Anda di halaman 1dari 19

OBYEK KAJIAN DAN METODE-METODE DALAM PSIKOLOGI

(Makalah Mata Kuliah Psikologi Masyarakat Tani)

Oleh Kelompok 5:

Winengsih Sri Rahayu 2114211012


Muhammad Subhan Rifki 2114211034
Bagasati Abdi Esa 2114211040
Agi Prayoga 2114211044

JURUSAN AGRIBISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2023
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Untuk memahami psikologi lebih mendalam, maka penting untuk melihat


cakupan dari psikologi itu sendiri. Ditinjau dari objek kajian dari psikologi
adalah dapat dilihat pada dua hal yakni (Ahmadi, 2003): a. Psikologi yang
menyelediki dan mempelajari manusia b. Psikologi yang menyelediki dan
mempelajari hewan, yang umumnya lebih tegas disebut psikologi hewan.
Dewasa ini kajian psikologi manusia dengan menggunakan hewan sebagai
eksperimen telah ditinggalkan oleh sarjana psikologi. Olehnya itu kajian dalam
buku ini berfokus pada psikologi yang berobjekkan manusia. Hal ini dapat
dibedakan dalam dua hal yakni psikologi umum dan psikologi khusus

Salah satu aspek yang terdapat dalam psikologi adalah metode psikologi,
metode merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan
demikian metode psikologi merupakan cara yang ditempuh untuk mencapai
tujuan-tujuan yang didasari atas pertimbangan, esensi, hakikat, prinsip-prinsip
tentang prilaku manusia dalam situasi tertentu.

1.3. Tujuan penulisan


1) Menjelaskan obyek kajian dalam psikologi
2) Menjelaskan metode-metode yang digunakan dalam psikologi
II. PEMBAHASAN

2.1. Objek Kajian Psikologi


A. Psikologi Umum
Psikologi umum adalah psikologi yang menyelediki dan mempelajari
kegiatan-kegiatan atau aktivitas-aktivitas psikis manusia pada umumnya yang
dewasa, yang normal dan yang beradab (berkultur). Psikologi umum berusaha
mencari dalil dalil yang bersifat umum daripada kegiatan-kegiatan atau aktivitas
psikis. Psikologi umum memandang manusia seakan akan terlepas dari manusia
yang lain.

B. Psikilogi Khusus
Psikologi khusus adalah psikologi yang menyelediki dan mempelajari segi-
segi kekhususan dari aktivitas-aktivitas psikis manusia. Hal-hal yang khusus yang
menyimpang dari hal-hal yang umum dibicarakan dalam psikologi khusus
Psikologi khusus dapat dipahami dengan melihat beberapa pembagiannya,
diantaranya:
1) Psikologi Perkembangan: psikologi yang membica rakan perkembangan
psikis manusia dari masa bayi sampai tua. Perkembangan tersebut bisa mencakup:
a. Psikologi anak (mencakup masa bayi)
b. Psikologi puber dan adolesensi (psikologi masa pemuda)
c. Psikologi orang dewasa
d. Psikologi orang-tua
2) Psikologi Sosial: psikologi yang khusus membicarakan tentang tingkah laku
atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubungannya dengan situasi sosial
3) Psikologi Pendidikan: psikologi yang khusus menguraikan kegiatan-kegiatan
atau aktivitas-aktivitas manusia dalam hubunganya dengan situasi pendidikan,
misalnya bagaimana cara guru menarik perhatian siswa agar pelajaran dapat
dengan mudah diterima.
4) Psikologi Kepribadian dan Tipologi: psikologi yang khusus menguraikan
tentang struktur pribadi manusia, mengenai tipe-tipe kepribadian manusia
5) Psikapatologi: psikologi yang khusus menguraikan mengenai keadaan psikis
yang tidak normal (abnormal) atau yang menguraikan hal-hal klinis manusia
6) Psikologi Kriminil: psikologi yang khusus berhubungan dengan soal kejahatan
atau kriminalitas. Bagian ini terkait dengan psikologi forensik
7) Psikologi industri: psikologi yang khusus berhubungan dengan persoalan
perusahaan, misalnya manajemen Sumber Daya Manusia yang baik, dan
sebagainya.

