PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam konteks masyarakat yang majemuk, keberagaman dan kesetaraan merupakan kajian yang
penting. Keberagaman dan kesetaraan merupakan dua buah kata yang menjadi dasar dalam
menggambarkan Negara Indonesia. Keberagaman masyarakat Indonesia meliputi individu,
kehidupan bermasyarakat, serta kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberagaman menandakan
kompleksnya masalah yang menyertai dalam kehidupan bangsa Indonesia.
Menurut Imam Suprayoga bangsa Indonesia sebagai bangsa yang plural , dari berbagai sudut
pandang menunjukan keberagaman, seperti budaya, agama, ras dan antar golongan(Suprayoga,
2011: 1). Keberagaman itu dipersatukan dalam suatu kerangka Bahineka Tunggal Eka. Bahineka
Tunggal Eka merupakan slogan sekaligus dijadikan lambang Negara Indonesia. Slogan itu secara
lengkap Bahineka Tunggal Eka Tanhana Dharma Margawa merupakan istilah yang berarti berbeda
beda tetapi tetap satu dan tidak aka nada yang bisa menghancurkannya atau memecahkannya.
Dengan Bahineka Tunggal Eka bangsa Indonesia hidup dalam keberagaman dan persatuan. Dalam
keberagaman terdapat berbagai macam perbedaan tetapi menjadi satu yaitu Indonesia. Konsep
keberagaman dan kesetaraan ini sangat indah, seindah gambaran sejati dari masyarakat Indonesia.
Keberagaman juga menggambarkan akan semangat dan kesadaran pluralisme bangsa Indonesia.
Perkembangan konteks kehidupan bermasyarakat yang terjadi secara cepat dan dramatis
seringkali muncul ketegangan antara individualitas dan sosialitas. Bagaimana seorang manusia yang
senantiasa berusaha mencari identitas diri harus melakukan akomodasi terhadap masyarakatnya yang
juga terus berubah. Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai bagian dari masyarakat dikitari
oleh berbagai hal yang menjadikannya selalu berada dalam ketegangan antara diri sendiri dan orang
lain. Praktis komunikasi, sejarah yang melingkupinya, keberadaan orang lain, konsep mengenai
masalalu, mas kini, dan mas depan juga merupakan hal-hal yang terus perlu dipertimbangkan ketika
manusia menjalani hidupnya, baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari sebuah masyarakat
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan rumusan masalah sebagai
berikut.
C. Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui
dan mendeskripsikan:
A. Pengertian Keberagaman
2) Macam, jenis;
4) Warna, corak;
5) Laras(tata bahasa).
Dari berbagai arti tersebut dapat disimpulkan bahwa secara etimologi keberagaman
menyangkut sesuatu yang sangat beragam baik , sikap, Sikap, tingkah laku, cara, macam, jenis,
musik, Lagu, Langgam, warna, corak maupun laras(tata bahasa). Keragaman juga terkait erat
deangan berbagai macam hal di dalam masyarakat seperti kelompok sosial, kelas sosial, dan
differensi sosial. Keberagaman juga tampak nyata dalam lingkungan wilayah geografis dan
penduduk.
Keberagaman menunjukan suatu keberadaan yang tidak sama, suatu keadaan dan situasi,
kondisi yang berbeda, serba beda dan dalam bahasa tertentu tidak dapat disamakan atau dipaksakan
sama. Keberagaman dalam masyarakat dapat menimbulkan banyak persamaan maupun perbedaan.
istilah-istilah dalam keberagaman: multikultural apabila keberagaman menyangkut budaya, multi ras
apabila keberagaman menyangkut ras, pluralisme apabila keberagaman menyangkut kehidupan
masyarakat. Yang unik dalam keberagaman Indonesia adalah di tengah perbedaan ada persamaan,
sedangkan di tengah perbedaanada persamaan. Contohnya seseorang yang seagama perbedaan yang
di anut oleh agamanya masing-masing tetapi mereka disatukan dalam bangsa Indonesia, demikian
pula dapat terjadi perbedaan pandangan politik dalam pandangan mereka yang memiliki agama yang
sama.
C. Pengertian kesataraan
Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki tingkatan
atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang sama bersumber dari pandangan bahwa
semua manusia tanpa dibedakan adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai
makhluk mulia dan tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan semua manusia
memiliki derajat, kedudukan atau tingkatan yang sama , yang membedakannya adalah ketaqwaan
manusia tersebut terhadap Tuhan.
