Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FILSAFAT ILMU

ASUMSI DALAM ILMU, BATAS PENJELAJAHAN ILMU,


DAN JARUM SEJARAH PENGETAHUAN (EPISTEMOLOGI)

DISUSUN
O
L
E
H

Kelompok 3
1. Eka Yunita Rahayu ( 3115150794 )
2. Bunga Adetya Rachmawati (3115150017)
3. Mufida Auliya Citra ( 3115150151 )
4. Erwin Sianturi ( 3115150409 )

Pendidikan Matematika A

UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA


JAKARTA 2015

A. Beberapa Asumsi dalam Ilmu


Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asumsi adalah dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berpikir karena dianggap benar. Sedangkan didalam
filsafat ilmu, asumsi merupakan andaian-andaian atau tanggapan dalam suatu ilmu
untuk mendapatkan pengetahuan.Asumsi perlu dilakukan sebab pernyataan asumtif
dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan penelaahan kita.Asumsi yang benar
akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan.
Dalam mengembangkan asumsi, kita harus memerhatikan beberapa hal.Pertama,
asumsi harus relevandengan bidang dan tujuan pengkajian serta harus merupakan
dasar dari pengkajian teoritis.Kedua, asumsi harus disimpulkan dari keadaan
sebagaimana adanya bukan bagaimana keadaan seharusnya.Biasanya hal ini
dipakai dalam penyusunan kebijaksanaan atau peraturan.
Dalam mendapatkan pengetahuan, seorang ilmuan melakukan berbagai macam
asumsi mengenai objek-objek empiris, yaitu objek yang mencakup seluruh aspek
kehidupan yang dapat ditangkapatau diuji oleh pancaindera manusia. Dalam batas
tersebut maka ilmu mempelajari objek-objek empiris seperti batu-batuan, hewan,
tumbuhan, manusia atau berbagai gejala dan peristiwa yang menurut anggapannya
memiliki manfaat bagi kehidupan manusia.
Secara terperinci ilmu mempunyai tiga asumsi mengenai objek empiris;
1. Asumsi menganggap objek-objek tertentu mempunyai keserupaan satu sama lain,
misalnya dalam hal bentuk, ukuran, struktur, sifat dan sebagainya. Berdasarkan ini
maka kita dapat mengelompokkanobjek serupa ke dalam satu golongan.
2. Asumsi menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam
jangka waktu tertentu. Setiap benda akan melakukan perubahan dalam jangka
waktu yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, ilmu hanya menuntut adanya
kelestarian yang relatif, artinya sifat-sifat pokok dari suatu benda yang tidak
berubah setiap waktu atau dalam jangka waktu tertentu.
3. Determinisme merupakan asumsi ilmu yang ketiga. Determinisme dalam
pengertian ilmu memiliki konotasi yang bersifat peluang (probabilistik). Setiap
gejala bukan merupakan kejadian yang bersifat kebetulan. Setiap gejala
mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urut-urutan kejadian yang
sama. Namun, kejadian tertentu tidak harus selalu diikuti oleh suatu kejadian yang

sama. Misalnya, sesudah langit mendung maka turunlah hujan. Namun, pada
keesokan harinya langit mendung tanpa turunnya hujan. Kemudian pada akhirnya
munculah peluang turunnya hujan disuatu wilayah.

B.

Batas-batas Penjelajahan Ilmu


Ilmu memulai penjelajahannya pada pengalaman manusia dan berhenti pada
batas pengalaman manusia. Jadi ilmu tidak mempelajari sebab musabab kejadian
manusia, sebab kejadian itu berada diluar jangkauan pengalaman manusia.
(Jujun,1990:91)
Secara ontologis, ilmu membatasi masalah yang dikajinya hanya pada masalah
yang terdapat pada ruang jangkauan manusia.Hal-hal yang terjadi sebelum hidup kita,
maupun apa-apa yang terjadi sesudah hidup kita, semua berada di luar penjelajahan
ilmu.Batas dari penjelajahan ilmu hanyalah pengalaman manusia.Pembatasan ini
disebabkan karena fungsi ilmu itu sendiri dalam kehidupan manusia yakni sebagai
alat pembantu manusia dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapinya
sehari-hari.
Dalam batas pengalaman manusia, ilmu hanya berwenang dalam menentukan
benar atau salahnya suatu pernyataan.Tentang baik dan buruk, semua hal termasuk
ilmu, berpaling kepada sumber-sumber moral.Tentang indah dan jelek, semua hal
termasuk ilmu, berpaling kepada pengkajian estetik.
Batas-batas ruang penjelajahan keilmuan harus jelas bagi semua, dimana
disiplin seseorang berhenti dan dimana disiplin orang lain dimulai. Tanpa kejelasan
batas-batas ini, maka pendekatan multi-disipliner tidak akan bersifat konstruktif
melainkan berubah menjadi sengketa.

