Anda di halaman 1dari 12

Stereotip Terhadap Etnis Tertentu di Indonesia

Adita Priscilla
1506684533
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Indonesia

Bab I
Pendahuluan

1.1 Latar Belakang Masalah


Ilmu sosial merupakan ilmu yang kaya akan berbagai perspektif sehingga setiap kajian dalam
ilmu sosial dapat ditinjau dari beberapa pendekatan. Maka hasil pemikiran tentang berbagai
objek yang berada dalam ruang lingkup ilmu sosial pun akan diwarnai perbedaan. Hal ini
disebabkan objek material dari ilmu sosial pada umumnya adalah manusia.
Salah satu kajian ilmu sosial yang menarik untuk dibahas adalah stereotip masyarakat Indonesia
terhadap suku atau etnis tertentu. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki
kekayaan budaya yang sangat beranekaragam. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan
suku bangsa yang hidup dan berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia, khususnya
suku Batak, Minang, dan Jawa yang akan menjadi fokus kajian dalam karya tulis ilmiah ini.
Masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan, dan lainlain. Kompleksitas nilai, norma, dan kebiasaan itu bagi warga suku bangsa yang bersangkutan
mungkin tidak menjadi masalah. Permasalahan baru muncul ketika suku bangsa itu harus
berinteraksi sosial dengan suku bangsa yang lain. Konkretnya, tentu terjadilah perbedaan
pemahaman dan timbulah stereotip yang seringkali memberikan gambaran yang tidak akurat
tentang realitas sosial.1 Dalam konteks seperti inilah stereotip seringkali menjadi pemicu
berbagai persoalan sosial dalam masyarakat multikultural khususnya Indonesia.
Setiap individu memiliki kecenderungan untuk mengidentifikasikan dirinya dengan etnis
tertentu. Sementara itu individu lain memiliki self concept atas etnisnya dan etnis diluar
etnisnya.2 Seseorang pun cenderung menilai perilaku orang lain terkait dengan latar belakang
1 Soewaryo Wangsanegara. Ilmu Sosial Dasar, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (Jakarta,
1986), 47
2 Ibid.

etnis dan kesukubangsaannya. Pengaruh stereotip pada individu memiliki pengaruh sangat besar
dalam interaksi sosialnya. Karena dapat mengubah perilaku atau attitude individu tersebut
terhadap individu lain yang dikenai suatu stereotip. Stereotype terhadap suatu etnis tertentu perlu
diselidiki kebenarannya, apakah stereotype tersebut memang benar, sehingga perlu dipikirkan
bagaimana cara berinteraksi yang baik dan sesuai dengan karakter mereka, atau justru stereotype
tersebut salah sehingga setiap orang yang berasal dari luar etnisnya tidak perlu merasa kecil hati
dan membatasi diri bilamana ingin berhubungan dengan mereka.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah maka permasalahan yang menjadi pokok
bahasan dalam karya ilmiah ini adalah :
1. Apa itu stereotip?
2. Hal apa yang mendasari timbulnya suatu stereotip?
3. Bagaimana Stereotip Suku lain terhadap suku Batak yang dianggap kasar? Suku minang yang
dianggap pelit? Dan suku Jawa yang dianggap lambat?
4. Apa akibat yang disebabkan stereotip etnis?
5. Bagaimana cara mengatasi stereotip etnis?

1.3 Tujuan Penulisan


Karya tulis ini disusun dengan sistematika yang telah ada dengan tujuan sebagai berikut:
1. Sebagai bahan pembelajaran mengenai stereotip yang seringkali dijumpai dalam kehidupan
sehari-hari namun kurang kita sadari keberadaannya
2. Menambah wawasan pembaca dan penulis mengenai stereotip terhadap etnis khususnya etnis
Batak, Minang, dan Jawa

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat yang ingin disampaikan penulis kepada pembaca adalah
1. Membentuk kepribadian yang tenggang rasa antar etnis
2. Membangun rasa solidaritas yang tercipta antar etnis tanpa didasari stereotip negatif
3. Mewujudkan hubungan yang harmonis dan saling menghargai antar etnis khususnya etnis
Batak, Jawa, dan Minang