Kesederajatan merupakan suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman yang ada,
manusia tetap memiliki suatu kedudukan yang sama dalam satu tingkatan hierarki. Kesederajatann
adalah persamaan harkat, nilai, harga dan taraf yang membedakan makhluk yang satu dengan yang
lainnya. Kesederajatan dalam masyarakat adalah suatu keadaan yang menunjukkan adanya
pemeliharaan kerukunan dan kedamaian yang saling menjaga harkat dan martabat masyarakatnya.
Di Indonesia unsur keragamannya dapat dilihat dari suku bangsa, ras, agama dan keyakinan,
ideologi dan politik, tata krama serta kesenjangan ekonomi dan kesenjangan sosial. Semua unsur
tersebut merupakan hal yang harus dipelajari agar keragaman yang ada tidak membawa dampak
yang buruk bagi kehidupan bermasyarakat di Indonesia.
Dampak buruk dari tidak adanya sikap terbuka, logis dan dewasa atas keragaman
masyarakat, antara lain munculnya disharmonisasi (tidak adanya penyesuaian atas keragaman antara
manusia dengan lingkungnnya), perilaku diskriminatif terhadap kelompok masyarakat tertentu,
eksklusivisme/rasialis (menganggap derajat kelompoknya lebih tinggi daripada kelompok lain )dan
disintegrasi bangsa.
Diskriminasi adalah setiap tindakan yang melakukan pembedaan terhadap seseorang atau
sekelompok orang berdasarkan ras, agama, suku,etnis, kelompok, golongan,status, kelas sosial
ekonomi, jenis kelamin, kondisi fisik tubuh, usia, orientasi seksual, pandangan ideologi dan politik,
serta batas negara dan kebangsaan seseorang.
Selain diskriminasi juga terdapat problematika lain yang harus diwaspadai yaitu adanya
disintegrasi bangsa. Ada enam faktor yang menjadi penyebab utama proses tersebut yaitu kegagalan
kepemimpinan, krisis ekonomi yang akut dan berlangsung lama, krisis politik, krisis sosial,
demoralisasi tentara dan polisi serta intervensi asing.
Untuk menghindari dampak buruk diatas, ada beberapa hal yang dapat dilakukan yaitu dengan
meningkatkan Semangat religius, semangat masionalisme, semangat pluralisme, semangat
humanisme, dialog antar umat beragama, serta membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi
ataupun konfigurasi hubungan antaraagama, media massa dan harmonisasi dunia.
Sementara salah satu hal yang dapat dijadikan solusi dari masalah-masalah diatas adalah
Bhineka Tunggal Ika, ungkapan yang menggambarkan masyarakat Indonesia yang majemuk
(heterogen). Masyarakat .Indonesia terwujud sebagai hasil interaksi sosial dari banyak suku bangsa
dengan beraneka ragamlatar belakang kebudayaan, agama ,sejarah dan tujuan yang sama yang
disebut kebudayaan nasional.
D. Prinsip-prinsip kesetaraan
Sejak zaman dahulu hingga sekarang, hal yang sangat fundamental dari hak asasi manusia itu
adalah ide yang meletakkan semua orang terlahir bebas dan memiliki kesetaraan dalam hak asasi
manusia. Demikian pula dalam kehidupan masyarakat yang majemuk seperti Indonesia, prinsip
kesetaraan sangat perlu diterapkan.
Namun apakah semua harus diperlakukan sama untuk menciptakan suatu keadilan, tanpa
memandang tingkat pendidikan, kedudukan atau jabatan, status dan peran sosial? Memang tak dapat
dipungkiri bahwa tingkat pendidikan, kedudukan dan jabatan, status dan peran sosial telah membuat
seolah-olah setiap orang tersebut mempunyai hak istimewa dan mendapat perlakuan yang lebih pula.
Namun, mereka punya kewajiban yang sama seperti halnya orang-orang disekitarnya. Dalam hal
kewajiban sebagai warga negara tak ada yang diperlakukan berbeda, semuanya setara. Demikian
pula halnya dengan hak, setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan
yang tinggi, memperoleh kedudukan atau jabatan dan memiliki status dan peran sosial yang sama
dalam masyarakatnya. Kesetaraan memungkinkan setiap orang untuk mendapatkan kesempatan dan
memperoleh pendidikan yang layak, pekerjaan dan menempati jabatan atau keudukan dalam
masyarakatnya. Tak ada seorangpun yang berhak untuk menghalangi orang lain untuk mencapai itu
semua. Bahkan negara diperbolehkan ubtuk menerapkan suatu tindakan afirmatif.