Cabang-cabang Ilmu
Pada dasarnya cabang-cabang ilmu berkembang dari dua cabang utama yakni

filsafat alam (the natural science) dan filsafat moral (the social science).Ilmu-ilmu
alam bercabang menjadi ilmu alam (the physical science) dan ilmu hayat (the
biological science).Ilmu alam bertujuan mempelajari zat yang membentuk alam
semesta yang kemudian bercabang lagi menjadi fisika (mempelajari massa dan
energi), kimia mempelajari substansi zat), astronomi (mempelajari benda-benda
langit) dan ilmu bumi (mmempelajari keadaan Bumi).
Pada ilmu sosial terdapat cabang utama yakni antropologi (mempelajari
manusia dalam prespektif waktu dan tempat), psikolgi (mempelajari proses mental

dan sikap manusia), ekonomi (mempelajari manusia dalam memenuhi kebutuhan


kehidupan melalui proses pertukaran), sosiologi (mempelajari struktur sisal manusia)
dan ilmu politik (mempelajari sistem dan proses dalam kehidupan manusia
berpemerintahan dan bernegara).Cabang-cabang utama ilmu alam dan ilmu sosial
tersebut kemudian membentuk cabang-cabang ilmu yang baru.
Di samping ilmu sosial dan ilmu alam, pengetahuan juga mencakup
humaniora dan matematika.Humaniora terdiri dari seni, filsafat, agama, bahasa, dan
sejarah.

C.

Jarum Sejarah Pengetahuan


Kita akan tahu bagaimana cara mendapatkan pengetahuan yang benar dengan
konsep epistemologi yakni teori pengetahuan. Menurut Surajiyo (2010:26),
epistemologi adalah bagian filsafat yang membicarakan tentang terjadinya
pengetahuan, sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, batas-batas, sifat, metode,
dan kesahihan pengetahuan. Dan menurut Pidarta (2009:77) epistemologi ialah
filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran.
Epistemologi bersifat :

Evaluatif (menilai), artinya menilai apakah suatu keyakinan, sikap,


pernyataan pendapat, teori pengetahuan dapat dibenarkan, dijamin
kebenarannya, atau memiliki dasar yang dapat dipertanggungjawabkan

secara nalar
Normatif, menentukan norma atau tolak ukur, dalam hal ini tolak ukur

kenalaran bagi kebenaran pengetahuan


Kritis, banyak mempertanyakan dan menguji kenalaran cara maupun hasil
kegiatan manusia mengetahui

Pada dasarnya, ditinjau dari sejarah cara berpikir manusia, terdapat dua pola
dalam memperoleh pengetahuan. Pertama berpikir secara rasional.Ide tentang
kebenaran,

yang

menjadi

dasar

pengetahuan,

diperoleh

melalui

berpikir

rasional.Namun setiap orang cenderung percaya pada kebenaran menurut mereka


sendiri. Jika menurut kita benar belum tentu benar menurut orang lain. Oleh sebab itu,
munculah pola berpikir lain yakni secara empirisme, yang bertolak belakang dengan
pola pikir rasional.Menurut kaum empiris pengetahuan dapat diperoleh dari
pengalaman.Namun ternyata empirisme juga tidak dapat menjamin bahwa
pengetahuan yang dikumpulkan memiliki kebenaran yang pasti. Maka timbulah
gabungan antara pendekatan rasional dan empiris yang dinamakan metode keilmuan.
Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran koheren dan logis.Empirisme
memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu kebenaran. Metode ini jika
digunakan secara dinamis akan menghasilkan pengetahuan yang konsisten dan
sistematis serta dapat diandalkan karena sudah teruji secara empiris.
Secara garis besar, sejarah pengetahuan terbagi menjadi tiga fase, yaitu :

