PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan Penulisan
Dalam penulisan makalah ini memiliki manfaat untuk menambah ilmu dan wawasan
mengenai hakikat manusia,keragaman,dan kesetaraan dalam dinamika sosial dan budaya.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah keragaman berasal dari kata ragam. Jika disimak dari Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI). Ragam,artinya tingkah laku,macam,jenis,warna-warni,corak,dan
sebagainya.Jadi keragaman maksudnya adalah suatu kodisi dalam masyarakat dimana
terdapat perbedaan. Perbedaan dalam berbagai bidang, terutama suku bangsa,ras etis,
bahasa,seni,agama dan keyakian religi,ideologi,adat istiadat, serta corak kehidupan sosial
lainnnya.
1. Geografis
Indonesia adalah negara yang terdiri atas pulau dan kepulauan. Artinya, negeri
yangbertabung pulau (ada 17.404) pulau, besar-kecil diatas betangan dua samudra
yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik
2. Suku Bangsa dan Ras
Bangsa Indonesia ,begitulah sebutan ikatan politik dari 1.280 suku bangsa
yang mendiami negeri ini (suku bangsa yang telah terdata). Suku bangsa yang
menempati wilayah Indonesia dari Sabang sampai Marauke sangat beragam. Di
Indonesia, terutama bagian barat mulai dari Sumatera adalah termasuk ras Mongoloid
Melayu Muda (Deutero Melayan Mongoloid), kecuali Batak dan Toraja yang
termasuk Mongoloid Melayu Tua (Proto Malayan Mongoloid). Sebelah timur
Indonesia termasuk ras Austroloid termasuk bagian NTT. Kemudian kelompok
terbesar yang tidak termasuk kelompok pribumi adalah gelongan China yang
termasuk Astractur Mongoloid. Diwilayah Papua, secara fisik termasuk ras
Negrito.Berangkat dari keadaan tersebut, berarti Indonesia termasu multietnis.
3
3. Agama dan Keyakinan (Religi)
Agama dan keyakinan mengandung arti ikatan yang harus dipegang teguh dan
dipatuhi oleh manusia khususnya kewajiban pengabdian manusia terhadap Tuhan.
Ikatan yang dimaksud berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia
sebagai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap dengan panca indra namun
mempunya pengaruh yang besar sekali terhadap kehidupan manusia sehari-hari.
Pada dasarnya agama dan keyakinan merupakan unsur penting dalam
keragaman bangsa Indonesia. Dalam Praktiknya fungsi agama dalam masyarakat
antara lain sebagai berikut.
a. Pendidikan (eduratif), artinya ajaran agama secara yuridis berfungsi meyakinkan
atau memerintahkan manusia berbuat baik dan benar dan melarang pernuatan hina
b. Penyelamat artinya manusia memiliki harapan kepada Tuhannya dengan cara
berdoa tujuannya adalah selamat didunia dan akherat
c. Sarana Perdamaian artinya secara tidak ada agama atau keyakinan apa pun
didunia yang mengajarkan umatnya untuk saling konfilk atau pertikaian
sebaliknya agama sebagai sarana perdamaian hidup manusia walaupun berbeda
keyakinan.
d. Konflik sosial maksudnya agama dapat dijadikan sebagai sarana pengontrol
perilaku manusia baik secara individu maupun kelompok
e. Pemupuk rasa solidaritas artinya melalui ibadah aau ritual secara sadar melakukan
komunikasi untuk menymbah atau memohon kepada sang pencipta
f. Transformatif artinya eksistensi agama adalah sebagai salah satu cara dan saana
untuk mentrasformasikaninformasi,pengetahuan,dan ilmu keagamaan kepada
orang lain.
g. Kreatif artinya agama di dalamnya terdapat pesan-pesan kepada umat manusia
melakukan tindakan dan kreatifitas.
4. Ideologi dan Politik
Ideologi ialah suatu istilah umum bagi sebuah gagasan yang berpengaruh kuat
terhadap tingkah laku dalam situasi khusus karenamerupan ikatan antara tindakan dari
kepercayaan yang fundamental. Ideologi membantu untuk lebih memperkuat
landasan bagi sebuah tindakan. Kemudian dalam politik biasanya menggunakan
ideologi sebagai garis pergerakan. Di dalam politik terdapat konflik antara individu-
individu dan kelompok untuk memperoleh kekuasaan. Ideologi dan politik juga
digunakan oleh para politik untuk mencapai kemenangan dan keuntungan,sehingga
4
dapat berpengaruh terhadap orang lain. Namun demikian politik juga bermakna
sebagai usaha untuk menegakan ketertiban sosial.
5. Bahasa dan Tata Krama
Bahasa merupakan sarana komunikasi manusia baik lisan,tertulis dan lambag-
lambang simbol. Namun demikian ketika manusia berinteraksi hendaknya memakai
tata krama.
Tata Krama dibentuk dan dikembangkan oleh masyarakat dan terdiri atas
aturan-aturan yang kalau dipatuhi diharapkan akan tercipta interaksi sosial yang tertib
dan efektif didalam masyarakat bersangkutan.
6. Kesenian
Sebagaimana pembicaraan tentang sistem bahasa,agama, dan etnis atau suku
bangsa yang ada, maka sistem kesenian ternyata menunjukan sebagai identitas
keberagaman budaya. Seni adalah sentuhan hati nurani, maka sifatnya relatif sesuai
dengan selera seseorang atau masyarakat.