Tindakan afirmatif adalah tindakan atau kebijakan yang diambil untuk tujuan agar kelompok
atau golongan tertentu (gender ataupun profesi) memperoleh peluang yang setara dengan kelompok
atau golongan lain dalam bidang yang sama.
Prinsip-prinsip kesetaraan telah menjadi amanat dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik
Indonesia yaitu dalam UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal-pasal dalam
UUD 1945 tersebut sudah menyebutkan prinsip-peinsip kesetaraan tersebut, baik secara implisit
maupun eksplisit. Adanya pengaturan persamaan hak dan kewajiban dalam pasal-pasal UUD 1945
tersebut telah menunjukkan bahwa kesetaraan dalam kehidupan negara dan berbangsa kita sudah
diakui dan dijamin oleh negara. Pasal 27 Ayat 1 UUD 1945 secara eksplisit menegaskan
pengakuanakan prinsip kesetaraan, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum
dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu
dengan tidak ada kecualinya,.
2. Agama
Agama merupakan ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi manusia, ikatan itu sendiri
berarti berasal dari suatu kekuatan yang lebih tinggi dari manusia sebagai kekuatan gaib yang tak
dapat ditangkap dengan panca indra. Namun mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap
kehidupan manusia sehari-hari (Harun Nasution: 10). Agama merupakan bentuk keyakinan yang
sulit diukur secara tepat dan rinci. Hal ini berarti bahwa akan menyulitkan para ahli untuk
memberikan definisi yang tepat tentang agama. Namun apa pun bentuk kepercayaan yang dianggap
sebagai agama, tampaknya memang memiliki ciri umum yang hampir sama, baik dalam agama
primitif maupun agama monoteisme. Menurut Robert H. Thoule (Psikologi Agama: 14) Masalah
agama tak akan mungkin dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat. Pada dasarnya agama dan
keyakinan merupakan unsur penting dalam keragaman bangsa Indonesia. Hal ini terlihat dari
banyaknya agama yang diakui Indonesia. Agama yang diakui di Indonesia menurut UU Administrasi
Kependudukan No. 23 tahun 2006 adalah islam, Kristen, protestan, hindu, Buddha dan konghucu.
4. Tata Krama
Tata Krama yang dianggap dari Bahasa Jawa yang berarti adat sopan santun, basa-basi
pada dasarnya ialah segala tindakan, perilaku, adat istiadat, tegur sapa, ucap dan cakap sesuai kaidah
norma tertentu. Indonesia memiliki beragam suku budaya dimana setiap suku bangsa memiliki adat
sendiri meskipun karena adanya sosialisasi nilai-nilai dan norma secara turun temurun dan
berkesinambungan dari generasi ke generasi menyebabkan masyarakat yang ada dalam suatu suku
bangsa yang sama akan memiliki adat dan kesopanan yang relatif sama.
5. Kesenjangan Ekonomi
Bagi sebagian negara berkembang, perekonomian menjadi salah satu yang terus ditingkatkan.
Namun umumnya, masyarakat kita berada digolongan tingkat ekonomi menengah kebawah. Hal ini
tentu saja menjadi sebuah pemicu adanya kesenjangan yang tak dapat dihindari lagi.
6. Kesenjangan Sosial
Clifford Geertz menyatakan bawah masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi ke
dalam sub sistem-sistem yang lebih kurang berdiri dan masing-masing subsistem terikat oleh
ikatan-ikatan primordial.
J.Nasikun menyatakan bahwa suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara
struktural memiliki subkebudayaan-kebudayaan yg bersifat deverse yang di tandai oleh kurang
berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem
nilai dari kesatuan-kesatuan sosial, serta sering munculnya konflik-konflik sosial.
Selaku pisau nalisa, perlu terlebih dahulu dibedah pengertian dari Keanekaragaman kultur
Mutukultur. Kajian ini mengenai masyarakat majemuk signifikan terutama didalam masyarakat
yang memang terdiri atas aneka pelapisan sosial dan budaya yang satu sama lain saling berbeda.
Indonesia, sebab itu, mengembangkan slogan Bhineka Tunggal Ika (berbeda-beda tetapi tetap satu).
Slogan ini bersifat filosofis politis. Oleh sebab itu tanpa adanya unsur pemersatu, akan mudah
kiranya memecah belah kohesi politik masyarakat yang mendalami sekujur kepulauan nusantara ini.
Mengenai keanekaragaman kultur ini, Bhikhu Parekh membedakannya menjadi 3 yaitu : (1)
Keanekaragaman Subkultural, (2) Keanekaragaman Perspektif, dan (3) Keanekaragaman Komunal.
Ketiga pengertian mengnai keanekaragaman ini memiliki dampak berbedanya titik analisis atas
kajian keanekaragaman atau multikultur yang dilakukan.
1. Keanekaragaman Subkultural
Menurut Parekh, Keanekaragaman subkultural adalah sutu kondisi dimana para anggota
masyarakat memiliki satu kebudayaan umum yang luas dianut, beberapa diantara mereka
menyakinkan keyakinan dan praktek yang berbeda berkenaan dengan wilayah kehidupan tertentu
atau menempuh cara hidup mereka sendiri yang relative sangat berbeda. Contoh ini adalah
Komunitas Lia Eden, kelompok-kelompok sempalann agama mainstream.
2. Keanekaragaman Perspektif
Manurut Parekh, Keanekaragaman perspektif adalah suatu kondisi dimana beberapa anggota
masyatakat sangat krisis terhadap beberapa prinsip atau nilai-nilai sentral kebudayaan yang berlaku
dan berusaha untuk menyatakannya kembali disempanjang garis kelompok yang sesuai. Gerakan-
gerakan Feminis dan emansipasi perempuan merupakan perwakilan dari keanekaragaman perspektif.
Kemudian isu-isu pembentukan masyarakat madani di Indonesia, termasuk ke dalamnya isu-isu
pembentukan Negara Islam atau Negara Pancasila, mewakili Keanekaragaman Perspektif ini.
3. Keanekaragaman Manual
Terakhir, Keanekaragaman Kamunal adalah suatu kondisi sebagian besar masyarakat yang
mencakup beberapa komunitas yang sadar diri dan terorganisasi dengan baik. Mereka menjalankan
dan hidup dengan sistem kayakinan dan praktek yang berlainan antara kelompok satu dengan
kelompok lainnya.
Misal dari Keanekaragaman Komunal ini adalah para imigran yang baru tiba, komunitas-
komunitas Yahudi di Eropa dan Amerika, kaum Gypsi, masyarakat Amish, kelompok-kelompok
cultural yang berkumpul secara territorial seperti kaum Basque di Spanyol. Di Indonesia asuk ke
dalam kelompok ini misalnya kawasan-kawasan Perinan (hunian komunitas Cina), wilayah-wilayah
yang dihuni suku-suku bangsa di luar wilayahnya (komunitas Batak di Jakarta dan Bandung,
misalnya)
Struktur masyarakat Indonesia ditandai oleh dua cirinya yang bersifat unik.
1. Horizontal
2. Vertical
Strktur maysrakat Indonesia ditandai adanya perbedaan2 vertikal antara lapisan atas dan lapisan
bawah yang cukup dalam.
4. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan
kelompok yang lain,
5. Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di
dalam bidang ekonomi, serta
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain
Kategori pertama merupakan masyarakat majemuk yang terdiri atas sejumlah kelompok etnik
yang kurang lebih seimbang, sehingga untuk mencapai integrasi sosial atau pemerintahan yang stabil
diperlukan koalisi lintas-etnis.
Kategori kedua dan ketiga merupakan varian-varian masyarakat majemuk yang memiliki
konfigurasi etnik yang tidak seimbang, di mana salah satu kelompok etnik tertentu (kelompok
mayoritas pada kategori kedua dan kelompok minoritas pada kategori ketiga) memiliki competitive
advantageyang strategis di hadapan kelompok-kelompok yang lain.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa pluralitas masyarakat Indonesia yang
demikian itu terjadi. Yang pertama, keadaan geografik wilayah Indonesia yang terdiri atas kurang
lebih tiga ribu pulau yang terserak di sepanjang equator kurang lebih tiga ribu mil dari timur ke
barat, dan seribu mil dari utara selatan, merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap
terjadinya pluralitas sukubangsa di Indonesia. Tentang berapa jumlah sukubangsa yang sebenarnya
ada di Indonesia, ternyata terdapat berbagai pendapat yang tidak sama di antara para ahli ilmu
kemasyarakatan. Hildred Geertz misalnya menyebutkan adanya lebih kurang tiga ratus sukubangsa
di Indonesia, masing-masing dengan bahasa dan identitas kultural yang berbeda-beda.
Faktor kedua yang menyebabkan pluralitas masayarakat Indonesia adalah kenyataan bahwa
Indonesia terletak di antara Samudera Indonesia dan Samudera Pasifik. Keadaan ini menjadikan
Indonesia menjadi lalu lintas perdagangan, sehingga sangat mempengaruhi terciptanya pluralitas
agama di dalam masyarakat Indonesia. Telah sejak lama masyarakat Indonesia memperoleh berbagai
pengaruh kebudayaan bangsa lain melalui para pedagang asing. Pengaruh yang pertama kali
menyentuh masyarakat Indonesia adalah agama Hindu dan Budha dari India sejak kurang lebih
empat ratus tahun sebelum masehi. Hinduisme dan Budhaisme pada waktu itu tersebar meliputi
daerah yang cukup luas di Indonesia, serta lebur bersama-sama dengan kebudayan asli yang telah
hidup dan berkembang lebih dulu. Namun, pengaruh Hindu dan Budaha terutama dirasakan di Pulau
Jawa dan Pulau Bali.
Faktor ketiga, iklim yang berbeda-beda dan struktur yang tidak sama di antara berbagai
daerah di kepulauan Nusantara, telah mengakibatkan pluralitas regional. Perbedaan curah hujan dan
kesuburan tanah merupakan kondisi yang menciptakan dua macam lingkungan ekologis yang
berbeda, yakni daerah pertanian basah (wet rice cultivation) yang terutama banyak dijumpai di Pulau
Jawa dan Bali, serta daerah ladang (shifting cultivation) yang banyak dijumpai di luar Jawa.
DISKRIMINASI
Kesetaraan atau kesederajatan adalah suatu kondisi dimana dalam perbedaan dan keragaman
yang ada manusia tetap memiliki kedudukan yang sama dan satu tingkatan yang sama. Kesetaraan
lebih mengacu pada kita harus hidup serasi dan selaras dalam perbedaan, tanpa harus meninggalkan
identitas perbedaan yang ada pada masing-masing individu tersebut. Adapun indikator kesetaraan,
yakni :
1. Adanya persamaan derajat dilihat dari agama, suku bangsa, ras, gender, dan golongan.
2. Adanya persamaan hak dari segi pendidikan, pekerjaan, dan kehidupan yang layak.
3. Adanya persamaan kewajiban sebagai hamba Tuhan, individu, dan anggota masyarakat.
Pada umumnya, masalah yang terjadi dalam kehidupan adalah munculnya sikap dan perilaku
untuk tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban anatr manusia atau antar
warga. Pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara disebut diskrimasi. Undang-undang No.
39 Tahun 1999 tentang HAM menyatakan bahwa diskriminasi adalah setiap pembatasan, pelecehan,
yang langsung ataupun tidak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan
politik, yang berakibat pada pengurangan, penyimpangan, atau penghapusan pengakuan,
pelaksanaan, serta penggunaan HAM dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individu maupun
kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya.
Pengakuan akan prinsip kesetaraan dan kesedarajatan secara yuridis diakui dan dijamin oleh negara
melalui UUD45. Warga negara tanpa dilihat perbedaan ras, suku, agama, dan budayanya
diperlakukan sama dan memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan negara
Indonesia.
Masalah yang terjadi dalam kehidupan pada umumnya seperti munculnya sikap dan perilaku untuk
tidak mengakui adanya persamaan derajat, hak, dan kewajiban antarmanusia atau antarwarga.
Perilaku yang membeda-bedakan orang disebut diskriminasi.
Upaya untuk menekan dan menghapus praktik-praktik diskriminasi, yakni sebagai berikut.
ETNOSENTRISME
Etnosentrisme merupakan suatu persepsi yang dimiliki oleh tiap-tiap individu yang menganggap
budayanya merupakan yang terbaik dari budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. Etnosentrisme
tersebut dapat juga diartikan sebagai fanatisme suku bangsa.
NASIONALISME SEMPIT
Kata nasionalisme berasal dari bahasa Inggris, nation berarti bangsa, national berarti
kebangsaan, isme berarti paham atau ajaran. Nasionalisme berarti paham atau ajaran mengenai
kebangsaan.
Pengertian nasionalisme, ialah :
1. Cinta kepada tanah air dan karenanya seseorang mau dan rela berkorban untuk tanah airnya,
bangsanya dan negaranya
2. Kesadaran diri selaku warga bangsa/negara sebagai perwujudan dari kecintaannya kepada
tanah airnya dan karenanya seseorang mengutamakan kepentingan tanah airnya, bangsanya
dan negaranya.