1. Pengetahuan abad primitif


Pada abad primitif manusia sudah mulai mengenal dengan yang namanya
pengetahuan. Pengetahuan tersebut digunakan sebagai alat dan cara mereka untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi disekitar mereka. Akan tetapi, pada abad ini
pengetahuan masih berupa satu kesatuan yang bulat, tidak ada pembeda antar
berbagai pengetahuan. Tidak adanya pengklasifikasian antara suatu pengetahuan
tertentu dengan pengetahuan yang lainnya. Akibatnya, pada masa itu, seorang yang
dianggap mampu dibidang kedokteran, dia juga akan dianggap mampu dibidang
pertanian, keagamaan, pemerintahan dan lainnya. Seorang pemimpin pada masa itu
adalah mereka yang ahli atau pakar dalam seluruh aspek kehidupan masyarakat yang
berada dibawah kepemimpinanya.Seorang ketua suku bisa menjadi panglima perang,
hakim, guru besar, ataupun tukang tenun.
2. Pengetahuan abad penalaran(age of reason)
Pada abad ini manusia telah mengalami perkembangan pemikiran.Pada abad ini
manusia mulai melakukan pembedaan-pembedaan antara satu pengetahuan dengan
pengetahuan yang lainnya. Pohon pengetahuan mulai dibedakan berdasarkan apa
yang diketahui, bagaimana caar mengetahui dan untuk apa pengetahuan itu
digunakan. Artinya, antara satu pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya
memiliki bagiannya masing-masing untuk dikaji. Tidak ada hubungan antara satu
pengetahuan dengan pengetahuan yang lainnya dalam rangka menyelesaikan suatu
masalah.Pada masa ini pengetahuan mengalami diferensiasi yang cukup pesat.
3. Pengetahuan abad modern
Fase terakhir ini adalah fase pengetahuan yang masih berlaku hingga sekarang
ini.Manusia mulai menggabungkan antara metode primitif dengan metode yang
digunakan oleh manusia masa penalaran. Dengan penggabungan dua cara tersebut,
munculah metode inter-disipliner dalam pengetahuan. Tidak seperti metode yang
dipergunakan pada masa penalaran, masa ini, pengetahuan lebih diperlakukan sebagai
suatu rangkaian penyelesaian masalah yang berkaitan antara satu pengetahuan dengan
pengetahuan yang lainnya. Artinya, wilayah antara satu

pengetahuan dengan

pengetahuan yang lainnya tetap dibedakan untuk kajian telaahnya. Akan tetapi, dalam
perannya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi manusia,
pengetahun memiliki semacam ikatan yang erat antara satu wilayah kajian keilmuan

dengan yang lain. Demikianlah jarum sejarah

perjalanan pengetahuan dalam

perannya sebagai alat untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan manusia


yang terjadi pada kehidupan sehari hari.

SESI TANYA JAWAB


Pertanyaan :
1. Apa saja yg termasuk ruang lingkup epistemologi ? ( Noviantika )
2. Apakah masa depan termasuk batas penjelajahan ilmu ? JELASKAN ! ( Syahfitri )
3.

Sebutkan contoh dari setiap fase pengetahuan ? ( Dita )

4. Apa hubungan antara epistemoologi dgn filsafat ? ( Ayu )


5. Apa dasar pemikiran asumsi ilmu? ( Villa )
6. Pola pikir yang lebih baik rasional atau empiris ? ( Christine )
7. Perbedaan pemikiran anatara perempuan dengan laki laki , anak anak dengan
dewasa ? ( Irma )
Jawaban :
1. Ruang lingkup epistemologi menurut M.Arifin meliputi hakekat, sumber, dan
validitas pengetahuan. Menurut Mudlor Achmad ada 6 aspek, yaitu hakikat, unsur,
macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan A.M Saefuddin
menyebutkan bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus dijawab, apakah
ilmu itu, darimana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun
ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang
benar, dan dimanakah batasan ilmu.
2. Sudah diketahui bahwa batas penjelajahan ilmu hanyalah pengalaman. Hal-hal diluar
pengalaman bukan merupakan batas penjelajahan ilmu. Masa depan bukanlah suatu
pengalaman, mengapa? Karena pengalaman merupakan hal-hal yang telah dilalui dan
telah terjadi pada setiap manusia. Sedangkan masa depan adalah sesuatu yang akan
terjadi dan tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi pada masa depan, oleh karena itu
masa depan tidak dapat dikatakan sebagai batas penjelajahan ilmu.

3. Contoh 3 fase pengetahuan :

Abad Primitif : pengetahuan masih bulat, belum ada pembeda anatara


pengetahuan satu dengan lainnya. Misalkan seorang yang dianggap mampu
dibidang kedokteran, dia juga akan dianggap mampu dibidang pertanian,

keagamaan, pemerintahan dan lainnya.


