Anda di halaman 1dari 91

Psikologi: Ilmu yang Mempelajari

Jiwa/Psikis Manusia

DR. Rizkan Zulyadi Amri


Dosen Fakultas Hukum Universitas
Medan Area
Psikologi berasal dari bahasa yunani “Psychology” yang merupakan kata psyche
yang berarti Jiwa dan logos berarti Ilmu. Dapat diartikan Psikologi merupakan
ilmu jiwa.

Psyche atau jiwa sulit didefinisikan karena bersifat abstrak, sulit dilihat wujudnya,
tetapi keberadaannya tidak dapat dimungkiri, saat ini istilah jiwa jarang dipakai
dan diganti dengan istilah “psikis”.

Menurut para ahli


a. Plato dan Aristoteles mengatakan bahwa psikologi adalah ilmu yang mempelajari
hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir.
b. Wilhem Wundt, psikologi adalah ilmu yang mempelajari pengalaman-pengalaman
yang timbul pada diri manusia seperti perasaan, panca indera, dan kehendak.
c. Dakir (1993), psikologi membahas tingkah laku manusia dalam hubungannya
dengan lingkungan.
d. Muhibbin Syah (2001), Psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari
tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun
kelompok, dalam hubungannya dengan lingkungan
Objek Material adalah sesuatu yang dibahas, dipelajari
atau diselidiki suatu unsur yang ditentukan atau sesuatu
yang dijadikan sasaran pemikiran.
Objek material mencakup hal-hal konkret, seperti :
Kerohanian, nilai-nilai, dan ide-ide.
Menurut Alex Sobur,
Objek Studi Psikologi
dibagi menjadi:
Objek Formal adalah cara memandang dan meninjau
yang dilakukan oleh seorang peneliti terhadap objek
materialnya serta prinsip-prinsip yang digunakannya.
Objek formal digunakan sebagai pembeda ilmu yang
satu dengan dan ilmu yang lain (psikolgi, antropologi,
sosiologi, dan lain-lain). Ditinjau dari segi tingkah
laku manusia, objek tersebut bersifat empiris atau
nyata.
A. Psikologi Umum adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis manusia pada umumnya yang dewasa, normal, dan
beradab (berkultur). Macam-macam psikologi umum yaitu :

1. Psikologi Perkembangan yaitu psikologi yang membicarakan perkembangan psikis manusia dari masa bayi sampai tua
2. Psikologi Sosial, yaitu yaitu psikologi yang khusus membicarakan tingkah laku atau aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi social
3. Psikologi pendidikan, yaitu psikologi yang khusus menguraikan kegiatan atau aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi pendidikan, misalnya cara
menarik perhatian siswa sehingga ia dapat dengan mudah menerima dan memahami pelajaran, mempelajari cara belajar, dan sebagainya
Ruang Lingkup Psikologi
4. Psikologi kepribadian, yaitu psikologi kepribadian dan tipologi psikologi yang khusus menguraikan struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian
manusia
5. Psikopatologi, yaitu psikologi yang khusus menguraikan keadaan psikis yang tidak normal atau abnormal
6. Psikologi kriminal, yaitu psikologi yang khusus berkaitan dengan halhal yang berkaitan dengan kejahatan atau kriminalitas
7. Psikologi perusahaan, yaitu psikologi yang khusus berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan dengan perusahaan.

B. Psikologi Khusus adalah psikologi yang menyelidiki dan mempelajari segi-segi kekhususan dari
aktivitas psikis manusia

C. Psikologi Praktis sering disebut psikologi terapan, yaitu psikologi yang mempelajari tingkah laku individu dalam bidang kehidupan tertentu.
Tujuan Psikologi praktis adalah menemukan prinsip-prinsip psikologi untuk keperluan pemecahan masalah-masalah kehidupan atau tingkah laku individu.

Psikologi praktis terdiri sebagai berikut :


1. Psikologi Perusahaan, mempelajari tingkah laku manusia dalam perusahaan seperti seleksi calon karyawan, penempatan pendidikan dan pelatihan, penilaian
personel, dan masalah organisasi.
2. Psikologi Sekolah, mempelajari tingkah laku manusia dalam sekolah dari sejak seleksi penerimaan dan cara-cara pendidikan yang baik, serta memberikan
bimbingan dan konseling.
3. Psikologi Militer, mempelajari tugas-tugas militer.
4. Psikologi Kedokteran, mempelajari jabatan kedokteran.
5. Psikologi Pastorial.
6. Psikologi Seni, dan
7. Psikologi Musik.
Psikologi menurut Tujuan Psikologi menrut Aliran

1. Psikologi Umum, untuk


1. Psikologi dalam, mempelajari
menemukan hukum-hukum
dunia tidak sadar (psikoanalisis,
psikologi yang berlaku bagi
behaviourism,
semua orang.
ganzheitspsychologie, psikologi
fenomenologi)
2. Psikologi Diferensial, untuk
melakukan hukum-hukum
psikologi yang menyangkut
perbedaan antarmanusia.
Secara teoritis, pembagian 2. Psikologi Terapan, mempelajari
psikologi terdiri atas: masalah psikologi tanpa ada
kaitannya dengan kehidupan
a. Psikologi tingkah laku, sehari-hari
termasuk psikologi sosial;
b. Psikologi fungsi, termasuk
psikologi eksperimen,
psikologi pengamatan,
psikologi belajar, dan
psikologi berpikir;
c. Psikologi Perkembangan;
d. Psikologi Kepribadian;
e. Psikologi Ajaran Mode;
Orientasi Lapangan Psikologi (Gerungan : 2004)

1. Psikologi Teoritis 2. Psikologi Terapan

a. Psikologi Umum, menguraikan dan menyelidiki kegiatan


psikis pada manusia dewasa yang normal, termasuk a. Psikodiagnostik, dengan menggunakan wawancara,
kegiatan pengamatan, pemikiran, intelegensi, perasaan, observasi, dan tes psikologi untuk menentukan struktur
kehendak, motif-motif, dan attitude. kepribadian seseorang.
b. Psikologi Khusus, menguraikan dan menyelidiki segi-segi b. Psikologi Klinis, untuk menolong orang yang menderita
khusus pada kegiatan psikis manusia, antara lain; kesulitan psikis yang beragam bentuknya.
1. Psikologi Perkembangan (Psikologi Genetik) c. Psikologi Perusahaan, membantu kesulitann yang terjadi di
2. Psikologi Kepribadian dan Tipologi perusahaan, seperti psikologi kepemimpinan, dan lain-lain.
3. Psikologi Sosial d. Psikologi Pendidikan, berusaha mengatasi kesulitan dalam
4. Psikologi Pendidikan pendidikan, seperti seleksi dan penyaluran calon-calon,
bimbingan dan penyuluhan pelajar dan mahasiswa, dan
5. Psikologi Diferensial dan Psikodiagnostik
lain-lain
6. Psikopatologi
Orientasi Lapangan Psikologi Rita L Atkinson (1983)
1. Psikologi Perkembangan, membicarakan perkembangan psike manusia dari kecil sampai tua.
2. Psikologi Sosial, menguraikan cara berinteraksi dengan orang lain yang mempengaruhi sikap dan perilaku.
3. Psikologi Kepribadian, pengelompokan individu untuk tujuan praktis dan mempelajari kualitas setiap individu
yang unik.
4. Psikologi Sekolah dan Pendidikan, menguraikan kegiatan atau aktivitas manusia dalam hubungannya dengan
situasi pendidikan dan sekolah.
5. Psikologi Industri dan Rekayasa, mencakup persoalan perusahaan dan hubungannya.
6. Psikologi Forensik, bekerja dalam berbagai sistem pengadilan dan rehabilitasi, seperti berkonsultasi dengan
instansi kepolisian dan petugas pengadilan dalam meningkatkan permasalahan manusia yang harus mereka
tangani.
Psikologi dapat diartikan memahami,
menguraikan, dan memaparkan
manusia sebagai individu dan sosial
serta berbagai macam tingkah laku
dan kepribadian manusia juga seluruh
aspeknya Psikologi Hukum dapat
diartikan sebagai studi
psikologi yang mempelajari
ketidakmampuan individu
untuk melakukan
penyesuaian terhadap
norma hukum yang
berlaku, atau
ketidakmampuannya dalam
mengatasi tekanan-
tekanan yang dideritanya
Hukum dapat diartikan seperangkat
aturan, baik yang tertulis dibuat oleh
negara ( antara presiden dan DPR),
maupun yang tidak tertulis (living law).
Soerjono Soekanto (1989), mengatakan bahwa
psikologi hukum adalah studi hukum yang
menyoroti hukum sebagai suatu perwujudan
dari gejala-gejala kejiwaan tertentu, dan
landasan kejiwaan dan perilaku atau sikap
tindak tersebut