Psikologi khusus ini akan terus berkembang. Hal ini dimungkinkan karena
perkembangan kajian manusia dalam beragam aspek yang terus menarik dikaji
dan semakin kom pleks. Selain itu, psikologi khusus ini merupakan psikologi
praktis, artinya bahwa pengetahuan yang selalu memung kinkan diaplikasikan
sesuai dengan bidangnya. Dalam hal praktis ini, kajiannya tentu saja mengenai
bagaimana dapat mempraktekkan psikologi untuk kehidupan sehari-hari sesuai
dengan konteksnya

2.2. Jenis-jenis metode psikologi


A. Metode Filosofis

Metode yang bersifat filosofis ini dapat dibagi menjadi tiga bagian sebagai
berikut:

1) Metode intuitif
Metode ini dapat dilakukan dengan jalan sengaja melakukan penyelidikan
atau dengan tidak sengaja seperti halnya dalam pengeluaran sehari-hari. Dalam
keadaan yang terakhir ini, kita mengadakan evaluasi terhadap sesama kita, atau
kita benar-benar ingin mengetahui keeadaannya dengan melalui kesan kita
terhadap orang-orang yang sedang kita selidiki tersebut. Dalam hal ini dalam
kesan pertamalah yang paling berperan dalam pengambilan kesimpulan.
Dilihat dari segi cara yang ditempuh, maka metode intuitif ini kurang
memenuhi syarat. Karena itu ia perlu dikombinasikan dengan metode-metode
yang lain guna memperoleh kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan dan
dapat dipercaya kebenarannya.

2) Metode kontemplatif
Metode ini dilaksanakan dengan cara merenung-renungkan
(kontemplatif) terhadap obyek yang diselidiki dengan mempergunakan
kemampuan berpikir yang optimal. Alat utamanya adalah pikiran yang benar-
benar dalam keadaan obyektif. Yaitu saat pikiran kita dalam situasi dan kondisi
yang murni, tidak tercampur oleh pengaruh-pengaruh lain yang bersifat lahiriah
dan biologis. Pikiran yang dalam keadaan obyektif ini diperlukan agar dapat
mencapai hakikat obyek yang dituju.
Dewasa ini metode kontemplatif, dan juga metode intuitif, tidak
sepopuler metode empiris, disebabkan hasil metode itu dianggap terlalu
spekulatif. Meskipun demikian, metode ini masih tetap diperlukan dalam
psikologi.

3) Metode yang bersifat filosofis religius

Metode ini dilakukan dengan mempergunakan materi-materi aga,a


sebagai alat untukmenyelidiki pribadi manusia. Sebab, nilai-nilai yang
terkandung dalam ajaran agama itu merupakan kebenaran yang mutlak. Dengan
kata lain, dalam menyelidiki jiwa manusia itu pihak penyelidik mempergunakan
materi agama yang terdapat dalam kitab suci sebagai norma standar dalam
penilaian.
B. Metode Empiris
Agus Sujanto (1981:10) membedakan metode yang bersifat empiris
menjadi tempat bagian, yaitu (1) metode observasi, (2) metode pengumpulan
bahan, (3) metode eksperimen, dan (4) metode klinis.

1) Metode observasi

Observasi berasal dari kata to observasi, yang berati meneliti atau


mengamati. Kemudian sebagau metode ilmiah, Sutrisno Hadi (1981:136)
mengartikan observasi sebagai pengamat dan pencatatan fenomena-fenomena
yang diselidiki dengan sistematis.

Dengan menggunakan metode itu, penelitimengadakan penghindaran


terhadap obyek yang diselidiki dengan sengaja sambil melakukan pencatatan-
pencatatan terhadap gejala-gejala jiwa yang dibutuhkan dalam penyelidikan itu.
Sementara untuk memperoleh data-data tentang gejala-gejala jiwa tersebut,
peneliti dapat melakukan intropeksi, eksperimen dan ekstropeksi.