Abad Penalaran : pengetahuan satu dengan yang lain sudah dapat dibedakan,
namun pengetahuan satu dengan yang lain dianggap tidak ada keterkaitan atau
hubungan. Misalkan ada ilmuan Matematika menemukan ilmu matematika, dan
ada ilmuan fisika begitu juga menjabarkan ilmu fisika, bahwasannya ilmu

matematika dan fisika tidak ada hubungannya sama sekali.


Abad Modern : pengetahuan satu dengan yang lain sudah dapat dibedakan dan
pengetahuan satu dengan yang lain dapat dibuktikan hubungannya. Misalkan,
pengetahuan matematik dan fisika, pada pelajaran fisika kita mengetahui cara
mendapatkan rumus jarak, kecepatan dan percepatan, rumus tersebut kita dapat
dari mengintegralkan dan mendiferensilkan jarak, kecepatan maupun percepatan
dimana integral dan diferensial dipelajari dalam bidang matematika.

4. Epistemologi lebih berkaitan dengan filsafat, walaupun objeknya tidak merupakan


ilmu yang empirik, justru karena epistemologi menjadi ilmu dan filsafat sebagai objek
penyelidikannya. Dalam epistemologi terdapat upaya-upaya untuk mendapatkan
pengetahuan dan mengembangkannya. Aktivitas-aktivitas ini ditempuh melalui
perenungan-perenungan secara filosofis dan analitis.
5. Jadi dasar pola pikir dalam asumsi itu adalah pola pikir pragmatis. Pola pikir
pragmatis adalah pola pikir yang menganggap kebenaran dari suatu asumsi itu
berdasarkan kegunaannya bagi masyarakat. Contoh nya adalah teori atom, dulu
sebelum terdapat teori mekanika kuatum, kita mengangap bahwa teori atom Bhor
adalah teori yang benar, karena pada saat itu teori tersebut masih berguna bagi
masyrakat pada zaman itu. Tetapi sekarang setelah adanya teori atom mekanika
kuantum, maka teori atom Bhor dianggap salah dan dilupakan, karena teori tesebut
tidak berguna lagi bagi manusia sekarang. Tetapi teori atom mekanika kuantum adalah
pengembangan dari teori atom Bhor.
6. Tidak ada yang baik maupun yang benar, namun pola pikir rasional dan empiris
berkaitan satu sama lain, dan lebih baik mereka berdua berjalan berdampingan. Maka

timbulah gabungan antara pendekatan rasional dan empiris yang dinamakan metode
keilmuan.Rasionalisme memberikan kerangka pemikiran koheren dan
logis.Empirisme memberikan kerangka pengujian dalam memastikan suatu
kebenaran. Metode ini jika digunakan secara dinamis akan menghasilkan pengetahuan
yang konsisten dan sistematis serta dapat diandalkan karena sudah teruji secara
empiris.
7. Pola pikir manusia bergantung pada proses pengembangan orang itu sendiri. Baik
perempuan maupun laki-laki bisa memiliki pola pikir yang rasional maupun empiris.
Misal, ada seseorang yang dari kecil selalu dimanja oleh orang tuanya. Apa yang
diinginkan selalu diberikan oleh orang tuanya. Ketika besar anak itu akan tetap
memiliki pola pikir bahwa apa yang diinginkan harus selalu didapatkan. Ada pula
anak yang sejak kecil diajarkan untuk mandiri. Kedua anak tersebut bisa saja berjenis
kelamin laki-laki maupun perempuan. Jadi, pola pikir yang dominan dimiliki laki-laki
atau perempuan tidak menentu.

DAFTAR PUSTAKA

Gani, Hafizah. 2012. Asumsi dalam Filsafat Ilmu.


http://hafizahgani.blogspot.com/2012/02/asumsi-dalam-filsafat-ilmu.html?m=1
KBBI. 2009. Asumsi. http://kbbi.web.id/asumsi
Putra, Yudi Yunika.2013. Makalah Filsafat Ilmu Espistemologi Pengetahuan.
http://www.academia.edu/7268143/Makalahfilsafatilmuepistemologi-131220224332phpapp02
Suriasumantri, Jujun S.Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 2003
Suriasumantri, Jujun S. Ilmu dalam Prespektif.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003

Anda mungkin juga menyukai