Rahayu (2003), mendefenisikan


psikologi hukum dalam perspektif Banyak Ali Ahmad (2002),
pendapat
ilmu sosial, sebagai bentuk
mengenai
mendefenisikan
pelayanan psikologi yang psikologi hukum
dilakukan dalam hukum, meliputi pengertian
psycho-legal issue, psikologi sebagai pencerminan
diantaranya
pendampingan di pengadilan
menurut para dari perilaku manusia
dan perilaku kriminal.
ahli yaitu: (Human Behaviour)

Dan lain lain


Psikologi Hukum meliputi aspek
Psikologi Hukum Meliputi Legal Issue; perilaku manusia dalam proses hukum,
penelitian dalam kesaksian, penelitian seperti ingatan saksi, pengambilan
dari pengambilan keputusan yuri dan keputusan hukum oleh yuri, dan pelaku
hakim kriminal

Batasan Pengertian
Psikologi Hukum

Psikologi hukum merupakan cabang


Psikologi Hukum sebagai suatu metode studi hukum yang masih muda,
pendekatan yang menekankan pada yang lahir karena kebutuhan dan
determinan-determinan manusia dari tuntutan kehadiran psikologi dalam
hukum, termasuk dari perundang- studi hukum, terutama dalam praktik
undangan dan putusan hakim penegakan hukum.
Manfaat dan Tujuan Psikologi
Hukum

Menurut Soerjono Soekanto (1989)


a. Memberikan isi atau penafsiran yang tepat pada kaidah hukum.
b. Menerapkan Hukum, dengan mempertimbangkan keadaan psikologi
pelaku.
c. Lebih menyerasikan ketertiban dan ketenteraman yang menjadi tujuan Manfaat Psikologi Hukum
utama dari hukum. 1. Melakukan analisis yang tajam
d. Sebanyak mungkin menghindari penggunaan kekerasan dalam antara fenomena hukum dan
penegakan hukum. hukum itu sendiri
2. Dengan memahami faktor-faktor
e. Memantapkan pelaksanaan fungsi penegakan hukum dengan cara
lebih mengenal diri atau lingkungannya. psikologis yang berpengaruh
terhadap penegak hukum, kita
f. Menentukan batas-batas penggunaan hukum sebagai sarana
dapat menyingkronkan hukum
pemeliharaan dan penciptaan kedamaian.
dan perilaku penegak hukum.
Sehingga
Tujuan Psikologi Hukum
Munir Fuady (2007) 3. Pemahaman perilaku manusia
dalam sistem peradilan akan
a. Penerapan dan penegakan hukum sangat dipengaruhi oleh kesadaran meningkatkan pemahaman tentang
dan kondisi psikologis dari para penegak dan para penerap hukum
manusia secara umum;
b. Menurut ilmu psikologi, khususnya psikologi baru (New Psychologie). 4. Pengetahuan psikologi dalam
c. Para penegak hukum dengan bantuan ilmu psikologi dapat mengetahui bidang hukum dapat dipergunakan
kebohongan dari saksi atau tersangka ketika diperiksa untuk memperbaiki sistem hukum
d. Perasaan hukum, kesadaran hukum, dan jiwa bangsa (volkgeist) tidak secara khusus dan menaikkan
lain merupakan ungkapan-ungkapan yang berkonotasi psikologis. kualitas keadilan.
e. Penganut realisme hukum berpendapat bahwa setiap persoalan
hukum tidak lain hanya proses psikologi
f. Dengan bantuan ilmu psikologi, para penegak hukum dapat
mengetahui keadaan psikologisnya sendiri ketika menegakkan dan
menerapkan hukum
1. Kedudukan psikologi
Achmad Ali membaginya menjadi:
a. Psikologi dalam hukum (psychology in law) seperti psikolog menjadi saksi ahli, dll.
b. Psikologi dan hukum (psychology and law) seperti kajian terhadap perilaku pengacara.
c. Psikologi hukum (psychology og law) seperti persepsi dan sikap public terhadap berbagaisanksi
pidana.
d. Psikologi porensik (porensic psychology) seperti spikologi di dalam Pngadilan
e. Psikologi hukum pidana (criminal psychology) seperti psikologi interpersonal atau kelompok
dalam proses penetapan terdakwa menjadi tersangka hingga penjatuhan pidana.
f. Neuroscience and law wawasaan baru tentang meningkatkan kemampuan membaca pikiiran
terhadap perilaku dan prospek otak dan saraf manusia
Orientasi psikologi dalam
pandangan masyarakat

2. Pendekatan psikologi
Brian L. Cutler membaginya menjadi:
a. Psikologi perkembangan seperti pengaturan hak asuh anak yang mendukung perkembangan
kesehatan anak karena akibat perceraian.
b. Psikologi social seperti polisi menggunakan prinsip koersi dan persuasi dalam menginterogasi
pelaku tindak kejahatan.
c. Psikologi klinis, cara memutuskan seorang yang menderita gangguan jiw cukup kompeten dalam
menghadapi proses persidangan, apakah kelak penderita ganggugan jiwa akan berbahaya
d. Psikologi kognitif, membahas seberapa akuratkan kesaksian para saksi mata, dll
Ruang lingkup psikologi hukum Substansi psikologi dalam sistem hukum

Menurut Soedjono (1983)


a. Terbentuknya norma atau kaidah
psikologi hukum Menurut Ishaq (2008)
b. Kepatuhan atau ketaatan terhadap a. Sikap tindak perikelakuan yang normal
kaedah hukum
b. Sikap tindak perikelakuan yang
c. Perilaku menyimpang abnormal
d. Psikologi dalam hukum pidana dan
pengawasan perilaku

Menurut Soerjono Soekanto (1979) Neurosis psikhosis


a. dasar-dasar kejiwaan dan fungsi
pelanggaran terhadap kaidah hukum
b. dasar-dasar kejiwaan dan fungsi pola-
pola penyyelesaian pelanggaran kaidah
hukum
c. akibat-akibat dari pola penyelesaian
sengketa tertentu
X abnormal
Normal x
Gambar kecenderungan kaidah
abnormal
Pendekatan psikologi terhadap profesi hukum
a. Pendekatan Neurobiologi
b. Pendekatan perilaku
c. Pendekatan kognitif
d. Pendekatan psikoanalotik
e. Pendekatan fenomenologis

Tugas penddekatan psikologi


terhadap hukum menurutAbdul Metode kajian psikologi hukum menurut
Charles ppierce
Djamali:
a. The method of tenacity
a. Laboratory experimentation b. The method of authority
Aplikasi psikologi
b. Field experimentation terhadap ilmu c. theA priori method
c. Controlled naturalistic hukum d. The method of science
observation e. Metode eksperimental
f. Metode realibitas
d. Metode klinis

Kontribusi dan peran psikologi terhadap bidang hukum


Menurut constanzo
a. Psikolog sebagai penasihat
b. Psikologi sebagai evaluator
c. Psikologi sebagai pembaharu
Psikologi Kriminal Forensik