a. Introspeksi
Secara etimologi, introspeksi ialah melihat ke dalam (intro berati ke dalam,
dan speeksi berasal dari kata spekrate yang artinya melihat). Dalam hal ini, yang
dimaksud dengan metode introspeksi ialah suatu cara menyelidiki keadaan atau
peristiwa jiwa yang sedang terjadi dalam dirinya sendiri.
Mengadakan penyelidikan terhadap jiwa sendiri merupakan sumber yang
penting, karena kwsadaran terhadap jiwa kita sendirilah yang dapatdiketahui
secara langsung.
Sudah tentu penyelidikan terhadap jiwa diri sendiri ini termasuk suatu hal
yang amat sulit dilakukan. Karena, jiwa yang sedang aktif harus menghentikan
keaktifannya yang lain.
Di samping itu, metode ini sukar mencapai segi obyektivitas, karena
orang sering tidak jujur dalam mengadakan penilaian terhadap dirinya sendiri,
terutama dalam hal-hal yang mengandung cela. Padahal segi obyektivitas
dituntut oleh setiap ilmu pengetahuan.
Meskipun demikian, metode introspeksi ini adalah metode yang khas,
yang hanya terdapat pada makhluk manusia. Manusialah yang satu-satunya
mampu mengadakan intospeksi. Umar bin Khattab (wafat tahun 24 H) pernah
mengatakan “introspeksilah dirimu sendiri sebelum diintrospeksi oleh orang
lain” (H.M.Arifin,1977:76). Oleh karena manusia mampu mengadakan
introspeksi tersebut, maka introspeksi ini merupakan metode yang khas, yang
hanya terdapat dalam psikologi.
Menurut Wilhem Wundut, istilah introspeksi itu kurang tepat, yang lebih
tepat ialah retrospeksi (retro: kembali, dan spektare:melihat), jadi penyelidikan
melihat kembali peristiwa-peristiwa kejiwaan yang telah terjadi dalam diri sendi
(Bimo Walgito, 1983:23).
Dengan kata lain, penyelidik mengadakan penelitan kembali terhadap
peristiwa-peristiwa lampau yang telah dialaminya. Misalnya adalah orang
marah. Orang yang sedang marah tidaklah mungkin pada saat yang bersamaan
harus meneliti sebab-sebabnya marah. Tetapi peristiwa jiwa ini dapat diteliti
setelah selesai prosesnya marah tersebut.
Wiliam Stern, seseorang psikolog Jerman, mengemukakan beberapa
kelemahan dari metode introspeksi ini, yang pada pokoknya dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Seseorang sering tidak jujur dalam mengungkapkan hal-hal yang pertama
dialaminya, terutama dalam hal-hal yang bersifat negatif pada dirinya, dan
kalau diungkapkan ia akan menanggung perasaan malu.
b. Seseorang seringkali kekurangan perbendaharaan kata dalam melukiskan
peristiwa-peristiwa jiwa yang sudah dan sedang dialaminya.
c. Kerap kali sugesti dari diri sendiri maupun dari orang lain menyebabkan hasil
yang tidak obyektif. Prasangka,harapan, keinginan dan sebagainya memberi
pengaruh langsung yang tidak kecil.
d. Tidak semua penghayatan jiwa itu dapat disadari, karena gejala-gejala
kejiwaan di bawah kesadaran tidak dapat dilahirkan. Bahkan mungkin juga
hal-hal yang tidak disadari itu adalah termasuk hal-hal yang penting.
e. Metode ini tidak dapat digunakan oleh anak-anak dan orang-orang yang
abnormal.

Di samping adanya kelemahan-kelemahan seperti tersebut di atas, terdapat


juga kebaikan-kebaikan dari metode introspeksi, yang dalam garis besarnya
dapat dikemukakan sebagai beikut :

a. Metode ini merupakan metode yang khas, hanya terdapat pada manusia.
Artinya manusialah yang dapat melihat apa yang sedang dialami dalam
dirinya.
b. Kadang-kadang ada beberapa hal yang terdapat pada diri seseorang yang
tidak dapat diselidiki dengan menggunakan metode lain.
c. Dengan menggunakan metode ini seseorang dapat secara langsung
menyelidiki peristiwa-peristiwa yang dialaminya, di mana orang lain tidak
dapat menyeidikinya.