1.5 Metode Penulisan


Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode penulisan kualitatif. Metode penulisan
kualitatif adalah metode penulisan karya tulis dengan cara mengumpulkan data dari sumbersumber yang ada khususnya bacaan, seperti buku dan sumber-sumber dari internet yang berupa
jurnal, dan lain lain.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Stereotip
Stereotip adalah cara pandang terhadap suatu kelompok sosial dimana cara pandang tersebut
digunakan pada setiap kelompok tersebut. Seseorang memperoleh informasi dari pihak kedua
maupun media, sehingga seseorang cenderung untuk menyesuaikan informasi tersebut agar
sesuai dengan pemikiran diri sendiri. Ini sudah merupakan pembentukan stereotip. Stereotip bisa
berkaitan dengan hal positif atau hal negatif, stereotip bisa benar juga bisa salah, stereotip bisa
berkaitan dengan individu atau subkelompok.
Stereotip juga digunakan oleh manusia sebagai bagian dari mekanisme pertahanan diri (seldefense mecehanism) untuk menyembunyikan keterbatasan kita atau untuk membenarkan
perasaan kita yang rapuh mengenai superioritas. Sebagai contoh, stereotip negatif mengenai
orang Amerika kulit hitam sebenarnya bersumber pada justifikasi perbudakan orang Amerika
kulit putih terhadap orang kulit hitam.3
Stereotip dapat membawa ketidakadilan sosial bagi mereka yang menjadi korban, dan jika ini
terjadi akan memunculkan pertanyaan terkait etnisitas. Stereotip terkadang juga melebihi
pertanyaan seputar keadilan sosial. Hal ini berkaitan dengan tendensi yang mengaitkan antara
stereotip dengan persoalan yang bersifat visibel seperti prejudice mengenai kelamin, ras dan
etnis.4
Ada beberapa kondisi dimana stereotip merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan, yaitu :
3 Paulus Hariyono Menggali Latar Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis Cina di Jawa Mutiara
Wacana. (Jakarta: 2006), 38
4 Ibid.,39

1. Manusia butuh sesuatu unutk menyederhanakan realitas kehidupan yang bersifat kompleks.
2. Manusia butuh sesuatu untuk menghilangkan rasa cemas ketika berhadapan dengan sesuatu
hal yang baru, manusia kemudian menggunakan stereotip.
3. Manusia butuh cara yang ekonomis untuk membentuk gambaran dari dunia di sekitarnya.
4. Manusia tidak mungkin mengalami semua kejadian, karenanya menusia mengandalkan
informasi dari pihak lain atau media sebagai jendela dunia. Oleh karena itu terjadilah duplikasi
stereotip.5

Menurut Alvin Day, Karena sifat dari manusia yang selalu mencari kesamaan mendasar atas
segala sesuatu tersebut menyebabkan stereotip, dalam pandangan komunikasi, bukanlah hal yang
mengejutkan jika kemudian stereotip beranak pihak dalam content hiburan dan informasi massal.
Dalam sejarahnya, stereotip sendiri merupakan perilaku yang sudah dilakukan oleh manusia
sejak zaman purbakala. Namun stereotip sebagai konsep modern baru digagas oleh Walter
Lippmann dalam tulisannya yang berjudul "public opinion" yang dipublikasikan pada tahun
1922. Lippmann mengatakan bahwa stereotip adalah cara ekonomis untuk melihat dunia secara
keseluruhan. Hal ini dikarenakan individu tidak dapat sekaligus mengalami dua event yang
berbeda dalam tempat yang berbeda yang dapat dilakukan secara bersamaan.
Berdasarkan berbagai uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stereotip etnis
berkaitan dengan ras, suku bangsa, dan kebangsaan. Pada hakikatnya stereotip merupakan
imajinasi mentalitas yang kaku, yaitu dalam wujud pemberian penilaian negative yang ditujukan
kepada orang lain di luar etnis nya. Sebaliknya kepada sesama etnis nya akan memberikan
penilaian yang positif. Stereotip yang kaku dapat menimbulkan prejudice (prasangka) yang kuat.
2.1.2 Hal yang Mendasari timbulnya Stereotip
Tumbuhnya stereotip dalam diri seseorang adalah sebagai akibat pengaruh suatu persepsi tertentu
dan berfungsi untuk meyakinkan diri sendiri dan menilai orang lain secara subjektif. Suku Jawa
dengan sifatnya yang lemah lembut tentu menilai suku Batak sebagai sebagai pribadi yang kasar.
5 Muhammad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi Kencana Prenada Media Group ( Jakarta: 2010) ,
9

Begitu juga sebaliknya, tentunya hal ini dapat menimbulkan perilaku negatif dari interaksi
diantara keduanya. Adanya berbagai perbedaan ras diantara segmen penduduk yang porsinya
tidak sama dalam wilayah geografis atau sosial, akan menimbulkan kesulitan. Stereotip etnis ini
dapat menyebabkan sifat konservatif dan tertutup terhadap hal-hal baru dan asing.
2.2 Stereotip Terhadap Suku Batak, Minang, dan Jawa
Setiap suku bangsa tentu memiliki pola kehidupan serta kebudayaan nya masing-masing. Hal
itulah yang menjadi ciri dasar setiap suku di Indonesia. Perbedaan budaya di Indonesia
menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai, dan cara memandang dunia. Keanekaragaman
tersebut menciptakan pola pola komunikasi yang sama di antara anggota anggota yang
memiliki latar belakang sama, dan mempengaruhi komunikasi di antara anggota anggota
daerah dan etnis yang berbeda.