DR. Rizkan Zulyadi Amri


Dosen Fakultas Hukum Universitas
Medan Area
Menurut Budimansyah, antropolog Prancin bernama P. Topinard membagi Psikologi Kriminal
menjadi 2 kata bahasa latin

Secara
pertama

kedua

etimogolis
Crime berarti Logos berarti ilmu Kriminologi
kejahatan berarti ilmu yang
menelaah masalah
kejahatan
Kriminalitas menurut bahasa kejahatan (pelanggaran yang dapat dihukum), yaitu perkara kejahatan yang
dapat dihukum menurut undang-undang
Kriminalitas menurut istilah adalah kejahatan yang tergolong dalam pelanggaran hukum positif (hukum
yang berlaku dalam suatu Negara)
Secara sosiologis
kejahatan dibagi menjadi 2
Kejahatan yaitu perbuatan yang merugikan
unsur seecara ekonomis dan merugikan secara
psikologis

Melukaai perasaan susila dari segerombolan


manusia sehingga orang-orang itu berhak
melahirkan celaan
Menurut para ahli

Sigmund Freud
• Psikologi kriminal dengan menggunakan teori psikoanalisa menghubungkan antara delinquent (kejahatan) dan
perilaku kriminal dengan suatu conscience (hati nurani) yang baik dia begitu menguasai sehingga menimbulkan
perasaan bersalah atau ia begitu lemah sehingga tidak dapat mengontrol dorongan–dorongan individu.
W.A Bonger
• Dalam arti sempit meliputi pelajaran jiwa si penjahat secara perorangan
• Dalam arti luas, meliputi arti sempit serta jiwa penjahat penggolongan, terlibatnya seseorang atau golongan baik
langsung maupun tidak langsung serta akibat–akibatnya

Lundin, R.W
• Theories and system of criminal psycology, yaitu melihat pada proses bawah sadar dari jiwa individu terhadap adanya
probablitas individu melakukan kejahatan.
Teori yang relevan untuk melakukan pengkajian menurut Koesnoen

BODY TYPES THEORIES (TEORI CULTURAL DEVIANCE THEORIES TEORI LABELING (TEORI TEORI PILIHAN RASIONAL
TIPE FISIK) (TEORI PENYIMPANGAN BUDAYA) PEMBERIAN CAP / LABEL) berati pertimbangan–pertimbangan
bahwa penjahat itu dilihat melalui berkaitan dengan diintegrasi nilai–nilai kejahatan tidaklah sepenuhnya hasil yang rasioanal dalam menentukan
keadaan fisik, baik fisik yang terlihat konvensional yang disebabkan oleh dari kekurangmampuan seseorang pilihan perilaku yang kriminil atau
maupun fisik yang termasuk kedalam industialisasi yang cepat, peningkatan untuk menyesuaikan dengan non kriminil dengan kesadaran
gen imigrasi dan urbanisasi. kelompoknya, akan tetapi dalam bahwa ada ancaman pidana
kenyataanny ia dipaksa untuk apabila perbuatannya yang kriminil
menyesuaikan bahwa kejahatan diketahui dan dirinya diproses
merupakan hasil dari konflik antara melalui peradilan pidana. Dengan
kelompok dengan masyarakatnya demikian maka semua perilaku
kriminil adalah keputusan–
keputusan rasional

Yang memiliki aalasan berperilaku criminal diantaranya yaitu:

Deutsch Krauss tentang level of aspiration bahwa keinginan seseorang Perilaku yang tidak terencana dapat dijelaaskan dengan persamaan yang
melakukan tindakan ditentukan oleh tingkat kesulitan dalam mencapai tujuan diusulkan oleh kelompok Gestalt tentang Life Space yang dirumuskan
dan probabilitas pelaku dan dirumuskan sebagai berikut sebaagai berikut

V= (Vsu X Spsu) – (Vt X SPf) B = f (PE)


Keteraangan:
V = valensi = tingkat aspirasi seseorang
su = succed = sukses
f = failure = gagal
SP = subjective probability
Jenis-jenis
kriminal
Berdasarkan waktu Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan Berdasarkan
melakukannya kesadarannya situasional sifatnya jenis kekerasan tingkatannya
• Pencopetan >< 1 • Professional • ekonomii • Kejahatan • Kekersan legal • Reason atau
menit criminal oleh • Ancaman
• Pencurian 4,5 individu atau •
yang serius • Kekerasan Penghianatan
Obat bius
menit kelompok yang •
(feloni) sosial • Felonies atau
mengganggu lalu
• Penganiaaan berbayar lintas • Tidak serius • Kekerasan Kekejaman
berat 31 menit • Melakukan (misdemeanor) rasional • Misdemeanors
• Pemerasan 3 jam persiapan terlebih • Kekerasan yang atau Kejahatan
• Pemerkosaan 3,5 dahulu
• Memanfaatkan tidak
jam
• Penculikan 4,5 kesempatan berperasaan
jam
• nembunuhan 4,5
jam •n
Jenis-jenis kriminal
selanjutnya

Berdasarkan Proses Berdasarkan Kalangan


Berdasarkan kenakalam
Pelaksanaannya Pelakunya
• Kriminalitas terorganisasi • Kriminalita berkrah putih (White • Terjadinya tindak kenakalan
dilakukan dengan collar crime) dilakukan oleh dikalangan anak-anak
perencanaan yang rapih dan anggota masyarakat yang pendewasaan menuju remaja dan
dilakukan oleh sejumlah memiliki status sosial ekonomi lebih banyak bersumber dari
orang yang tergabung dalam yang tinggi aspek internal, khususnya aspek
organisasi tertentu, dan • Kriminalita berkrah biru (Blue kondisi kejiwaan
dilakukan secara terkoordinir Collar Crime) dilakukan oleh
• Kriminalitas tak anggota masyarakat yang
terorganisasi dilakukan memiliki status sosial ekonomi
dengan cara individual rendah
atai freelance dan tanpa
koordinasi
Faktor terjadinya kriminal

Lingkungan • Lingkungan yang kurang aman

• ketidakadilan social yang mengakibatkan


Faktor Sosial balas dendam

• Seseorang yang menderita gangguan mental


Faktor atau memiliki masalah emosional yang tidak
Psikologis teratasi

Faktor • seseorang hidup dalam kemiskinan yang ekstrim atau


menghadapi ketidakadilan ekonomi, Keterbatasan kesempatan
ekonomi dan kurangnya akses terhadap pendidikan atau
Ekonomi pelatihan
Dampak kriminal
Pelaku Kejahatan Korban Masyarakat
a. Stres dan Kecemasan a. Trauma dan Stres Pasca a. Ketakutan dan
Trauma
Kekhawatiran
b. Gangguan Psikologis b. Rasa Tidak Aman
c. Kendala Emosional b. Efek pada Iklim Sosial
c. Gangguan Kehidupan
Sehari-hari c. Dampak Ekonomi
Upaya Penganggulang Hukum

Upaya Preventif upaya untuk Upaya Represif upaya untuk


mencegah pelanggaran hukum memulihkan gangguan

Jika seseorang menyimpang dari norma


hukum adat masyarakat, saksi diberikan
Penyuluhan bahaya narkoba
oleh masyarakat setempat dengan cara
mengucilkan orang tersebut

Jika seseorang melanggar kaidah hukum


Imbauan akan suatu kasus positif, apalagi hukum pidana positif, ia
tertentu dapat dipidana berdasarkan ketentuan
hukum tertulis

