NPM : 3112201025
Jawab :
Psikoanalitik
Behaviorisme
Teori Behavior merupakan sebuah teori yang dicetuskan oleh Gage
dan Berliner tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari
pengalaman. Kemudian teori ini berkembang menjadi aliran psikologi
belajar yang berpengaruh terhadap pengembangan teori pendidikan
dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.
Teori ini Lahir sebagai reaksi terhadap instropeksionisme (yang
menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan
juga psikoanalisis. Behaviorisme hanya ingin menganalisa perilaku
yang tampak saja, yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Karenanya sering disebut sebagai teori Belajar. Belajar artinya
perubahan perilaku organisme sebagai pengaruh lingkungan. Ia tidak
mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau
emosional, tapi hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya
dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan. Pengalaman dan
pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah
konsep ”manusia mesin” (Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini
adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian kecil, bersifat
mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan
pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan,
mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan
kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya
perilaku yang diinginkan. Behaviorisme disebut juga psikologi
Stimulus Response (S-R). Pendekatan S-R yang ketat tidak
mempertimbangkan pengalaman kesadaran seseorang. Pengalaman
sadar hanyalah kejadian-kejadian yang dialami dengan kesadaran
penuh.
Kognitivisme
Dalam teori ini, muncul paradigma baru bahwa manusia tidak lagi
dipandang sebagai makhluk yang bereaksi secara pasif pada
lingkungan tapi sebagai makhluk selalu memahami lingkungannya,
makhluk yang selalu berpikir (homo sapiens). Sebagai contoh, apakah
penginderaan kita melalui pengalaman langsung, sanggup memberikan
kebenaran. Kemampuan alat indera kita dipertanyakan karena
seringkali gagal menyajikan informasi yang akurat. Rasionalisme ini
tampak jelas pada aliran Gestalt, manusia tidak memberikan respon
kepada stimuli secara otomatis. Manusia adalah organisme aktif yang
menafsirkan dan bahkan mendistorsi lingkungan.
Pendekatan kognitif adalah pendekatan yang menanggapi keresahaan
orang ketika behaviorisme (pendekatan S-R) tidak mampu menjawab
mengapa ada orang yang dapat berperilaku berbeda dari
lingkungannya, yakni karena ia memiliki motif pribadinya sendiri
(self-motivated). Pendekatan ini melihat manusia sebagai makhluk
yang selalu berusaha memahami lingkungannya, makhluk yang selalu
berfikir (Homo Sapiens). Perilaku manusia harus dilihat dari
konteksnya. Perilaku manusia bukan sekedar hasil dari proses
menanggapi stimulus yang diterimanya. Kurt Lewin menyatakan
bahwa dalam suatu kelompok manusia akan terdapat sifat-sifat
kelompok yang tidak dimiliki individu. Salomon Asch kemudian
memperkuat pendapat Lewin dengan studi eksperimennya yang
menyimpulkan bahwa penilaian kelompok (group judgement)
berpengaruh pada pembentukan kesan (impression formation).
Gambaran sederhana dari pendekatan ini, sebagai berikut: Seseorang
karyawan yang telah melakukan kesalahan (misalnya, pelanggaran
disiplin) dijatuhi hukuman berupa “penundaan kenaikan pangkatnya”.
Hukuman tadi menyebabkan ia memahami bahwa melakukan
pelanggaran disiplin akan mengakibatkan sesuatu yang tidak baik bagi
dirinya. Hukuman tadi merupakan “stimulus” bagi dirinya yang
menyebabkan perubahan pada posisi “kognitif”, sehingga memberikan
tindakan (respons) untuk tidak lagi melakukan pelanggaran disiplin.
Humanistik
Jika teori sebelumnya, seperti behaviorisme yang menyatakan manusia
hanyalah mesin yang dibentuk oleh lingkungan, dan psikoanalisis
yang menyatakan manusia melulu dipengaruhi oleh naluri primitifnya,
keduanya tidak menghormati manusia sebagai manusia. Keduanya
tidak menjelaskan aspek eksistensi manusia yang positif dan
menentukan, seperti cinta, kreatifitas, nilai dan makna serta
pertumbuhan pribadi. Inilah yang diisi oleh psikologi humanistik.
Psikologi Humanisme ini mengambil banyak dari psikoanalisis
NeoFreudian (sebenarnya Anti-Freudian) tetapi lebih banyak
mengambil dari fenomonologi dan eksistensialisme. Hal lain yang
membedakan adalah perhatian terhadap makna kehidupan. Manusia
bukan saja seorang pelakon dalam panggung masyarakat, bukan saja
pencari identitas, tetapi juga pencari makna.
Pendekatan Humanistik yaitu pendekatan yang memandang manusia
sebagai manusia bermain (Homo Ludens). Setiap manusia hidup
dalam pengalaman pribadinya yang unik. Tidak ada satu manusia pun
yang memiliki pengalaman yang sama. Pendekatan Humanistik
berpendapat bahwa manusia bukan sekedar wayang, yang sibuk
mencari identitas, namun ia juga berupaya mencari makna, baik
makna kehidupannya, makna kehadiran di lingkungan, serta apa yang
dapat diberikan kepada lingkungan. Psikologi humanistis menekankan
kreativitas, vitalitas emosi, eutentisitas, dan pencarian makna diatas
kepuasan materi. Pendekatan ini merupakan penampakan sosial dari
upaya kita untuk membina hati dan tubuh yang bijak sebagaimana
jiwa yang bijak. Psikologi humanistik berpendapat bahwa manusia
bebas untuk memilih dan menentukan tindakannya sendiri. Oleh
karena itu, setiap orang bertanggung jawab atas tindakannya sendiri
dan tidak dapat menyalahkan lingkungan, orang tua, atau yang lain
atas tindakannya. Konsepsi humanistik atas manusia ini berkembang
dari ide filsuf eksistensialis seperti Nietzshe dan Sartre. Pandangan ini
menggaris-bawahi kualitas-kualitas manusia yang membedakan
manusia dari hewan, terutama dalam kebebasan berkehendak dan
dorongan untuk aktualisasi diri. Menurut pendekatan ini, motivasi
utama seseorang ialah kecenderungan untuk tumbuh dan
mengaktualisasi diri. Psikologi humanistik bertumpu pada tiga dasar
pijakan, yaitu: a) Keunikan manusia b) Pentingnya nilai dan makna c)
Kemampuan manusia untuk mengembangkan diri. Jadi, pendekatan ini
menilai manusia tidak digerakkan oleh kekuatan luar yang tidak dapat
dikontrolnya, tetapi manusia adalah pemeran yang mampu mengontrol
nasib sendiri dan mampu mengubah dunia di sekelilingnya. Perhatian
utama psikologi humanistik adalah pengalaman subjektif perorangan.
Persepsi seseorang terhadap dirinya sendiri maupun terhadap dunianya
lebih penting untuk diteliti daripada studi mengenai tindakannya.