Meskipun metode introspeksi memiliki kelemahan, ia juga memiliki sisi


kebaikan. Karena itu hingga sekarang metode ini masih dipertahankan dalam
penyelidikan psikologi. Untuk mengatasi kesubyektifan dalam metode ini yaitu
dengan cara menggabungkan metode introspeksi dengan metode eksperimen,
yang kemudian disebutdengan metode introspeksi eksperimen.

Metode introspeksi eksperimen ialan metode intropeksi yang dilaksanakan


dengan mengadakan eksperimen-eksperimen (percobaan) secara disengaja dan
dalam suasana yang dibuat (Agus Sujanto, 1982:11)

Metode ini merupakan penggabungan antara metode introspeksi dengan


eksperimen. Dengan jalan eksperimen ini, diharapkan sifat subyektivitas dari
metode introspeksi akan dapat diatasi. Pada metode introspeksi murni, hanya diri
penyelidikan yang menjadi obyek. Sementara pada metode introspeksi
eksperimen hasilnya akan lebih obyektif dan validitas datanya juga dapat lebih
dipercaya. Metode ini dipelopori oleh Oswald Kulpe, seorang psikolog Jerman
yang masih murid Wilhelm Wundt.

Dengan demikian, dapat dibedakan antara introspeksi dengan introspeksi


eksperimen. Pada introspeksi murni, karena penyelidik sendiri yang menjadi
obyek dan menjadi ukuran segala-galanya, maka kesimpulan yang diambil pun
hanya berdasarkan atas dirinnya sendiri. Sedangkan pada intospeksi eksperimen,
kesimpulan diambil dari sejumlah individu, sehingga kesimpulan tersebut dapat
mengurangi sifat subyektivitas. Misalnya, sejumlah individu dalam satu kelas
dicoba untuk memecahkan satu masalah. Kemudian masing-masing individu
disuruh mengadakan intorspeksi tentang apa yang terjadi pada dirinya sendiri
sewaktu mereka memecahkan masalah tersebut. Dari hasil introspeksi masing-
masing individu itulah kesimpulan didapatkan.

b. Ekstrospeksi
Dari segi asal katanya, ekstrospeksi berati melihat ke luar (ekstro:Keluar,
Speksi dari Spektare: melihat). Dan sebagai metode, ekstrospeksi berati
mempelajari dengan jengaja dan teratur gejala-gejala jiwa orang lain dan
mencoba mengambil kesmpulan dengan melihat gejala-gejala jiwa yang
ditunjukkan dari mimik dan pantomimik orang lain (F.Patty, 1982:42).
Penggunaan metode ini juga dimaksudkan untuk mengatasi subyektivitas
yang terdapat dalam metode introspeksi. Pada ekstrospeksi, subyek penyelidikan
bukan dirinya sendiri melainkan orang lain. Namun demikian, sebenarnya
ekstrospeksi ini tak bisa lepas dari introspeksi, sebab mustahil seseorang akan
dapat menyatakan, mengetahui, ataupun menyimpulkan segala sesuatu yang
terjadi pada diri orang lain kalau dirinya sendiri tidak pernah mmengalaminya.
Orang dapat mengatakan bahwa seseorang dalam keadaan susah, gelisah,
gembira, tergesah-gesah, melamun, dan sebagainya jika dia sendiri pernah
mengalami hal-hal yang dialami orang itu.
Akan tetapi, suatu hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan
kesimpulan analogis dari hasil ekstrospeksi ini adalah bahwa gejala-gejala
kejiwaan yang sama sebelum tentu diakibatkan oleh sebab yang sama. Dua
orang yang mengeluarkan air mata, misalnya, belum tentu disebabkan oleh hal
yang sama: yang satu susah dan yang satu gembira meluap-luap.
Lain dari itu, satu sebab yang sama belum tentu berakibat sama. Misalnya,
ada seseorang menangis karena dicubit, sementara orang lain dicubit malah
tertawa. Inilah dua akibat yang berlainan disebabkan oleh satu sebab, yang bila
observasi gagabah dalam mengambil kesimpulan bisa menjadi salah. Seorang
observer harus mempelajari latar belakang fenomena itu. Untuk itu, setiap
observer dituntut hati-hati dalam mengambil kesimpulan, karena penggunaan
metode ekstrospeksi ini adalah untuk melengkapi metode introspeksi.
Selain kelebihan, metode ekstrospeksi ini juga memiliki kelemahan.
Namun kelemahan-kelemahan metode ini dapat diatasi dengan penggunaan
metode-metode lain, sehingga kelemahannya dapat diimbangi oleh keuntungan
atau kelebihan metode yang lain. Di antara kelebihan metode ini adalah sebagai
berikut :
1) Lebih memenuhi syarat ilmiah, karena metode ini lebih bersifat obyektif.
2) Dapat digunakan dalam menyelidiki anak-anak dan orang-orang yang
menyimpang keadaan jiwanya (abnormal).

