian yang di dasarkan pada dugaan
yang kuat bahwa orang yang bersangkutan telah mati.
d. Hidupnya warits (ahli waris).seorang ahli waris hanya akan mewaris jika dia
masih hidup ketika pewaris meninggal dunia. Masalah yang biasanya muncul
berkaitan dengan hal ini antara lain mafqud, anak dalam kandungan, dan mati
bersamaan.
Masalah anak dalam kandungan terjadi dalam hal istri muwaris dalam keadaan
mengandung ketika muwaris meninggal dunia. Penetapan keberadaan anak
tersebut dilakukan saat kelahiran anak tersebut. Oleh sebab itu, pembagian waris
dapat di tangguhkan sampai anak tersebut dilahirkan.
- Mengetahui status kewarisan
Seluruh ahli waris di ketahui secara pasti, termasuk jumlah bagian masing-
masing. Dalam hal ini, posisi para ahli waris hendaklah diketahui secara pasti,
misalnya suami, istri,kerabat, dan sebagainya, sehingga pembagi mengetahui
dengan pasti jumlah bagian yang harus diberikan kepada masing-masing ahli
waris. sebab, dalam hukum waris, perbedaan jauh-dekatnya kekerabatan akan
membedakan jumlah yang di terima, karena tidak cukup hanya mengatakan bahwa
seseorang adalah saudara sang pewaris. Akan tetapi, harus dinyatakan apakah ia
sebagai saudara kandung, saudara seayah, atau saudara seibu. Mereka masing-
masing mempunyai hukum bagian, ada yang berhak menerima warisan karena

10
sebagai ahlul furudh, ada yang karena ashobah, ada yang terhalang hingga tidak
mendapatkan warisan (mahjub), serta ada yang tidak terhalang.

1. Sebab-sebab mewarisi
Menurut islam, mempusakai atau mewarisi itu berfungsi menggantikan
kedudukan si mati dalam memiliki dan memanfaatkan harta miliknya.
Bijaksana sekali kiranya kalau penggantian ini di percayakan kepada orang-
orang yang banyak memberikan bantuan, pertolongan, pelayanan,
pertimbangan dalam kehidupan berumah tangga dan mencurahkan tenaga dan
harta demi pendidikan putra-putranya, seperti suami istri. Atau di percayakan
kepada orang-orang yang selalu menjunjung martabat dan nama baiknya dan
selalu mendoakan sepeninggalnya, seperti anak-anak turunnya . Atau di
percayakan kepada orang yang telah banyak menumpahkan kasih sayang,
menafkahinya, mendidiknya dan mendewasakannya, seperti orang tua. Atau di
percayakan kepada orang yang telah mengorbankan sebagian harta bendanya
untuk membebaskan dari perbudakannya menjadi manusia yang mempunyai
hak kemerdekaan penuh dan cakap bertindak, seperti maulal-‘ataqah (orang
yang membebaskan budak).
Begitu juga dalam system individual mengenai ketentuan islam
mengenai siapa berkewenangan memperoleh hak waris tapi ada juga sekaligus
sisi kolektif dalam arti person yang menikmati lebih lebar dalam ketentuan
mengenai siapa memperoleh kewenangan hak waris. Didapatkan dalam islam
beberapa sebab yang menjadi pendukung mengapa seseorangtertentu di beri
kewenangan memperoleh hak waris atas harta yang di tinggalkan, sebab yang
menjadi penentu ini dalam literature fiqih disebutkan ada 3 hal :
1. Kerabat Hakiki (yang ada ikatan nasab), diantara sebab beralihnya harta
seseorang yang telah mati kepada yang masih hidup adalah adanya hubungan
silaturrahmi atau kekerabatan antara keduanya. Adanya hubungan kekerabatan
yang di tentukan oleh adanya hubungan darah seperti kedua orang tua, anak,
saudara, paman, dan seterusnya.
2. Pernikahan, yaitu terjadinya akad nikah secara legal (syar’i) antara seorang
laki-laki dan perempuan, sekalipun belum atau tidak terjadi hubungan
intim(bersenggama) antara keduanya. Adapun pernikahan yang bathil atau
rusak, tidak bisa menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.