7. Sistem Ekonomi
Ekonomi dalam hal ini dapat dikatakan sebagai ukuran seseorang atau individu
terkait kualitas hidup manusia. Tidak bisa dipungkiri bahwa masyarakat menjadikan
ekonomi sebagai ukuran senang-susah, bahagia, kaya-miskin, sukses prastasi,
dermawan, dan sebaginya. Berdasarkan objeknya sisem ekonomi juga mengalami
keragaman misalnya sebagai masyrakat petani, nelayan buruh-karyawan, berdagang,
atau sebagai pegawai atau abdi negara.
8. Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial merupakan dinamika yang tidakdiharapkan tetapi kasus-kasus
tertentu ternyata tidak bisa dihindari. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat
yang majemuk dengan bermacam tingkat, pangkat, dan sastra sosial yang hierarkis.
Hal ini dapat terlihat dan dirasakan dengan jelas adanya pergolongan orang
berdasarkan kasta.
5
berbangsa dan bernegara mewarisi perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu
beriringan saling melengkapi bahkan mampu untuk saling menyesuaikan dalam
kehidupan sehari-hari. Tetapi yang sering kali terjadi malah sebaliknya perbedaan
tersebut menciptakan ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh sifat dasar yang dimiliki masyarakat majemuk yang sebagaimana telah dijelaskan
berikut ini:
a. Tejadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali
memiliki kebudayaan yang berbeda
b. Memiliki struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga
yang bersifat non-komplementer
c. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat
tentang nilai sosial yang bersifat dasar
d. Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling
ketergantungan di bidang ekonomi
e. Secara relatif sering kali terjadi konflik di antara kelompok satu dengan
yang lainnya
f. Adanya dominasi pollitik oleh suuatu kelompok terhadap kelompok lain
Realitas diatas harus diakui dengan sikap terbuka, logis dan dewasa. Jika keterbukaan dan
kedewasaan sikap diikesampingkan maka besar kemuungkinan tercipta masalah yang
menggoyahkan persatuan seperti:
Hal yang dapat dilakuukan untuk memperkecil masalah yang diakibatkan oleh pengaruh
negatif keberagaman:
a. Semangat religius
b. Semangat nasionalisme
c. Semangat pruralisme
6
d. Semangat humanisme
e. Semangat toleransi
f. Membangun pola komunikasi untuk interaksi maupun konfigurasi
hubungan antar agama, media massa dan harmonisasi dunia
7
suatu negara menjadi tiga kelompok: kaya,miskin,dan yang berada diantaranya.
Kelompok-kelompok kaya (bangsawan,tuan tanah),biasanya melakukan intimidasi dan
tekanan sehingga mendiskriminasikan orang-orang miskin.
3. Ketidakberdayaan golongan miskin akan intimidasi yang mereka dapatkan membuat
mereka terus terpuruk dan menjadi korban diskriminasi.
Problematika lainnya yang timbul dan harus diwaspadai adalah adanya disintegrasi
bangsa dan bubarnya sebuah negara,dapat disimpulkan adanya enam faktor utama yang
secara gradual bisa menjadi penyebab utama proses itu.
8
Salah satu yang dapat dijadikan solusi adalah Bhineka Tunggal Ika merupakan
ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang “majemuk” atau
“heterogen”. Masyarakat indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak
suku bangsa dengan beraneka ragam latar belakang kebudayaan,agama,sejarah,dan
tujuan yang sama yang disebut kebudayaan nasional.
Terciptanya “tunggal ika” dalam masyarakat yang “bhineka” dapat
diwujudkan melalui “integrasi kebudayaan” atau “integrasi nasional” . Dalam
hubungan ini, pengukuhan ide “tunggal ika” yang dirumuskan dalam wawasan
nusantara dengan menekankan pada aspek persatuan di segala bidang merupakan
tindakan yang positif namun, tentu saja makna Bhineka Tunggal Ika ini harus benar-
benar dipahami dan menjadi sebuah pedoman dalam berbangsa dan bernegara (Sunoto,
1984: 101-109).
9
Ralitas keragaman budaya bangsa ini tentu membawa konsekuensi munculnya persoalan
gesekan antar budaya, yang memengaruhi dinamika kehidupan masyarakat,manusia yang
beradab harus bersikap terbuka dalam melihat semua perbedaan dan keragaman yang ada.
Faktor pendorong yang menyebabkan terjadinya perubahan ada dua yaitu : (1) berasal
dari luar masyarakat, dan (2) berasal dari dalam.
10
2.6 Kearifan Lokal di Tengah Keragaman Budaya
Kearifan lokal merupakan ungkapan budaya yang khas bagi bangsa Indonesia, karena
di dalamnya terkandung tata nilai, etika, norma, aturan dan keterampilan suatu komunitas
dalam memenuhi tantangan keberlanjutan kehidupannya. Kearifan lokal sering digunakan
sebagai lokal desicion making, berlaku dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan
berbagai aktivitas sosial lainnya dalam lingkungan kehidupan masyarakat. Kearifan lokal
diartikan dalam bentuk pengetahuan yang lebih spesifik, technical know how, seperti;
ekologi tradisional, komunikasi tradisional, teknologi tradisional, pengobatan tradisional.
Kearifan lokal lebih mengarah pada seperangkat pengetahuan yang dimiliki masyarakat
yang tinggal di suatu wilayah atau teritori tertentu, dengan dukungan teknologi tertentu
sebagai sasaran yang diciptakan untuk digunakan menopang kehidupannya sehari-hari.
Kearifan lokal sebagai ekspresi budaya, dalam pandangan Adimihardjo (2008),
tercermin dalam beberapa ekspresi berikut.
a. Ekspresi verbal, bersumber dari mitologi, cerita rakyat, pantun, prosa, peribahasa,
tanda, kata, nama, simbol dan indikasi seperti waktu dan arah.
b. Ekspresi musik, bersumber dari musik rakyat dan musik instrumental.
c. Ekspresi gerak, bersumber dari tarian rakyat, sandiwara, drama, sendratari dan
bentuk-bentuk astistik atau ritual.
d. Ekspresi nyata (tangible) seperti produksi kesenian rakyat dalam bentuk gambar,
lukisan, pahatan, keramik dan gerabah, mosaik, ukiran dari kayu, metal, perhiasan,
sulaman kain, permadani dan pakaian, kerajinan rakyat, instrumen musik dan bentuk-
bentuk arsitektur.
Terkait dengan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, kearifan lokal memiliki ciri-
ciri:
Ketut Gobyah (dalam Sartini, 2004) mengatakan bahwa kearifan lokal (local genius)
adalah kebenaran yang telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal
merupakan perpaduan antara nilai-nilai suci firman Tuhan dan berbagai nilai yang ada.
11
Kearifan lokal terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakt setempat maupun kondisi
geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut
secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup. Meskipun bernilai lokal, tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
S. Swarsi Geriya (dalam Sartini, 2004) mengatakan bahwa secara konseptual, kearifan
lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada
filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara dan perilaku yang melembaga secara tradisional.
Kearifan berarti ada yang memiliki kearifan (al-‘addah al-ma’rifah), yang dilawankan
dengan al-‘addah al-jahiliyyah. Ide pengakuan pada kearifan lokal yang tumbuh di
berbagai lingkungan masyarakat adat menggambarkan tentang pentingnya ideologi
keberagaman , pluralisme dan multikulturalisme, yang mengkoreksi pada paham kesatuan
yang dipaksakan. Kesatuan yang dipaksakan akan membuat identitas menjadi hilang dari
setiap individu ke dalam satu kehidupan tunggal. Kondisi pemkasaan seperti ini menjadi
salah satu indikasi pada pelanggaran HAM.
Masyarakat lokal akan lebih baik apabila memiliki kemampuan untuk dapat
menjawab tantangan yang dihadapinya dengan kearifan yang dimilikinya (jurnal
perempuan, 2008). Dalam perkembangannya, kearifan lokal yang timbul antarkomunitas
lokal berbeda dengan komunitas lainnya, tanpa menghilangkan substansi yang
dimilikinya, yaitu berfungsi sebagai solusi terhadap masalah yang ada di sekitarnya.
12
2.7 Keragaman Budaya dan Isu
Kenyataan yang tak dapat ditolak bahwa masyarakat dan bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai keragaman sosial, kelompok etnis, budaya, agama, aspirasi politik dan lain-lain,
sehingga masyarakat dan bangsa Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai
masyarakat beranekarragaman budaya. Pada pihak lain, realitas keanekaragaman tersebut
berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk merekonstruksi kembali “kebudayaan
nasional Indonesia” atau “budaya bangsa” yang dapat menjadi “integrating force” yang
dapat mengikat seluruh keragaman etnis, suku bangsa dan budaya tersebut. Kesadaran
dan keanekaragaman budaya sudah muncul sejak Negara Republik Indonesiaterbentuk
dan digunakan oleh pendiri bangsa Indonesia untuk “mendesain kebudayaan bangsa
Indonesia.
Perbedaan budaya, agama, aspirasi politik, kepentingan, visi dan misi, dan tradisi
merupakan sebuah konduksi dalam hubungan interpersonal yang kadang-kadang juga
menjadi perbedaan perilaku dalam memahami sesuatu. Masyarakat Indonesia merupakan
masyarakat majemuk karena terdiri atas berbagai suku, bahasa dan agama. Terdapat
sekitar 300 dialek bahasa dan ratusan etnik yang tersebar di nusantara ini (Nuraeni,
2013:19).
Menurut Fuad Hasan (dalam Sartini, 2004), budaya nusantara yang plura merupakan
kenyataan hidup (biving reality) yang tidak dapat dihindari. Sebagai hasil cipta, rasa dan
karsa masyarakat Indonesia keragaman suku telah melahirkan keragaman budaya, yang
terikat dalam sloga Bhineka Tunggal Eka. Kebhinekaan ini harus dipersandingkan bukan
dipertetanggkan. Keberagaman ini merupakan manifestasi gagasan dan nilai, sehingga
saling menguatkan dan dimanfaatkan untuk meningkatkan wawasan dalam saling
mengapresiasikan.