Adapun kelemahan-kelemahan metode ekstrospeksi ini adalah :

1) Metode ini hanya dapat menyelidiki gejala-gejala jiwa yang tampak saja,
padahal tiap-tiap orang dalam mengeluarkan buah pikiran dan perasaannya
tidak sama, terutama pada orang dewasa, yang dapat mengekspresikan sikap-
sikap yang tidak wajar atau yang bertentangan dengan keadaan/situasi
jiwanya.
2) Jika orang yang diselidiki tahu, terkadang ia memberikan kesan yang tidak
sesuai dengan kenyataan yang ada, sehingga apa yang disimpulakan diri dari
hasil ekstrospeksi itu akan berbeda dengan apa yang semestinya.
2) Metode pengumpulan bahan

Sebagai metode ilmiah, metode ini dilakukan dengan mengolah data-data


atau bahan-bahan yang diperoleh dari kumpulan daftar pertanyaan, bahan-bahan
riwayat hidup dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan apa yang sedang
diselidiki.

Bahan-bahan yang telah diperoleh itu kemudian diklasifikasikan untuk


ditarik suatu kesimpulan yang bersifat umum. Untuk mendapatkan data tersebut
dapat dilakukan dengan angket, autobiografi dan pengumpulan benda-benda
hasil kerja.

a. Metode angket

Metode angket ialah cara penyelidikan kejiwaan dengan mengajukan


sejumlah pertanyaan baik lisan maupun tertulis, dan dari jawaban itu dapat
ditarik kesimpulan tentang kesan kejiwaannya.

Ditinjau dari sudut pelaksanaannya, angket dapat dibagi menjadi dua macam :

1) Angket langsung, yaitu bilamana pertanyaan itu dijawab langsung oleh orang
yang diselidiki.
2) Angket tak langsung, yaitu bilamana pertanyaan itu dijawab oleh orang lain.

Kemudian, bila ditinjau dari segi jenisnya, metode angkaet ini terdiri dari dua
jenis :

1) Angket yang dilaksanakan secara lisan ( sistem wawancara), yaitu disebut


interview.
2) Angket yang dilakuakan secara tertulis, yang disebut questionnaire.

Dan bila ditinjau dari segi luasnya obyek penyelidikan, maka angket tersebut
dapat diperinci lagi menjadi dua bagian:
1) Angket umum, yaitu angket yang obyek penyelidikannya mengenai masalah-
masalah yang umum saja, misalnya pertanyaan tentang nama orangtuanya,
penghasilan sebulan, pendidikan terakhir dan sebagainya.
2) Angket khusus, yaitu jika yang diselidiki terbatas pada masalah-masalah yang
khusus saja, misalnya masalah agama, apakah sebabnya menganut sebuah
agama, mengapa tidak menjadi bagian orang komunis saja dan sebagainya.

Metode angket ini dapat menghemat waktu, biaya dan tenaga. Namun
demikian, metode inijuga tak luput dari kelemahan. Kelemahan-kelemahan
metode angket ini adalah :

1) Kadang-kadang orang yang diselidiki itu tidak mau menjawab pertanyaan-


pertanyaan itu , dan kalaupun mau sering kali jawabnya tidak jujur.
2) Kadang-kadang pertanyaan yang dibuat terlalu sukar bagi yang menjawab.
3) Kadang-kadang sejumlah angket yang disebarkan itu kebmbalinya dalam
jumlah yang tidak sesuai dengan biaya dan tenaga yang dikeluarkan.

Terkait dengan kelemahan-kelemahan diatas, maka untuk mengurangi


kelemahan itu, sebaiknya angket disusun berdasarkan hal-hal sebagai berikut:

1) Penetapan pokok masalah, supaya jawaban yang diperoleh tepat.


2) Pertanyaan-pertanyaan harus disusun secara baik, jelas, tegas dan terbatas
serta mudah dimengerti.
3) Sebarkan angket seluas-luasnya sehingga diperoleh jawaban yang banyak.
4) Berilah kesempatan untuk memberi jawaban yang sejelas-jelasnya, jangan
diharuskan secara singkat sehingga tidak jelas (Zuhairini, 1980: 33)
b. Autobiografi (riwayat hidup)

Metode ini dipergunakan oleh peneliti dengan jalan mempelajari riwayat


hidup seseorang yang sedang diteliti, baik yang ditulis sendiri (autobiografi)
maupun yang ditulis orang lain (biografi).

Apabila pertanyaan (baca: keterangan-keterangan) mengenai seseorang


berupa keadaan, sikap, atau sifat-sifat lain telah banyak terkumpul, dan
kadangkala tidak sama antara keterangan yang satu dengan yang lain, maka
peneliti dapat menambah sumber keterangan yang lebih diyakini kebenarannya,
sehingga dapat disimpulkan tentang keadaan seseorang sebagai person.

Metode ini, di samping mempunyai keuntungan, juga mempunyai


kelemahan. Yaitu bila orang yang membuat biografi itu sepaham atau sehaluan,
maka dalam membuat biografi akan dipengaruhi oleh sudut pandangnya, lebih-
lebih lagi dalam pembuatan autobiografi.

Untuk mengatasinya, dan guna memperoleh gambaran yang lebih baik,


maka dapat ditempuh dengan jalan menyelidiki biografi dari bermacam-macam
penulis. Dengan demikian, peneliti akan memperoleh gambaran yang lebih
lengkap dan dapat dipercaya, karena data-data di dapat dari sumber yang
banyak.

c. Pengumpulan hasil kerja

Metode ini merupakan metode penyelidikan dengan jalan mengumpulkan


gambar-gambar, karangan-karangan, pekerjaan tangan, permainan-permainan,
termasuk buku harian seseorang dan sebagainya.

Dengan mengumpulkan benda-benda hasil kerja ini, dan mengadakan


analisis terhadapnya, maka akan dapat diketahui perkembangan alam pikiran,
perasaan, dan fantasi seseorang sekaligus dari keadaan jiwa orang yang
bersangkutan. Lebih-lebih bagi anak kecil, gambaran-gambarannya sering
dijadikan indikasi yang jelas bagi penyelidik.

3) Metode eksperimen

Metode ini merupakan metode penyelidikan dengan jalan mengadakan


percobaan-percobaan untuk mengetahui kejiwaan seseorang. Karena renungan-
renungan mengenai jiwa disangsikan kebenarannya, maka untuk menguji
kebenarannya itu dilakukan percobaan-percobaan. Metode ini biasanya
dilakukan di dalam labolatorium dengan mengadakan berbagai eksperimen.

Dalam metode ini yang perlu diperhatikan adalah hendaknya orang-orang


mengadakan eksperimen harus dapat menguasai situasi. Artinya, pihak
eksperimenter itu harus dapat menimbulkan atau menghilangkan beberapa
situasi sesuai dengan kehendaknya. Dengan demikian, eksperimenter akan dapat
mengamati reaksi-reaksi tertentu dari orang lain yang sedang diperiksa. Dengan
kata lain, situasi eksperimen adalah memeang sengaja dibuat.

Ahli psikologi yang memelopori metode ini ialah Wilhelm Wundt.


Wilhelm Wundt mendirikan labolatorium yang lengkap dengan alat-alatnya pada
tahun 1879 di Universitas Leipzig, Jerman. Namun, meskipun alat-alat yang
dipergunakan lengkap, Wilhelm Wundt masih mendapatkan kesulitan, karena
banyak proses kejiwaan yang tidak dapat diamati dengan indra seperti perasaan,
kemauan, jalan pikiran seseorang dan sebagainya.

Wilhelm Wundt, sebagaimana dikutip oleh Dakir (1973:27),


mengemukakan empat syarat yang harus dipenuhi dalam mengadakan
eksperimen, yaitu:

a. Pemeriksa harus dapat menetapkan sendiri saat timbulnya keadaan atau


kejadian yang hendak dipelajarinya;
b. Pemeriksa harus mengikuti jalannya itu seteliti-telitinya dengan memusatkan
seluruh perhatian kepada prosesnya;
c. Tiap-tiap pemeriksa harus dapat diulangi secukupnya, yaitu dalam keadaan
yang sama; dan,
d. Pemeriksa harus menguasai syarat-syarat tersebut diatas.

Adapun kelemahan-kelemahan metode eksperimen sebagai metode dalam


psikologi (Dakir 1973: 27) ini adalah sebagai berikut:

a. Eksperimen biasanya dilaksanakan pada benda mati yang mempunyai


hukum-hukum yang tetap, sedangkan jiwa adalah sesuatu yang hidup.
b. Tidak semua geljala kejiwaan dapat diselidiki secara eksperimen.
c. Dalam labolatorium situasinya tidak wajar.
d. Gejala-gejala kejiwaan sukar diukur secara eksak.

Sementara menurut Hj. Zuhairini (1980:36), kelebihan-kelebihan metode


eksperimen ini sebagai berikut :

a. Dengan eksperimen ada hal-hal yang dapat diselidiki dengan teliti dan
berulang-ulang.
b. Tanpa menunggu timbulnya suatu peristiwa, orang dapat dengan cepat secara
terartur mengetahui sesuatu peristiwa yang sengaja ditimbulkan.
Sehubungan dengan adanya beberapa kelemahan tersebut, maka aliran
psikologi modern.
Selain itu, yang termasuk dalam metode eksperimen tersebut adalah
metode test. Yang disebut metode test adalah penyelidikan yang dilakukan
dengan jalan mengajukan pertanyaan atau suruhan yang telah dipilih dengan
seksama dan bahkan telah di standardisasikan.
Karena itu, untuk bermacam-macam keaktifan jiwa telah dibuatkan alat-
alat tertentu yang telah memiliki standarnya, sehingga dapat diadakan
perbandingan anatara test yang satu dengan test yang lain. Seperti kecerdasan
dapat diukur dengan test intelegensi (IQ) dan fantasi dapat diukur dengan test
kemungkinan dan sebagainya.
Terkait dengan itu, setelah ditemukannya alat pengukur itu, seseorang
dapat mengetahui kemampuan daya jiwa seseorang. Bahkan, beberapa lembaga
pendidikan telah menggunakan test kejiwaan (psikotest) dalam seleksi
penerimaan siswa disekolah-sekolah.
Test semacam itu terdiri dari bermacam-macam bentuk sesuai dengan
adanya bermacam-macam daya jiwa yang harus diukur. Misalnya, ada test yang
menyelidiki perhatian, intelegensi, bakat, minat, fantasi, skill, dan sebagainya.
Diindonesia, test yang sering digunakan adalah scholastic achievement
test, yaitu test yang biasanya digunakan dalam dunia pendidikan dan pengajaran,
yang dibuat oleh guru sendiri. Test buatan guru itu ada yang berbentuk test
subyektif, obyektif, dan ada pula yang menggabungkan kedua bentuk tersebut.
Diantara karakteristik test subyektif adalah pertanyaan selalu dimulai
dengan kata-kata jelaskan, mengapa, uraikan, terangkan, apa sebabnya, dan
sebagaianya. Bentuk-bentuk pertanyaan demikian akan memberikan
kemungkinan kepada penjawab untukbercerita dan menjawab menurut sudut
pandang dan analisis yang berlainan, karena itu ia disebut test subyektif.
Sementara pada test obyektif, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
dijawab dengan isi singkat, bahkan ada yang hanya mencari jawaban betul-salah
(true-false test), pilihan ganda (multiple choise test), melengkapi (completion
test), dan menjodohkan (matcing test).
Berkenaan dengan bentuk-bentuk test terebut diatas, maka hendaknya
diusahakan validitas dan reabilitasnya. Suatu test dikatakan valid apabila test itu
hanya mengukur apa yang mesti diukur. Misalnya, test untuk mata pelajaran
sejarah harus benar-benar hanya mengukur kepandaian anak dalam pelajaran
sejarah, bukan memperhitungkan kepandaiannya dalam karang-mengarang,
membaca, dan sebagainya.
Dan sebuah test dikatakan reliable apabila test itu mempunyai ketepatan
dan konsisten (dapat dipercaya kebenarannya). Misalnya jika suatu test
dicobakan kepada sekelompok kelas yang sama, dan dilain waktu hasilnya juga
sama atau hampir sama, maka test tersebut dapat disebut memiliki reabilitas
tinggi.
Baik test subyektif maupunn test obyektif mempunyai segi kelemahan dan
kebaikan masing-masing. Untuk menutupi kelemahan masing-masing, keduanya
sering dipadukan dan digunakan dalam bentuk gabungan.

4) Metode studi kasus


Studi kasus merupakan kajian atau penelitian mendalam tentang subjek.
Studi kasus juga bermakna analisis mendalam tentang seseorang, kelompok, atau
fenomena. Berbagai teknik yang digunakan dalam kerangka studi kasus antara
lain adalah wawancara pribadi, tes psikometri, pengamatan langsung, dan
catatan arsip. Studi kasus yang paling sering digunakan dalam psikologi klinis
penelitian yang menggambarkan peristiwa langaka dan kondisi mengenai
subyek. Studi kasus semacam ini khusus digunakan dalam psikologi.

5) Metode klinis
Metode yang digunakan untuk menyelidiki orang-orang yang menyimpang
keadaan jiwanya (abnormal) ini disebut metode klinis karena mula-mulanya
timbulnya dilapangan klinis, dan metode ini kebanyakan digunakan oleh para
psikiater. Selain itu metode klinis juga di gunakan untuk mengumpulkan
informasi rinci tentang masalah perilaku kasus tidak dapat menyesuaikan diri
atau menyimpang, untuk selanjutnya mereka disarankan untuk melakukan
rehabilitasi di lingkungan mereka.

6) Metode diferensial
Metode ini digunakan untuk meneliti perbedaan-perbedaan individual
yang terdapat diantara anak didik, dengan menggunakan beberapa teknik
diantaranya menggunakan teknik pengukuran dan dan statistik untuk
menganalisis data.
III. PENUTUP

Kesimpulan

Metode psikologi pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk


meneliti suatu masalah dengan melakukan penelitian sehingga masalah dapat
diselesaikan dengan cara yang ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan dalam
pendidikan. Guru atau pengajar harus mengetahui psikologi pendidikan dan
menggunakan metode- metode penelitian dalam menyelesaikan masalah belajar
anak didiknya. Apabila seorang guru hanya mengandalkan kepandaiannya saja
dalam mengajar maka masalah dalam belajar peserta didik tidak akan
terpecahkan dan malah menambah masalah yang lain. Jadi setiap guru harus
memiliki banyak kepandaian baik dari segi kecerdasan otak, kepribadian, cara
mengajar, dan kreatifitas dalam mengajar.
Dalam psikologi pendidikan metode-metode tertentu dipakai untuk
mengumpulkan berbagai data dan informasi penting yang bersifat psikologis dan
berkaitan dengan kegiatan pendidikan dan pengajaran. Perlu dijelaskan disini
bahwa setiap situasi dalam psikologi pendidikan membutuhkan pendekatan
dengan cara tertentu sesuai dengan sifat dan hakikat dari pada situasi itu. Situasi
yang berbeda membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Maka dari itu para
ahli psikologi pendidikan dalam menjalankan tugasnya tidak selalu
mempergunakan satu macam metode, tetapi mempergunakan dua macam
metode atau lebih.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A., 2003. Psikologi Umum. PT Rineka CIpta: Jakarta


Mujib, A., 2017. Teori Kepribadian: Perspektif Psikologi Islam. Edisi Kedua.
Rajawali Press: Jakarta. Morgan, C.T., King, R.A., dan Robinson, N.M.,
1984.
Introduction to Humanistic Behavior. McGraw-Hill, International Book
Company: Bostan
Passer, M.W. dan Smith, R.E., 2004. Psychology: The Science of Mind and
Behavior. Second Edition. McGraw-Hill: New York.
Sarlito W. S., 2014. Pengantar Psikologi Umum. Cet. 6. PT Rajagrafindo Persada:
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai