Disusun Oleh
1
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG...............................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..........................................................................1
C. TUJUAN....................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
KESIMPULAN.........................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................iii
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum kewarisan merupakan bagian dari hukum
kekeluargaanyang memegang peranan penting, bahkan menentukan
danmencerminkan sistem kekeluargaan yang berlaku dalam
masyarakat.Hukum kewarisan sangat erat hubungannya dengan kehidupan
manusiakarena terkait dengan harta kekayaan dan manusia yang satu
denganyang lainnya. Masalah harta warisan merupakan permasalahan umat
Islam yang sering menimbulkan permusuhan dalam sebuah
keluarga bukan saja di masa kini akan tetapi semenjak pra islam yaitu masa
jahiliyah.1 Pada masa jahiliyah ahli waris yang berhak mendapatkan harta
warisan adalah mereka yang laki-laki, berfisik kuat, dan memiliki
kemampuan untuk memanggul senjata dan mengalahkan musuh dalam setiap
peperangan.Dengan demikian anak-anak baik laki-laki maupun perempuan
tidak berhak mewarisi harta peninggalan keluarganya
Saudara kandung perempuan akan mendapat bagian separo harta
warisan, dengan tiga syarat:
1. Ia tidak mempunyai saudara kandung laki-laki.
2. Ia hanya seorang diri (tidak mempunyai saudara perempuan yang lain)
3. Pewaris tidak mempunyai ayah atau kakek, dan tidak pula mempunyai
keturunan, baik keturunan laki-laki maupun perempuan. 9 Ketentuan bagian
tersebut ulama telah sepakat, yang menjadi persoalan adalah bahwa ketika
kedudukan saudara menjadi ahli waris bersama anak perempuan tunggal dari
pewaris, apakah ia berhak mendapat bagian atas harta warisan dari si pewaris
ataukah terhijab oleh anak perempuan tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagiamana dasar hukum bagian waris Ashobah
2. Bagaimana dasar hukum bagian waris Mahjub
3. Bagaimana Skema ahli waris yang mendapatkan Ashobah
4. Bagaimana Skema ahli waris yang mendapatkan Mahjub
1
5. Bagaimana Praktik Penggunaan Ashobah dan Mahjub dalam waris islam
C. TUJUAN
1. Mengetahui Dasar hukum bagian waris Ashobah
2. Mengetahui Dasar hukum bagian waris Mahjub
3. Mengetahui Skema ahli waris yang mendapatkan Ashobah
4. Mengetahui Skema ahli waris yang mendapatkan Mahjub
5. Mengetahui Praktik Penggunaan Ashobah dan Mahjub dalam waris islam
2
BAB II
PEMBAHASAN
1
Komite Fakutas Syari‟ah Universitas Al-Azhar, Fiqh Al-
Mawarits…hal, 204-205
3
didahulukan dari pada aṣabah sababiyah, karena nasab (keturunan)
lebih dekat kepada pewaris dibandingkan dengan sabab (sebab).
3. Dasar hukum ‘Aṣabah Nasabiyah.
Aṣabah nasabiyah, terbagi kepada tiga macam, yaitu :
1) Aṣabah binnafsi,
2) Aṣabah bil ghair,
3) Aṣabah ma‟al ghair.2
Semua macam pembagian ini, memiliki hukum dan masalah-masalah
khusus tersendiri, yang akan dijelaskan di bawah ini:
1) ‘Aṣabah Binnafsi, setiap laki-laki yang sangat dekat hubungan
kekerabatannya dengan pewaris, yang tidak diselingi oleh
perempuan.
a. Jumlah penerima aṣabah bin nafsi; secara tertib berjumlah 12
orang,
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan generasi di bawhnya
3. Ayah.
4. Kakek serta generasi di atasnya.
5. Saudara kandung
6. Saudara seayah.
7. Anak laki-laki saudara kandung.
8. Anak laki-laki saudara seayah dan generasi di bawahnya
9. Paman kandung.
10. Paman seayah.
11. Anak laki-laki paman kandung.
12. Anak laki-laki paman seayah dan generasi di bawahnya
b. Dalil ‘Aṣabah Binnafsi.
2
Muhammad Amin, Raddu al-Muḥtār „ala al-Durrī al-Mukhtār,... Jilid VI, h. 773.
4
فإن مل يكن له ولد وورثه أبواه فألمه الثلث... ...
اجلفو الفرائض: قال رسول اهلل ﷺ:عن ابن عباس رضي اهلل عنهما قال
5
3. Tidak mendapatkan warisan apapun karena seluruhnya telah
diambil oleh ashabul furudh, contohnya ditinggalkan suami,
saudara perempuan kandung dan paman kandung, maka bagian
suami 1/2, saudara perempuan kandung 1/2, paman tidak dapat
apa-apa, karena bagian seluruhnya telah diambil oleh aşhabul
furud.3
2) ‘Asabah bi al-ghair
Adalah para ahli waris perempuan yang berhak menerima
bagian tertentu (al-Furud al-Muqaddarah) disebabkan bersama
dengan mereka ahli waris yang sederajat dari kalangan laki-laki
penerima bagian sisa, dengan kata lain, ahli waris ini menerima
bagian sisa disebabkan ahli waris lain (bi al-ghair).
Adapun para ahli waris penerima ‘as}abah bi al-ghair dapat
dirinci sebagai berikut:
1) Anak perempuan jika bersama anak laki-laki
2) Cucu perempuan garis laki-laki jika bersama dengan cucu
laki-laki garis laki-laki
3) Saudara perempuan sekandung jika bersama dengan saudara
laki-laki sekandung
4) Saudara perempuan sebapak jika bersama dengan saudara
laki-laki sebapak.
Dasar hukum ashobah bil ghair
Tentang ashabah bil ghair ini Imam Muhammad bin Ali Ar-Rahabi
menulis:
Muhammad Amin, Raddu al-Muḥtār „ala al-Durrī al- Mukhtār,... Jilid VI, h. 773-777.
6
Rabahiyyatud Dîniyyah, Semarang, Toha Putra, tanpa tahun,
halaman 38)
Penjelasan dari para ulama faraidl di atas didasarkan pada firman
Allah dalam surat An-Nisa ayat 11:
ِ ظ اُأْلْنَثَينْي َّ ِوصي ُكم اللَّهُ يِف َْأواَل ِد ُكم ل
ِّ لذ َك ِر ِمثْل َح ِ ي
ُ
ُ ْ ُ
Artinya: “Allah berwasiat kepada kalian di dalam anak-anak kalian
bagi anak laki-laki dua bagian anak perempuan.”
Juga firman Allah dalam surat An-Nisa ayat 176:
َّ ِوِإ ْن َكانُوا ِإ ْخو ًة ِر َجااًل ونِساء فَل
ِّ لذ َك ِر ِمثْل َح
ِ ظ اُأْلْنَثَينْي
ُ ًَ َ َ َ
Artinya: “Apabila para saudara terdiri dari laki-laki dan perempuan
maka bagi saudara laki-laki dua bagian saudara perempuan.”
3) ‘Asabah ma’a al-ghair
Asabah ma’a al-ghair Ahli waris‘as}abah ma’a al-ghair
adalah penerima bagian sisa yang disebabkan ahli waris lain yang
bukan penerima bagian sisa. Artinya ahli waris yang menyebabkan
mereka menerima sisa tetap menerima bagian furu>d}.
Ahli waris asabah ma’a al-ghair hanya terdiri dari saudara
perempuan sekandung atau sebapak ketika salah satu dari mereka
mewarisi 137 bersama anak perempuan atau cucu perempuan garis
laki-laki.
Dasar hukum asabah ma”a al-ghair
Tentang ashabah ma’al ghair ini Imam Muhammad bin Ali
menyatakan:
7
Pengertian Hijab
Hijab terbagi dua yaitu hijab washfy dan hijab syakhsy, adapun
hijab syakhsy terbagi dua lagi yaitu hijab nukhsan yaitu penghalang yang
mengurangi bagian seorang ahli waris dari yang semestinya diterima
karena ada ahli waris lain yang lebih dekat hubungan dengan pewaris, dan
hijab hirman yaitu penghalang yang menyebabkan seorang ahli waris tidak
memperoleh sama sekali bagian warisannya, karena ada ahli waris lain
yang lebih dekat hubungannya dengan pewaris.5
4
Dian Khairul Umam, Fiqh Mawaris,(Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), Hlm. 37.
5
Khairuddin dan Zakiul Fuadi, Fiqh Mawaris,(Banda Aceh: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi
Islam UIN Ar-Raniry), Hlm. 29-30.
6
Departemen Agama R.I., Alquran dan Terjemahannya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah Alquran, 2007), Hlm. 58
8
Artinya : “Sekali kali tidak, sesungguhnya pada hari itu mereka benar-
benar tercegah dari rahmat Allah”.
Maksud dari ayat tersebut ialah kaum kuffar, mereka
mencegah untuk dapat melihat tuhannya. Sedangkan hajib bermakna
tukang atau penjaga pintu, sebab ia menghalangi seseorang untuk
masuk kedalamnya. Oleh sebab itu, hajib dalam ilmu mawaris dikenal
sebagai orang yang mencegah orang lain dari warisan. Sedangkan
mahjub adalah mereka yang terhalangi atau tercegahi dari memperoleh
warisan.
2. Q.s An-nisa ayat 7 menjelaskan bahwasanya warisan ditinggal oleh ibu
bapaknya, dan kerabatnya.
مِّمَّا َتَر َك ٱ ۡل َٰو لِ َد ِانٞصیب ِ ۡأ َ ۡقربو َن ولِلنِّسK K K مِّمَّا َتر َك ٰۡلٱو لِد ِان وٱألٞصیب
ِ َٓاء ن ِ َلِّ ِّلرج ِال ن
َ َ َُ َ َ َ َ َ
ِ َ ۡأَ ۡقربو َن مِم َّا قَ َّل ِم ۡنھُ َأ ۡو َك ُث ۚ َر نK K Kوٱأل
صیبٗا َّم ۡفُروضٗ ا َُ َ
Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan
ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula)
dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”.
3. Q.s An-nisa ayat 11 mengenai kewarisan bagian anak, ibu, bapak serta
wasiat dan hutang.
س مِم َّا
ُ ٱلس ُد
ۡ ِ ِ ُۚ ص
َ ف َوِأل ََب َو ۡیھِ ل ُك ِّل َٰو ح ٖد ِّمنھ
ُّ ُم ا ۡ َِّتَر ۖكَ َوِإن َكانَ ۡت َٰو ِح َد ٗة َفلَھَا ٱلن
9
ب لَ ُكمۡ نَ ۡفعٗ ۚا ۡ ِ ِ ِ
ُ َوصیَّ ٖة یُوصي ب ھَٓا َأ ۡو َد ۡی ۗ ٍن ءَابَٓاُؤ ُكمۡ َو ۡبَأنَٓاُؤ ُك مۡ الَ تَ ۡد ُرو َن َأیُّھُمۡ َأقَر
ُ ۚ ُٱلثل
ث ۥٓ فَِإن َكا َن لَھُ ِإ ۡخ ُّ ِ َو َو ِرثَھۥُٓ ََأب َواهُ فَِأل ُِّمھٞۚ فَِإن مَّل مۡ یَ ُكن لَّھُ َولَدٞیض ٗة ِّم َن ۥ َولَد
َ فَ ِر
ۚ فَِأل ُِّمھِ ٱلسدٞوة
سُ ِم ۢن بَ ۡع ِد ُ ُّ َ
یما َح ِكیمٗ اِ ِإ
ً ٱ َّ ِۗ َّن ٱ َّ َ َكا َن َعل
Artinya: “Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang
(pembagian warisan untukmu) anak-anakmu, (Yaitu) bagian seorang
anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan
jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua,
maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia
(anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah
(harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang
meninggal) mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu bapaknya
(saja). Maka ibunya mendapat sepertiga jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang
dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
Allah . Sungguh, Allah Mahamengetahui lagi Maha Bijaksana”.
10
F. Skema ahli waris yang mendapatkan Mahjub
Dari 25 (dua puluh lima) ahli waris dan golongan ashabul furudh
dan 'ashobah, hanya 6 orang yang tidak terhijab (terhalang), yaitu suami,
isteri, anak laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan dari anak laki-
laki, ayah, dan ibu. Jika 6 ahll waris utama tersebut semua hidup dan tidak
11
terkena penggugur hak waris semisal perbedaan agama dan pembunuhan,
maka semua ahli waris lain, mulai dari nomor 6 sampai dengan nomor 25,
terhijab dan tidak mendapatkan bagian waris
G. Praktik Penggunaan Ashobah dan Mahjub dalam waris islam
a. Praktik Penggunaan Ashabah
Penjelasan:
a. Asal Masalah 12
b. Suami mendapat bagian 1/4 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3
c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 2
d. Anak laki-laki mendapatkan bagian sisa, sihamnya 7
e. Nominal harta Rp. 150.000.000 dibagi 12 bagian, masing-masing
bagian senilai Rp. 12.500.000
Seorang laki laki meninggal dunia dengan ahli waris seorang istri,
bapak dan kakek. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp. 100.000.000. Maka
pembagiannya adalah sebagai berikut:
Penjelasan:
a. Asal Masalah 4
12
b. Istri mendapat bagian 1/4 karena si mayit tidak mempunyai anak/cucu,
sihamnya 1
c. Bapak Ashabah, sihamnya 3
13
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Ashabah adalah ahli waris yang mendapat bagian sisa seluruh harta
peninggalan setelah ahli waris penerima bagian pasti menerima bagiannya.
Ashabah ada 2 (dua) bagian (1) Ashabah Nasabiyah, terdiri dari 3
golongan yaitu: ashabah binnafsi, yaitu ahli waris laki-laki yang nasabnya
dengan mayat tidak diselingi oleh perempuan, ashabah bil ghair, yaitu ahli
waris perempuan yang mendapatkan bagian ½ jika sendiri dan mendapat
2/3 jika bersama dengan dua orang atau lebih, ketika bersama saudara laki-
laki mereka, dan ashabah ma’al ghair, yaitu setiap perempuan yang
memerlukan perempuan lain untuk menjadi ashabah, (2) Ashabah
Sababiyah, yaitu tuan yang memerdekakan. Bila orang yang
memerdekakan tidak ada, maka warisan itu bagi ashabahnya yang lelaki.
Tetapi, untuk ashabah sababiyah ini sudah tidak ada lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Amin, Raddu al-Muḥtār „ala al-Durrī al- Mukhtār,... Jilid VI,
Khairuddin dan Zakiul Fuadi, Fiqh Mawaris,(Banda Aceh: Fakultas Syari’ah dan Ekonomi
Islam UIN Ar-Raniry), Hlm. 29-30
iii