11
3. Al -Wala’, yaitu kekerabatan karena sebab hukum. Di sebut juga wala’
al-‘itqi dan wala’an ni’mah. Penyebabnya adalah kenikmatan pembebasan
budak yang dilakukan seseorang. Kenikmatan berupa kekerabatan (ikatan)
yang dinamakan wala al-‘itqi. Orang yang membebaskan budak berarti telah
mengembalikan kebebasan dan jati diri seseorang sebagai manusia. Oleh
karena itu, Allah SWT. Menganugerahkan kepadanya hak mewarisi terhadap
budak yang di bebaskan bila budak itu tidak memliki ahli waris yang hakiki,
baik karena ada kekerabatan (nasab) ataupun ada tali pernikahan.

2. Syarat-syarat mendapatkan warisan :


o Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk
mendapatkan warisan.
o Kematian orang yang diwarisi, walaupun kematian tersebut
berdasarkan vonis pengadilan. Misalnya hakim memutuskan bahwa
orang yang hilang itu dianggap telah meninggal dunia.
o Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal
dunia. Jadi, jika seorang wanita mengandung bayi, kemudian salah
seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak
menerima warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena
kehidupan janin telah terwujud pada saat kematian saudaranya terjadi.

3. Sebab-sebab tidak mendapatkan harta warisan :


o Kekafiran
o Pembunuhan
o Perbudakan
o Perzinaan

4. Adapun tahapan-tahapan yang dilakukan sebelum pembagian warisan, yaitu :


o Menyepakati Hukum Waris yang Akan Digunakan
Sebagaimana telah kami sampaikan dalam artikel yang lain, di Indonesia
dikenal 3 sistem hukum waris yaitu hukum waris perdata, hukum Islam dan
Hukum adat. Mengapa hal ini penting untuk disepakati? Karena perbedaan
pilihan hukum yang digunakan akan berdampak pula pada berbedanya

12
pembagian warisan. Terutama mengenai siapa saja yang berhak sebagai ahli
waris dan besaran bagiannya.
o Menentukan Harta Warisan Pewaris
Adapun yang dimaksud harta warisan yaitu meliputi hak dan kewajiban
pewaris. Kewajiban yaitu utang-utang pewaris kepada pihak ketiga yang
sebaiknya diselesaikan terlebih dahulu dengan menggunakan harta warisan
yang ada. Sehingga setelah seluruh utang-utang pewaris diselesaikan, sisa
harta warisan dapat dibagikan kepada ahli waris yang berhak.
o Menentukan Ahli Waris dari Pewaris
Seluruh keluarga terdekat dari pewaris harus sepakat dalam menentukan siapa
saja yang berhak untuk memperoleh harta peninggalan pewaris. Dengan kata
lain menentukan ahli waris dari pewaris, karena tidak seluruh keluarga yang
ditinggalkan berhak memperoleh warisan. Hal ini berkaitan erat dengan
hukum waris yang telah disepakati di awal. Aturan mengenai siapa saja yang
berhak tampil sebagai ahli waris menurut hukum Islam dan perdata barat
berbeda. Hal tersebut berkaitan dengan adanya penggolongan ahli waris dari
masing-masing hukum waris tersebut.
o Menghitung Bagian Perolehan Ahli Waris
Setelah mengetahui siapa saja yang berhak tampil menjadi ahli waris, maka
selanjutnya menentukan besarnya bagian dari masing-masing ahli waris
tersebut. Sebagai contoh, telah disepakati yang berhak untuk menjadi ahli
waris dari pewaris (ayah) yaitu jandanya, 2 orang anak perempuan dan 1 anak
laki-laki. Lalu berdasarkan kesepakatan bersama seluruh ahli waris disepakati
akan dilakukan pembagian berdasarkan hukum perdata barat. Sehingga
seluruh ahli waris (janda dan anak-anak) akan memperoleh bagian yang sama
besar.
o Membuat Kesepakatan Pembagian Waris
Setelah hal-hal tersebut di atas telah disepakati bersama maka, langkah
selanjutnya yaitu menuangkan kesepakatan tersebut dalam bentuk perjanjian.
Agar kesepakatan tersebut memiliki kekuatan hukum yang sempurna dan
mengikat pihak ketiga maka sebaiknya dibuat dalam bentuk akta notaris.

5. Ahli waris dalam pembagian harta warisan terbagi dua macam :

13
 Ahli waris Zawil Furµd Ahli waris yang memperoleh kadar pembagian
harta warisan telah diatur oleh Allah Swt.
 Ahli Waris 'Asabah Ahli waris asabah adalah perolehan bagian dari
harta warisan yang tidak ditetapkan bagiannya dalam furµd, tetapi
mengambil sisa warisan setelah ashabul furµd mengambil bagiannya.
Ahli waris ashabah bisa mendapatkan seluruh harta warisan jika ia
sendirian, atau mendapatkan sisa warisan jika ada ahli waris lainnya,
atau tidak mendapatkan apa-apa jika harta warisan tidak tersisa,
berdasarkan sabda Rasulullah saw.: “Berikanlah warisan itu kepada yang berhak
menerimanya, sedang sisanya berikan kepada (ahli waris) laki-laki yang lebih
berhak (menerimanya).” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

6. Beberapa hak-hak yang bersangkutan dengan harta waris


Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak yang harus
didahulukan. Hak-hak tersebut adalah :
 Hak yang bersangkutang dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
 Biaya untuk mengururs mayat, seperti harga kafan, upah menggali
tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di
selesaikan, sisanya barulah di pergunakanuntuk biaya mengurus mayat.
 Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
 Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari
harta peninggalan si mayat

E. Pembagian Ahli Waris dalam Islam


1. Setengah
Ashabul furudh yang berhak mendapatkan separuh dari harta waris peninggalan
pewaris ada lima, satu dari golongan laki-laki dan empat lainnya perempuan.
Kelima ashabul furudh tersebut adalah suami, anak perempuan, cucu perempuan
keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan dan saudara perempuan
seayah.

2. Seperempat
Ada pun kerabat pewaris yang berhak mendapatkan seperempat dari harta

14
peninggalannya hanya ada dua yaitu suami dan istri, Bunda.

3. Seperdelapan
Dari sederet ashabul furudh yang berhak memperoleh bagian warisan
seperdelapan (1/8) yaitu istri. Istri baik seorang maupun lebih akan mendapatkan
seperdelapan dari harta peninggalan suaminya, bila suami mempunyai anak atau
cucu, baik anak tersebut lahir dari rahimnya atau rahim istri yang lain.

Dalilnya adalah firman Allah SWT:


"Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar utang-utangmu." (an-Nisa: 12)

15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dengan penjelasan-penjelasan mengenai hukum waris di atas, maka dapat
disimpukan bahwa :
Waris adalah perpindahan hak kebendaan dari orang yang
meninggal dunia kepada ahli waris yang masih hidup.
Adapun pengertian hukum kewarisan menurut Kompilasi Hukum
Islam (KHI) adalahhukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah)pewaris, menentukan siapa-siapa
yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya(Pasal 171 huruf
a KHI).
Ahli waris adalah orang-orang mendapatkan hak memperoleh harta
peninggalan orangyang telah meninggal yang masih mempunyai
hubungan darah.
Bagian-bagian yang di peroleh ahli waris telah di tetapkan dalam Al-
Qur’an, sehingga tidak ada kata tidak adil karena Al-Qur’an adalah
Firman Allah SWT. Yang di jamin kebenarannya.
Sebelum di lakukan pembagian harta waris terdapat beberapa hak
yang harus didahulukan. Hak-hak tersebut adalah :
Hak yang bersangkutan dengan harta itu, seperti zakat dan sewanya.
Biaya untuk mengurus mayat, seperti harga kafan, upah menggali
tanah kubur, dan sebagainya. Sesudah hak yang pertama tadi di
selesaikan, sisanya barulah dipergunakan untuk biaya mengurus mayat.
Hutang yang di tinggalkan oleh si mayat.
Wasiat si mayat. Namun banyaknya tidak lebih dari sepertiga dari
harta penginggalan si mayat.
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan di jalankan
sesudah seseorang meninggal dunia dan hukum wasiat adalah sunnah.

16
DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/37934484/makalah_tentang_hukum_waris_dalam_islam_docx
https://kantorpengacara.co/catat-lima-langkah-penyelesaian-pembagian-waris/
https://www.academia.edu/29201671/MAKALAH_WARISAN
https://www.haibunda.com/moms-life/20210829120539-76-235919/tata-cara-pembagian-
harta-warisan-menurut-islam-bunda-perlu-tahu

17

Anda mungkin juga menyukai