Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH HUKUM WARIS

Tugas Makalah

“ HIJAB DAN PERHITUNGAN AHLI WARIS”

Dosen Pengampu : REVI FAUZI PUTRA MINA, SH,MH.

Disusun oleh :

1. Amanda Salsabilla Rizky Fauzi (208400193)

2. Anggun Pricelly (208400198)

3. Bianca Wulandari (208400167)

4. Ryan Agusto Lubis (208400012)

5. Ritwo Agi Perkasa (208400214)

6. Betrand manik (208400260)

7. Dolli Gonting (208400160)

8. Daniel Baratanta (208400081)

9. Fahmi Yehezkiel (208400117)

10. Kalvin Pehulisa (208400229)

11. Steven Sibuea (208400184)


Kata Pengantar

Petama – tama kami ingin mengucapkan Puji dan syukur kehadirat allah SWT karena atas

kehendaknya makalah ini dapat terselesaikan pada waktunya. Makalah yang berjudul

“Hijab dan perhitungan ahli waris“ diselesaikan dalam rangka memenuhi tugas mata

kuliah Hukum Waris. Semoga makalah ini bermanfaat.

Kami mengakui bahwa manusia mempunyai keterbatasan dalam berbagi hal karena

kesempurnaan hanya milik-Nya. Oleh karena itu kami memohon agar bapak Dosen

Pengampu dan juga pembaca dapat memakluminya. Kami mengharapkan kritik dan

saran dari hasil makalah ini. Demikian makalah ini kami buat, kami ucapkan terima

kasih.
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .........................................................................................4

B. Rumusan Masalah...................................................................................................5

C. Tujuan Pembahasan ................................................................................................5

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................

A. Hijab dalam perhitungan hukum waris..................................................................... 6

B. perhitungan ahli waris menurut Islam...........................……… ...............................10

BAB III PENUTUP

kesimpulan............................................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 15


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Secara bahasa waris dalam hukum islam adalah berpindahnya sesuatu dari

seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum yang lainnya.

Dalam pembagian waris menurut Islam terdapat beberapa aturan yang salah

satunya adalah tentang hijab dan mahjub. Prinsip dari hijab dan mahjub yaitu

selalu mengutamakan atau mendahulukan kerabat yang mempunyai jarak lebih

dekat dibandingkan dengan orang lain yang nantinya akan mewarisi pula.

Al-Hajb, terkadang ditulis hajb-dalam bahasa Arab berarti al-man’u mengandung

makna terhalang. Seperti contoh kalimat, hajabahu idza mana’ahu min ad-dukhul,

yang artinya dia terhalang masuk. Jadi, kata al-hajb adalah apa saja yang dapat

melindungi dan menghalanginya dari pandangan. Hajb, berasal dari kata hajabahu,

hajban, dan hijaaban, mengandung makna melindungi

Lebih

sederhana, hajb adalah terhalangnya ahli waris dalam mendapatkan harta

waris yang ditinggal si mayyit karena sebab-sebab tertentu.

Pembagian Harta Warisan dalam Islam

Dikutip dari buku bertajuk 'Pembagian Warisan Menurut Islam' karya Muhammad

Ali Ash-Shabuni, cara pembagian harta warisan berdasarkan Al-Quran surat An-

Nisa, persentasenya terdiri dari setengah (1/2), seperempat (1/4), seperdelapan

(1/8), dua pertiga (2/3), sepertiga (1/3), dan seperenam (1/6).


B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana hijab dalam perhitungan hukum waris?

2. Bagaimana perhitungan ahli waris menurut Islam?

C. Tujuan Pembahasan

1. Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai Hijab dan perhitungan

ahli waris menurut islam

2. Menjelaskan perhitungan ahli waris menurut islam


BAB II

PEMBAHASAN

C. Hijab dalam perhitungan hukum waris

Hijab dalam perhitungan hukum waris dapat dipahami bahwa dalam bab hijab ini

tercegahnya seseorang dari mendapatkan warisan bukan karena adanya sebab-

sebab yang menghalanginya mendapat warisan sebagaimana disebutkan pada bab

Penghalang Warisan, namun dikarenakan adanya ahli waris yang lebih dekat

posisinya dengan si mayit. Jadi sesungguhnya ahli waris yang terhalang (mahjub)

ini memiliki hak untuk mendapatkan harta waris si mayit, hanya saja karena ada

ahli waris yang lebih dekat ke mayit dari pada dirinya maka ia terhalang haknya

untuk mendapatkan warisan tersebut. Bila orang yang terhalang ini disebut dengan

“mahjub” maka ahli waris yang menghalangi disebut dengan “hajib”.

Hijab ini dibagi menjadi 2 (dua) macam yakni: Pertama, hijab hirmân dimana

orang yang mahjub benar-benar tidak bisa mendapatkan harta waris secara

keseluruhan. Misalnya seorang cucu laki-laki sama sekali tidak bisa mendapatkan

harta waris bila ia bersamaan dengan anak laki-lakinya si mayit. Kedua, hijab

nuqshân dimana seorang ahli waris terhalang untuk mendapatkan bagian warisnya

secara penuh. Seperti seorang suami yang tidak bisa mendapatkan bagian 1/2 dan

hanya bisa mendapatkan 1/4 saja bila ia bersamaan dengan anak atau cucunya si

mayit. Dari semua ahli waris yang ada hanya 6 (enam) ahli waris yang tidak bisa

mahjub dengan hijab hirmân. Keenam ahli waris itu adalah bapak, ibu, anak laki-

laki, anak perempuan, suami, dan istri.


Sedangkan ahli waris selain keenam tersebut dapat menjadi mahjub secara mutlak.

Mereka adalah sebagaimana yang disebutkan oleh Imam Muhammad bin Ali Ar-

Rahabi dalam bait nadham di atas, yakni:

1. Kakek menjadi mahjub apabila bersamaan dengan bapak si mayit. Contoh:

Ahli Waris Bagian 4 Istri 1/4 1 Bapak Ashabah 3 Kakek Mahjub - Majmu’ Siham

2. Nenek menjadi mahjub apabila bersamaan dengan ibu si mayit.

Contoh: Ahli Waris Bagian 12 Istri 1/4 3 Nenek Mahjub - Ibu 1/3 4 Kakek

Ashabah 5 Majmu’ Siham 12

3. Cucu laki-laki dari anak lakilaki menjadi mahjub bila bersamaan dengan anak

laki-laki si mayit.

Contoh: Ahli Waris Bagian 8 Istri 1/8 1 Anak laki-laki Ashabah 7 Cucu laki-laki

dari anak laki-laki Mahjub - Majmu’ Siham 8

4. Semua saudaranya si mayit baik laki-laki maupun perempuan, baik sekandung,

sebapak, ataupun seibu menjadi mahjub apabila bersamaan dengan anak laki-laki,

cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau bapak si mayit.

Contoh: Ahli Waris Bagian 4 Suami 1/4 4 Anak laki-laki Ashabah 3 Saudara

laki-laki sekandung Mahjub - Saudara Perempuan sebapak Mahjub - Majmu’

Siham 4 Ahli Waris Bagian 24 Istri 1/8 3 Kakek 1/6 4 Cucu laki-laki dari anak

laki-laki Ashabah 17 Saudara perempuan sekandung Mahjub - Saudara laki-laki

seibu Mahjub - Saudara laki-laki sekandung Mahjub - Majmu’ Siham 24 Ahli

Waris Bagian 3 Ibu 1/3 1 Bapak Ashabah 2 Saudara laki-laki sebapak Mahjub -

Saudara perempuan seibu Mahjub - Majmu’ Siham 3

5. Waladul umm atau saudara seibu baik laki-laki ataupun perempuan, selain

menjadi mahjub bila bersamaan dengan ketiga ahli waris pada nomor 4 di atas
juga menjadi mahjub apabila bersamaan dengan kakek, anak perempuan, atau

cucu perempuan dari anak laki-laki. Contoh: Ahli Waris Bagian 4 Istri 1/4 1

Kakek Ashabah 3 Saudara laki-laki seibu Mahjub - Sadara perempuan seibu

Mahjub - Majmu’ Siham 4 Ahli Waris Bagian 4 Suami 1/4 1 Anak perempuan

1/2 2 Saudara laki-laki seibu Mahjub - Saudara perempuan seibu Mahjub - Paman

Ashabah 1 Majmu’ Siham 4 Ahli Waris Bagian 24 Istri 1/8 3 Nenek 1/6 4 Cucu

perempuan dari anak laki-laki 1/2 12 Saudara laki-laki seibu Mahjub - Saudara

perempuan seibu Mahjub - Saudara laki-laki sekandung Ashabah 5 Majmu’ Siham

24

6. Cucu perempuan dari anak laki-laki apabila bersamaan dengan anak peremupan

si mayit lebih dari satu maka menjadi mahjub. Contoh: Ahli Waris Bagian 24

Istri 1/8 3 2 Anak perempuan 2/3 16 Cucu perempuan dari anak laki-laki Mahjub -

Paman Ashabah 5 Majmu’ Siham 24 Namun demikian bila ada mu’ashshib-nya

(ahli waris yang mengashabahkannya) maka ia tidak jadi mahjub, namun menjadi

mendapatkan bagian ashabah bil ghair. Adapun mu’ashshib-nya adalah cucu laki-

laki dari anak laki-laki si mayit.

7. Saudara perempuan sebapak menjadi mahjub apabila bersamaan dengan

saudara perempuan sekandung si mayit lebih dari satu. Namun demikian bila ada

mu’ashshib-nya, yakni saudara laki-laki sebapaknya si mayit, maka tidak mahjub

namun mendapat bagian ashabah bil ghair. Pada nadham terakhir dalam Bab

Hijab ini Imam Ar-Rahabi memberikan catatan bahwa anak laki-laki dari saudara

laki-lakinya si mayit tidak bisa menjadi mu’ashshib (mengashabahkan)

perempuan siapapun baik yang setingkat derajatnya maupun yang lebih tinggi

darinya. Hijab Nuqshân Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa selain

hijab hirmân juga ada hijab nuqshân di mana seorang ahli waris tidak bisa
mendapatkan hak warisnya secara penuh dikarenakan adanya ahli waris lain. Dr.

Musthafa Al-Khin dalam al-Fiqhul Manhajî-nya menyatakan bahwa hijab nuqshân

ini dapat mengenai semua ahli waris yang ada. Seorang suami yang semestinya

bisa mendapatkan bagian setengah menjadi terhalang mendapatkannya ketika ia

bersamaan dengan anak atau cucunya si mayit, sehingga ia hanya bisa

mendapatkan seerempat saja. Seorang istri yang semestinya mendapatkan hak

waris sebesar seperempat, berkurang menjadi seperdelapan manakala ia

bersamaan dengan anak atau cucunya si mayit. Seorang ibu menjadi terhalang

untuk mendapatkan bagian sepertiga ketika ia bersamaan dengan anak atau

beberapa saudaranya si mayit, maka ia hanya mendapatkan seperenam saja.

Sementara seorang cucu perempuan dari anak laki-laki terhalang mendapatkan

bagian setengah ketika ia bersamaan dengan anak perempuannya, maka ia hanya

mendapat seperenam. Seorang saudara perempuan sebapak yang semestinya bisa

mendapatkan bagian setengah menjadi hanya mendapatkan seperenam manakala

ia berbarengan dengan saudara perempuan sekandung. Sedangkan seorang anak

laki-laki menjadi berkurang bagian warisnya manakala ia bersamaan dengan anak

laki-laki lainnya. Demikian pula dengan ahli waris lainnya.


B. perhitungan ahli waris menurut Islam

Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang dibuat untuk

mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yang telah

meninggal dunia kepada orang atau keluarga yang disebut juga sebagai ahli waris.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan tentang

waris, memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah hukum yang

dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta peninggalan

pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak menerima dan menjadi ahli

warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli waris”. Oleh karena itulah, di dalam

hukum waris Islam juga tertera aturan dalam menentukan siapa yang akan menjadi

ahli waris, jumlah bagian dari masing-masing para ahli waris, hingga jenis harta waris

atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris kepada ahli warisnya.

Sehingga banyak makalah hukum waris Islam yang mengatakan bahwa Al-Qur’an

memang menjadi landasan utama sebagai dasar hukum dalam penentuan pembagian

waris. Sebab seperti yang diketahui bahwa masih sangat sedikit ayat-ayat pada Al-

Qur’an yang merincikan suatu hukum dengan detail, kecuali persoalan tentang hukum

waris. Sedangkan untuk persoalan ketetapan dalam hal-hal pewarisan, biasanya

bersumber dari hadis yang dikeluarkan oleh Rasulullah SAW.

Pembagian Ahli Waris dan Besarannya

Anak perempuan yang hanya seorang akan mendapatkan setengah bagian, bila 2

orang atau lebih maka bersama-sama mendapatkan 2/3 bagian, bila bersama

dengan anak laki-laki maka anak laki-laki mendapatkan 2:1 dengan anak

perempuan.
Ayah mendapatkan 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada

anak maka ayah mendapatkan 1/6.

Ibu mendapatkan 1/6 bagian bila ada anak atau 2 saudara atau lebih. Bila tidak

ada, maka

ibu mendapatkan 1/3 bagian.

Ibu mendapatkan 1/3 bagian dari sisa sesudah diambil janda atau duda bila

bersama-sama dengan ayah.

Duda mendapatkan ½ bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

meninggalkan anak maka duda mendapatkan ¼.

Janda mendapatkan ¼ bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

meninggalkan anak maka janda mendapatkan 1/8.

Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-

laki dan perempuan seibu masing-masing mendapatkan 1/6 bagian. Bila mereka 2

orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapatkan 1/3 bagian.

Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedangkan dirinya

memiliki saudara kandung seayah, maka ia mendapatkan ½ bagian. Bila mereka 2

orang atau lebih maka bersama-sama mendapatkan 2/3 bagian. Bila mereka

memiliki saudara laki-laki seayah maka bagian saudara laki-laki adalah 2:1

dengan saudara perempuan.

-Anak perempuan yang hanya seorang akan mendapatkan setengah bagian, bila 2

orang atau lebih maka bersama-sama mendapatkan 2/3 bagian, bila bersama

dengan anak laki-laki maka anak laki-laki mendapatkan 2:1 dengan anak

perempuan.
-Ayah mendapatkan 1/3 bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila ada

anak maka ayah mendapatkan 1/6.

-ibu mendapatkan 1/6 bagian bila ada anak atau 2 saudara atau lebih. Bila tidak

ada, maka ibu mendapatkan 1/3 bagian.

Ibu mendapatkan 1/3 bagian dari sisa sesudah diambil janda atau duda bila

bersama-sama dengan ayah.

-Duda mendapatkan ½ bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

meninggalkan anak maka duda mendapatkan ¼.

-Janda mendapatkan ¼ bagian bila pewaris tidak meninggalkan anak, bila

meninggalkan anak maka janda mendapatkan 1/8.

-Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, maka saudara laki-

laki dan perempuan seibu masing-masing mendapatkan 1/6 bagian. Bila mereka 2

orang atau lebih, maka mereka bersama-sama mendapatkan 1/3 bagian.

-Bila seseorang meninggal tanpa meninggalkan anak dan ayah, sedangkan dirinya

memiliki saudara kandung seayah, maka ia mendapatkan ½ bagian. Bila mereka 2

orang atau lebih maka bersama-sama mendapatkan 2/3 bagian. Bila mereka

memiliki saudara laki-laki seayah maka bagian saudara laki-laki adalah 2:1

dengan saudara perempuan.


BAB III

PENUTUPAN

KESIMPULAN

Hijab dalam perhitungan hukum waris dapat dipahami bahwa dalam bab hijab ini

tercegahnya seseorang dari mendapatkan warisan bukan karena adanya sebab-

sebab yang menghalanginya mendapat warisan sebagaimana disebutkan pada bab

Penghalang Warisan, namun dikarenakan adanya ahli waris yang lebih dekat

posisinya dengan si mayit. Jadi sesungguhnya ahli waris yang terhalang (mahjub)

ini memiliki hak untuk mendapatkan harta waris si mayit, hanya saja karena ada

ahli waris yang lebih dekat ke mayit dari pada dirinya maka ia terhalang haknya

untuk mendapatkan warisan tersebut. Bila orang yang terhalang ini disebut dengan

“mahjub” maka ahli waris yang menghalangi disebut dengan “hajib”.

Hijab ini dibagi menjadi 2 (dua) macam yakni:hijab hirmân&hijab nuqshân

Waris dalam pengertian hukum waris Islam merupakan aturan yang dibuat untuk

mengatur dalam hal pengalihan atau perpindahan harta seseorang yang telah

meninggal dunia kepada orang atau keluarga yang disebut juga sebagai ahli waris.

Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam pada pasal 171 yang menjelaskan

tentang waris, memiliki pengertian “Hukum waris islam sepenuhnya adalah

hukum yang dibuat untuk mengatur terkait pemindahan hak kepemilikan harta

peninggalan pewaris, serta menentukan siapa saja yang berhak menerima dan

menjadi ahli warisnya, dan juga jumlah bagian tiap ahli waris”. Oleh karena

itulah, di dalam hukum waris Islam juga tertera aturan dalam menentukan siapa

yang akan menjadi ahli waris, jumlah bagian dari masing-masing para ahli waris,
hingga jenis harta waris atau peninggalan apa yang diberikan oleh pewaris kepada

ahli warisnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://yuk-menikah.blogspot.com/2018/02/pengertian-hijab-hukum-

waris.html?m=1

https://www.qoala.app/id/blog/keuangan/administrasi/hukum-waris-islam/

https://islam.nu.or.id/warisan/hijab-dalam-ilmu-waris-definisi-jenis-dan-

contohnya-czrcW

Anda mungkin juga menyukai