Komunikasi antar budaya tidak hanya komunikasi antar individu tapi juga di antara kelompok
kelompok dengan identifikasi budaya yang tersebar (Janet, 2004) Komunikasi antar budaya
menjelaskan interaksi antar individu dan kelompok kelompok yang memiliki persepsi yang
berbeda dalam perilaku komunikasi dan perbedaan dalam interpretasi.

2.2.1 Steorotip umum terhadap suku Batak

Suku Batak dikatakan suka berbicara dengan suara yang keras agar diperhatikan orang
lain (bahkan ada yang mengidentikkan suka berbicara ini dengan suka membual).

Suku Batak itu pemberani dan agresif, mereka berani dalam mengemukakan pendapat
sendiri walaupun mereka berada di dalam kedudukan minoritas, orang batak tidak akan
terkalahkan oleh kaum yang mayoritas.

Suku Batak itu kasar, ini tampak dari kebiasaan mereka yang suka berbicara keras-keras
dan suka berkelahi di depan orang lain dan pernyataan ini di dukung dengan perawakan
mereka misalnya bentuk dan ekspresi muka.6

2.2.2 Stereotip umum terhadap suku Minang


6 Budi Susetyo Stereotip dan Relasi Antarkelompok Graha Ilmu, (Jakarta: 2009) , 236

Bicara tentang Minang berarti bicara tentang Islam. Sebab orang Minang itu bisa
dikatakan semuanya memeluk Islam. Orang Minang yang tidak Islam itu secara etnis
tetap Minang, tapi dia dilempar dari sukunya. Ada dua tali di Minangkabau, yaitu tali
darah dan tali adat. Tali darahnya Islam, dan tali adatnya budaya Minang.

Etnis Minang disebut memiliki fanatisme kesukuan karena mereka suka membantu orang
sekampung,.

Sikap dagangnya kuat, tidak ada tawar menawar bagi mereka. Karena itulah suku Minang
sangat terkenal dengan julukan pelit.7

2.2.3 Stereotip umum terhadap suku Jawa

Stereotipe suku Jawa adalah lamban dan masa bodoh.


Suku Jawa memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka
juga terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini
konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian dan

menghindari konflik.
Suku jawa cenderung untuk diam dan tidak membantah apabila terjadi perbedaan
pendapat.8

2.2.4 Faktor- faktor yang mempengaruhi penyebutan stereotipe


Pada umumnya, pendapat-pendapat atau stereotipe-stereotipe yang berasal dari ingroup
merupakan stereotipe yang positif, sedangkan yang berasal dari outgroup bisa saja berupa
stereotipe yang negatif. Banyaknya stereotipe-stereotipe yang diciptakan oleh outgroup,
menentukan seberapa besar jarak sosial mereka dengan ingroup.
Berikut adalah faktor dari steorotip yang terbentuk dari suku-suku diatas adalah:

Adanya pengetahuan umum maupun pengalaman antara ingroup dan outgroup sebagai
dasar penilaian.

Adanya kesamaan antar satu etnis dengan etnis lainnya.

Lingkungan sosial dan pergaulan di antara etnis-etnis tersebut.9

7 Ibid.
8 Ibid.
9 Ibid.,238

2.3 Akibat Stereotip Etnis


Akibat stereotipe yang muncul dalam masyarakat dengan adanyastereotipe yang negatif terhadap
suatu kelompok tertentu, dengan kondisi masyarakat yang majemuk adalah akan menjadi sebuah
ancaman untuk mempertahankan kesatuan dalam kemajemukan tersebut. Stereotipe ini akan
menjadikan sekat yang jelas antarkelompok, sehingga dapat menghambat komunikasi keduanya
karena terbangun jarak akibat stereotipe tersebut. Selain itu dapat menghambat komunikasi
keduanya karena terbangun jarak akibat stereotipe. Bahkan lebih dari itu stereotipe terhadap
suatu kelompok bukan tidak mungkin memicu terjadinya konflik antar kelompok, padahal
stereotipe yang terbangun pada suatu kelompok tertentu belum tentu dapat dibuktikan
kebenarannya bahkan ada stereotipe mengenai suatu kelompok yang benar benar salah.
2.4 Cara Mengatasi Stereotip Etnis
Upaya mengatasi stereotip terhadap suatu etnis tertentu dapat dilakukan dengan berbagai cara.
Salah satu teori hubungan antar kelompok yakni the contact hypothesis, diasumsikan bahwa
anggota kelompok yang berbeda bila melakukan interaksi satu sama lain akan mengurangi
banyak prasangka antara mereka, dan menghasilkan sikap antar kelompok dan stereotip yang
lebih positif (Manstead & Hewstone, 1995). Semakin banyak dan erat interaksi yang terjadi
maka stereotip negatif pun akan semakin berkurang juga.
Hubungan antar etnik yang memungkinkan saling mengenal secara pribadi antar anggota
kelompok etnik yang berlainan bisa mengurangi stereotip secara signifikan. Hubungan itu harus
dalam waktu yang cukup, dengan frekuensi yang tinggi, dan adanya kedekatan yang
memungkinkan peluang membangun hubungan erat dan bermakna antara anggota kelompok
etnik yang berkaitan. Apabila hubungan antara anggota kelompok etnik tidak memungkinkan
terjadinya hubugan akrab maka kurang bisa mengatasi timbulnya stereotip.

BAB III
KESIMPULAN

Stereotipe adalah pendapat atau gambaran mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana
pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok
tertentu tersebut. Kelompok ini mencakup kelompok ras, kelompok etnik, kaum tua, berbagai
pekerjaan profesi, atau orang dengan penampilan fisik tertentu. Stereotipe kadang-kadang
dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatifterhadap kelompok lain.
Stereotipe pada umumnya tidak memiliki sumber yang jelas, berasal dari karangan- karangan
suatu kelompok tertentu atau berasal dari cerita- cerita turun temurun untuk dipakai sebagai
kerangka rujukan tentang seseorang, kelompok, budaya, bangsa, hingga agama. Sehingga segala
bentuk stereotipe adalah belum tentu kebenarannya, bahkan ada stereotipe yang salah sama
sekali kebenarannya.
Tidak sedikt orang menjadikan stereotipe sebagai alasan untuk mengucilkan kelompok lain
berarti orang tersebut tidak menganggap bahwa manusia memiliki keunikan yang bermacammacam.
Karena itu jangan hanya memandang suatu kelompok atau individu dari satu sisi saja
dan mengabaikan sisi lainnya yang merupakan sebuah kelengkapan dalam diri objek dan
dilewatkan. Masyarakat harus menyadari bahwa setiap individu terlahir dengan keunikan
tersendiri sehingga tidak perlu disamakan dengan individu yang lain apalagi kelompok.

Tumbuhkan rasa saling menghargai terhadap perbedaan pada suatu kelompok. Maka dari itu
sudah saatnya masyarakat lebih objektif dalam menerima sebuah stereotipe yang hadir di tengah
kehidupan bermasyarakat. Di antaranya menanamkan rasa toleransi dalam merajut sebuah
keberagaman yang dimuai sejak dini, hal ini perlu dilakukan mengingat stereotipe dapat terusmenerus dilestarikan melalui komunikasi yang beredar di kalangan masyarakat, dan dapat
diturunkan ke generasi berikutnya
Beberapa poin penting dari pembahasan di atas antara lain penilaian yang bersifat subjektif dan
dapat berupa kesan positif maupun negatif. Walaupun lebih cenderung negatif. Stereotip
biasanya muncul pada orang-orang yang tidak mengenal sungguh-sungguh orang atau kelompok
lain. Apabila kita menjadi akrab dengan etnis bersangkutan maka stereotip tehadap orang atau
kelompok itu biasanya akan menghilang.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih terbatas dan jauh dari kata sempurna, hal
ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, pengalaman, serta waktu yang dimiliki penulis. Karena
itu Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan karya tulis
ilmiah di kemudian hari.

Daftar Pustaka
Wangsanegara, Soewaryo. 1986. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.
Hariyono, Paulus. 2006. Menggali Latar Belakang Stereotip dan Persoalan Etnis Cina di
Jawa. Jakarta: Mutiara Wacana.
Mufid, Muhammad. 2010. Etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Susetyo, Budi. 2009. Stereotip dan Relasi Antarkelompok. Jakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai