Disusun Oleh :
Apakah benar judul diatas dengan realitas sekarang ini ? untuk menciptakan
komunikasi yang efektif, apa harus memiliki budaya yang sama ? Terdapat dua sisi yang
saling bertolak belakang untuk menjawab pertanyaan ini, yaitu disisi yang satu jika seorang
individu dengan inividu lain memiliki latar belakang bahasa yang sama, komunikasi mereka
akan berjalan dengan efektif. Kemudian disisi lainnya yaitu judul diatas dapat menimbulkan
rasa diskriminasi seseorang karena merasa bahwa berkomunikasi dengan budaya lainnya
adalah komunikasi yang kurang efektif. Dalam kenyataannya, tidak ada manusia didunia ini
yang dilahirkan sama. Meskipun mereka berada didalam Negara, Agama, Ras, Suku, Etnis
yang sama, pasti terdapat suatu perbedaan dari setiap individu. Dalam keluarga pasti terdapat
perbedaan, orangtua yang memiliki anak kembar, meskipun dominan, memiliki sikap yang
berbeda dalam pergaulan dan lingkungannya. Komunikasi dapat dikatakan efektif bila pesan
dalam komunikasi tersebut, yang disampaikan oleh komunikator, hasilnya sesuai dengan
harapan komunikator tersebut. Misalnya, seorang penjual yang datang kerumah seseorang
dan mempromosikan barang yang dijualnya, dapat dikatakan sebagai komunikasi efektif bila
ahkirnya tuan rumah membeli barang yang ditawarkan oleh penjual tersebut dan merasa puas
dengan pelayanannya.
Tanpa disadari oleh manusia, apa yang kita lakukan sehari-hari merupakan budaya.
Bagaimana kita berpakaian, berjalan, berbicara, semuanya merupakan budaya kita. Seperti
yang dikatakan bahwa ‘In other words, how we relate verbally and nonverbally to others is
learned from the culture in which we grow up‘ (Defleur et al, 2005, p. ). Bagaimana kita
bergaul dengan orang lain khususnya pada budaya yang berbeda, semua itu didasari oleh
orang terdekat kita atau significant others seperti orangtua. Kebudayaan yang kita miliki saat
ini dan lakukan saat ini merupakan warisan dari orang tua kita. Peran orangtua sebagai
pembentukan pribadi anak memang sangat menentukan. Linton dalam Lane dan Svante
Ersson (2002, p.24) berpendapat bahawa ‘the culture of a society is the way of life of its
members, the collection of ideas and habits which they learn, share, and transmit from
generation to generation’. Budaya yang kita miliki merupakan warisan turun menurun oleh
nenek moyang kita. Setiap kelompok memiliki budaya yang berbeda-beda, misalnya orang
jawa dengan orang madura tentu memiliki sikap dan gaya bahasa yang berbeda meskipun
Secara umum, setiap negara tentunya memiliki budaya nya masing-masing. Hal-hal
kecil yang biasa mereka lakukan sehari-hari, terkadang mereka tidak sadar akan perbuatannya
itu merupakan budaya yang diwariskan di negara tersebut. Kita ambil contoh yaitu antara
Amerika dengan Perancis. Heusinkveld (1997) mengatakan bahwa meminum segelas susu
saat makan siang merupakan hal yang biasa bagi orang-orang Amerika, berbeda dengan
orang Perancis yang meminum susu hanya untuk keperluan kesehatan saja. Dari contoh
tersebut dapat kita lihat bahwa hal-hal kecil yang tidak sadari manusia ternyata merupakan
warisan dari kebudayaan dan akan menjadi kebiasaan. Contoh lain yaitu seperti orang-orang
di dunia barat yang sehari-harinya lebih sering memakan kentang ketimbang orang-orang
yang berada di dunia timur yang terbiasa dengan nasi. Pertanyaan nya adalah bagaimana jika
orang-orang dari dunia barat berlibur ke dunia timur ? apa komunikasi diantara mereka akan
berjalan secara efektif ? karena secara otomatis budaya mereka akan sedikit tergoyah atau
culture shock. Maka dari itu, sangat diperlukan adaptasi dan penyesuaian agar komunikasi
Porter dan Samovar (1993:26) menyatakan bahwa hubungan reciprocal (timbal balik)
antara budaya dan komunikasi penting untuk dipahami bila ingin mempelajari komunikasi
antarbudaya secara mendalam. Hal ini terjadi karena melalui budayalah orang-orang dapat
belajar berkomunikasi.
persepsi akan memungkinkan pemberian makna yang cenderung mirip pula terhadap suatu
realitas sosial atau peristiwa tertentu. Sebagaimana kita memiliki latar belakang budaya yang
berbeda-beda maka dengan sendirinya akan mempengaruhi cara dan praktek berkomunikasi
kita. Banyak aspek/unsur dari budaya yang dapat mempengaruhi perilaku komunikasi
seseorang. Pengaruh tersebut muncul melalui suatu proses persepsi dan pemaknaan suatu
realitas. Beberapa unsur sosial budaya sebagai bagian dari komunikasi antarbudaya, yang
dapat berpengaruh secara langsung terhadap makna-makna yang kita bangun dalam persepsi
kita sehingga mempengaruhi perilaku komunikasi kita Sistem kepercayaan (belief), nilai
Kepercayaan merujuk pada pandangan dimana sesuatu memiliki ciri-ciri atau kualitas
tertentu, tidak peduli apakah sesuatu itu dapat dibuktikan secara empiris (logis) atau tidak.
Berikut dicontohkan:
ternyata bisa memiliki dua muka atau dua etnis yang sangat dominan di negara tersebut yaitu
negara Amerika. Harrison dan Huntington (2000, p.178) berpendapat bahwa ‘No country in
history has voluntarily changed its etnhic profile in such a short time as the United States
has’. Negara Amerika yang dulunya didominasi oleh etnis yang berkulit putih, bisa saja
berubah. Satu tokoh yang dapat mewujudkan semua hal itu terjadi adalah Martin Luther
King. JR. Ia adalah seorang kulit hitam dari Amerika, ia merasa bahwa orang-orang kulit
hitam di Amerika dipandangan rendah oleh orang-orang kulit putih. Seperti contohnya dalam
mengendarai bis umum, orang-orang kulit hitam selalu duduk diposisi belakang, seakan-akan
mereka terbelakangi. Hal-hal sepele seperti itu kemudian menggerakkan hati Martin Luther
King untuk bertindak melawan tetapi dengan kecerdasannya bukan dengan kekerasan.
Harrison dan Huntington (2000) mengatakan bahwa penduduk negara Amerika memiliki dua
muka yang besar atau mayoritas yaitu European dan African, yang memiliki budaya yang
sama meskipun warna kulit mereka berbeda. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa, warna kulit
seseorang tidak mendasari seorang individu dalam bagaimana ia berkomunikasi dengan orang
lain, warna kulit hanyalah simbol, tapi simbol itu bukan berarti harus bersifat negatif. Yang
mendasari adalah kepribadian yang dimiliki oleh masing-masing individu dalam bergaul dan
Negara Indonesia dipisahkan karena terdapat banyak sekali pulau-pulau yang dihuni
ataupun yang tidak dihuni. Kemudian disatukan dengan Pancasila yang menjadi Ideologi
bangsa dan negara. Di Indonesia, ada enam agama yang diakui yaitu Islam, Katolik,
Protestan, Hindu, Buddha, dan Konghucu. Tetapi agama yang mayoritas dianut oleh
penduduk negara Indonesia adalah Islam. Lalu akan dibahas lebih dalam mengenai budaya
politik yang ada di Indonesia. Dengan faktor politik nya, mayoritas yang menjadi Presiden,
menteri ataupun DPR beragama Islam dan beretnis pribumi. Hal tersebut sudah menjadi
budaya Indonesia dalam berpolitik dan memerintah. Hal tersebut sudah turun menurun
diwariskan. Tetapi bukan berarti tidak ada penganut agama non-islam atau non-pribumi yang
tidak bisa bekerja didalam pemerintahan. Hal-hal tersebut hanyalah mindset yang salah, tetapi
memang perlu dipertimbangkan hal-hal seperti itu. Lane dan Ersson (2002) berpendapat
bahwa budaya perlu diingat terus menerus, dan budaya merupakan faktor yang dapat
menjelaskan berbagai fenomena dalam berpolitik. Terus terang, akan langka sekali jika ada
presiden Indonesia yang beragama non-islam dan beretnis non-pribumi, apa yang akan
dan beretnis pribumi. Maka dari itu perlu adanya pertimbangan dalam mendasari Suku,
Kita tidak bisa meninggalkan budaya kita begitu saja, karena faktor budaya sangat
mempengaruhi hidup kita. Bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain yang berbeda
budaya bukan lah hal yang haram. Ketidak efektifan suatu komunikasi antar budaya sudah
terbiasa terjadi, maka dari itu perlu ada penyesuaian. Budaya terjadi dan terbentuk secara
tiba-tiba, otomatis, tidak bisa diprediksi, dan dapat menentukan kepribadian kita (Fantini
1997). Kita semua, yang ada didunia ini, perlu tergerak untuk berubah dan menumbuhkan
sikap toleran kita terhadap sesama. Apa perlu seseorang terlebih dahulu yang tergerak untuk
berubah dan kita hanya menjadi pengikut saja ? bayangkan semua orang yang ada didunia ini
memiliki sikap toleran dan pengertian, akan sangat tenteram dunia ini. Secara kesimpulan,
untuk menciptakan sebuah komunikasi yang efektif, tidak perlu harus memiliki latar belakang
budaya yang sama. Berkomunikasi dengan budaya lain akan berjalan dengan efektif apabila
keduanya memiliki persepsi yang baik terhadap sesama dan adanya sikap toleran terhadap
sesama.
DAFTAR PUSTAKA
Fantini, A (ed.) 1997, New Ways in Teaching Culture, TESOL, United states.
Lane and Svante Ersson 2002, Culture and Politics : A Comparative approach, Ashgate
Harrison and Samuel P. Huntington (ed.) 2002, Culture Matters, Basic Books, New york.