Anjuran dari pemerintah,


instansi, atau pihak berwenang

Larangan dan sanksi


sebagaimana dimuat dalam
perundang-undangan
Pencegahan

Bersifat tidak langsung


Bersifat langsung
a. Pengamanan objek dengan sarana a. Penyuluhan kkesadaran
fisik/konkrit seperti pemberian pagar,
memasukkan objek kedalam lemari besi, b. Pembuatan peraturan yang
dll melanggar dilakukannya
b. Pemberian pengawal atau penjaga objek
sesuatu
c. mengurangi/menghilangkan kesempatan
dengan memperbaiki lingkungan c. Pendidikn
d. Perbaiki lingkungan/ struktur social
e. Penncegahan hubungan-hubungan yang d. Menimbulkan kesan akan
dapat menyebabkan criminal adanya
f. Menghapus peraturan yang melarang suatu
perbuatan berdasarkan pertimbangan
pegawasan/penjagaan pada
kriminalitas
Profiling criminal sebagai ilmu
psikologi

DR. Rizkan Zulyadi Amri


Dosen Fakultas Hukum Universitas
Medan Area
Pengertian
Pemrofilan kriminal (criminal profiling) merupakan pekerjaan
menyimpulkan perincian ciri-ciri fisik (tinggi dan berat badan,cacat rupa dan
sebagainya),demografis (usia,jenis kelamin,latar belakang esebagainya),dan
keperilakuan (kepribadian,termasuk motivasi, gaya hidup,fantasi,proses
seleksi korban,serta perilaku sebelum dangperilaku sesudah tindak
kejahatan) dari kemungkinan pelaku kejahatan berdasarkan aksi-aksinya
pada scene kejahatan.
Menurut Horswell (2004),scene kejahatan
meliputi tempat potensial sejauh bukti dari
sebuah tindak kriminal misalnya,pendapat
ditemukan,yang terdiri atas hal-hal berikut.

Scene kejahatan primer adalah wilayah,tempat,atau sesuatu


teinsiden terjadi atau sebagian besar atau konsentrasi yang
tingbukti-bukti kejahatan ditemukan (misalnya,tempat terjadinya
penculikan).

Scene kejahatan sekunder adalah tempat atau benda-benddidapat


menjadibukti-bukti yang berkaitan dengan insiden (misal alat
transportasi dan rute akses yang digunakan pelaku kejahatan
membawa korban penculikan ke lokasi lain).Data scene kejahatan
dapat juga diambil dari foto-foto, laporan penyelidik,hasil autopsi
dan sebagainya,yang akan menyusun suatu profil kriminal
(profile) termasuk karier kriminal (criminal career) dari pelaku
kejahatan
Jenis Criminal Profiling
Menurut Turvey(2008), ada dua macam pemrofilan kriminal,yaitu sebagai berikut.
1. Pemrofilan kriminal induktif mencakup generalisasi
berdasarkansejumlah kecil individu atau peristiwa dan/atau
penalaran statistik(pererataan, ekstrapolasi, korelasi, dan
sebagainya).Metode inimemiliki kelemahan karena berlawanan
dengan asumsi statistik bahwa tidak ada dua kasus yang persis
sama;pelaku kriminal berpikirsecara berbeda dari orang pada
umumnya,perilakunya pun memiliki makna-makna yang berbeda
antar kultur dan wilayah.
2. Dalam metode deduktif,pemrofil menghasilkan profil berdasarkan
eksaminasi forensik serta rekonstruksi keperilakuan yang hati-
hatiterhadap scene kejahatan.
Menurut Webb (2006),dalam lingkup psikologi forensik misalnya,digunakan
istilah-Istilah berikut:
a. psychological profiling
b. offender profiling,dan
c. criminal personality profiling.'
Istilah-istilah tersebut secara umum menggambarkan bahwa pemrofil (criminal
profiler) meneliti kandungan "psikopatologi" yang terkandung pada scene
kejahatan. Scene kejahatan ini terdiri atas indikator-indikator keperilakuan dan
psikologis sebagai hasil dari interaksi fisik,seksual,dan verbal antara pelaku
dan korbannya.
Selanjutnya, Patrick dan Turvey(2008) mengidentifikasi dua fase utama pemrofilan,yaitu sebagai berikut :
a. Fase Investigasi
Tujuan utama fase ini adalah:
1. menilai sifat dan nilai bukti forensik dan perilaku sebuah kejahatatertentu atau serangkaian kejahatan yang
terkait;
2. mengurangi kemungkinan kolam tersangka;
3. memprioritaskan penyelidikan ke dalam tersangka yang tersisa;
4. menghubungkan kejahatan yang mungkin terkait dengamengidentifikasi indikator TKP dan pola perilaku
(yaitu modus operandi [MO] dan tanda tangan);
5. menilai potensi peningkatan perilaku kriminal pengganggu terhadkejahatan yang lebih serius atau lebih
brutal;
6. menyediakan penyidik dengan petunjuk dan strategi yang menuinvestigasi relevan;
7. membantu keseluruhan investigasi tetap berada di jalurnya dan tangangguan dengan memberikan
wawasan yang segar.
Fase ini melibatkan fitur-fitur cerdas dari pelaku yang tidak diketahui kejahatannya.
b. Fase tahap Pengujian
Fase ini melibatkan penyedia informasi tentang kejahatan atau serangkaian kejahatan
di tempat pelaku dicurigai untuk membantupengembangan strategi wawancara dan
interogasi yang tepat sebagai barang bukti yang akan digunakan di pengadilan.
Menurut Petherick dan Turvey(2008),fase pengujian dalam sebuah penyelidikan
diperlukan untuk:
1) menilai sifat dan nilai bukti forensik serta perilaku sebuah kejahatantertentu atau
serangkalan kejahatan yang berkaitan;
2) mengembangkan strategi wawancara atau interogasi,
3) membantu mengembangkan wawasan ke dalam fantasi dan motivasipelaku;
4) mengembangkan wawasan ke dalam motif dan maksud pelaku sebelum,saat,dan
setelah dilakukannya sebuah kejahatan (yaitu tingkat perencanaan,bukti tindakan
penyesalan dan pencegahan,dan lain-lain);
5) menghubungkan kejahatan yang mungkin terkait dengan mengidentifikasi
indikator TKP dan pola perilaku (yaitu modusoperandi [MO] dan tanda tangan).
Kontribusi Psikologi
Ada dua sumbangan besar psikologi dalam penelitian pemrofilan kriminal, sebagai berlkut
(Winerman,2004).
a. Offender Profiling
Offender profiling merupakan salah satu bentuk dari psikologiinvestigatif yang berasal dari
karya-karya seorang ahli psikologi terapanDavid Canter,pendiri psikologi investigatif pada
awal 1990-an.Seluruhpenyimpulan dalam pemrofilan ini berbasiskan penelitian empiris
(atau"psikologi akademis") dan ditimbang oleh rekan sejawat (peer-reviewed).
b. Crime Action Profiling
Crime action profiling berbasiskan pengetahuan yang dikembangleoleh para psikolog
forensik, psikiater,dan kriminolog berdasarkan sejumiatbesar studi terhadap pelaku
pembunuhan serial, pemerkosa, dan pelaku pembakaran.
Model-model yang digunakan sebagai panduan bagi pemrofilan terhadap aksi
kriminal serupa dengewawancara terstruktur yang digunakan oleh para psikolog
klinis untamembuat diagnosis klinis. Pertanyaan yang perlu dikembangkan untuk
eksaminasi sistematis sebelum membangun prinsip-prinsip pemrofilan yaitu
sebagai berikut.
• Jenis informasi apa yang dikandung,atau seyogianya dikandonoleh sebuah
profil?
• Pseudo-atau Protoscience?
Faktor-faktor yang mendukung keberhasilan criminal profiling
a. Penyajian Informasi tentang Pemrofilan Kriminal kepada Masyarakat(Aspek Pesan/the Message)
Menurut Dickson dan Kelly (1985),faktor ini mencakup hal-hal berikut.
1. Penekanan yang berlebihan terhadap kisah-kisah sukses sejumlahpemrofil yang telah memberikan profil
akurat secara prediktifmembantu menyelesaikan investigasi kriminal yang sulit (hal inidiperkuat dengan
anekdot-anekdot pada media massa),sedangkansebagaian besar kisah lain yang tidak sukses tidak
diungkapkan.
2. Pemaparan informasi secara repetitif bahwa pemrofilan kriminalmerupakan alat Investigatif yang efektif. Hal
ini diperkuat dengansejumlah testimoni mengenai keberhasilan pemrofilan kriminal tertentu yang tidak
divalidasi lebih lanjut secara empiris melalui riset.
3. Adanya gejala heuristik keahlian (expertise heuristic). Pernyataan seorang pemrofil dipercaya karena ia
dianggap memiliki kemampuandan pengetahuan istimewa (apalagi jika ia pernah menjadi saksi ahlidi
pengadilan),memiliki pendidikan ilmiah formal serta pelatihan panjang dan akumulatif sehingga mampu
meramalkan karakteristik pelaku kejahatan secara akurat,dalam hal keahliannya diatribusikan lebih tinggi
daripada keahlian rata-rata petugas kepolisian biasa atau orang-orang lain yang nonahli.
b. Pemrosesan Informasi Tersebut oleh Masyarakat (Aspek Pikiran/the Mind)
Menurut Dickson dan Kelly(1985),faktor ini mellbatkan proses kognitif sebagai berikut.
1. llusi korelasi dan bias konfirmasi.Dalam ilusi korelasi,orang mempersepsikan adanya hubungan prediksi
pemrofil dengan terselesaikannya kasus kriminal,semata-mata karena sebuah profil kriminal telah diperoleh
sebelum kasus terselesaikan (after-the-factreasoning),padahal apabila diteliti sesungguhnya,hubungan
tersebut tidak ada. Adapun dalam bias konfirmasi,orang mencari atau mengingat bukti-bukti konfirmatif
(prediksi yang benar atau anekdot dalam literatur atau media populer) yang mendukung keyakinannya
terhadap keberhasilan pemrofilan dan mengabaikan dan/atau melupakan bukti-bukti kontradiktif.
2. Efek Barnum(Barnum effect),yaitu fenomena yang menunjukkan bahwa orang cenderung menerima
pernyataan-pernyataan ambigu samar-samar dan umum sebagai deskripsi akurat atas kepribadiannya sendiri.
Dalam pemrofilan kriminal,efek ini ditemukan. Keyakinan seseorang terhadap metode-metode pemrofilan
kriminal dan keahlian pemrofil menjadi semakin positif setelah mereka dipapar dengan materi profil yang
bersifat ambigu,meskipun secara aktual metode pemrofilan yang digunakan tidak valid dan pemrofilnya tidak
benar-benar ahli.
3. Penularan sosial(social contagion),dalamhal penggunaan pemrofilan kriminal yang diyakini
efektif"ditularkan",misalnya oleh FBI di Amerika Serikat,melalui program pelatihan,publikasi yang luas,tontonan
televisi, dan sebagainya.
4. Penyimpulan fakta berdasarkan fiksi, misalnya fantasi pemrofilan (profiling fantasy),seperti tergambar dalam
detektif fantastis, seperti Augueste Dupin,Sherlock Holmes,dan Hercule Poirot.
Ada dua alasan yang dapat menerangkan pemrofilan kriminal untumenyandang status sebagai sebuah
sains,yaitu sebagai berikut.
a. Pembedaan antara Core Variables dan Bukan Core Variable
Pembedaan yang dilakukan oleh Canter et.al.(2004) sebagaimtelah dijelaskan,antara core variables dan
bukan core variables yang samsama penting dan berguna dalam proses pemrofilan kriminal sebenanlebih
merupakan upaya penyempurnaan teori tipologis organize disorganized yang dipandang usang dan
memiliki kelemahan.
b. Pemrofilan Kriminal juga Konsisten dengan Body of Knowledge
Pemrofilan kriminal juga konsisten dengan body of knowledge yangpemah ada sebelumnya yang
relevan,yaitu Prinsip Pertukaran dari Locard (Turvey,1995)yang menyatakan bahwa:
 siapa pun yang memasuki scene kejahatan, la mengalami dua halsekaligus,yakni mengambil sesuatu dari
scene tersebut danmeninggalkan sesuatu pada scene yang membekas/menjejak
daridirinya."Sesuatu"yang dimaksud adalah benda fisik.
 percabangan psikologis (baca:pengembangan) dari prinsip Locard,dalam rupa aplikasi prinsip-prinsip
psikologis (fantasi, disasoisasi,pengendalian,reenactment,empati,intimasi, analisis perilaku,danlain-lain)
terhadap bukti-bukti fisik,telah menunjukkan hasil yangmumpuni meskipun harus memenuhi syarat-
syarat tertentu yang ketat
1. Pembuatan Profil Kriminal
Penyusunan profil kriminal dalam ilmu psikologi merupakan usahpenyimpulan
ciri-ciri deskriptif dari pelaku kejahatan yang belum/tidak teridentifikasi dengan
menggunakan prinsip-prinsip ilmu psikologi dan perilaku manusia. tujuan utama
profil kriminal adalah:(a) menyediakan penegak hukum data hasil pemerlksaan
sosadan psikologis pelaku;(b) menyediakan penegak hukum evaluasi psikologis
pelaku memberikan saran dan strategi untuk kejahatan: (c) proses wawancara
dengan pelaku.
2. Autopsi Psikologis Pemeriksaan jenazah (post-mortem) dikenal sebagai autopsi.
J autopsi koroner medis berfokus pada pemeriksaan fisik jenazah, autopsi
psikologis pada dasarnya adalah pemeriksaan keadaan mental jenazah Pengertian
autopsi psikologi mengacu pada pengertian mengenai proses autopsi medis yang
berkaitan dengan proses bedss jenazah untuk mengetahui sebab-sebab kematian
seseorang secara fisiologis/medis.
faktor-faktor & Hubungan Psikologi dan
Hukum
Saat ini psikolog forensik baru dilibatkan dalam penyusunan profil siologis hanya
pada beberapa kasus besar yang kompleks. Hal ini sebabkan hubungan antara
psikologi dan hukum yang belum selaras. Kontribusi ilmu psikolcgi dalam bidang
hukum (psychology in law) hanya akan optimal terjadi jika bidang hukum
memahami kontribusi penting hukum psikologi dalam proses hukum dan peradilan.
Dengan demikian, sikap bla dan keinginan bekerja sama dari penegak hukum untuk
menjalin tras dengan ahli psikologi dapat terjadi dengan sinergis. Sebaliknya,
pskoogi juga harus memanami proses dan terminologi penegakan n secara
mendalam. Dengan demikian, psikolog dan penegak hukum persoalan kejahatan.
Psikologi Forensik dan Profiling Criminal
Psikoiogi forensik
Bertujuan menyelesaikan permasalahan dengan cara meneliti aspek aspek
perilaku manusia yang berkaitane derg keputusan para juri, perilaku
kriminal). Peran psikolog forensik pada proses peradilan (saksi mata,
memori dan ke saksian, pengambl sebagal saksi ahli, criminal profiler,
seleksi polisi, penggunaan hignosis dalam investigasi (yang walaupun
sampai sekarang diraguk reliabilitasnya), evaluasi kewarasan dan
kompetensi mental Salah satu aplikasi psikologi forensik adalah criminal
profiling.
Salah satu cara yang atau mengungkac kasus kriminal, yaitu menggunakan teknik
profiling yaitu Suatu tekk yang digunakan untuk mencegah investigasi yang
bertujuan untuk membuat gambar, sketsa, karaktse ciri-ciri individu atau tempat
berdasarkan informasi yang diperoleh.
Asumsi dalam Melakukan Proses Profiling Menurut Holmes dan Holmes
(1996), ada empat asumsi dalr melakukan proses profiling: tempat kejadian
kriminal merefleksikan kepribadian pelaku krin b. metode operasinya yang
tertinggal akan cenderung sarma; .tanda-tandanya yang tertinggal akan cenderung
sama; d. kepribadian pelaku kriminal tidak akan berubah.
• Pendekatan dalam Proses Profiling Pendekatan yang digunakan dalam
profiling. yaitu berorientas p personal atau criminal profiling dan berorientasi
tempat. daerah geographic profiling.
• Criminal Profiling Merupakan Cara. atau Teknik Investigasi Ciminal Iprofling
merupakan salah cara atau teknik investigasi untuk menggambarkan profil
pelaku kriminal, dari segi demografi (umur, tinggi. sukul, psikologis modus
operandi, dan seting termpat kejedan (scene). s (motif, kepribadian). Tujuan
Criminal profiling adalah membantu aparat penegak hukum dalam memprediksi
dan mencari pelaku kriminal sehingga tersangka atau pelaku mudah ditemukan.
• Geographical profiling, yaitu suatu teknik investigasi yang nenekankan
pengenalan terhadap karakteristik daerah, pola tempat, seting kejadian ndakan
kriminal, yang bertujuan memprediksi ternpat tindakan kriminal an tempat
tinggal pelaku kriminal sehingga pelaku mudah ditemukan. ASumsi yang
digunakan dalam teknik inl adalah setiap pelaku yang melakukan tindakan
kriminal tentu menguasal atau mengenali situasi atau tempat yang menjadi
target kriminal.
Definisi psikologi Hukum dan psikologi
forensik
• Penerapan psikologi dalam bidang permasalahan
Hukum
• The committee on ethical Guidelines for Forensik
Psychology mendefinisikan psikologi forensik sebagai
semua bentuk layanan psikologi yang dilakukan di
dalam hukum.
• Baca definisi di Bab 1 table 1 ( Forensic Psychology and law.
Ronald Roesch, Patricia, A. Zapf, Stephen D. Hart (2010).)

3
Definisi Psikologi Forensik
• Psikologi forensik adalah bidang psikologi yang
berkaitan dan/atau diaplikasikan dalam bidang
hukum, khususnya peradilan pidana ( Kode Etik
Psikologi, Bab X, Ps. 56 ayat 1)
• Psikologi Forensik sangat terkait dengan sistem
hukum di suatu negara
Penerapan psi.dalam bidang hukum meliputi 3 ranah
(Bartol & Bartol, 1994 & Blackburn,1997) :
• Psychology in Law (Hukum lebih memiliki inisiatif
dibanding psikologi) – dilakukan oleh profesi psikologi
• Psychology and law (Psikologi dipandang sebagai disiplin
yang mengevaluasi dan menganalisis berbagai komponen
hukum dari perspektif psikologi) – dilakukan oleh ilmuwan
psikologi
• Psychology of law (psikologi berusaha menjelaskan
mengapa hukum dapat sebagai penentu perilaku) –
dilakukan oleh ilmuwan psikologi
Psy in Law
• Banyak terkait dengan profesi psikologi dalam
membantu proses hukum
• Profesi psikologi dapat psikolog maupun
asisten psikolog yang bekerja sesuai dengan
kewenangannya
Psy & Law + Psy of Law
• Dalam penerapannya banyak bekerja sebagai
ilmuwan Psikologi
• Melakukan kajian terhadap masalah hukum
• Melakukan penelitian terhadap masalah
diarea hukum
• Bartol & Bartol (dalam Wrightsman, 2001; Weiner & Hess, 2006)
Individu yang berkecimpung dalam psikologi forensik dibedakan :
• Sebagai profesi – psikolog membantu menyelesaikan
permasalahan hukum dengan menggunakan kemampuannya
sebagai psikolog profesional
• Sebagai ilmuwan – Ilmuwan Psikologi melakukan kajian/penelitian
terkait dengan permasalahan hukum yang muncul
• Hal ini sesuai dengan Kode etik Psikologi Bab X, pasal 56, ayat 2
Ilmuwan Psikologi
Hukum
• Penelitian dalam bidang psikologi hukum di luar negeri sudah sangat banyak
dilakukan.
• Psychology and criminology, psychology of court room, investigative
psychology , correctional psychology, dll untuk bidang risetnya.
• Psikolog dan/atau Ilmuwan Psikologi yang menjalankan tugas psikologi
forensik wajib memiliki kompetensi sesuai dengan tanggung jawab yang
dijalaninya, memahami hukum di Indonesia dan implikasinya terhadap
peran tanggung jawab, wewenang dan hak mereka (Kode etik Psikologi
Indonesia, Bab X, Pasal 56 ayat 3)
Untuk dapat menjalin kerja sama antara psikologi
dan hukum diperlukan :

• Komunikasi keilmuan antara psikologi dan hukum, terkait dengan


epistemologi, pengetahuan, metodologi, premis dasar, disertai
sikap saling memahami antar-ilmu
• Psikolog forensik dalam melakukan kajian keilmuan juga wajib
memahami sistem hukum yang berlaku
Profesi psikologi hukum
• Dalam konteks permasalahan hukum pidana,
psikolog yang sebagai profesi sering dikenal
sebagai psikolog forensik
• Bidang kerjanya dapat di Kepolisian,
kejaksaan, pengadilan, maupun di lembaga
pemasyarakatan. Sesuai dengan prosedur
proses peradilan pidana di Indonesia
Peta Kompetensi Psikologi Forensik
Dalam Sistem Hukum di Indonesia

1. SISTEM HUKUM PIDANA : Sesuai dengan Hukum Acara


Pidana dan Proses Peradilan Anak UU 11 tahun 2012
(Sistem Peradilan Anak/ sistem Restorative Justice)
2. SISTEM HUKUM PERDATA
Beda hukum Publik dan Perdata

PUBLIK PERDATA
1. Tujuannya untuk 1. Tujuannya melindungi
melindungi kepentingan individu
kepentingan
masyarakat 2. Keduabelah pihak biasanya
perorangan (walau ada juga
2. Salah satu pihaknya juga yang melibatkan
adalah penguasa penguasa)
3. Bersifat memaksa
3. Bersifat melengkapi
PSIKOLOG DAPAT MENJADI AHLI DI
PERADILAN PERDATA

Atas Permintaan :
1. Pihak Yang bersengketa/ Pengacara
2. Lembaga yang terkait (Misal DINSOS, LPSK)
3. Pengadilan
Salah satu Hukum Publik adalah hukum
Pidana

Hukum pidana adalah hukum yang menentukan perbuatan-


perbuatan apa atau siapa sajakah yang dapat dipidana serta
sanksi-sanksi apa sajakah yang tersedia.

1
HUKUM PIDANA
Hukum Pidana Materiil – memuat perbuatan- perbuatan
melanggar hukum yang disebut delik dan diancam dengan
sanksi. Hukum pidana di Indonesia sebagian aturannya telah
dikodifikasikan dalam KUHP.