13
Pada sisi lain, boleh bangsa ini berbangga menjadi bangsa Indonesia yang dikaruniai
keragaman (kemajemukan atau pluralisme) mulai dari agama, etnik, bahasa, budaya dan
sebagainya. Fenomena kemajemukan dinegara kita tumbuh dari aneka peristiwa sejarah,
kolonisasi, migrasi, formasi bangsa dan akhir-akhir ini ditengarai dengan adanya
komunikasi global. Dalam jangka waktu yang cukup lama kemajemukan ini telah
menyatukan kita semua menjadi satu kekuatan besar di Asia Tenggara dan selalu
diperhitungkan dalam kebijakan luar negeri Negara-negara besar. Hanya saja, kekayaan
dan kekuatan dalam kemajemukan ini, sering kali mendapatkan cobaan yang membawa
pada kehidupan penuh curiga, saling menyalahkan dan berujung dengan konflik sosial.
Sebagai Negara dengan jumlah penduduk nomor mpat setelah cina, india, dan
amerika serikat sengan jumlah etnis tidak kurang dari 1072 (Agus Salim, 2006) telah
menggambarkan kondisi etnik yang beragam dengan segala kompleksitasnya.
Kemajemukan Indonesia di tandai oleh adanya suku-suku bangsa, masing-masing
mempunyai cara-cara hidup atau kebudayaan yang berlaku.
Perbedaan yang ada di antara kebudayaan suku bangsa di Indonesia pada hakikatnya
adalah perbedaaan yang disebabkan oleh perbedaan sejarah dan adaptasi dengan
lingkungannya (persuade suparlan, 1989). Kemajemukan etnik sering dianggap sebagai
persoalan terutama saat meletus konflik kepentingan antara Negara dan komunitas
berbasis etnik. Berbagai bentuk konflik antaretnik di Indonesia, seperti di Sambas,
Ambon, Papua, dan Aceh menjadi contoh penguatan basis etnik di antara anggota
komunitas yang ada di tingkat lokal. Denngan demikian, harus diakui bahwa bangsa
Indonesia merupakan sebuah konsep Negara bangsa yang terdiri atas keragaman etnik di
masing-masing etnik mengembangkan sifat komunalisme secara otonom.
Dalam analisis Hawasi (2005), dinyatakan terdapat tiga istilah yang menggambarkan
kondisi masyarakat dengan berbagai macam ras, agama, bahasa, dan budaya yaitu
14
pluralitas (plurality), Keragaman (divercity), dan multikultural. Ketiga istilah tersebut
menggambarkan konsep dasar yang sama yaitu mengacu pada ketidak tunggalan.
Pluralisme atau kemajemukan mengandaikan adanya hal-hal yang lebih dari satu
keragaman, menunjukkan keberadaan yang lebih dari satu, itu berbeda-beda, heterogen
dan memungkinkan untuk lestari. Dalam pandangan Purwasito (2003), masyarakat plural
memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1. Masyarakat terdiri atas kelompok dengan latar budaya dan subbudaya yang berbeda.
2. Masyarakat memiliki strata sosial yang terbagi dalam lembaga-lembaga yang versita
non-komplementer.
3. Kurang memiliki kemauan untuk menemukan konsensus.
4. Konflik dan kekerasan berlangsung karena saling ketergantungan ekonomi.
Isu multikultural merupakan konsep baru dengan penekanan pada segala perbedaan
yang terjadi di ruang publik. Di dalam isu multikultural terdapat interaksi aktivitas antar
anggota masyarakat dan budaya yang plural dalam kehidupan sehari-hari. Terdapat
nuansa kesetaraan dan keadilan dalam unsur-unsur sosial tersebut. Jadi, prinsip
multikulturalisme mencakup pengakuan pada keanekargaman, perbedaan, kesederajatan,
persamaan, penghormatan pada demokrasi dan solidaritas. Watson (dalam Agus Salim,
2006), memaknai kulturalisme lebih luas lagi, yaitu masyarakat yang di salamnya
berkembang banyak kebudayaan. Sementara itu Kymlicka (2003), menjelaskan
multikulturalisme sebagai tuntutan pengakuan atas identitas kelompok yang berkembang
dan penerimaan perbedaan kebudayaan yang berkembang. Hal ini menjadi penting bagi
bangsa Indonesia karena fakta keragaman dapat membawa konsekuensi logis yang
mungkin timbul dan kepentingan integrasi nasional.
15
lain. Kedua, perbedaan-perbedaan itu sudah ada begitu saja secara “alamiah” dan
sepatutnya diterima dan dihormati.
Konflik sosial biasanya berangkat dari reaksi kelompok minoritas untuk menuntut hak
dalam kesertaannya untuk menentukan jalannya kebijakan publik dan untuk menetapkan
diri sebagai manusia. Oleh karena itu, isu multikulturalisme sebagai paradigma baru
menjadi layak untuk disebarluaskan dalam upaya mengatasi konflik. Melalui konsep isu
multikulturalisme, diharapkan akan muncul kesadaran bersama terhadap kenyataan
kemajemukan (pluralitas) kehidupan modern, baik pada tataran kemajemukan etnik,
agama, tradisi, bahasa, budaya hingga orientasi politik.
Istilah konflik itu sendiri sering kali mengandung pengertian negatif, yang cenderung
diartikan sebagai lawan kata dari pengertian keserasian, kedamaian, dan keteraturan.
Konflik sering kali diasosiasikan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pengertian
inilah yang selanjutnya, melihat konflik, termasuk konflik etnik, merupakan bagian dari
pelanggaran HAM.