Tumbuhnya nasionalisme dan aplikasinya, bila dilihat secara sepintas kelihatannya sama, tetapi bila
lebih dicermati dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Menurut jamannya
a. Pada jaman penjajahan, tumbuhnya nasionalisme dan aplikasinya, adalah berjuang merebut
kemerdekaan, ingin punya bangsa yang merdeka, negara yang merdeka serta rakyat yang
bebas dari penindasan, pemerasan, dan perbudakan. Bentuk perjuangannya lebih banyak
bersifat fisik mengangkat senjata dan melakukan perlawanan bersenjata.
b. Pada jaman kemerdekaan atau jaman tidak mengalami penjajahan, tumbuhnya nasionalisme
dan aplikasinya, adalah berjuang mengisi kemerdekaan, dan mengatur berbagai tata
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk perjuangannya lebih banyak meningkatkan
partisipasi rakyat dan meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga rakyat bebas dari
kelaparan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
2. Menurut sifatnya
a. Nasionalisme yang bersifat bebas, adalah nasionalisme yang tumbuh dari olah pikir, dan
kesadaran selaku pribadi yang bebas dan mandiri, sebagai hasil berfikir dan merenung, dan
bukan dari pengaruh paham lainnya. Tumbuhnya nasionalisme bukan antithesis atau
antagonis dari kolonialisme, oleh karena itu pada nasionalisme bebas, jiwa kebangsanaannya
tidak akan berkurang dan tidak akan pudar jika penjajahan tidak ada (lagi).
b. Nasionalisme yang bersifat sempit, adalah nasionalisme yang tumbuh dari olah rasa dan
ikatan perasaan yang sangat kuat dengan bangsanya dan negaranya, yang kurang disertai
pandangan yang jauh kedepan.
Paham individualisme, jika menyangkut urusan-urusan yang berkenaan dengan dengan orang
banyak/publik akan terjadi benturan atau antagonis dengan nasionalisme, tetapi jika kedua paham
ini bersatu, akan lahir paham nasionalisme sempit, karena yang dominan adalah individualisme yang
berpusat pada ego sentris. Maka dapat dikatakan bahwa nasionalisme sempit adalah indivialisme
yang mengalami penambahan nilai. Contohnya : Raja Lodewijk XIV (1643 1715) berkata : Aku
adalah negara
Sulit membedakan antara nasionalisme bebas dengan nasionalisme sempit, karena perbedaannya
sangat tipis, sebagai berikut :
EGOISME BUDAYA
Sikap yang menunjukkan bahwa budaya yang dimiliki oleh suatu golongan lebih diutamakan
dan menganggap budaya lain tidak lebih baik dari budaya yang dimilikinya. Ini jelas merupakan
sikap yang keliru karena terlalu menganggap budaya sendiri lebih baik diatas budaya yang lain dan
juga sikap yang mementingkan budaya sendiri daripada budaya yang lain.
INTOLERANSI AGAMA
Melihat toleransi dari definisinya, toleransi mempunyai kata dasar toleran, yang menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mempunyai arti bersifat atau bersikap menenggang
(menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan,
kelakuan, dan sebagainya) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri,.
Sedangkan toleransi sendiri menurut KBBI berarti sifat atau sikap toleran. Benjamin Kaplan
mengemukakan bahwa toleransi adalah suatu bentuk perilaku: hidup berdampingan secara damai
dengan orang lain yang menganut agama yang berbeda, (Kaplan, 2007).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa toleransi umat beragama adalah bentuk
pelaksanaan dari kebebasan beragama. Tanpa toleransi, maka kebebasan beragama tidak akan ada.
Kemudian Pasal 28E ayat (2) yang berbunyi: Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini
kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. Jaminan tersebut
diperkuat oleh Pasal 29 ayat (2) UUD NRI 1945 yang berbunyi:
Kasus-kasus yang berkenaan dengan intoleransi, seperti yang sudah disebutkan di atas
merupakan suatu bentuk pelanggaran yang jelas terhadap konstitusi Indonesia. Hal-hal itu
merupakan suatu bentuk penghinaan dan pengkhianatan terhadap konstitusi negara. Terlebih lagi,
jika intoleransi ini sudah merasuk ke dalam birokrasi.
Menurut Prof Jimly, kepada pejabat penyelenggara negara dikenakan kewajiban untuk
bertuhan dan beragama sebagaimana mestinya untuk menjadi contoh bagi rakyat atau warganegara
biasa agar juga hidup Berketuhanan Yang Maha Esa dan beragama karena kepercayaan kepada
Tuhan YME dan beragama merupakan sesuatu yang ideal (Asshiddiqie, 2013).
Jika intoleransi masuk ke dalam birokrasi, yang mana birokrasi tersebut dianggap sebagai
contoh bagi rakyat, maka hal itu akan menjadi contoh yang sangat tidak baik bagi warga negara
biasa.
Bahayanya tentu saja jika yang menjadi contoh bagi masyarakat tidak benar, masyarakat
akan ikut mencontoh hal yang tidak benar itu dan intoleransi akan mendapat legitimasi oleh
karenanya. Data-data yang disebutkan di atas juga menggambarkan kepada kita bahwa toleransi
masih merupakan suatu hal yang harus diperjuangkan.
Menurut Prof. Jimly, tugas dan peran pemerintahan serta para pemegang jabatan sebagai
penyelenggara negara adalah untuk (Asshiddiqie, 2013):
1. melayani, mendukung dan membantu warganegaranya, penduduk, dan semua orang yang ada
dalam wilayah kekuasaannya menjalankan ajaran agamanya melalui fasilitasi dan dukungan
administrasi pemerintahan dalam rangka pembentukan perilaku ideal dalam bermasyarakat,
sehingga terbentuk pula perilaku ideal warga dalam bernegara;
2. menjaga kerukunan hidup bersama antar umat beragama dan antar kelompok internal umat
bersama yang dapat atau ternyata mengganggu ketertiban dan ketenteraman yang lebih luas,
dalam rangka kerukunan hidup berbangsa dan bernegara; dan
3. yang lebih pentingnya lagi menjadi contoh atau teladan bagi masyarakat luas dalam
berperilaku ideal sesuai tuntunan agama atau prinsip-prinsip Ketuhanan Yang Maha Esa yang
diyakini masing-masing untuk peningkatan peri-kehidupan bersama dalam wadah negara.
Kewajiban negara dan pemerintah dalam hal ini mutlak. Dalam menghormati dan melindungi
hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, harus diingat bahwa kita telah meratifikasi Kovenan
Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik.
Menurut Prof Jimly, ada 2 jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara, dalam hal ini,
yaitu
(i) Negara harus menghormati hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, karenanya tidak
boleh melakukan tindakan yang dilarang atau bertentangan ICCPR melalui campur-tangannya yang
dapat disebut sebagai violation by action atau disebut juga violation by commission;
(ii) Negara haruslah bertindak aktif meskipun secara terbatas untuk melindungi hak-hak tersebut,
jika tidak, berarti negara lalai, lupa, atau absen. Hal inilah yang disebut sebagai pelanggaran melalui
pembiaran (violation by omission) (Asshiddiqie, 2013).
Dengan demikian, terang bahwa toleransi umat beragama di Indonesia merupakan hal yang
amat fundamental dan harus menjadi perhatian pemerintah. Toleransi masih merupakan hal yang
harus diperjuangkan, dan peranan aktif pemerintah adalah mutlak diperlukan untuk menjalankan
toleransi itu.
Toleransi dan intoleransi merupakan dua hal yang berbanding terbalik, bagaimana dilain sisi
Toleransi secara bahasa bermakna sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan,
membolehkan) pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dsb) yang
berbeda atau bertentangan dengan pendirian sendiri (Kamus Besar B.Indonesia Edisi. 2 Cetakan 4
Th.1995). Sedangkan pengertian toleransi sebagai istilah budaya, sosial dan politik, ia adalah simbol
kompromi beberapa kekuatan yang saling tarik-menarik atau saling berkonfrontasi untuk kemudian
bahu-membahu membela kepentingan bersama, menjaganya dan memperjuangkannya. upaya untuk
merajut rasa toleransi beragama dan rasa persaudaraan serta perdamaiaan antarpemeluk agama yang
lain tidak cukup hanya dengan faktor nilai-nilai agama saja, tetapi juga dibutuhkan nilai-nilai
Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan UUD 45 sebagai empat pilar kebangsaan sebagai
upaya menghindari aksi kekerasan atas nama agama.
Merasa diri paling benar adalah suatu sikap dimana saat seorang individu menganggap orang
lain salah dan dirinyalah yang benar. Sikap ini memang ada pada setiap individu, tetapi kembali ke
dalam diri individu itu sendiri lagi, jika seseorang lebih mengutamakan sikap ego dan tidak
memperdulikan orang lain yang ada disekitarnya maka orang ini sudah pasti menganggap apapun
yang ada dalam dirinya adalah yang benar.
Seseorang yang benar, pasti dapat secara bijak untuk tidak merasa dirinya benar. Dia tetap
menghargai sikap, pendapat dan apapun yang terlihat dari diri orang lain tidak serta merta secara
langsung mengecap diri paling benar walaupun itu benar.
A. Pengertian Terorisme
Membangkitkan perasaan takut di kalangan masyarakat serta menimbulkan rasa panik
serta menimbulkan rasa ketidakpercayaan terhadap kemampuan pemerintah dalam menciptakan
keamanan stabilitas negara adalah tujuan utama Terorisme dalam mengharapkan perhatian
daripada pihak yang di tujunya. Serta memancing pihak yang ditujunya agar bertindak agresif
dan kemudian mendiskreditkan pihak yang di tujunya dengan harapan mengharap simpati dari
masyarakat. Bentuk-bentuk teror dan tindak kekerasan tersebut bisa berupa pembunuhan,
penculikan, pengeboman dan pembajakan pesawat,pengeboman tempat umum seperti pasar
ataupun tempat hiburan.
Sedangkan Menurut Loebby Loqman, Analisis Hukum dan Perundang-Undangan
Kejahatan terhadap Keamanan Negara Indonesia,(Jakarta: universitas Indonesia,1990) hal 98,
Mendefinisikan terorisme sebagai senjata psikologis untuk menciptakan suasana tidak menentu
serta menciptakan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kemampuan pemerintah dan memaksa
masyarakat atau kelompok tertentu untuk mentaati kehendak pelaku teror. Kegiatan terorisme
umumnya di lakukan dengan sasaran acak,bukan langsung kepada lawan,sehingga dengan
dilakukan teror tersebut diharapkan akan didapatkan perhatian pihak yang di tuju
Terorisme merupakan sebuah salah satu ancaman yang mampu meruntuhkan ketahanan
nasional bangsa Indonesia. Dan masyarakat Indonesia sangat resah dengan ancaman terorisme
tersebut yang merupakan kejahatan terhadap peradaban dan ancaman bagi segenap bangsa dan
semua agama. Untuk itu perang melawan terorisme menjadi komitmen utama negara
Indonesia. Karena terorisme juga mampu mempengaruhi perekonomian nasional di samping
menimbulkan korban jiwa dan kerugian harta benda.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Inspektur Jendral Ansyaad Mbai
menilai akar radikalisasi pelaku terosrisme bukan hanya single faktor, tapi multi faktor seperti
ekonomi, politik, sosial dan pendidikan. Terbentuknya radikalisasi karena terjadi korelasi dari
berbagai macam aspek kemudian mengkristal menjadi perasaan yang tidak adil dan kemudian
di rangkul oleh kelompok radikal.
Upaya penanggulangan dan pencegahan terorisme, Badan Intelejen Negara (BIN) telah
menerapkan :
1. Melalui strategi supremasi hukum, upaya penegakan hukum dalam memerangi terorisme
dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Tidak pandang bulu dan tidak
mengarah pada penciptaan citra negatif pada kelompok/komunitas tertentu.
2. Prinsip indepedensi juga di laksanakan untuk menegakkan ketertiban dan melindungi
masyarakat dari pengaruh tekanan negara asing atau kelompok tertentu.
3. Melakukan koordinasi antara instansi terkait dengan komunitas intelejen dalam penyaluran
informasi dan analisa serta partisipasi aktif dari komponen masyarakat
4. Strategi demokrasi di terapkan dengan memberikan peluang kepada masyarakat sebagai
saluran aspirasinya dalam meredam potensi gejolak radikalisme dan terorieme
5. Melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat serta memberikan kefahaman dan
membentuk pola fikir yang benar
6. Memberikan andil kepada masyarakat untuk ikut serta dalam usaha-usaha menaggulangi
terorisme.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Keberagaman dan kesetaraan melekat di dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang plural.
Keberagaman di dalam kehidupan individu sampai pada masyarakat merupakan cerminan nyata dari
kehidupan bangsa Indonesia. Keberagaman dan kesetaraan merupakan dua istilah yang tidak dapat
dipisahkan. Keberagaman masyarakat Indonesia yang plural perlu didalamnya berkembang pula
konsep kesetaraan. Antara keberagaman dan kesetaraan perlu beririringan dalam menciptakan
masyarakat yang harmoni, berwajah manusiawi, adil, dan beradab. Tanpa kesetaraan maka akan
muncul berbagai masalah sosial ditengah-tengah kehidupan bangsa Indonesia.