Hukum Pidana Formil (Hukum acara Pidana) – mengatur


bagaimana caranya negara menetapkan sanksi pidana pada
peristiwa konkrit - KUHAP
PROSES PERADILAN PIDANA DI INDONESIA
Laporan kriminal Penyelidikan + penyidikan
(polisi)

Sidang (PN)
Dakwaan & tuntutan
JPU
banding

Putusan tk I Putusan tk II (PT)

kasasi
Putusan tk III (MA)

21
Peta Kompetensi Psikologi Forensik
Dalam Sistem Hukum Pidana

Sesuai dengan Hukum Acara Pidana, Psikologi


dapat berperan mulai dari
1. Kepolisian
2. Kejaksaan
3. Pengadilan
4. Lapas dan Bapas
PERAN PSIKOLOGI FORENSIK DI
KEPOLISIAN DI PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN

DR. Rizkan Zulyadi Amri


Dosen Fakultas Hukum Universitas
Medan Area
Membantu proses penyelidikan dan atau
penyidikan, mediasi, pendampingan dan advokasi
(Kepolisian, KPK, BNN, Kemenkeu) dapat
dibagi menjadi 3 :

 Membantu proses penyelidikan (tersangka dan


korban)

 Membantu proses penyidikan (tersangka)

 Melakukan pemeriksaan dan atau dukungan


psikologis pada saksi (saksi korban dan saksi)
Kompetensi Psikologi forensik di
penyelidikan

• Terkait dengan pelaku :


• Melakukan criminal profiling : teknik memprediksi
karakteristik pelaku kejahatan berdasarkan perilaku yang
tergambarkan dalam kejahatan yang dilakukannya
• Psikolog memberikan gambaran tentang profil pelaku
kejahatan (the most probable suspect) yang belum terungkap
dan sedang dalam penyelidikan Kepolisian
• Terkait dengan Korban :
Melakukan otopsi psikologi pada korban meninggal.
• Psikolog memberikan gambaran tentang profile kepribadian
dan permasalahan yang dihadapi korban sehingga dapat
dipakai sebagai masukan bagi polisi untuk menentukan apakah
seorang korban meninggal itu akibat pembunuhan atau bunuh
diri. Juga memberikan analisis penyebab bunuh diri
Kompetensi Psikologi Forensik di
penyidikan
1. Membantu proses pengambilan data dan
memberikan pendampingan psikologis dalam
proses pengambilan kesaksian / BAP (Berita Acara
Polisi) pada tersangka anak/remaja maupun
dewasa
2. Membantu proses wawancara dan memberikan
pendampingan psikologis dalam proses
pengambilan kesaksian / BAP (Berita Acara Polisi)
pada tersangka anak/remaja maupun dewasa
3. Melakukan pemeriksaan Psikologis pada tsk (anak dan dewasa)
yang bertujuan :
a. mendeteksi ada/tdknya keterbatasan intelektual
terdakwa. psikolog dalam mendeteksi kondisi intelektualitas
pada tersangka tindak pidana dalam rangka memperlancar
proses penyidikan Kepolisian.
b. Melakukan asesmen kondisi berisiko dan berbahaya dari
tersangka. psikolog agar dapat mendapatkan gambaran
kemungkinan adanya kondisi beresiko dan berbahaya dari
tersangka selama dalam proses penyidikan Kepolisian.
c. Melakukan asesmen kompetensi mental tersangka
(competence/insanity) - tujuannya untuk mendeteksi apakah
tersangka memiliki kompetensi mental atau sakit jiwa
d. Mendeteksi kondisi sobriety (uji ini untuk mendukung
kecurigaan polisi saat interogasi apakah pelaku dipengaruhi
obat2an atau tidak dan apapun hasilnya, pemeriksaan tidak
dihentikan
e. Membantu mendapatkan keterangan tentang motif
tersangka yang sebenarnya – mencoba mengetahui
penyebab psikologis mengapa orang melakukan
kejahatan.
f. mendeteksi adanya malingering pada tersangka.
Malingering adalah pura-pura sakit (fisik atau psikis)
dengan tujuan agar terbebas dari hukuman.
g. Meneliti kemungkinan adanya pengakuan palsu.
Menyampaikan sesuatu yang tidak benar dengan
berbagai tujuan.
Kompetensi Psikologi Forensik di
Kejaksaan

Melakukan layanan psikologis


terhadap terdakwa dan saksi korban
anak/ remaja maupun dewasa dalam
rangka menyusun
dakwaan/penuntutan .
Kompetensi Psikologi Forensik di Pengadilan

a) Memberikan keterangan secara lisan sebagai saksi ahli


terkait dengan hasil pemeriksaan psikologis yang telah
dilakukan sebelumnya
b) Memberikan keterangan secara lisan sebagai saksi ahli
ketika tidak ada dokumen pemeriksaan psikologis yang
telah dilakukan sebelumnya, berdasarkan konsep
psikologi sesuai kompetensinya
Kompetensi Psikologi Forensik di Lapas
dewasa dan Bapas
• Melakukan asesmen saat awal masuk dan intervensi pada
warga binaan di Lapas
• Melakukan asesmen pada saat Pembebasan Bersyarat (PB)
• Melakukan pendampingan pada keluarga warga binaan pada
saat menjelang PB
• Melakukan pendampingan psikologis pada
terpidana mati
• Melakukan pelatihan pada petugas lapas/bapas
Kompetensi Psikologi Forensik pada
Peradilan anak (UU 11/2012)
• Membantu BAPAS dalam memutuskan
diversi/tidak
• Melakukan mediasi dan advokasi kepada tersangka
dan saksi korban anak/remaja beserta keluarganya
dalam pengambilan keputusan dengan prinsip
terbaik untuk anak
• Melakukan pendampingan psikologis di LPKS
• Melakukan asesmen dan intervensi di LPKA
Sertifikasi Asisten Psikologi
Forensik
• Dikeluarkan Oleh LSP Psikologi Indonesia
• Dapat diberikan kepada lulusan S1 Psikologi/ilmuwan Psikologi/S1 lain
yang berkecimpung dalam peradilan pidana
• Skema Asisten Psikologi Forensik :
1. Criminal Profiling
2. Otopsi Psikologi
3. Wawancara Investigasi Psikologi
4. Wawancara Kognitif
Kompetensi Psikolog Forensik
(LSPPsi- BNSP)
1. Melakukan Pemeriksaan Psikologi pada Tersangka
2. Melakukan Pemeriksaan Psikologi Forensik pada Saksi dan Saksi Korban
3. Menyampaikan Keterangan sebagai Saksi Ahli Bidang Psikologi
4. Melakukan Pemeriksaan Psikologi untuk Penetapan Kuasa Asuh, Adopsi, dan Pengampuan
(Perdata)
5. Melakukan Intervensi Psikologi untuk Pelaku Kriminal dalam Proses Hukum
6. Melakukan Intervensi Psikologi untuk Saksi dan Korban dalam Proses Hukum.
7. Melakukan Pemeriksaan Psikologi untuk Penyelesaian Sengketa Hak Waris dan Hubungan
Industrial (perdata)
8. Melakukan Intervensi Psikologi pada Warga Binaan Permasyarakatan
9. Melakukan Mediasi Psikologi dalam Proses Litigasi Pidana dan Perdata
Profesi psikologi hukum
• Dalam konteks permasalahan hukum pidana, psikolog yang
sebagai profesi sering dikenal sebagai psikolog forensik
• Bidang kerjanya dapat di Kepolisian, kejaksaan, pengadilan,
maupun di lembaga pemasyarakatan. Sesuai dengan prosedur
proses peradilan pidana di Indonesia
• Dalam bidang yang psikologi hukum, dapat diterapkan dalam
penyusunan UU, dalam meningkatkan kepatuhan hukum,
membahas efektifitas hukuman mati.
• Di kepolisian, kejaksaan, kehakiman - Membantu
penggalian informasi terhadap pelaku, saksi maupun
korban. (misal pelaku – criminal profiling)
• Di lembaga pemasyarakatan – melakukan penggalian
informasi terhadap pelaku, menetapkan intervensi
(rehabilitasi) selama di lapas, maupun mempersiapkan
pelaku kembali kemasyarakat.
• Di semua lembaga – dapat melakukan pelatihan (intervensi)
kepada polisi, jaksa, hakim, petugas lapas agar lebih
maksimal dalam menjalankan tugas dan kewajibannya.
• Dimasyarakat – dapat memberikan informasi pencegahan
terhadap terjadinya perilaku kriminal (misal penculikan
anak, KDRT, kekerasan terhadap TKW)
Perbedaan psikolog klinis dg psikolog
forensik (Craigh,R.J)
• Dalam melakukan interview psikologi klinis menggunakan
pendekatan empatik, psikologi forensik pendekatannya
investigative walau tetap harus netral, objektif, dan sesuai
tujuan.
• Tujuan psikologi klinis adalah membantu klien sementara
psikologi forensik tujuannya membantu peradilan.
• Psikologi forensik secara etika harus menjelaskan bahwa semua
informasi yg didapat bisa digunakan untuk proses peradilan. Psikologi
klnis tidak perlu melakukan ini.
• Psikologi klinis hanya fokus pada masalah kliennya, sementara
psikologi forensik harus mempertimbangkan aspek hukum dari
masalah yg ditanganinya.
• Hasil pemeriksaan psikologi forensik memiliki konsekuensi, misal sso
bisa kehilangan hak asuh, sso bs masuk penjara, dll.
• Psikologi Klinis hanya menghadapi kliennya, klien psikologi forensik
sesungguhnya adalah peradilan
Peta Kompetensi Psikologi Forensik
Pada Perkara Pidana
1. Membantu proses penyelidikan dan atau penyidikan, mediasi,
pendampingan dan advokasi (Kepolisian, KPK, BNN,
Kemenkeu)
2. Membantu proses penegakan hukum di kejaksaan pada
terdakwa (Kejaksaan, KPK)
3. Membantu proses peradilan di pengadilan pada terdakwa dan
saksi korban
4. Melakukan rehabilitasi warga binaan di
lembaga pemasyarakatan
5. Membantu proses penegakan Restorative
Justice
6. Penguatan Peran Psikologi dalam proses
hukum dan upaya penegakan keadilan
• a. Melakukan Penguatan Kapasitas
terhadap komunitas Psikologi
• b. Melakukan Penguatan Kapasitas
terhadap aparat penegak hukum
• c. Mengembangkan ilmu psikologi
Tugas di Kepolisian, KPK, BNN,
Kemenkeu

• Membantu proses penyelidikan dan atau penyidikan,


mediasi, pendampingan dan advokasi (Kepolisian, KPK,
)
BNN, Kemenkeu dapat dibagi menjadi 3 :
1. Membantu proses penyelidikan (tersangka dan korban)

2.Membantu proses penyidikan (tersangka)

3.Melakukan pemeriksaan dan atau dukungan psikologis


pada saksi (saksi korban dan saksi)
Tugas psikolog forensik di
penyelidikan

• Terkait dengan pelaku :


• Melakukan criminal profiling. Psikolog memberikan
gambaran tentang profil pelaku kejahatan (the most
probable suspect) yang belum terungkap dan sedang dalam
penyelidikan Kepolisian, sehingga Kepolisian dapat lebih
memfokuskan usaha pencarian pelaku tindak kejahatan
tersebut.
• Korban : Melakukan otopsi psikologi pada korban
meninggal.
• Psikolog memberikan gambaran tentang profile
kepribadian dan permasalahan yang dihadapi korban
sehingga dapat dipakai sebagai masukan bagi polisi untuk
menentukan apakah seorang korban meninggal itu akibat
pembunuhan atau bunuh diri.
Tugas Psikologi Forensik di penyidikan

1. Membantu proses interogasi dan memberikan


pendampingan psikologis dalam proses pengambilan
kesaksian / BAP (Berita Acara Polisi) pada tersangka
anak (termasuk remaja)
2. Melakukan advokasi kepada petugas, terkait proses
pengambilan BAP pada tersangka anak (termasuk
remaja) yang mengalami hambatan psikologis
Tugas Psikologi Forensik di
penyidikan
3. Membantu proses interogasi dan memberikan
pendampingan psikologis dalam proses pengambilan
kesaksian / BAP (Berita Acara Polisi) pada tersangka
dewasa
4. Melakukan advokasi kepada petugas, terkait proses
pengambilan BAP pada tersangka dewasa yang
mengalami hambatan psikologis
Tugas Psikologi Forensik di penyidikan

• 5. Melakukan pemeriksaan Psikologis pada tsk (anak dan


dewasa) yang bertujuan :
• a. mendeteksi ada/tidaknya keterbatasan intelektual
terdakwa. psikolog dalam mendeteksi kondisi
intelektualitas pada tersangka tindak pidana dalam rangka
memperlancar proses penyidikan Kepolisian.
b. Melakukan asesmen kondisi berisiko dan berbahaya dari tersangka.
psikolog agar dapat mendapatkan gambaran kemungkinan adanya
kondisi beresiko dan berbahaya dari tersangka selama dalam proses
penyidikan Kepolisian.

c. Melakukan asesmen kompetensi mental tersangka


(competence/insanity) - tujuannya untuk mendeteksi apakah tersangka
memiliki kompetensi mental atau sakit jiwa (contoh kasus R pelaku
mutilasi, kasus SR pemutilasi bis Mayasari, kasus B mutilasi anak
jalanan)
d. Mendeteksi kondisi sobriety (uji ini untuk mendukung
kecurigaan polisi saat interogasi apakah pelaku
dipengaruhi obat-obatan atau tidak dan apapun hasilnya,
pemeriksaan tidak dihentikan )
e. Membantu mendapatkan keterangan tentang motif
tersangka yang sebenarnya (kasus A diduga melakukan
pembunuhan berencana)
f. mendeteksi adanya malingering pada tersangka
• g. Meneliti kemungkinan adanya pengakuan palsu
Tugas Psikologi Forensik di penyidikan
6. Menyediakan pemeriksaan psikologis dan intervensi yang
diperlukan bagi saksi korban anak (termasuk remaja)
7. Menyediakan pemeriksaan psikologis dan intervensi yang
diperlukan bagi saksi korban dewasa
8. Melakukan pendampingan psikologis (konseling dan
psikoterapi) dan atau menyiapkan saksi anak (termasuk remaja)
untuk memberikan kesaksian, dalam rangka pengambilan BAP
(Berita Acara Polisi), terutama yang mengalami hambatan
psikologis
9. Melakukan pendampingan psikologis (konseling dan
psikoterapi) dan atau menyiapkan saksi dewasa untuk
memberikan kesaksian, dalam rangka pengambilan BAP (Berita
Acara Polisi), terutama yang mengalami hambatan psikologis
Bagaimana tahap selanjutnya di Kejaksaan,
Pengadilan, lapas, dan Bapas ?

• Jika pemeriksaan psikologi dianggap penting, polisi akan


membuat BAP (berita Acara Pemeriksaan) pada psikolog sebagai
saksi ahli

• BAP ini diajukan jaksa penuntut umum sebagai pengajuan saksi


ahli di Pengadilan
Kompetensi yg harus dimiliki
Profesi Psikologi Forensik
 Memahami hukum, terutama terkait dengan Hukum pidana dan hukum acara
pidana – minimal pada kasus yg di hadapinya
 Mampu menerapkan psikologi (antara lain perkembangan, klinis, sosial,
kognitif) dalam permasalahan hukum.
 Mau belajar pendekatan baru dalam menggali informasi baik pada saksi
maupun pelaku (misal teknik wawancara investigative, teknik wawancara
kognitif)
 Sanggup melakukan pemeriksaan di tempat yg terbatas (di tahanan kepolisian
atau di lapas), di tempat TKP atau di lokasi lain yg dianggap relevan
(menemui keluarga pelaku/korban) dan pada jam yg disesuaikan dengan
kondisi pihak kepolisian.
 Mampu melakukan pemeriksaan dibawah tekanan (misal ditunggui pengacara
pelaku atau pesan sponsor dari polisi)
 Ketika menjadi saksi ahli, memiliki ketahanan mental (tidak goyah dengan
pendirian sesuai dengan keyakinan berdasarkan profesionalismenya) ketika
mendapatkan serangan pertanyaan (yg kadang menyakitkan, tidak sopan) dari
JPU maupun pengacaranya.
 Mampu menjaga kerahasiaan terkait dengan kasus yg ditanganinya (mengingat
saat ini media seringkali melakukan investigasi terkait kasus).
 Perlu Memahami Kode etik Himpsi khususnya terkait dengan psikologi forensik.
Sekian dan Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai