Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH FIQIH MAWARIS

KAKEK BERSAMA SAUDARA

Dosen Pengampu :

Abdul Haris,M.HI

Disusun oleh kelompok 5:

Istiqomah Mulya Rizqi (19220191)


Muhammad Rayyan Erwinandika Bratawijaya (210202110101)
Rosyida Qurrota A'yun (210202110095)
M.Ikhram Bil Ilmi (210202110097)

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

TAHUN AJARAN 2022/2023

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., karena berkat rahmat serta
karuniaNYA, penyusunan makalah dengan judul “Kakek Bersama Saudara” dapat terlaksana
dengan baik dan lancar serta tepat pada waktunya.

Makalah ini kami buat dan kami susun dengan maksimal berkat bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Kami mengucapkan banyak
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kami terutama kepada Bapak Abdul
Haris, M.HI selaku dosen mata kuliah fiqih mawaris yang telah memberikan banyak
dorongan serta ilmu pengetahuan kepada kami.

Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca yang bersifat membangun makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Malang, 14 November 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................. 2


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3
BAB I ..................................................................................................................................... 4
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4
1. Latar Belakang ............................................................................................................ 4
2. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 5
3. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 5
BAB II .................................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 6
1. Pengertian Kewarisan Kakek ....................................................................................... 6
2. Kewarisan Saudara ........................................................ Error! Bookmark not defined.
3. Hukum Waris Antara Kakek Dengan Saudara .............................................................. 9
4. Pendapat Ulama Tentang Kewarisan Kakek Dengan Saudara .................................... 18
BAB III ................................................................................................................................. 37
PENUTUP ............................................................................................................................ 37
1. Kesimpulan ............................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................ 39

3
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Permasalahan Hukum waris merupakan hal yang penting dan harus
diperhatikan dalam hukum Islam, karena dalam kehidupan manusia, mereka pastiakan
mengalami masalah kewarisan. Menurut para fuqaha hukum kewarisan Islam, ialah
ilmu yang menjelaskan mengenai orang yang berhak menerima pusaka, orang yang
tidak berhak menerima pusaka, serta kadar atau bagian yang diterima setiap ahli waris
dan cara membaginya. 1

Pakar Hukum waris mengklasifikasikan kakek kepada dua macam, yaitu kakek
sahih dan kakek ghairu sahih. Kakek sahih ialah setiap kakek (leluhur lakilaki) yang
mempunyai hubungan kekerabatan kepada pewaris melalui garis laki-laki. Kakek
ghairu Sahih ialah setiap kakek (leluhur laki-laki) yang mempunyai hubungan
kekerabatan kepada pewaris melalui garis perempuan.

Dalam hukum waris, para pakar mengklasifikasikan kakek kepada dua macam,
yaitu kakek shahih dan kakek fasid, adapun kakek yang shahih (benar) adalah kakek
yang bisa mempunyai hak waris sebagai ashabul furudh dan sebagai ashobah pada
saat ayah tidak ada, dan secara garis nasab, kakek yang shahih adalah kakek yang
nasabnya terhadap pewaris tidak tercampuri jenis wanita, contohnya kakek dari garis
nasab ayah (bapaknya ayah) dan seterusnya.

1
Iwan Setyo Utomo, “Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan Duda Dalam
Hukum Waris Islam,” Arena Hukum 10, no. 2 (2017): 269–86,
https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2017.01002.6.
4
Perlu saya tekankan bahwa masalah waris sangatlah berbahaya dan sensitif.
Karena itu Allah SWT tidak membiarkan begitu saja hukum yang berkenaan dengan
masalah hak kepemilikan materi ini. Dia menjelaskannya di dalam Al-Qur'an dengan
detail agar tidak terjadi kezaliman dan perbuatan aniaya di kalangan umat manusia,
khususnya para ahli waris.Namun demikian, masalah yang sangat dikhawatirkan itu
hilang setelah munculnya ijtihad para sahabat. Ijtihad dan pendapat tersebut dijaga
serta dibukukan secara lengkap dan detail beserta dalil-dalilnya,mereka
adalah sahabat Ibnu Mas’ud, Ali Bin Abu Thalib, Abu Bakar As-Shiddik, dan Zaid
bin Tsabit

2. Rumusan Masalah
1. Apa itu Kewarisan Kakek?
2. Apa Pengertian Kewarisan Saudara?
3. Bagaimana Hukum Waris Antara Kakek Dengan Saudara?
4. Bagaimana Pendapat Ulama Tentang Warisan Antara Kakek Dengan Saudara?
5. Bagaimana Penyelesainnya Warisan Kakek Dengan Saudara?

3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui Tentang Kewarisan Kakek
2. Untuk mengetahui Tentang Kewarisan Saudara
3. Untuk mengetahui Hukum Waris Antara Kakek Dengan Saudara
4. Untuk mengetahui Pendapat Ulama Tentang Warisan Antara Kakek Dengan
Saudara
5. Untuk mengetahui Penyelesainnya Warisan Kakek Dengan Saudara

5
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kewarisan Kakek


Dalam hukum waris, para pakar mengklasifikasikan kakek kepada dua macam, yaitu
kakek shahih dan kakek fasid, adapun kakek yang shahih (benar) adalah kakek yang bisa
mempunyai hak waris sebagai ashabul furudh dan sebagai ashobah pada saat ayah tidak
ada, dan secara garis nasab, kakek yang shahih adalah kakek yang nasabnya terhadap
pewaris tidak tercampuri jenis wanita, contohnya kakek dari garis nasab ayah (bapaknya
ayah) dan seterusnya.

Sedangkan kakek yang fasid (rusak) adalah ahli waris yang dikategorikan sebagai
dzawilarham,yaitu kelompok waris yang tidak masuk kelompok ashabul furudh dan
tidak pula kelompok ashobah, dzawil arham bisa mendapatkan warisan jika tidak ada
ahli waris dari golongan ashabul furudh dan ashobah. Secara garis nasab, kakek fasid
adalah kakek yang berasal dari garis nasab wanita, contohnya seperti kakek dari ibu
(ayahnya ibu) atau ayah dari ibunya ayah. 2

Untuk memperjelas tentang kakek yang shahih dan fasid, dijelaskan dalam diagram di
bawah ini:

2
“BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS.” http://repository.uin-suska.ac.id/6631/3/BAB%20II.pdf.

6
Diagram diatas menjelaskan tentang keadaan kakek yang shahih (Sh) karena berasal
dari garis nasab ayah.

Diagram diatas menjelaskan tentang keadaan kakek yang fasid (Fsd) karena berasal
dari garis nasab wanita. Dan berikut adalah tabel kedudukan dan hak waris seorang
kakek:3

2. Kewarisan Saudara

3
H. Moh. Aminuddin, “Penetapan Ahli Waris Dan PembagianWarisan,” Media Bina Ilmiah 13,no. 6
(2018):1293 -1302.

7
Saudara dalam konteks fiqh mawaris adalah orang yang seayah seibu dengan pewaris,
atau seayah saja, atau seibu saja, yang menjadi sumber hukum saudara sebagai ahli waris
adalah surat An-Nisa’ ayat 12 dan 76, ulama berpendapat bahwa ayat 12 hanya membahas
saudara/saudari seibu saja, dan ayat 176 membahas tentang saudara/saudari kandung
maupun seayah4:

‫ُوصي َن ِب َها ٓ أ َ ْو دَي ٍْن‬ ِ ‫صيَّ ٍة ي‬ ِ ‫ٱلربُ ُع مِ َّما ت ََر ْكنَ مِ ۢن بَ ْع ِد َو‬ ُّ ‫ف َما ت ََركَ أ َ ْز َٰ َو ُج ُك ْم ِإن ل َّ ْم يَ ُكن لَّ ُه َّن َولَد فَإِن كَا َن لَ ُه َّن َولَد فَلَ ُك ُم‬ ْ ِ‫َولَ ُك ْم ن‬
ُ ‫ص‬
‫صونَ بِ َها ٓ أ َ ْو دَي ٍْن ۗ َوإِن‬ ُ ‫صيَّ ٍة تُو‬ ِ ‫ٱلربُ ُع مِ َّما ت ََر ْكت ُ ْم إِن لَّ ْم يَ ُكن لَّ ُك ْم َولَد فَإِن كَانَ لَ ُك ْم َولَد فَلَ ُه َّن ٱلث ُّ ُمنُ مِ َّما ت َ َر ْكتُم ِم ۢن بَ ْع ِد َو‬ ُّ ‫َولَ ُه َّن‬
‫ث مِ ۢن بَعْ ِد‬ ِ ُ‫ش َر َكا ٓ ُءفِىٱلثُّل‬ُ ‫ُس فَإِن كَانُ ٓو ۟ا أ َ ْكث َ َر مِ ن َٰذَلِكَ فَ ُه ْم‬
ُ ‫سد‬ ُّ ‫ث َك َٰل َلَةً أ َ ِو ْٱم َرأَة َولَ ۥٓه ُ أَخ أ َ ْو أ ُ ْخت فَ ِل ُك ِل َٰ َوحِ ٍد ِم ْن ُه َما ٱل‬
ُ ‫ُور‬
َ ‫َكانَ َر ُجل ي‬
‫ٱَّللُ عَلِيم َحلِيم‬ ِ َّ َ‫صيَّةً ِمن‬
َّ ‫ٱَّلل ۗ َو‬ ِ ‫ضا ٓ ٍر َو‬ َ ‫ص َٰى بِ َها ٓ أ َ ْو دَي ٍْن‬
َ ‫غي َْر ُم‬ َ ‫صيَّ ٍة يُو‬
ِ ‫َو‬