Ciri kemajemukan bangsa dan wilayah negara kita yang berbentuk kepulauan harus
diterima sebagai kenyataan objektif yang mengandung potensi konflik. Sumber-sumber
konflik pada umumnya berangkat dari konflik; separatis, perebutan sumber daya alam,
16
persoalan kesenjangan ekonomi, kriminalitas, penganguran, perang saudara,
pemberontakan bersejata , politik, dan sebagainya. Indonesia juga memiliki potensi
konflik lain yang dapat menimbulkan integrasi nasional, yaitu pontensi antarsuku, agama,
ras, golongan, pusat-daerah, sipil-militer, lembaga-lembaga pemerintah atau negara
Jawa-non Jawa, penguasa-masyarakat, dan lain-lain.
Selain itu, terdapat potensi konflik yang mewarnai implementasi otonomi daerah,
seperti konflik antarpemerintah lokal, konflik-konflik antarkekuatan rakyat berbasis lokal
melawan aparat pemerintah, konflik tentang pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dan
sebagainya. Umumnya, konflik tentang identitas dalam suatu masyarakat cenderung lebih
rumit, bertahan lama serta sulit dikelola, sedangkan konflik yang berdiri primordial sulit
dipecahan karena sangat emosional.
Akibat yang ditimbulkan dari bebagai konflik sangat luar biasa banyaknya, misalnya
kehilangan nyawa, kehilngan tempat tinggal, kehilangan sanak famili, kehilangan sumber
ekonomi , keluarga bercerai-berai, dan masih banyak lagi. Tidak terbayangkan oleh kita
semua, apa yang harus dilakukan oleh para korban konflik tersebut. Di sinilah HAM di
pertaruhkan dalam upaya penegakkan kehidupan yang damai dan harmoni.
17
dalam menjaga dan menjamin keutuhan masyarakat. Di antara kearifan lokal yang sudah
ada sejak dahulu dan masih terpelihara sampai sekarang, antara lain dalihan
natolu(Tapanuli), rumah betang (Kalimantan Tengah), menyama braya (Bali), saling jot
dan saling pelarangan (NTB), siro yo ingsun, ingsun yo siro (Jawa Timur), alon-alon
asal kelakon (Jawa Tengah/DI Yogyakarta), dan basusun sirih (Melayu/Sumatra).
Tradisi yang masih ada dan berlaku di masyarakat, berpotensi untuk dapat mendorong
keinginan hidup rukun dan damai. Hal itu karena kearifan tradisi lokal pada dasarnya
mengajarkan perdamaian dengan sesamanya, lingkungan, dan Tuhan. Hal yang sangat
tepat menyelesaikan konflik dengan menggunakan adat lokal atau kearifan lokal karena
selama ini dianggap membudaya dalam masyarakat. Oleh karena itu, kearifan lokal
adalah sesuatu yang sudah mengakar dan biasanya tidak hanya berorientasi profan
semata, tetapi juga berorientasi sakral, sehingga pelaksanaannya bisa lebih cepat dan
mudah diterima oleh masyarakat. Melalui adat lokal ini diharapkan resolusi konflik bisa
terwujud, kemudian bisa diterima semua kelompok, sehingga tidak ada lagi konflik laten
yang tersembunyi dalam masyarakat.
Sebagai sebuah catatan bahwa dalam upaya menyelesaikan konflik haruslah dipahami
betul kompleksitas serta kerumitan konflik yang dihadapi. Semua harus sadar bahwa
setiap konflik memiliki kompleksitas masing-masing, sehingga tidak bisa begitu saja
mengaplikasikan sebuah teori untuk menyelesaikannya. Semua juga harus ingat bahwa
selain teori-teori resolusi konflik yang ada, sebenarnya masyarakat juga memiliki budaya
sendiri dalam menyelesaikan masalahnya. Namun demikian, penyelesaian konflik sering
melupakan adat dan budaya lokal tersebut. Untuk itulah penting untuk menggali kembali
kekayaan budaya sendiri.
18
dan bahasa. Keragaman dan toleransi adalah pasangan kata yang memang tepat
dipersandingkan. Keragaman merupakan keniscayaan di dalam kehidupan ini, sebab tidak
ada masyarakat yang tidak beragam keadaannya. Keragaman dalam etnis, suku, agama
dan bahasa dan budaya. Di dalam suatu masyarakat yang paling simple pun pasti terdapat
suatu keadaan yang beragam. Keragaman bisa dikaitkan dengan kata pluralitas dan juga
multikulturalitas.
Dalam presfektif HAM kebudayaan yang berbeda-beda dibentuk manusia dan
pendukung nya sebagai jawabn atas tantangan yang dihadapinya. HAM merupakan
karunia Tuhan yang tidak mungkin untuk di perdebatkan pada konteks hak persamaan
dan kebebasan juga sekaligus merupakan kodrat yang dimiliki oleh setiap manusia
semenjak manusia lahir kedunia. Keragaman adalah sunnatullah. Keragaman merupakan
bagian dari sesuatu yang bercorak natural. Memang harus seperti itu. Ada etnis Cina,
Arab, Eropa, Negro. Amerika Latin dan sebagainya dengan corak warna kulit, adat
istiadat, tradisi, bahasa dan komunikasi dan sebagainya. Semua memiliki ciri khasnya
masing-masing. Oleh karena itu, yang terpenting saat ini adalah memperkuat nilai nilai
toleransi dengan sesama.
Toleransi HAM salah satu wujud nilai universal HAM yang dipahami sebagai
kebijakan dalam berhadapan dengan perbedaan antar-budaya. Toleransi berasal dari
bahasa latin : Tolerare, artinya menahan diri, bersikap sabar, membiarkkan orang
berpendapat lain, dan berhati lapang terhadap orang orang yang memiliki pendapat
berbeda. Menurut George Cuvier, bahwa terdapat tiga ras yang menghuni dunia ini.
Kaukasoid menghuni benua Eropa, Mongoloid menghuni Benua Asia dan Negroid
menghuni benua Afrika. Tetapi juga terjadi mutasi antar benua. Jika dicermati maka
sesungguhnya terdapat mutasi antar etnis di dalam dunia ini. Misalnya mutasi yang
dilakukan oleh Etnis Arya dari Eropa ke Timur Tengah, dan juga mutasi orang kulit hitam
dari Australia ke wilayah Polinesia atau sebaliknya. Demikian pula suku Mongoloid ke
wilayah Asia Tenggara dan sebagainya. Secara antropologis, bahwa mutasi etnis ini
merupakan suatu yang sangat wajar, sebab mereka memang malakukan perjalanan dari
suatu wilayah ke wilayah lain. Bahkan lebih jauh, juga terjadi perkawinan antar etnis.
Misalnya terjadi di Amerika, Australia dan sebagainya.
Toleransi dapat dimaknai sama maksudnya dengan harmoni dalam perbedaan.
Toleransi adalah kunci bagi ko-eksistensi damai. Karena penduduk yang damai adalah
penduduk yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleran. Sebagai bangsa yang beragam atau
19
majemuk, terdapat keuntungan adanya toleransi di dalam kehidupan bersama, antara lain
seperti berikut.
1. Terciptanya hubungan yang harmonis dalam kehidupan bermasyarakat
2. Terhindar dari rasa permusuhan.
3. Terciptanya kehidupan yang tenang dan damai.
4. Semua orang melaksanakan kewajiban tanpa beban
5. Terbinanya persahabatan atau persaudaraan yang sejati
Komitmen bersama menjadi pedoman agar hubungan antarsemua umat manusia dan
etnis berlangsung dengan harmonis ditandai dengan tampilan interaksi yang
menggambarkan adanya hal berikut.
1. Komitmen untuk saling pengertian dan menghargai perbedaan antar sesama manusia.
2. Komitmen untuk mencintai perbedaan.
3. Komitmen untuk musyawarah dan mufakat dalam menyelesaikan konflik.
4. Komitemn untuk saling memajukan
5. Komitmen untuk saling belajar.
Berikut penjelasan perilaku toleran terhadap keberagaman agama, suku, ras, budaya,
dan gender di bawah ini.
20
kepada orang lain. Oleh karena itu, bentuk perilaku kehidupan dalam keberagaman
agama di antaranya diwujudkan dalam bentuk:
menghormati agama yang diyakini oleh orang lain;
tidak memaksakan keyakinan agama kita kepada orang yang berbeda agama;
bersikap toleran terhadap keyakinan dan ibadah yang dilaksanakan oleh yang
memiliki keyakinan dan agama yang berbeda
melaksanakan ajaran agama dengan baik; serta
tidak memandang rendah dan tidak menyalahkan agama yang berbeda dan dianut
oleh orang lain.
Perilaku baik dalam kehidupan beragama tersebut sebaiknya kita laksanakan, baik
dikeluarganya, sekolah, masyarakat maupun dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
21
Tuhan menciptakan manusia dalam dua jenis, yaitu laki-laki dan perempuan. Laki-
laki dan perempuan pada dasarnya sama. Hubungan sosial antara laki-laki dan
perempuan itulah yang dinamakan dengan jenis kelamin. Jadi, jenis kelamin
merujuk pada hubungan antara laki-laki dan perempuan, anak laki-laki dan anak
perempuan, dan bagaimana hubungan tersebut dilihat berdasarkan sifat kodrat.
Pengertian gender tidak didasarkan pada sifat kodrat manusia. Gender adalah
konsep hubungan sosial yang membedakan kedudukan, fungsi, dan peran antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Gender dibentuk dan berkembang
seiring dengan budaya masyarakat. Gender bukan bawaan sejak lahir.
Kesadaran gender bararti meletakan kedudukan, fungsi, dan peran antara laki-
laki dan perempuan dalam masyarakat secara sejajar. Misalnya dalam keluarga,
maka setiap anggota keluarga bertanggung jawab atas kebersihan dan kerapian
rumah tempat tinggalnya. Anak laki-laki atau anak perempuan, keduanya bisa
menjaga kebersihan dan kerapian rumah tempat tinggalnya. Di sekolah, laki-laki
atau perempuan sama-sama dapat menjadi guru. Dalam masyarakat, baik laki-laki
maupun perempuan dapat mengambil peran yang berguna bagi sesama manusia
lainnya.
22
mewarisi perilaku dan kegiatan kita. Berbagai kebudayaan itu beriringan, saling
melengkapi, bahkan mampu untuk saling menyesuaikan dalam kehidupan sehari-
hari. Sering kali yang terjadi malah sebaliknya. Perbedaan – perbedaan tersebut
menciptakan ketegangan hubungan antar anggota masyarakat. Hal ini disebabkan
oleh sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagaimana
dijelaskan oleh van de bergh, sebagai berikut :
Bahwa hak beragama adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun. Inilah yang disebut sebagai freedom to be. Di dalam hal ini, negara
tidak boleh mencampuri urusan freedom to be dimaksud. Misalnya orang Islam harus
menyebut Muhammad saw sebagai rasulullah. Shalat wajib harus lima kali sehari
dengan urutan dan waktu yang sudah ditentukan.
23
Arah kebijakan Pemerintah dalam pembangunan nasional di bidang agama antara
lain peningkatan kualitas pelayanan dan pemahaman agama, kehidupan beragama,
serta peningkatan kerukunan intern dan antar umat beragama. Agama memang selalu
menjadi topik menarik dalam setiap even membahas relevansinya bagi kehidupan
masyarakat, pemerintah dan negara. Tidak terkecuali adalah ketika agama
dipertanyakan kembali relevansinya bagi pembangunan nasional. Agama memang
menjadi pattern for behavior di dalam kehidupan manusia dan juga masyarakat.
Ada tiga fokus pembicaraan tentang relasi agama dan masyarakat, yaitu agama
dalam relasinya dengan kerukunan umat, agama dalam relevansinya dengan
peningkatan kehidupan umat dan agama dalam relevansinya dengan tantangan
pembangunan secara menyeluruh atau menjadikan agama sebagai spirit
pembangunan. Tentu yang saya tulis ini bisa saja tidak sama dengan rekomendasi
sidang Komisi VI yang membincang tentang “agama dan Pembangunan Nasional”.
Tetapi yang jelas bahwa perbincangan dari para diskusan dapatlah diresume dalam
tiga fokus pembicaraan tersebut. Tulisan ini baru membincangkan tentang relasi
antara agama dengan tantangan pembangunan keberagamaan ke depan.
24
Rukun, bahwa maknanya orang Indonesia (khususnya Orang Jawa) selalu
mengedepankan kerukunan dalam kehidupannya. Harmoni, artinya orang Indonesia
(khususnya Orang Jawa) selalu mengedepankan keseimbangan antara mikro kosmos
dan makro kosmos. Kemudian Selamet, yang berarti bahwa orang Indonesia
(khususnya orang Jawa) sangat menjaga keselamatan baik dengan sesama manusia,
alam dan Tuhan.
25
budaya, musa asy’ari juga mengatakan bahwa pendidikan multikultural adalah proses
penanaman cara hidup menghormati,tulus, dan toleren terhadap keanekaragaman yang
hidup di tengah-tengah masyarakat multikutural (Musa Asy’arie. 2004). Jadi, definisi
pendidikan multikutural tersebut di atas, cukup ideal untuk digunakan acuaan dalam buku
ini.
Berdasarkan konseptual di atas, multikultural berarti beraneka ragam kebudayaan
menurut parsudi suparlan (2002), akar katadari multikultural adalah kebudayaan, yaitu
kebudayaan yang dilihat dari fungsinya sebagai pedoman bagi kehidupan manusia dalam
konteks pembangunan bangsa , istilah multikultural ini telah membentuk suata ideologi
yang disebut multikulturalisme. Konsep multikultural tidaklah dapat disamakan dengan
konsep keanekaragaman secara suku bangsa atau kebudayaan suku bangsa yang menjadi
ciri masyarakat majemuk, karena multikulturalisme menekankan bahwa keanekaragaman
kebudayaan dalam kesederajatan.
Konsep multikultural identik dengan wacana pemikiran, oleh karena itu
multikuturalisme adalah sebuah ideologi dan sebuah alat untuk meningkatan derajat
manusi dan kemanusianya. Untuk dapat memahami konsep multikurturalisme diperlukan
landasan pengetahuan yang relevan dan mendukung keberadaan serta berfungsinya
multikulturalisme dalam kehidupan manusia.
Bangunan konsep-konsep ini harus dikomunikasikan di antara para ahli yang
mempunyai perhatian ilmiah yang sama tentang multikulturalisme, sehingga terdapat
kesamaan pemahaman dan saling mendukung dalam memperjuangkan ideologi. Berbagai
konsep yang relavan dengan multikulturalisme anatara lain adalah, demokrasi, keadilan
dan hukum, nilai-nilai budaya, kebersamaan dalam perbedaan yang sederajat, suku
bangsa, kesuku bangsaan, kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-
ungkapan budaya. Domain privat dan publik, HAM, hak budaya komunitas, dan konsep-
konsep lainnya yang relevan (Achmad, Nur (ed), 2001 dan ainul yaqin, 2005).
Selanjutnya suparlan (2002) menyebutkan bahwa multikulturalisme akan menjadi
acuan utama bagi terwujudnya masyarakat multikultural, karena multikulturalisme
sebagai sebuah ideologi akan mengakui dan mengagungkan perbedaan dalam kederajatan
baik secara individual maupun secara individual maupun secara kebudayaan. Dengan
demikian multikulturalisme diperlukan dalam bentuk tata kehidupan masyarakat yang
damai dan harmonis meskipun terdiri atas beraneka ragam latar belakang kebudayaan.
Mengingat pentingnya pemahaman mengenai multikultural dalam membangun
kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama bagi negara-negara yang mempunyai aneka
26
ragam budaya seperti di Indonesia, maka pendidikan multikultural ini perlu
dikembangkan. Melalui pendidikan multikultural diharapkan akan dicapai suatu
kehidupan masyarakat yang damai, harmonis dan menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan.
Pendidikan multikultural yang marak didengungkan sebagai langkah alternatif dalam
rangka mengelola masyarakat multikultural d indonesia, tampaknya masih menjadi
wacana belaka. Gagasan ini belum mampu dijawantahkan, baik oleh masyarakat maupun
pemerintah, dalam tindakan praksis. Oleh karena itu, kita berkeyakinan penerapan
pendidikan multikultural di indonesia dapat terlaksana jika semua pihak baik pengambil
kebijakan maupun pelaksanaan kurikulum dibuat sebaik mungkin.
Jadi, pengelolaan masyarakat multikultural indonesia tidak bisa dilakukan secara
taken for granted atau trial and error. Sebaliknya, harus diupayakan secara sistematis,
programatis, integrated, dan berkeseimbangan (Hernandez, Hilda, 1989). Di sinilah
fungsi strategis pendidikan multikultural sebagai sebuah proses dimana seseorang
mengembangkan kompetensi dalam beberapa sistem standar untuk mempersepsi,
mengevaluasi, meyakini, dan tindakan.
Beberapa hal yang dibidik dalam pendidikan multikultural ini adalah pendidikan
multikultural menolak pandangan yang menyamakan pendidikan (education) dengan
persekolahan (schooling) atau pendidkan multikultural dengan program-program sekolah
formal. Pandangan yang lebih luas menganai pendidikan sebagai transmisi kebudayaan
juga bermaksud membebaskan pendidik dari asumsi bahwa tanggung jawab primer dalam
mengembangkan kompetensi kebudayaan semata-mata berada ditangan mereka,
melainkan tanggung jawan semua pihak direktur (Djohar, 2003).
Jadi, melalui pandangan pendidikan multikultural, terdapat hal penting untuk
diperhatikan kepada semua pihak.
1. Pendidikan multikultural menolak pandangan yang menyamakan kebudayaan dengan
kelompok etnik. Hal ini dikarenakan seringnya para pendidik, secara tradisional,
mengasosiasikan kebudayaan hanya dengan kelompok-kelompok sosial yang relatif
self suffcient. Oleh karena itu, individu-indvidu memiliki berbagai tingkat kompetensi
dalam berbagai dialek atau bahasa, dan berbagai pemahaman mengenai situasi-situasi
dimana setiap pemahaman tersebut sesuai, maka individu-individu memiliki berbagai
tingkat kompetensi dalam sejumlah kebudayaan. Dalam konteks ini, pendidikan
multikultural akan melenyapkan kecenderungan memandang eksplorasi pemahaman
27
yang lebih besar mengenai kesamaan dan perbedaan di kalangan anak didik dari
berbagai kelompok etnik.
2. Pendidikan multikultural multikultural meningkatkan kompetensi dalam beberapa
kebudayaan. Maksudnya adalah kebudayaan mana yang akan diadopsi seseorang pada
suatu waktu ditentukan oleh situasinya. Meski jelas berkaitan, harus dibedakan secara
konseptual antara indentitas-identitas yang disandang individu dan identitas sosial
primer dalam kelompok etnik tertentu.
3. Kemungkinan bahwa pendidikan akan meningkatkan kesadaran mengenai kompetensi
dalam beberapa kebudayaan akan menjauhkan kita dari konsep dwi-budaya
(bicultural) atau dikotomiantara pribumi dan non-pribumi. Karena dikotomi semacam
ini bersifat membatasi kebebasan individu untuk sepenuhnya mengekspresikan
diversitas kebudayaan.
28
yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan
penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua pihak agar
memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan yang diperlukan dalam menjalankan
peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik. Oleh karena itu,
diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok
beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan
bersama.
Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk
berpegang pada prinsip-prinsip berikut ini.
1. Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang
merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
2. Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran
tunggal terhadap kebenaran sejarah.
3. Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut
pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
4. Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinsip pokok dalam memberantas
pandangan klise tentang ras, budaya dan agama.
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Sebagai individu yang menjalani hidup di tengah masyarakat, fungsi dan peran
manusia sangat penting dalam membentuk identitas diri dan masyarakatnya. Keragaman
pernah merendahkan martabat manusia, namun dari perspektif HAM dan agama, jelas
bahwa manusia pada hakekatnya adalah sama dan sederajat. Dinegara demokrasi,
kedudukan dan perlakuan yang sama dari warga Negara merupakan ciri utama sebab
demokrasi menganut prinsip persamaan dan kebebasan. Persamaan kedudukan di antara
warga Negara, misalnya dalam bidang kehidupan seperti persamaan dalam bidang politik,
hukum, kesempatan, ekonomi, dan sosial. Keragaman adalah modal, tetapi sekaligus
potensi konflik. Keragaman budaya daerah memang memperkaya khazanah budaya dan
menjadi modal yang berharga untuk membangun Indonesia yang multikultural.
30
DAFTAR PUSTAKA
Digdoyo, Eko. 2015. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (Cet. Pertama). Bogor: Ghalia
Indonesia.
Abdul Hakam, Kama. 2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (Cet. Ketiga). Jakarta: Kencaba
Prenadamedia Group.
31