Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MERAIH BERKAH DENGAN

MAWARIS

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 8
 Lintang Saputra
 Fikri Nur Iksan.S
 Muhammad Raffel Jhoyya

Kelas : XII AKUNTANSI 1


TP.2022/2023
SMK NEGERI 7 KOTA BEKASI
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan


rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
agama islam ini.Shalawat beriringan salam kita hadiahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya ke alam yang berilmu
pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Makalah ini memuat tentang Meraih Berkah Dengan Mawaris.
Dengan adanya makalah ini kami berharap kita semua dapat lebih
mengetahui tentang bagaimana meraih berkah dengan mawaris. Semoga
dengan makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lagi
kepada kita semua. Dalam penulisan makalah ini mungkin masih terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kami berharap pembaca
dapat memberikan kritikan dan saran yang membangun. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.
Jawa Barat,Kota Bekasi 2022

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………….……………. i

Daftar Isi……………………………………………………………….…... ii

Bab 1 Pendahuluan…………………………………………………….….. 1

A. Latar Belakang………………………………………………………. 1

B. Rumusan Masalah…………………………………………………… 2

C. Tujuan……………………………………………………………….. 2

Bab 2 Pembahasan……………………………………………..……….….. 3

A. Pengertian Ilmu Mawaris……………………………….………..….. 3

B. Sebab-Sebab Menerima dan Penghalang Mendapatkan Warisan.…... 6

C. Pengelompokan Ahli Waris dan Hak Masing-Masing……….……….9

D. Meraih Berkah dengan Mawaris……………………………………. 14

E. Pentingnya Hukum Waris Islam…………………………..…………15

F. Manfaat Hukum Waris Islam……………………..…………...……..16

Bab 3 Penutup…………………………………………………...………… 18

A. Kesimpulan……………………………………………….………… 18

B. Saran………………………………………………………………... 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah
aturan tentang harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang tinbul sebagai akibat dari suatu
kematian. Harta yang ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan
tentang siapa yang berhak menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara
mendapatkannya.

Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat
dalam Al-Quran, terutama surah an-nisa ayat 7,8,11,12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah
yang berkenaan dengan warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya.

Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan islam pada zaman
penjajahan belanda ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh
sistem kewarisan hokum adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk
mengangkat hokum kewarisan adat dan menyisihkan penggunaan hokum kewarisan islam[1].

Banyak para sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan islam tidak
mempunyai sistemdan hukum islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu,
diklalangan umat islam sendiri banyak pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam
hukum kewarisan islam, sehingga menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum
kewarisan islam merupakan hokum yang sangat rumit dan sulit. Kondisi yang demikian itulah
yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut fiqh kebudayaan arab itu sangat sulit
diterima masarakat islam di Indonesia.

1
A. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah

1. Apakah pengertian Ilmu Mawaris ?

2. Apa sajakah Sebab Menerima dan Penghalang Mendapatkan Warisan?

3. Apa sajakah Pengelompokan Ahli Waris dan Hak Masing-Masing ?

4. Apa sajakah Cara Meraih Berkah dengan Mawaris ?

5. Apa Pentingnya Hukum Waris Islam ?

6. Apa Manfaat Hukum Waris Islam ?

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Ilmu Mawaris .

2. Untuk mengetahui Sebab Menerima dan Penghalang Mendapatkan Warisan.

3. Untuk mengetahui Pengelompokan Ahli Waris dan Hak Masing-Masing.

4. Untuk mengetahui Cara Meraih Berkah dengan Mawaris.

5. Untuk mengetahui Pentingnya Hukum Waris Islam.

6. Untuk mengetahui Manfaat Hukum Waris Islam.

7. Untuk memenuhi tugas PABP semester 1 kelas XII SMA.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Mawaris

Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta yang
telah di tentukan dalam Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut ahli mawarits
adalah yang terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak seorang ahli waris
sekalipun terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan suatu
cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian warisan-warisan yang berprinsip
dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang
membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang
yang meninggal dunia.

a. Golongan dari laki-laki


1. Anak laki-laki
2. Putra dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
3. Ayah
4. saudara laki-laki seayah dan seibu
5. saudara laki-laki seayah
6. saudara laki-laki seibu
7. putra saudara laki-laki seayah dan seibu
8. putra saudara laki-laki seayah
9. saudara laki-laki ayah yang seayah seibu
10. saudara laki-laki seayah
11. putra saudara laki-laki yang seayah seibu
3
12. putra saudara laki-laki ayah yang seayah
13. suami
14. orang yang laki laki yang membebaskan budak.

b. Golongan dari perempuan


1. Anak perempuan
2. Ibu
3. putri dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara perempuan seayah dan seibu
7. saudara perempuan seayah
8. saudara perempuan seibu
9. Istri
10. orang perempuan yang membebaskan budak

 Sumber hukum ilmu mawarits Ada Tiga, yaitu:


a. Al-Quran
b. Al-Hadits
c. Ijma dan Ijtihad

 Tujuan Ilmu Mawarits


a. Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli warits yang berhak
menerimanya sesuai dengan ketentuan syariat Islam
b. Agar dapat di ketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima harta warisan
dan berapa bagian masing”.
c. Agar dapat menentukan bagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak
terjadi perselisihan.

4
 Syarat Pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di wariskan harta
peninggalannya.karna sudah merupakan ketentuan hukumnya.harta warisan tidak
mungkin di bagikan sebelum orang yang mempunyai harta peninggalan itu di nyatakan
meninggal dunia secara hakiki.
b. Ahli waris harus masih hidup
Ahli waris yang akan menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia harus
masih hidup. Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu tidak berhak
mendapat harta peninggalan.
c. Ahli waris harus jelas posisinya
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagian-
bagian harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab
ketentuan hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli waris.

 Rukun Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-
orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-
sebab tertentu. Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam harta, misalnya
tanah, rumah, uang, kendaraan, dan lain sebagainya.

5
B. Sebab-Sebab Menerima Harta Warisan dan Penghalang Mendapatkan Warisan
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai
berikut:

a) Hubungan Kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan
perempuan, orang tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan
yang berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa ayat 7 :
‫ﻞ ِﻣْﻨُﻪ َأْو َﻛُﺜَﺮ‬
َّ ‫ن ِﻣَّﻤﺎ َﻗ‬
َ ‫ن َوٱْﻟَﺄْﻗَﺮُﺑﻮ‬
ِ ‫ك ٱْﻟَٰﻮِﻟَﺪا‬
َ ‫ﺐ ِّﻣَّﻤﺎ َﺗَﺮ‬
ٌ ‫ﺼﻴ‬
ِ ‫ﺴٓﺎِء َﻧ‬
َ ‫ن َوِﻟﻠِّﻨ‬
َ ‫ن َوٱْﻟَﺄْﻗَﺮُﺑﻮ‬
ِ ‫ك ٱْﻟَٰﻮِﻟَﺪا‬
َ ‫ﺐ ِّﻣَّﻤﺎ َﺗَﺮ‬
ٌ ‫ﺼﻴ‬
ِ ‫ل َﻧ‬
ِ ‫ﺟا‬ َ ‫ِّﻟﻠِّﺮ‬
‫ﺿﺎ‬
ً ‫ﺼﻴًﺒﺎ َّﻣْﻔُﺮو‬ِ ‫ۚ َﻧ‬
Artinya; Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.

Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
1. Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat
seperdua bila orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat
bila orang yang meninggal mempunyai anak.

2. Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk
ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli
waris yang dekat tidak ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli
waris yang memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.

6
b) Hubungan Perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi.
Akan tetapi, jika perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali
istri dalam keadaan masa iddah pada talak raji.

c) Hubungan Wala ( memerdekakan budak )


Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh
warisan. Jika budak yang di merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang
memerdekakan itu berhak menerima warisan. Akan tetapi, jika orang yang
memerdekakan itu meninggal dunia maka budak yang telah di merdekakan itu tidak
berhak mendapatkan apa-apa.

d) Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik dari
hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala, maka harta warisannya itu di berikan kepada
kaum muslimin, yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.

Agama islam sebab-sebab penghalang mendapat harta warisan, adalah sebagai


berikut:

a. Status Budak
Orang yang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta warisan karena bila
seorang budak menerima warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya,
padahal sang tuan adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang diwarisi
hartanya.

Seorang budak juga tidak bisa diwarisi hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa.
Bagi seorang budak diri dan apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.

b. Membunuh
Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik
ia membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan. Karena membunuh sama saja
dengan memutus hubungan kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan merupakan salah
satu sebab seseorang bisa menerima warisan.

7
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari kakeknya Amr bin Syuaib, bahwa Rasulullah
bersabda:

‫ﻲٌء‬
ْ ‫ﺷ‬
َ ‫ﻞ‬
ِ ‫ﺲ ِﻟْﻠَﻘﺎِﺗ‬
َ ‫َﻟْﻴ‬

Artinya: “Tak ada bagian apa pun (dalam warisan) bagi orang yang membunuh”.

Sebagai contoh, bila ada seorang anak yang membunuh bapaknya maka anak tersebut tidak
bisa menerima harta warisan yang ditinggalakan oleh sang bapak.

Namun demikian, orang yang dibunuh bisa menerima warisan dari orang yang membunuhnya.
Misalnya, seorang anak melukai orang tuanya untuk dibunuh. Sebelum sang orang tua benar-
benar meninggal ternyata si anak lebih dahulu meninggal. Pada kondisi seperti ini orang tua
yang dibunuh tersebut bisa mendapatkan warisan dari harta yang ditinggalkan anak tersebut,
meskipun pada akhirnya sang orang tua meninggal dunia juga.

c. Perbedaan Agama Antara Islam dan Kufur

Orang yang beragama non-Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang
meninggal yang beragama Islam. Juga sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan
dari harta peninggalan keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam.

Berdasarkan hadits riwayat Imam Bukhari yang menyatakan:

َ ‫ﺴِﻠ‬
‫ﻢ‬ ْ ‫ث اﻟَﻜﺎِﻓُﺮ اْﻟُﻤ‬
ُ ‫ وﻻ َﻳِﺮ‬،‫ﻢ اﻟَﻜﺎِﻓَﺮ‬
ُ ‫ﺴِﻠ‬
ْ ‫ث اْﻟُﻤ‬
ُ ‫ﻻ َﻳِﺮ‬

Artinya: “Seorang Muslim tidak bisa mewarisi seorang kafir, dan seorang kafir tidak bisa
mewarisi seorang Muslim.”

Bagaimana dengan sesama orang kafir namun beda agama? Dalam hal warisan ini para ulama
menghukumi bahwa agama apa pun selain Islam dianggap sebagai satu agama sehingga
mereka yang beragama non-Islam dapat saling mewarisi satu sama lain. Maka bila dalam satu
keluarga ada beda-beda agama selain Islam di antara angggota keluarganya mereka bisa saling
mewarisi satu sama lai

8
C. Pengelompokkan Ahli Waris dan Hak Masing-Masing

 Ahli Waris Yang masuk golongan ashabah ialah:


1. Anak Laki-laki
2. Cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah
3. Ayah
4. Kakek Laki-laki dan seterusnya keatas
5. Saudara laki-laki seibu
6. Saudara seayah
7. Anak laki-laki dari saudara seibu seayah
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
9. Paman seibu seayah
10. Paman seayah
11. Anak laki-laki dari paman laki-laki seibu seayah
12. Anak laki-laki dari paman saudara seayah
13. Laki-laki yang memerdekakan.
14. Perempuan yang memerdekakan
Ahli waris ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di mulai dari
peringkat pertama Bila ada ashabah pada peringkat yang lebih dekat tentu ashabah
yang barada di peringkat berikutnya akan terhijab otomatis.
7

Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka adalah
dzaul furudh tetapi disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu manakala atau cucu laki-
laki tidak ada, ayah dan kakek tetap menjadi dzaul furudh.

 Bahagian Ahli Waris Dzaul Furudh


a. Yang menerima setengah (1/2)

1. Anak perempuan apabila hanya seorang

2. Anak perempuan dari anak laki-laki ( cucu perempuan ), Apabila hanya seorang, selama
tidak ada anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki

3. Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak juga tsb pada point 1
dan 2

4. Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan anak laki-laki

9
b. Yang menerima seperempat (1/4)

1. Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki

2. Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki

c. Yang menerima seperdelapan (1/8)

1. Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak laki-laki

d. Yang mendapat dua pertiga (2/3)

1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki

2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki, selama tidak ada anak
perempuan atau saudara laki-laki

3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan
atau anak perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki mereka.

4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tsb dari point 1,2,
3

e. Yang mendapat (1/3)

1. Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki. Atau tidak
pula meninggalkan dua orang saudara baik laki-laki maupun perempuan , baik seibu
seayah atau bukan.

2. Dua orang laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, jika
tidak ada pokok dan cabang (ayah atau kakek dan anak atau cucu).itulah yang di
maksud dengan “kalalah”. Selain itu jumlah mereka harus ada dua orang atau lebih baik
mereka lelaki atau perempuan.

f. Yang menerima seperenam (1/6)

1. Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih dari
saudara laki-laki dan perempuan.

10
2. Ayah, jika tidak ada anak atau cucudari anak laki-laki

3. Nenek perempuan jika tidak ada ibu

4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan seoranganak perempuan
sekandung.

5. Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan seorang saudara perempuan


sekandung ayah.

 Ahli waris zul arham


Ahli waris zul arham adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat
dengan pewaris, namun tidak dijelaskan bagiannya dalam Al-Quran dan hadis Nabi
sebagai zaul furudh dan tidak pula termasuk dalam kelompok ashabahbila kerabat yang
menjadi ashabah adalah laki-laki dalam garis keturunan laki-laki, maka zaul arham itu
adalah perempuan atau laki-laki melalui garis keturunan perempuan.

Zul arham terdapat 4 kelompok garis keturunan yaitu:

a. Garis keturunan lurus ke bawah yaitu:

 Anak laki-laki atau perempuan dan keturunannya.


 Anak laki-laki atau perempuan dari cucu perempuan dan keturunannya.

b. Anak keturunan lurus ke atas

 Ayah dari ibu dan seterusnya ke atas


 Ayah dari ibunya ibu dan seterusnya ke atas
 Ayah dari ibunya ayah dan seterusnya ke atas

c. Garis keturunan kesampig pertama, yaitu:

 Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya
 Anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah

d. Garis keturunan kesamping kedua yaitu:

 Saudara perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ayah dan anaknya.
 Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah.
 Saudara laki-laki atau perempuan ( kandung, seayah, atau ibu) dari ibu dan
seterusnya ke bawah
11
 Cara membagi Waris
Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian dalam harta warisan telah di tetapkan
bagian masing-masing ahli waris, yaitu ada ahli waris yang menerima bagian tertentu
yang berupa seberapa dari warisan, di sebut furudhul muqaddarah, dan ahli waris
menerima seluruh yang tersisa setelah di ambil oleh bagian ahli waris yang termasuk
alquran-furudhul muqaddarah disebut ashabah.

Ashal masalah ialah angka yang menjadi dasar pembagian harta warisan dalam
sesuatu masalah yakni di bagi menjadi berapa bagiankah keseluruhan harta pusaka itu,
sehingga bagian masing-masing ahli waris dapat di terimakan sebagaimana mestinya.

Cara menentukan angka ashal masalah ialah dengan memperhatikan angka-


angka pemecahan yang terdapat pada bagian-bagian ahli waris dzauL furudh dalam
suatu kasus, yaitu dengan mencari kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-
angka pembagi atau angka-angka pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli waris.

Dilihat dari segi angka-angka pembagian masing-masing bagian ada, maka


penentuan ashal masalah ada 4 macam, sebagai berikut:

1. Mudakhalah, Yaitu Apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang ada pada
suatu kasus itu saling memasuki, artinya angka pembagi yang kecil dapat di masukkan
kedalam angka pembagi yang besar, dengan kata lain angka pembagi yang besar dapat
habis dengan angka pembagi yang kecil.

2. Mumatsalah, Yaitu apabila angka-angka pembagian pada bagian-bagian yang ada


dalam satu kasus itu sama besarnya, maka cara menentukan ashal masalah ia dengan
mengambil salah satu di antara angka-angka pembagi yang ada.

3. Mubayanah, Yaitu Apabila angka-angka pembagian pada bagian yang ada dalam suatu
kasus itu berbeda yang satu dengan lain, maka pembagian yang satu tidak habis di bagi
dengan angka pembagi yang lain serta tidak mempunyai pembagi yang sama antara
angka-angka pembagian yang ada.

4. Muwafaqah, Yaitu apabila angka-angka pembagi pada bagian-bagian yang ada dalam
suatu kasus berbeda antara yang satu yang lain, tetapi angka-angka pembagi tersebut
mempunyai pembagian yang sama.

 Gugurnya Ahli Waris


1. Bagian Untuk nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk laki-laki
terhalang karena ada ayahnya.
2. Bagian saudara ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam ahli waris:
12
a. Anak

b. Cucu dariAnak laki-laki

c. Ayah

d. Datuk laki-laki

3. Bagian saudara Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah seorang dari tiga
ahli waris yaitu :

a. Anak Laki-laki

b. cucu laki-laki dari anak laki-laki

c. Ayah

4. Bagian Anak Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah ) manjadi gugur, karena
adanya salah seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki, cucu laki- laki dari anak laki-
laki atau ayah.Dan jika ada saudara laki-laki seayah seibu.

5. Empat orang yang dapat menjadi Ashobah kepada saudara-saudara perempuan


mereka Yakni:

a. Anak laki-laki

b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki

c. Saudara laki-laki sekandung

d. Saudara laki-laki seAyah

6. AUL DAN RAD

a. Masalah Aul

Ialah keadaan yang berlebihnya saham —saham para di pecah-pecah sejumlah angka
asal masalah pasti tidak cukup untuk memenuhi saham-saham dzawil furudh.

Salah satu cara yang di lakukan untuk menyelesaikan Aul adalah :

Setelah di ketahui bagian-bagian ashbul furudh hendaknya di cari asal masalah,


kemudian di cari saham-saham dari masing-masing ashabul furudh itu di jumlah,
maka asal masalah yang semula di benarkan dengan menambahkan angka tertentu
sehingga besarnya sama denganjumlah saham-saham para ahli waris, dengan kata
lain asal masalah yang baru di pakai ialah jumlah saham-saham yang harus di terima
oleh para ahli waris.

13
b. Masalah Rad

Menurut fuqaha ialah pengambilan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh
nasabiyah kepada merekasesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada
orang lain yang berhak untuk menerimanya.

Rad tidak akan terjadi kecuali bila ada tiga rukun:

a. Adanya pemilik Fard ( sahibul Fadh )

b. Adanya sisa peninggalan

c. Tidak adanya ahli waris ashabah

Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian harta warisan terdapat sisa lebih dan
di radkan, atau mengandung masalah rad, terlebih dahulu haruslah di teliti apakah
dalam kasus di maksud terdapat ahli waris yang ditolak menerima rad ataukah tidak.

Jika dari Antara ahli waris ashabul furudh itu tidak terdapat seorang pun yang ditolak
menerima tambahan dari sisa lebih yang diradkan itu.

D. Meraih Berkah Dengan Mawaris


Kecenderungan manusia kepada harta kekayaan, jabatan dan kehidupan dunia
pada umumnya secara berlebihan, memicu munculnya berbagai konflik dan
persengkataan. Pada kondisi itulah diperlukan sebuah tatanan hukum dan peraturan
yang bisa memberi jalan keluar secara damai. Dan tentu saja yang paling memahami
kondisi manusia adalah pencipta manusia itu sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tuhan telah menciptakan buku manual berupa kitabullah sebagai panduan melakukan
berbagai kegiatan kehidupan sehari-hari di dunia. Buku manual berupa kitabullah
tersebut sangat sesuai sebagai pemberi jalan keluar bagi berbagai macam konflik dan
pertikaian yang terjadi diantara sesama manusia. Sekalipun dalam prakteknya karena
berbagai sebab, tak sedikit manusia yang menolak hidupnya diatur oleh kitabullah yang
merupakan buku manual untuk menjalani kehidupan di dunia. Tidak mengherankan bila
pada gilirannya kehidupan dunia semakin semrawut dan kacau balau. Salah satu
diantaranya adalah menolak penerapan hukum waris Islam dalam keluarga, sekalipun
semua paham hukum waris Islam akan memberi keadilan kepada seluruh anggota
keluarga.

14
E. Pentingnya Hukum Waris Islam
Dalam Islam, setiap orang yang telah meninggal dunia maka diwajibkan untuk
segera menyelesaikan beberapa hal penting diantaranya menyelesaikan pembayaran
hutang si ahli kubur, menunaikan wasiat yang telah diberikan dan melaksanakan nazar
ahli kubur. Pelunasan terhadap hutang piutang yang dimiliki oleh ahli kubur, diambil dari
harta yang ditinggalkan. Namun demikian, bila ternyata tidak memiliki harta benda yang
mencukupi, maka keluarganya lah yang berhak membayarkan hutang-hutang si ahli
kubur. Bagaimanakah dengan pembagian waris Islam itu sendiri? Perlukah disegerakan
atau menunggu masa tertentu? Hal ini sebetulnya relatif.
Artinya tidak ada keterangan kuat bahwa pembagian waris dalam Islam harus
disegerakan, juga tidak keterangan yang sama kuat untuk mengabaikan atau menunda-
nunda pembagian waris. Idealnya adalah ketika seluruh anggota keluarga dan ahli waris
berkumpul, kemudian seluruh kewajiban kepada yang meninggal telah dilaksanakan
termasuk melunasi seluruh hutang piutangnya, kemudian berkumpul untuk
membagikan harta warisan. Dengan demikian tak seorang pun dari ahli waris yang akan
terganggu atau teraniaya hak-haknya.
Namun sekali lagi tidak ada anjuran waktu mutlak dalam Islam untuk
melaksanakan pembagian harta waris. Hanya saja Islam menganjurkan, apabila
dikhawatirkan terjadi berbagai konflik internal dalam keluarga, maka dianjurkan untuk
segera melakukan pembagian harta warisan tersebut.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah pembagian harta waris
tersebut harus mutlak berdasarkan pembagian harta waris Islam atau sesuai dengan
aturan ilmu mawaris (Faraid)? Bagaimana hukumnya dengan mereka yang terbiasa
melakukan pembagian harta warisan dengan memakai hukum suku atau hukum adat?
Pembagian harta warisan menurut hukum adat jelas sangat jauh berbeda dengan
hukum Islam. Ada juga yang membagikan harta warisan secara kekeluargaan. Di sana
disepakati bagian masing-masing ahli waris secara damai tanpa mengundang berbagai
pertikaian sesama ahli waris. Yang manakah lebih utama dari hal di atas?
Pembagian waris Islam mutlak diterapkan sebagai upaya pencegahan terjadinya
konflik pertikaian yang dapat muncul akibat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh para
ahli waris terhadap bagian masing-masing. Jadi apabila sesama ahli waris mampu
berdamai untuk melakukan pembagian dengan keridhaan masing-masing tanpa adanya
konflik sengketa, hukum pembagian waris Islam bisa untuk tidak dilaksanakan. Namun
kembali kepada pemahaman masing-masing anggota keluarga dan bukan memandang
dari sisi manfaat serta madharatnya.
Warisan merupakan harta orang lain yang diperoleh atas usaha jerih payah orang
lain sewaktu ada di dunia. Harta pemberian orang lain tak akan senikmat harta jerih
payah kita sendiri. Terlebih jika cara memperolehnya dilakukan dengan cara-cara yang
tidak halal dan tidak baik. Tentu saja dengan mengharap mendapat harta warisan dari
15
orang seperti ini, bukanlah perbuatan terpuji.
Namun tidak bisa dipungkiri bila salah satu kebiasaan buruk manusia adalah
terlalu berharap dan menggantungkan nasib hidup terhadap harta warisan keluarganya,
padahal ia sendiri masih mampu melakukan usaha-usaha halal lainnya yang itu akan
lebih mengangkat harkat dan martabat diri sendiri.
Ingatlah bahwa orang yang kaya karena harta warisan keluarganya, tidak akan
terlalu dipandang di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja akan begitu gampang
menerima tudingan soal kekayaannya itu, karena orang akan selalu berpikir, dia kaya
karena harta warisan keluarganya. Bandingkan dengan seseorang yang memperoleh
kekayaan dari hasil jerih keringat sendiri. Ia akan lebih dewasa saat menderita
kemiskinan yang mungkin akan dialaminya di kemudian hari. Begitu pula akan lebih
bertanggung jawab dalam menggunakan dan memanfaatkan harta kekayaannya itu.
Tapi terlepas dari masalah itu semua, hukum waris Islam menawarkan jalan
keluar yang baik untuk semua pihak. Sehingga akan terhindari dari kasus adanya yang
teraniaya hak atau perasaan ketidak adilan. Kenyataan tersebut apabila tidak
memperoleh jalan keluar yang baik, akan menyebabkan timbulnya rasa tidak enak.
Apabila terus dipelihara akan semakin memunculkan konflik bahkan pada akhirnya
menjurus kepada pertikaian, padahal masih sesama keluarga.

F. Manfaat Hukum Waris Islam


Berbicara tentang hukum waris Islam, tentu saja tidak terlepas dari pemikiran sejauh
mana hukum waris Islam ini memberi jalan keluar yang adil buat semua ahli waris.
Beberapa manfaat yang akan dirasakan dengan adanya pembagian waris Islam antara
lain adalah :

1. Terciptanya ketentraman hidup dan suasana kekeluargaan yang harmonis


Syariah adalah sumber hukum tertinggi yang harus ditaati. Orang yang paling durhaka
adalah orang yang menentang hukum syariah. Syariah itu sendiri diturunkan untuk
kebaikan hidup umat Islam dan memberi jalan keluar yang paling sesuai dengan
karakter dan watak dari masing-masing manusia.
Pelaksanaan pembagian waris Islam semata-mata bertujuan menciptakan ketentraman
hidup orang-orang yang melaksanakannya. Orang-orang yang memahami bahwa
syariah adalah hukum tertinggi yang harus ditaati, maka ia akan menerima dengan
ikhlas setiap keputusan yang bersumber dari syariah. Sebaliknya orang yang
menganggap bahwa hukum waris Islam yang merupakan bagian dari syariah Islam
sebagai upaya membatasi hak ahli waris adalah pemikiran yang tidak benar, kalaupun
diikuti akan menyebabkan jauh lebih banyak madharat daripada manfaatnya.

16
2. Menciptakan keadilan dan mencegah konflik pertikaian
Pembagian waris Islam merupakan pembagian dengan nilai keadilan paling tinggi.
Keadilan yang telah diterapkan tersebut secara otomatis akan mencegah muncul
berbagai konflik dalam keluarga yang dapat berujung pada tragedi pertumpahan darah.
Sekalipun dalam prakteknya selalu saja muncul penentangan-penentangan yang
bersumber dari akal pikiran, yang sebenarnya lebih karena khawatir yang tidak
beralasan. Kalaupun kemudian menggunakan hukum waris adat atau berdasarkan
kekeluargaan yang membagi kekayaan secara rata, bukan jaminan tidak akan
munculnya ketidak adilan. Misalnya seorang anggota keluarga yang selama hidupnya
merasa paling berjasa dan paling memperhatikan kehidupan almarhum atau
almarhumah, tidak akan gampang menerima pembagian yang sama rata ini. Begitu pula
tentang masalah-masalah lain yang tetap saja akan muncul, karena sebenarnya
bersumber dari ketidak puasan hawa nafsu.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Semua orang muslim wajib mempelajari ilmu mawaris, Ilmu mawaris sangat
penting dalam kehidupan manusia khususnya dalam keluarga karena tidak semua
orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan . Hal yang perlu
diperhatikan apabila kita orang muslim mengetahui pertalian darah, hak dan
pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari orang tua maupun orang lain.

B. Saran
Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami
mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama
islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

18

Anda mungkin juga menyukai