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) sudah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibusaja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.”5

4
Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004

5
Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.
8
ْ ِ‫ْس لَ ۥهُ َولَد َولَ ۥٓه ُ أ ُ ْخت فَلَ َها ن‬ َٰ ْ ‫ٱَّللُ يُ ْفتِي ُكم ف‬
‫ف َما ت ََركَ َوه َُو يَ ِرث ُ َها ٓ ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّ َها َولَد فَإِن‬ ُ ‫ص‬ َ ‫ِىٱل َكلَلَ ِة ِإ ِن ْٱم ُرؤ ۟ا َهلَكَ لَي‬ ْ َّ ‫يَ ْست َ ْفتُونَكَ قُ ِل‬
‫وا ۗ َوٱَّللَّ ُ بِ ُك ِل‬ ِ ‫سا ٓ ًء فَلِلذَّك َِر مِ ثْ ُل َح ِظ ْٱْلُنثَيَي ِْن ۗ يُبَيِنُ ٱَّللَّ ُ لَكُ ْم أَن ت‬
۟ ُّ ‫َضل‬ َ ِ‫ان مِ َّما ت ََركَ َوإِن كَانُ ٓو ۟ا إِ ْخ َوة ً ِر َج ًاًل َون‬
ِ َ ‫كَانَت َا ٱثْنَتَي ِْن فَلَ ُه َما ٱلثُّلُث‬
‫عل ِۢيم‬
َ ٍ‫َىء‬
ْ ‫ش‬

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi


fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak
mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang
perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-
laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak;
tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri
dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki
sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini)
kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”6

Adapun masing-masing saudara memliki kedudukan dan hak waris tertentu yang
menjadi patokan dalam pembagian warisan, untuk jelasnya diuraikan pada tabel :

6
Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.

9
Ashabah Jika tidak mahjub

Saudara Kandung
Jika ada ayah, anak laki-laki atau cucu
Mahjub
laki-laki dari jalur anak laki-laki

Jika seorang diri dan tidak ada saudara laki-


1/2. laki kandung, anak perempuan, cucu
perempuan

Jika terdiri dari 2 orang atau lebih dan


2/3. tidak ada saudara laki-laki kandung, anak
perempuan, cucu perempuan

Saudari Kandung Jika bersama saudara laki-laki kandung.


Ashabah bil Ghair
Berlaku 2:1

Jika bersama anak perempuan atau cucu


Ashabah ma'al Ghair perempuan dan tdk ada saudara laki-laki
kandung

Jika ada ayah, anak laki-laki atau cucu laki-


Mahjub
laki dari jalur anak laki-laki

Ashabah Jika tidak mahjub

Jika ada ayah, anak laki-laki, cucu laki-


Saudara Seayah
laki, saudara laki-laki kandung, s audara
Mahjub
perempuan kandung yang menjadi ashabah
ma’al ghair

1/2. Jika seorang diri


2/3. Jika terdiri dari 2 orang atau lebih
Jika bersama 1 saudari kandung dan tidak
1/6.
ada saudara laki-laki seayah

Ashabah bil Ghair Jika bersama saudara laki-laki seayah


Jika bersama dengan anak perempuan atau
Saudari Seayah Ashabah ma'al Ghair cucu perempuan, dan tidak ada saudara
laki-laki seayah

Jika ada saudari kandung yang ashabah


ma’al ghair, ada anak laki-laki atau cucu
Mahjub laki-laki, ada ayah, ada saudara laki-laki
kandung, ada 2 saudari kandung dan tidak
ada saudara laki-laki seayah

1/6. Jika seorang diri


Jika 2 orang atau lebih. Dibagi rata antara
Saudara/Saudari
1/3. laki-laki dan perempuan, tidak berlaku
Seibu
ketentuan 2:1
Mahjub Jika ada anak, cucu, ayah, kakek

3. Hukum Waris Antara Kakek Dengan Saudara

10
Baik Al-Qur'an maupun hadits Nabawi tidak menjelaskan tentang hukum waris bagi
kakek yang sahih dengan saudara kandung ataupun saudara seayah. Oleh karena itu,
mayoritas sahabat sangat berhati-hati dalam memvonis masalah ini, bahkan mereka
cenderung sangat takut untuk memberi fatwa yang berkenaan dengan masalah ini. Ibnu
Mas'ud r.a. dalam hal ini pernah mengatakan: "Bertanyalah kalian kepada kami tentang
masalah yang sangat pelik sekalipun, namun janganlah kalian tanyakan kepadaku tentang
masalah warisan kakak yang sahih dengan saudara."

Pernyataan serupa juga ditegaskan oleh Ali bin Abi Thalib:

"Barangsiapa yang ingin diceburkan ke dalam neraka Jahanam, maka hendaklah ia


memvonis masalah waris antara kakek yang sahih dengan para saudara."

Ketakutan dan kehati-hatian para sahabat dalam memvonis masalah hak waris kakek
dan saudara itu tentu sangat beralasan, karena tidak ada nash Al-Qur'an atau hadits Nabi
yang menjelaskannya. Dengan demikian, menurut mereka, masalah ini memerlukan
ijtihad. Akan tetapi di sisi lain, ijtihad ini sangat mengkhawatirkan mereka, karena jika
salah berarti mereka akan merugikan orang yang sebenarnya mempunyai hak untuk
menerima warisan, dan memberikan hak waris kepada orang yang sebenamya tidak
berhak. Terlebih lagi dalam masalah yang berkenaan dengan materi, atau hukum tentang
hak kepemilikan, mereka merasa sangat takut kalau-kalau berlaku zalim dan aniaya.

Perlu saya tekankan bahwa masalah waris sangatlah berbahaya dan sensitif. Karena
itu Allah SWT tidak membiarkan begitu saja hukum yang berkenaan dengan masalah hak
kepemilikan materi ini. Dia menjelaskannya di dalam Al-Qur'an dengan detail agar tidak
terjadi kezaliman dan perbuatan aniaya di kalangan umat manusia, khususnya para ahli
waris.Namun demikian, masalah yang sangat dikhawatirkan itu hilang setelah munculnya
ijtihad para sahabat. Ijtihad dan pendapat tersebut dijaga serta dibukukan secara lengkap
dan detail beserta dalil-dalilnya,mereka adalah sahabat Ibnu Mas’ud, Ali Bin Abu Thalib,
Abu Bakar As-Shiddik, dan Zaid bin Tsabit, berikut adalah ijtihat mereka :

Ijtihad lbnu Mas'ud :

1. Kakek berbagi dengan saudara-saudara laki-laki, selama haknya yang sepertiga tidak
berkurang, sesuai dengan madzhab Zaid.
2. Saudara-saudara laki-laki seayah tidak dianggap dalam hal pembagian kakek, ketika
bersama dengan saudara-saudara laki-laki sekandung. Dengan demikian, saudara
perempuan seayah tidak dihitung ketika bersama dengan saudara perempuan
sekandung dengan mengorbankan kakek. Ucapan para fuqaha: saudara-saudara laki-
laki seayah tidak dianggap dalam pembagian dengan kakek dan saudara-saudara laki-

11
laki sekandung. Berbeda dengan cara pembagian warisan Zaid yang akan datang:
saudara-saudara laki-laki seayah dihitung ketika bersama saudara-saudara laki-laki
sekandung, dengan mengorbankan kakek.
3. Saudara-saudara perempuan yang sendirian mendapatkan bagian (furudh) dengan
adanya kakek. Ini sesuai dengan pendapat Ali dalam bagian kedua. Perlu dicatat bah-
wa cara ini adalah penggabungan antara dua cara, yaitu Ali dan Zaid.
Ijtihad Ali bin Abi Thalib:

Kakek dengan saudara-saudara laki-laki mempunyai tiga keadaan yaitu7 :

1. Bagian seperenam untuk kakek. Kakek berbagi dengan saudara-saudara laki-laki


selama haknya seperenam tidak berkurang. Jika berkurang maka kakek diberi
seperenam. Kalau kakek bersama dengan dua orang saudara laki-laki sekandung atau
tiga, empat maka berbagi lebih balk baginya. Jika mereka berlima maka berbagi dan
seperenam sama raja. Mengenai kasus kakek, ibu, suami, anak perempuan, dan dua
orang saudara laki-laki maka ibu mendapatkan seperenam, suami seperempat, anak
perempuan setengah. Maka, sisanya kurang dari seperenam, kakek diberi bagian
seperenam. Asal masalah aul menjadi tiga belas (13). Dua orang saudara tidak
mendapatkan apa-apa.
2. Kakek mewarisi dengan ashabah. Kakek mengambil sisa setelah ashabul furudh.
Kalau kakek bersama dengan saudara-saudara perempuan atau seorang saudara pe-
rempuan, maka saudara-saudara perempuan mendapatkan dua pertiga—dalam
keadaan mereka berbilang dan setengah dalam keadaan sendirian, sedang sisanya
untuk kakek dengan cara ashabah. Jika kakek bersama dengan seorang saudara
perempuan sekandung dan seorang saudara perempuan seayah maka untuk yang
pertama setengah, untuk yang kedua seperenam, dan kakek mendapatkan sisa.
3. Muqasamah (berbagi). Kakek berbagi dengan saudara-saudara laki-laki, artinya kakek
termasuk dalam bagian mereka, dan dia mendapatkan dua kali lipat perempuan. Jika
kakek bersama dengan seorang saudara laki-laki sekandung dan seorang saudara laki-
laki seayah maka harta tersebut dibagi rata antara kakek dan saudara sekandung.
Saudara-saudara laki-laki seayah atau saudara perempuan seayah tidak dihitung dalam
pembagian bersama dengan saudara-saudara sekandung. Dalam kasus kakek, dua
orang saudara perempuan sekandung, dan seorang saudara laki-laki sekandung maka
kakek berbagi dengan mereka. Tirkah menjadi tiga kelompok untuk mereka 8 .
Selanjutnya Kakek tidak mewaris ashabah bersama dengan saudara-saudara
perempuan. Saudara perempuan adalah pewaris dengan bagian tertentu (fardh). Kalau
kakek bersama dengan seorang saudara perempuan sekandung dan seorang saudara
perempuan seayah maka untuk yang pertama mendapatkan setengah, yang kedua
mendapatkan seperenam, sedang kakek mendapatkan sisa.
Ijtihad Zaid bin Tsabit :

7
Wahbah Azzuhaili, Al fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 8, Darul Fikr, Damaskus, 2008, hal. 292.
8
Ibid, hlm. 298.
12
1. Kakek dengan saudara-saudara laki-laki berhak mendapatkan satu dari dua hal yang
paling baik, antara berbagi dan sepertiga semua harta, jika mereka tidak bersama
dengan ahli waris ashabul furudh. Maka, kakek dijadikan dalam pembagian seperti
salah seorang saudara-saudara laki-laki. Harta dibagi di antara mereka dan saudara-
saudara perempuan. Laki-laki mendapatkan bagian dua perempuan. Bagian kakek
dijadikan dengan saudara-saudara laki-laki sebagai salah seorang dari mereka, selama
berbagi itu lebih baik baginya. Jika pembagian itu kurang dari sepertiga harta maka
kita memberikannya sepertiga. Jika kakek bersama dengan seorang saudara, kakek
mengambil setengah harta. Kesimpulannya, jika mereka tidak bersama dengan
ashabul furudh maka kakek boleh mengambil yang lebih menguntungkan, antara
berbagi dan sepertiga semua harta9.
2. Saudara-saudara laki-laki, dan saudara-saudara perempuan seayah berbagi dalam
pembagian itu dengan saudara-saudara laki-laki sekandung, dengan merugikan kakek.
Artinya, mereka menghitung kakek termasuk saudara-saudara laki-laki sekandung.
Jika kakek mengambil bagiannya maka saudara-saudara laki-laki, perempuan seayah
tidak mendapatkan apa-apa. Sedang sisanya, setelah kakek mengambil bagiannya
untuk saudara-saudara laki-laki dan perempuan sekandung. Mereka berbagi antara
mereka. Laki-laki mendapatkan dua kali bagian perempuan. Inilah al-
Mu'aaddah (saling berbagi). Sebab, kakek berbagi dengan saudara laki-laki seayah,
kemudian dia mengambil apa yang diperoleh saudara laki-laki seayah itu. Dalam
kasus kakek, seorang saudara laki-laki sekandung dan seorang saudara laki-laki
seayah, saudara laki-laki seayah mengurangi bagian kakek, di mana kakek berkurang
dari bagian muqasamah (berbagi) menjadi mengambil sepertiga harta. Setelah kakek
mengambil sepertiga, saudara laki-laki sekandung mengambil bagian saudara laki-laki
seayah karena yang pertama menghijab kedua.
3. Jika ada seorang saudara perempuan sekandung maka dia mengambil bagiannya dan
kakek mengambil bagiannya. Jika masih tersisa maka untuk saudara-saudara
perempuan seayah. Jika tidak ada maka mereka tidak mendapatkan apa-apa, seperti
kasus ahli waris yang terdiri atas kakek, seorang saudara perempuan sekandung, dan
dua orang saudara perempuan seayah. Maka, berbagi adalah lebih baik bagi kakek.
Asal masalah dijadikan dari jumlah mereka yaitu lima. Kakek mendapatkan dua
bagian, satu orang saudara perempuan sekandung setengah dari seluruh harta yaitu
dua bagian, sedang bagian sisa adalah untuk dua orang saudara perempuan seayah.
Asal masalah ditashih menjadi dua puluh.
Jika dalam contoh tersebut, dua orang saudara perempuan seayah diganti seorang
saudara perempuan seayah, dia tidak mendapatkan apa-apa. Sebab, kakek
dengan muqasamah (berbagi) mengambil setengah harta. Ini lebih baik baginya dari-
pada sepertiga. Setengah sisanya untuk seorang saudara perempuan sekandung.
Saudara perempuan seayah tidak mendapatkan apa-apa.

4. Jika mereka bersama dengan ahli waris furudh maka adakalanya kakek mendapatkan
seperenam, adakalanya mendapatkan yang lebih menguntungkan dari tiga hal

9
Ibid, hlm. 299.
13
yaitu muqasamah (berbagi), sepertiga dari sisa atau seperenam dari semua harta. Hal
ini, jika setelah dibagi ashabul furudh harta masih tersisa lebih dari seperenam.
Pembagian ini menjelaskan keadaan-keadaan kakek dengan saudara-saudara laki-laki
dengan mempertimbangkan ada tidaknya ahli waris al-Fardh bersama mereka:

1. Bersama mereka tidak ada ashabul furudh.


Maka kakek mengambil yang paling baik dari dua hal, yaitu sepertiga semua
harta10 seperti dalam kasus kakek, dua orang saudara laki-laki, dan seorang saudara
perempuan. Atau muqasamah, ini lebih baik bagi kakek jika jumlah saudara-saudara
laki-laki dan saudara-saudara perempuan lebih sedikit dari dua kali jumlah kakek. Ini
terbatas pada lima kasus, yaitu kakek dan seorang saudara lakilaki, kakek dan seorang
saudara perempuan, kakek dan dua orang saudara perempuan, kakek dan tiga orang
saudara perempuan, kakek dan seorang saudara laki-laki, serta seorang saudara
perempuan.

1. Adakalanya mereka bersama dengan ahli waris fardh, yaitu suami istri, ibu, dua orang
nenek, seorang anak perempuan, seorang anak perempuan dari anak laki-laki. Artinya,
selain saudara-saudara perempuan.
2. Adakalanya kakek lebih baik diberikan bagian yang lebih besar dari seperenam.
Kakek mengambil di antara tiga hal yang paling baik, yaitu muqasamah, sepertiga
sisa dan seperenam semua harta.
Karena itu Muqasamah lebih baik bagi kakek dalam kasus kakek, nenek, dan
seorang saudara laki-laki. Asal masalah dua belas (12), kakek dan saudara laki-laki
masingmasing 5, nenek 2. Seperti juga suami, kakek, dan saudara laki-laki. Asal
masalah empat (4).

Lalu bagaimana yang lebih baik :

1. Sepertiga sisa lebih baik bagi kakek dalam contoh ibu, kakek, dan sepuluh saudara
laki-laki. Asal masalah 6, ditashih menjadi 18. Maka ibu mendapatkan 3, nenek 5,
sedang sisanya untuk saudara-saudara laki-laki. Juga seperti kasus kakek, seorang
nenek, dua orang saudara laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Asal masalah 6,
ditashih menjadi 18. Pembagian bisa terjadi jika sisanya bukan sepertiga penuh.
Maka, makhraj sepertiga yakni (3) dikalikan asal masalah (6) (3x6 = 18). Kakek
mendapatkan 5, nenek 3, dua orang saudara laki-laki 8, seorang saudara perempuan 2.
Seperenam semua harta lebih baik bagi kakek dalam contoh istri, dua orang anak
perempuan, kakek, dan seorang saudara laki-laki. Istri mendapatkan 3 dari 24, dua

10
Ibid, hlm. 301.
14
orang anak perempuan dua pertiga (16), sisa 5. Seperenam dari semuanya (4) adalah
lebih baik bagi kakek daripada muqasamah.

2. Atau lebih baik seperenam. Kakek diberikan bagian (fardh), saudara laki-laki gugur.
Seperti dalam kasus suami, ibu, kakek, dan saudara laki-laki. Asal masalah enam (6).
Suami mendapatkan setengah (3), ibu dua pertiga (2), kakek seperenam (1), saudara
laki-laki tidak mendapatkan apa-apa.
3. Atau lebih baik mendapatkan kurang dari seperenam. Bagian kakek di-aul (dinaikkan)
menjadi genap seperenam. Saudara laki-laki gugur seperti suami, dua orang anak
perempuan, kakek, dan saudara laki-laki. Asal masalah 12, aul (naik) menjadi 13. Dua
orang anak perempuan mendapatkan 8, suami 3, masih sisa satu (1). Maka, di-aul-kan
satu demi genapnya seperenam, gugurlah saudara laki-laki.
Juga seperti suami, kakek, seorang anak perempuan, ibu, dan seorang saudara
perempuan sekandung. Asal masalah aul menjadi 13. Saudara perempuan tidak
mendapatkan apa-apa, sebab dia ashabah dengan anak perempuan atau dengan kakek.
Tidak tersisa untuk saudara perempuan setelah kakek mengambil bagian seperenam.

4. Seperenam bagian kakek sudah menghabiskan semua bagian. Saudara laki-laki gugur,
ditambahkan dalam aul seperti suami, dua orang anak perempuan, ibu, kakek, dan
seorang saudara laki-laki. Asal masalah aul menjadi 13, dalam aul ditambahkan
seperenam bagian kakek maka asal masalah menjadi 15.
Ijtihad sejumlah sahabat ( Ali, Ibnu Mas’ud, Zaid bin Tsabit) :

Mengutip pendapat Prof. Dr. Wahbah Azzuhaili dalam kitab Al-Fiqhul


Islami Wa Adillatuhu yang mengambil alih undang-undang Mesir dan Syria dengan
mendasarkan pada pendapat mayoritas ulama (tiga madzhab dan dua orang murid Abu
Hanifah), Mereka memberikan warisan saudara-saudara laki-laki jika bersama kakek.
Dengan demikian, kakek tidak menghijab saudara-saudara laki-laki baik sekandung
maupun seayah. Kakek berbagi dengan mereka dalam hal pewarisan. Ini adalah
prinsip pembagian warisan kakek. Dalil ijtihad mereka adalah sebagai berikut:

1. Warisan saudara-saudara lakilaki baik sekandung atau seayah tetap dalam Al-Qur'an.
Mereka tidak bisa terhijab kecuali dengan nash atau ijma. Dan salah satu dari
keduanya tidak ada.
2. Bahwa kakek dan saudara-saudara laki-laki sama di dalam hal penyebab memperoleh
hak warisan. Sebab, masing-masing dari mereka mendekati mayit dengan satu tingkat
yaitu ayah.
Ijtihad Abu Bakar

Nash AL-Qur’an banyak menyebut kata ayah dan dari sinilah makna ayah
berkembang sampai kepada makna kakek , termasuk yang dipegangi oleh Abu

15
Bakar dan para sahabat yang mengikutinya seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu
Zubair, Ubay bin Ka'ab, Hudzaifah ibnul Yaman, Abu Sa'id al-Khudri, Mu'adz bin
Jabal, Abu Musa al-Asy'ari, Aisyah dan dari tabiin seperti al-Hasan, Ibnu Sirin.
Mereka menyatakan: Tidak ada warisan untuk bani al-A’yan (saudara-saudara laki-
laki, perempuan sekandung), bani al-Allat (saudara-saudara laki-laki dan perempuan
seayah) jika bersama dengan kakek, sebagaimana mereka tidak mewarisi jika bersama
dengan ayah. Kakek sendirian mendapatkan harta seperti ayah. Artinya, kakek dalam
warisan seperti ayah, menghijab saudara-saudara laki-laki secara mutlak baik
sekandung, seayah atau seibu. Ini adalah pendapat Abu Hanifah. Oleh karena itu,
tidak ada muqasamah (pembagian warisan bersama) antara kakek dan saudara-
saudara laki-laki, perempuan menurut pendapatnya. Dalil mereka dari Al-Qur'an dan
AsSunnah.

Adapun dari Al-Qur'an adalah banyak sekali ayat yang menyebutkan kata ayah untuk
kakek, seperti firman Allah SWT, yang artinya : "Dan aku mengikuti agama nenek
moyangku: Ibrahim, Ishaq, dan Ya'qub...."(Yusuf: 38)

Dengan demikian, kakek harus mengambil status ayah dalam hal dia bisa menghijab
saudara-saudara laki-laki secara mutlak. Oleh karena itu, Umar berkata, "Bagaimana
dia anakku sementara aku bukan ayahnya?" Ibnu Abbas mengatakan, "Tidakkah Zaid
bin Tsabit takut kepada Allah, dia menjadikan anak laki-laki dari anak laki-laki
sebagai anak laki-laki, sementara tidak menjadikan ayahnya ayah sebagai ayah?"

Adapun dari sunnah adalah hadits yang artinya : "Berikan warisan-warisan pada
orang-orang yang berhak, sedang sisanya adalah untuk laki-laki yang paling
dekat." Oleh karena itu Ijtihad Abu Bakar bahwa Kakek lebih dekat dari pada
saudara-saudara laki-laki 11 . Kaidah mengatakan dalam ashabah mendahulukan sisi
garis ayah dari pada sisi garis saudara.

Muqasamah kakek dan saudara laki-laki pewaris :

Bahwa prinsip muqasamah adalah menyamakan bagian kakek dengan saudara


kandung pewaris asalkan bagian kakek tidak berkurang dari bagian saudara kandung
pewaris, cara seperti inipun sudah dianut oleh Wahbah Azzuhaili dari Undang-
undang Mesir (M 22), Syria (M 279/1-4) menyatakan tentang pembagian kakek dan
saudara-saudara laki-laki. Undang-undang Mesir menjadikan warisan kakek dengan
saudara-saudara laki-laki pada dua keadaan.

11
Ibid, hlm. 298.
16
1. Orang yang ada bersama kakek, yaitu saudara-saudara laki-laki dan saudarasaudara
perempuan adalah orang yang mewarisi dengan cara ashabah. Baik laki-laki saja, laki-
laki dan perempuan, atau perempuan yang mewarisi secara ashabah dengan orang
lain, seperti seorang saudara laki-laki sekandung atau seorang saudara laki-laki sekan-
dung dengan seorang saudara perempuan sekandung, saudara laki-laki seayah dengan
saudara perempuan seayah, saudara perempuan sekandung atau seayah dengan
seorang anak perempuan, atau anak perempuan dari anak laki-laki.
Maka, kakek dijadikan seperti saudara laki-laki. Kakek mewarisi bersama mereka
dengan cara ashabah. Dia berbagi dengan mereka selama tidak kurang dari
seperenam. Jika kurang dari seperenam maka pada saat itu kakek diberi bagian
seperenam. Jika yang bersama kakek kurang dari lima orang saudara maka berbagi
adalah lebih baik. Jika yang bersama kakek lima orang saudara maka muqasamah dan
seperenam sama saja. Jika yang bersama kakek enam orang saudara atau lebih maka
seperenam lebih baik bagi kakek daripada mugasamah. Maka, kakek diberikan bagian
seperenam.

Saudara-saudara laki-laki seayah dengan saudara-saudara laki-laki sekandung tidak


bisa merugikan kakek, sebab mereka terhalang oleh saudara-saudara laki-laki
sekandung. Maka dalam kasus kakek, seorang saudara laki-laki sekandung dan
saudara-saudara lakilaki seayah, masing-masing dari kakek, saudara kandung
mendapatkan setengah, sedang saudara-saudara yang lain gugur bagiannya. Ternyata
ini mengambil madzhab Ali dan Ibnu Mas'ud 12.

2. Hendaklah yang ada yaitu saudara-saudara perempuan yang bersama dengan kakek
adalah ahli waris ashabul furudh. Seperti seorang saudara perempuan sekandung, atau
seayah atau lebih dan tidak ada ahli waris ashabah dengan kakek. Ini mengambil
madzhab Ali dan Ibnu Mas'ud bahwa kakek tidak mewarisi ashabah dengan saudara-
saudara perempuan yang sendirian. Mereka mengambil bagian mereka, sedangkan
kakek mewarisi dengan ashabah.
Maka, kakek mewarisi dengan cara ashabah, dan mengambil semua sisa setelah pem-
bagian, selama tidak kurang dari seperenam. Jika kurang dari seperenam maka kakek
diberi seperenam.

Dalam kasus kakek, seorang saudara perempuan sekandung atau seayah, maka sauda-
ra perempuan mendapatkan bagian setengah, sedang sisanya untuk kakek dengan cara
ashabah. Dalam kasus kakek, dua orang saudara perempuan sekandung atau seayah
maka dua orang saudara perempuan mendapatkan bagian dua pertiga, sedang sisanya
untuk kakek dengan cara ashabah. Dalam kasus seorang saudara perempuan

12
Ibid, hlm. 303.
17
sekandung, seorang saudara perempuan seayah, dan kakek, maka saudara perempuan
sekandung mendapatkan bagian setengah, saudara perempuan seayah mendapatkan
bagian seperenam sebagai penyempurna dua pertiga, sedang kakek mendapatkan sisa
dengan cara ashabah. Ini adalah madzhab Ali, Ibnu Mas'ud yaitu kakek tidak mewaris
secara ashabah dengan saudarasaudara perempuan yang sendirian (tanpa saudara-
saudara laki-laki).

Adapun undang-undang Syria sepakat dengan undang-undang Mesir untuk memberi-


kan seperenam pada kakek, apa pun keadaannya, baik dia bersama dengan dzawil
furudh atau tidak. Berdasarkan uraian tentang Muqasamah kakek dan saudara laki-
laki pewaris, Penulis sangat setuju bahwa untuk mencapai kepastian hukum
khususnya di Indonesia layak mengadopsi undang-undang negara Mesir dan
Syria bahwa untuk memberikan seperenam pada kakek, apa pun keadaannya, baik
dia bersama dengan dzawil furudh atau tidak, ataukah kakek mendapat sepertiga,
asalkan legal formal telah menjadi keputusan bagi otoritas di Indonesia ini.

No Ahli Waris Bagian Syarat

18
1 Kakek 1/6 - Tidakada ayah
- Ada anakataucucu

1/6 dan - Tidakada ayah


‘Ashobah - Ada
anak/cucuperempuan
saja
Ashobah - Tidakada ayah, anak
dan cucu

4. Pendapat Ulama Tentang Kewarisan Kakek dengan Saudara

Seperti dijelaskan bahwa Syekh Ali Ash Shobuni berpendapat bahwa jenis kakek yang
manjadi pokok bahasan dalam kewarisan dengan saudara adalah kakek shohih13. Yaitu kakek
yang tidak mempunyai perantaraan nasab dengan pewaris seorang perempuan (nenek) 14. Hak
waris kakek shohih mirip dengan hak waris ayah. Sehingga pada saat ayah tidak ada, maka
kakek berhak mendapatkan warisan sesuai dengan kondisi waris yang ada. Sedangkan jenis
saudara yang mempunyai khilafiah hak warisnya dengan kakek adalah jenis a’yan dan ‘allat.
Yaitu jenis saudara yang seayah dan seibu dengan pewaris (a’yan) dan saudara yang seayah
saja dengan pewaris (‘allat). Adapun jenis saudara yang seibu dengan pewaris, maka seluruh
ulama bersepakat bahwa kakek shohih dapat menghalangi (menghijab) mereka. Sebab
kekerabatan mereka dengan pewaris hanya melalui jalur ibu.

Syekh Ali Ash Shobunoi menguraikan Khilafiah ulama terkait kedudukan hak waris
kakek dengan saudara (a’yan dan ‘allat)15. Pendapat pertama menjelaskan bahwa hak waris
kakek sama dengan hak waris ayah dalam hal menghijab (menghalangi) semua jenis saudara.
Keterangan ini merupakan perkataan Abu Bakar, Ibnu Abbas, Aisyah, sekolompok para
sahabat dan tabi’in dan mazhab Imam Abu Hanifah.

Kelompok ini menggunakan dalil makna umum Q.S. 22:78 yang menjelaskan bahwa
agama islam merupakan pilihan Nabi Ibrahim as. Yaitu agama ayahmu Ibrahim a.s. 16. Ayat
tersebut khitab kepada Rasulullah Saw yang seyogiyanya kedudukan Nabi Ibrahim berada
pada maqom sebagai kakek. Namun dibahasakan dengan kalimat ayah. Jadi, pendapat
pertama ini berargumentasi bahwa dengan penyebutan kakek sebagai ayah mempunyai
dampak hukum yang sama dengan kedudukan ayah. Kemudian mereka juga menggunakan

13
Shobuni, Al Mawarits Fi Asy-Syari’ah Al- Islamiyah Fi Dhoui Al Kitab Wa As Sunnah., hal.81
14
Khothrowi, Ar Roid Fi ‘Ilmi Al Faraidh. Ar Roid Fi ‘Ilmi Al Faraidh…, hal. 30
15
Washil, Fiqhu Al Mawarits Wa Al Wasiyah., hal. 183
16
Kementerian Agama Republik Indonesia, Al- Qur’ân Al- Karîm Dan Terjemahannya (Surabaya: Halim,
2014)., hal. 341

19
hadis H.R Muslim “teruskanlah faraidh itu kepada ahlinya, lalu sisanya diberikan kepada
lelaki yang lebih utama”17. Dengan hadis ini mereka menjelaskan bahwa kakek lebih utama
daripada saudara. Karena tidak ada yang bisa menghijab(menghalangi) kakek kecuali ayah,
sedangkan saudara dapat dihijab (dihalangi) oleh ayah dan furu waris (anak lelaki dan cucu
lelaki).

Pendapat kedua menjelaskan bahwa kakek digabungkan dengan a’yan dan ‘allat dalam
pembagian warisan. Sementara saudara seibu (akhyaf) dapat dihijab (dihalangi) oleh kakek.
Pendapat ini merupakan perkataan Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Zaid bin Tsabit,
mayoritas para sahabat dan tabi’in, dan merupakan mazhab Imam Malik, Imam Syafi’i dan
18
Imam Ahmad bin Hambali . Mereka berargumentasi dengan dua alasan; (a) jalur
kekerabatan kakek dan saudara adalah sama, yaitu melalui ayah. Kakek ushul dari ayah dan
saudara furu’ dari ayah; (b) kedudukan dan hak waris saudara berdasarkan ayat Alqur’an,
karena itu seseorang tidak bisa menghalangi hak waris mereka kecuali dengan adanya nash
atau ijima’. Sementara itu, dalam konteks waris kakek dengan saudara tidak ditemukan nash
ataupun ijima’ yang menjelaskan bahwa kakek dapat menghalangi bagian mereka.

Dari kedua pendapat di atas, Syekh Ali Ash Shobuni berpendapat yang bahwa pendapat
kedua lebih kuat dan membuka banyak maslahat bagi ahli waris. Karena pendistribusian
warisan yang dimiliki pewaris akan lebih banyak dirasakan para ahli waris. Sedangkan dalil
pendapat pertama yang menjelaskan bahwa kakek disebut juga sebagai ayah merupakan
bahasa kiasan atau majaz. Adapun makna hadis yang mereka gunakan sebagai dalil, maka
tentu tidak mempunyai relevansi, karena tidak ada penyebutan secara khusus bahwa hadis
tersebut menjelaskan tentang kakek. Namun hadis tersebut mencakup secara umum kelompok
ashobah dan saudara adalah bagian dari ahli waris ashobah.

5. Konsep dan Metode Penyelesaian Waris Kakek dan Saudara Menurut Syekh
Ali Ash Shobuni
a. Kasus waris kakek dengan salah satu kelompok saudara (a’yan/’allat)
dan tidak ada ashabulfurudh
1) Jika jumlah saudara tidak sampai mislaiyal-jad (ukuran dua orang kakek), maka
penyelesaian kasusnya dengan cara kakek mengambil al-muqosamah.

Tabel 3. Penyelesaian muqosamahdengana’yan

17
Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih Muslim (Kerajaan Arab Saudi:
Darussalam, 2000)., hal.39
18
Washil, Fiqhu Al Mawarits Wa Al Wasiyah., hal. 183

20
N Penentuanba Ahli Asalmas S
o gian K
Wari alah a
2 as 2/5h
1Muqosamah k
Saudara kandung 5 2 2/5 a
Saudari e 1 m
kandungk 1/5

Jumlah saham 5
5/5

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek, saudara
kandung dan saudari kandung.

Tahap II, Kasus ini diselesaikan secara muqosamah, karena jumlah saudara tidak
sampai mislaiyal-jad. Jadi kakek, saudara kandung dan saudari kandung dianggap
seperti ashobahbilghoir. Lelaki dihitung 2 dan perempuan dihitung 1.

Tahap III,Penyelesaian, asal masalahnya sesuai dengan jumlah mereka. Setiap


satu orang laki-laki dihitung 2 dan seorang perempuan dihitung 1. Jadi, asal
masalahnya adalah angka 5. Setelah dilakukan pembagian saham, maka kakek
mendapat 2/5, saudara kandung mendapat 2/5 dan saudari kandung mendapat 1/5.

Tabel 4. Penyelesaian muqoosamahdengan ‘allat

N Penentuanba Ahli Asalmas S


o gian K
Wari alah a
2 as 2/4
h
1Muqosamah k
Saudari tiri seayah 1 1/4 a
e m
Saudarik tiri 1 Pen
seayah 1/4 jela
Jumlah saham 4 san
4/4
:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek dan dua
orang saudari tiri seayah.

21
Tahap II, Kasus ini diselesaikan secara muqosamah, karena jumlah saudara tidak
sampai mislaiyal-jad. Jadi kakek dan dua orang saudari tiri seayah dianggap
seperti ashobahbilghoir. Lelaki dihitung 2 dan perempuan dihitung 1.

Tahap III, Penyelesaian, asal masalahnya adalah angka 4. Setelah dilakukan


pembagian saham, maka kakek mendapat 2/4, dua orang saudari tiri seayah
mendapat 2/4, dengan rincian masing-masing 1/4.

2) Jika jumlah saudara lebih dari mislaiyal-jad (ukuran dua orang kakek), maka penyelesaian
kasusnya dengan cara kakek mengambil 1/3.

Tabel 5. Penyelesaian 1/3 untuk kakek ketika dengana’yan

Saudari 2/15
kandung

Jumlah saham 315/15

N Penentuanba Ahli Asalmas S


1o 1gian
/3 K
Wari alah 1a 5/1
as h 4/51
3x 1
2 Ashobahbilg k
Saudarakand a 4/15
5 5 2
hoir e
ung m 5
Saudara kandung =
k

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek, dua orang
saudara kandung dan seorang saudari kandung.

Tahap II, Pada Kasus ini kakek mendapat 1/3, karena jumlah saudara lebih dari
mislaiyal-jad.

Tahap III, Penyelesaian, asal masalahnya diambil dari penyebut saham kakek
1/3, yaitu angka 3. Setelah dilakukan pembagian saham, maka kakek mendapat

22
1/3, dan sisanya 2/3 dibagi oleh dua orang saudara kandung dan satu saudari
kandung. Lelaki dihitung 2 dan perempuan dihitung 1.

Tahap IV, Karena bagian untuk saudara dan saudari kandung belum bisa dibagi
genap, maka angka 2 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka 5. Kemudian
asal masalah 3 x 5 = 15, lalu angka 15 dibuat menjadi asal masalah kedua. Jadi,
kakek mendapat 5/15, saudara kandung mendapat 8/15, dengan rincian masing-
masing 4/15 dan saudari kandung mendapat 2/15.

Tabel 6. Penyelesaian 1/3 untuk kakek ketika dengan ‘allat


NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal Saham
masalah
1 1/3 Kakek 1
3/9
Saudara tiri seayah 2/9
3x3=9
2 Ashobahbinnafsi Saudara tiri seayah 2
Saudara tiri seayah 2/9
2/9
Jumlah saham 3
9/9

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek dan tiga
orang saudara tiri seayah.

Tahap II, Pada Kasus ini kakek mendapat 1/3, karena jumlah saudara lebih dari
mislaiyal-jad.

Tahap III, Penyelesaian, asal masalahnya diambil dari penyebut saham kakek
1/3, yaitu angka 3. Setelah dilakukan pembagian saham, maka kakek mendapat
1/3, dan sisanya 2/3 dibagi oleh tiga orang saudara tiri seayah secara merata.

Tahap IV, Karena bagian untuk tiga orang saudara tiri se ayah belum bisa dibagi
genap, maka angka 2 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka 3. Kemudian
asal masalah 3 x 3 = 9, lalu angka 9 dibuat menjadi asal masalah kedua. Jadi,
kakek mendapat 3/9, saudara tiri seayah mendapat 6/9, dengan rincianmasing-
masing 2/9.

23
3) Jika jumlah saudara sama dengan mislaiyal-jad (ukuran dua orang kakek), maka
penyelesaian kasusnya dengan cara kakek mengambil al-muqosamah atau 1/3 Tabel 7.
Penyelesaian muqosamah dan a’yanmislaiyal-jad

N Penentuanba Ahli Asalmas S


o gian K
Wari alah a
1 as 1/3 h
1Muqosamah k
Saudara kandung 3 1 1/3 a
e
Saudara kandung 1 m
k 1/3

Jumlah saham 3
3/3

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek dan dua
orang saudara kandung.

Tahap II, Pada kasus ini kakek bisa mengambil antara muqosamah dan 1/3 (nilai
keduanya sama), karena jumlah saudara sama persis mislaiyal-jad.

Tahap III, Penyelesaian, asal masalahnya sesuai dengan jumlah mereka yaitu
angka 3. Setelah dilakukan pembagian saham, maka kakek mendapat 1/3, dan
masing-masing saudara kandung mendapat 1/3.

Tabel 8. Penyelesaian 1/3 untuk kakek ketika a’yanmislaiyal-jad


N Penentuanba Ahli Asalmas S
1o gian
1/3 K
Wari alah 1a 1/3
2 as 1h 1/ 3
Ashobahbinnafsi Saudar kandung
k 3 a
Saudara e 1 1/3 m
kandung
k
Jumlah saham 3 3/3

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek dan dua
orang saudara kandung.

Tahap II, Pada kasus ini kakek bisa mengambil antara muqosamah dan 1/3 (nilai
keduanya sama), karena jumlah saudara sama persis mislaiyal-jad.

24
Tahap III, Penyelesaian, asal masalahnya diambil dari penyebut saham kakek
1/3, yaitu angka 3. Setelah dilakukan pembagian saham, maka kakek mendapat
1/3, dan sisanya 2/3 dibagi oleh dua orang saudara kandung, dengan
rincianmasing-masing 1/3.

b. Kasus waris kakek dengan salah satu kelompok saudara (a’yan/’allat) dan ada
ashabulfurudh
1) Jika tidak ada sisa harta, maka kakek mendapat 1/6

Tabel 9. Penyelesaian tidak ada sisa harta setelah ashabulfurudh


No Penentuan Ahli Waris Asal Saham
bagian masala
h
1 ¼ Suami 3 3/13
2 ½ Putri kandung 6 6/13
12 13
3 1/6 Cucu Perempuan 2 2/13
4 1/6 Ibu 2 2/13
5 Kakek

6 Saudara kandung

Saudari kandung
Jumlah saham 13 13/13

Tabel 10. Penyelesaian kakek mendapat 1/6 ketika tidak ada sisa harta
No Penentuan Ahli Waris Asal Saham
bagian masalah
1 ¼ Suami 3 3/15
2 1/2 Putri kandung 6 6/15
3 1/6 Cucu Perempuan 2 2/15
4 1/6 Ibu 2 2/15
12 15
5 1/6 Kakek 2 2/15
6 Tidak ada Saudara kandung - -
sisa harta
- -
Saudari kandung
Jumlah saham 15 15/15

Tidak ada sisa harta

Penjelasan:

25
Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari suami, putri
kandung, cucu perempuan, ibu, kakek, saudara kandung dan saudari kandung.

Tahap II, Suami mendapat 1/4, putri kandung mendapat 1/2, cucu perempuan
mendapat 1/6, ibu mendapat 1/6. Setelah ditentukan bagian semua ashabulfurudh,
maka untuk kakek, saudara kandung dan saudari kandung tidak ada sisa harta.

Tahap III, Karena tidak ada sisa harta setelah ditentukan bagian ashabulfurudh,
maka pada kasus ini kakek diberikan 1/6 dan saudara kandung beserta saudari
kandung tidak mendapat bagian.

Tahap IV, Penyelesaian bahwa asal masalahnya diambil dari KPK angka
penyebut 1/4, 1/2 dan 1/6 yaitu angka 12. Jadi, suami mendapat 3/12, putri
kandung mendapat 6/12, cucu perempuan mendapat 2/12, ibu mendapat 2/12 dan
kakek mendapat 2/12.

Tahap V, Karena jumlah saham keseluruhan menjadi 15/12, maka asal masalah
angka 12 dirubah menjadi 15. Jadi suami mendapat 3/15, putri kandung mendapat
6/15, cucu perempuan mendapat 2/15, ibu mendapat 2/15 dan kakek mendapat
2/15.

2) Jika sisa tidak sampai 1/6, maka kakek mendapat 1/6 dan saudara mahjub (terhalang)

Tabel 11. Penyelesaian sisa harta sebesar 1/12 setelah ashabulfurudh


No Penentuan Ahli Asal Saham
bagian Waris masalah
1 ¼ Suami 3 3/12
21/2 Putri kandung 12 6 6/12
31/6 Cucu perempuan 2 2/12
4 Kakek

Saudara kandung
5
Saudari kandung
Jumlah saham 11 11/12

Sisa harta 1/12

Tabel 12. Penyelesaian kakek


mendapat 1/6
NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal masalah Saham

26
Saudari kandung
Jumlah saham 13 13/13
1 Su
2 1/ Putrikandu
a
3 1/26 Cucuperempua
ng
mi
4 1/6 K 1 1
n
5 Tidakadasisaharta Saudarakandun
a 2 3
¼
g
k
e
k

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari suami, putri kandung, cucu
perempuan, kakek, saudara kandung dan saudari kandung.
Tahap II, Suami mendapat 1/4, putri kandung mendapat 1/2, cucu perempuan
mendapat 1/6. Setelah ditentukan bagian semua ashabulfurudh, sisa harta sebesar
1/12.

Tahap III, Karena sisa harta hanya 1/12, maka pada kasus ini kakek diberikan
1/6 dan saudara kandung beserta saudari kandung tidak mendapat bagian.

Tahap IV, Penyelesaian bahwa asal masalahnya diambil dari KPK angka
penyebut 1/4, 1/2 dan 1/6 yaitu angka 12. Jadi, suami mendapat 3/12, putri
kandung mendapat 6/12, cucu perempuan kandung mendapat 2/12 dan kakek
mendapat 2/12.

27
Tahap V, Karena jumlah saham keseluruhan menjadi 13/12, maka asal masalah
angka 12 dirubah menjadi 13. Jadi suami mendapat 3/13, putri kandung mendapat
6/13, cucu perempuan mendapat 2/13 dan kakek mendapat 2/13.

3) Jika sisa hanya 1/6, maka kakek mendapat 1/6 dan saudara mahjub (terhalang)

Tabel 13. Penyelesaian sisa harta sebesar 1/6 setelah ashabulfurudh


No Penentuan Ahli Waris Asal Saham
bagian masala
h

1 1/2 Putri kandung 3 3/6

2 1/6 Cucu perempuan 6 1 1/6

3 1/6 Ibu 1 1/6

4 Kakek

Saudara kandung
5
Saudari kandung

Jumlah saham 5 5/6

Sisa harta 1/6

Tabel 14. Penyelesaian kakek mendapat 1/6


No Penentuan Ahli Waris Asal Saham
bagian masalah

1 1/2 Putri kandung 3 3/6

2 1/6 Cucu perempuan 1 1/6

3 1/6 Ibu 1 1/6

4 1/6 Kakek 6 1 1/6

Tidak ada Saudara kandung - -


5 sisa harta
- -
Saudari kandung

Jumlah saham 6 6/6

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari putri kandung, cucu
perempuan, ibu, kakek, saudara kandung dan saudari kandung.

28
Tahap II, Putri kandung mendapat 1/2, cucu perempuan mendapat 1/6, ibu
mendapat 1/6. Setelah ditentukan bagian semua ashabulfurudh, sisa harta sebesar
1/6.

Tahap III, Karena sisa harta 1/6, maka pada kasus ini kakek diberikan 1/6 dan
saudara kandung beserta saudari kandung tidak mendapat bagian.

Tahap IV, Penyelesaian masalahnya adalah bahwa asal masalah diambil dari
KPK angka penyebut 1/2 dan 1/6 yaitu angka 6. Jadi, putri kandung mendapat
3/6, cucu perempuan mendapat 1/6, ibu mendapat 1/6 dan kakek mendapat 1/6.

4) Jika sisa harta lebih dari 1/6, maka kakek bisa memilih antara muqosamah, 1/3 sisa dan 1/6

Tabel 15. Penyelesaian dengan cara muqosamah

N Penentuanba Ahli Asalmas S


1o 1gian
/ Putrikand
Wari alah 1a 2/4
2 2 ung
s 1h 1/ 4
Muqosamah Kakek 2x2=4
a
Saudara kandung 1/4
m
Jumlah saham 2 4/4
Kakek mendapat 1/4

Tabel 16. Penyelesaian dengan bagian 1/3 sisa untuk kakek

NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal masalah Saham


1 1/2 Putri kandung 3 3/6
2 1/3 dari Sisa Kakek 6 1 1/6
3Ashobahbinnafsi Saudara 22/6
kandung

Jumlah saham 66/6

Kakek mendapat 1/6

Tabel 17. Penyelesaian dengan bagian 1/6 untuk kakek


NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal masalah Saham
1 1/2 Putri kandung 3 3/6
Kakek
2 1/6 6 1 1/6
3Ashobahbinnafsi Saudara 22/6
kandung
Jumlah saham 66/6

29
Kakek mendapat 1/6

Penjelasan:

Pertama, diselesaikan dengan cara muqosamah.

Tahap I, Penyelesaian I (Muqosamah), putri kandung mendapat 1/2, sisa harta


dibagi oleh Kakek dan saudara kandung.

Tahap II, Karena bagian untuk kakek dan saudara kandung belum bisa dibagi
genap, maka angka 1 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka 2. Kemudian
asal masalah 2 x 2 = 4, lalu angka 4 dibuat menjadi asal masalah kedua. Putri
kandung mendapat 2/4, sisa harta dibagi oleh kakek dan saudara kandung, dengan
rincian kakek mendapat 1/4 dan saudara mendapat 1/4.

Kedua, diselesaikan dengan cara 1/3 dari sisa untuk kakek.

Tahap I, Penyelesaian II (1/3 dari Sisa), putri kandung mendapat 1/2, kakek
mendapat 1/3 dari sisa setelah putri kandung mengambil bagiannya, dan saudara
kandung sebagai ashobahbinnafsi.

Tahap II, Asal masalahnya adalah diambil dari KPK angka penyebut 1/2 dan 1/3
dari sisa yaitu angka 6. Jadi, putri kandung mendapat 3/6, kakek mendapat 1/6
dan saudara kandung mendapat 2/6.

Ketiga, diselesaikan dengan cara 1/6 untuk kakek.

Tahap I, Penyelesaian III (1/6), putri kandung mendapat 1/2, kakek mendapat 1/6
dan saudara kandung sebagai ashobahbinnafsi.

Tahap II, Asal masalahnya adalah diambil dari KPK angka penyebut 1/2 dan 1/6
yaitu angka 6. Jadi, putri kandung mendapat 3/6, kakek mendapat 1/6 dan saudara
kandung mendapat 2/6.

Kesimpulan, pada contoh kasus ini, bagian kakek dengan cara muqosamah sebesar 1/4,
bagian kakek dengan cara 1/3 dari sisa sebesar 1/6 dan bagian kakek dengan cara 1/6 sebesar
1/6. Jadi, kakek memilih muqosamah.

c. Kasus waris kakek dengan dua kelompok saudara (a’yandan’allat) tidak ada
ashabulfurudh
1) Saudara tiri seayah dihitung, jika saudara kandung (a’yan) tidak sampai mislaiyaljad

Tabel 18. Penyelesaian ‘allat dihitung dengan cara muqosamah

30
N Penentuanba Ahli Asalmas S
1o Muqos
gian K
Wari alah 2a 4 /1
amah sa 3h 5/10
½ Saudari kandungk 5 x 2 = 10a 0
Saudara tiri 1/10
e m
seayah
k
Jumlah saham 510/10

Kakek mendapat 4/10 = 2/5

Tabel 19. Penyelesaian ‘allat dihitung dengan cara 1/3 untuk kakek
N Penentuanba Ahli Asalmas S
1o 1gian
/ K
Wari alah 1a 3/9
3 as
Saudarakand h 4/ 9
2 Ashobahbilg kung
Saudarikand 3x 9 2a 2/9
hoir e
ung 3 m
Saudara tiri
k
se =-
ayah
Jumlah saham 3
9/9
Kakek mendapat 3/9 = 1/3

Penjelasan:

Pertama, diselesaikan dengan cara muqosamah.

Tahap I, Penyelesaian I (Muqosamah), asal masalahnya angka 5, jadi kakek


mendapat 2/5 sedangkan sisanya 3/5 dibagi oleh saudari kandung dan saudara tiri
seayah.

Tahap II, Karena bagian saudari kandung dan saudara tiri seayah belum bisa
dibagi genap, maka bagian mereka angka 3 ditashih (dicari angka pembagi) yaitu
angka 2. Lalu asal masalah 5 x 2 = 10. Jadi kakek mendapat 4/10, saudari
kandung yang mempunyai bagian 1/2 mendapat 5/10 dan saudara tiri seayah
sebagai ashobah mendapat 1/10.

Kedua, diselesaikan dengan cara kakek mendapat 1/3.

Tahap I, Penyelesaian I (1/3 untuk kakek), kakek mendapat 1/3, sisanya 2/3
untuk saudara dengan cara ashobahbilghoir. Saudara tiri seayah dihitung karena
jumlah a’yan tidak sampai mislayal-jad.

31
Tahap II, Asal masalahnya dari penyebut bagian kakek, yaitu angka 3. Maka
kakek mendapat 1/3, saudara mendapat sisa, namun karena bagian mereka belum
bisa dibagi genap, maka bagian mereka angka 2 ditashih (dicari angka pembagi)
yaitu angka 3. Lalu asal masalah 3 x 3 = 9. Jadi kakek mendapat 3/9, saudara
kandung mendapat 4/9 dan saudari kandung mendapat 2/9. Sedangkan saudara tiri
seayah tidak mendapat bagian.

2) Saudara tiri seayah tidak dihitung, jika jumlah saudara kandung sama dengan mislaiyal-jad
atau lebih banyak

Tabel 20. Penyelesaian ‘allattidak dihitung dengan cara muqosamah

N Penentuanba Ahli Asalmas S


1o Muqos
gian K
Wari alah 1a 1/3
amah as 1h 1/3
Saudara kandung k 3 a
Saudara kandung
e 1 1/3 m
2 X k
Saudara tiri seayah x - -
Jumlah saham 3 3/3

Kakek mendapat 1/3

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek, 2 orang
saudara kandung dan saudara tiri seayah.

Tahap II, Penyelesaiannya dilakukan secara muqosamah karena jumlah saudara


kandung mislaiyal-jad dan saudara tiri seayah tidak dihitung. Asal masalahnya
sesuai dengan jumlah mereka yaitu angka 3. Setelah dilakukan pembagian saham,
maka kakek mendapat 1/3, dan masing-masing saudara kandung mendapat 1/3.

Tabel 21. Penyelesaian ‘allat tidak dihitung dengan cara kakek 1/3
N Penentuanbag Ahli Asalmas S
1o 1ian
/3 K
Wari alah 1a 5/1
sa
Saudarakand h 2/51
2 Ashobahbilg k
ung
Saudarakand 3x 1 2a 4/15
hoir eung
Saudarikand 5 5 m 4/51
k
ung = - 5
3 X Saudara tiri -
seayah

32
Jumlah saham 3
15/15
Kakek mendapat 1/3

Penjelasan:

Tahap I, Pada contoh kasus di atas, ahli warisnya terdiri dari kakek, 2 orang
saudara kandung, saudari kandung dan saudara tiri seayah.

Tahap II, Bagian kakek 1/3, saudara kandung dan saudari kandung sebagai
ashobahbilghoir dan saudara laki-laki tiri se ayah tidak dihitung, karena
kelompok a’yan lebih dari mislaiyal-jad.

Tahap III, Penyelesaian bahwa asal masalah diambil dari angka penyebut bagian
kakek 1/3, yaitu angka 3. Setelah dilakukan penentuan saham, maka kakek
mendapat 1/3 dan sisanya 2/3 untuk 2 orang saudara kandung dan saudari
kandung.

Tahap IV, Karena bagian 2 orang saudara kandung dan saudari kandung belum
bisa dibagi genap, maka angka 2 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka
5. Kemudian asal masalah 3 x 5 = 15, lalu angka 15 dibuat menjadi asal masalah
kedua. Kakek mendapat 5/15, masing-masing saudara kandung mendapat 4/15
dan saudari kandung mendapat 2/15.

d. Kasus waris kakek dengan dua kelompok saudara (a’yan dan ’allat) ada
ashabulfurudh
1) Saudara tiri seayah dihitung, jika sisa setelah ashabulfurudh masih ada sebesar 1/4 atau
lebih.

Tabel 22. Penyelesaian dengan cara muqosamah


No Penentuan Ahli Waris Asal Saham
bagian masalah
11/2 Putri 1 3/6
kandung

Kakek 1/6

2x3=6
2 Muqosamah Saudara kandung 1 2/6
Saudara tiri -
seayah
Jumlah saham 2 6/6

33
Kakek mendapat 1/6

Tabel 23. Penyelesaian dengan cara 1/3 sisa untuk kakek


NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal Saham
masala
h
1 ½ Putri kandung 3 3/6
21/3 dari Sisa Kakek 1 1/6
3Ashobahbinnafsi Saudara kandung 6 2 2/6
- -
Saudara tiri
seayah
Jumlah saham 6 6/6

Kakek mendapat 1/6

Tabel 24. Penyelesaian dengan cara 1/6 untuk kakek


NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal Saham
masala
h
11/2 Putri kandung 3 3/6
21/6 Kakek 1 1/6
3Ashobahbinnafsi Saudara kandung 6 2 1/6
- -
Saudara tiri
seayah
Jumlah saham 6 6/6

Kakek mendapat 1/6

Penjelasan:

Pertama, diselesaikan dengan cara muqosamah.

Tahap I, Penyelesaian I (Muqosamah), putri kandung mendapat 1/2, sisa harta


sebesar 1/2 (lebih dari 1/4). Jadi sisanya dibagi oleh Kakek dan saudara kandung.
Sedangkan saudara tiri seayah hanya dihitung saja namun, tidak mendapat bagian.

Tahap II, Asal masalahnya diambil dari angka penyebut bagian putri kandung
1/2, yaitu angka 2. Setelah dilakukan penentuan saham, maka putri kandung
mendapat 1/2, sisanya 1/2 dibagi oleh kakek dan saudara kandung.

34
Tahap III, Karena bagian kakek dan saudara kandung belum bisa dibagi genap,
maka angka 1 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka 3 (saudara tiri
seayah dihitung). Kemudian asal masalah 2 x 3 = 6, lalu angka 6 dibuat menjadi
asal masalah kedua. Putri kandung mendapat 3/6, kakek mendapat 1/6 dan
saudara kandung mendapat 2/6.

Kedua, diselesaikan dengan bagian 1/3 dari sisa untuk kakek

Tahap I, Penyelesaian II (1/3 dari Sisa), putri kandung mendapat 1/2, kakek
mendapat 1/3 dari sisa setelah putri kandung mengambil bagiannya dan saudara
kandung sebagai ashobahbinnafsi. Sedangkan saudara tiri seayah tidak mendapat
bagian.

Tahap II, Asal masalahnya adalah diambil dari KPK angka penyebut 1/2 dan 1/3
dari sisa yaitu angka 6. Jadi, putri kandung mendapat 3/6, kakek mendapat 1/6
dan saudara kandung mendapat 2/6.

Ketiga, diselesaikan dengan bagian 1/6 untuk kakek

Tahap I, Penyelesaian III (1/6), putri kandung mendapat 1/2, kakek mendapat 1/6
dan saudara kandung sebagai ashobahbinnafsi. Sedangkan saudara tiri seayah
tidak mendapat bagian.

Tahap II, Asal masalahnya adalah diambil dari KPK angka penyebut 1/2 dan 1/3
yaitu angka 6. Jadi, putri kandung mendapat 3/6, kakek mendapat 1/6 dan saudara
kandung mendapat 1/6.

Kesimpulan, pada contoh kasus di atas, bagian kakek dengan cara muqosamahsebesar
1/6, bagian kakek dengan cara 1/3 dari sisa sebesar 1/6 dan bagian kakek dengan cara 1/6
sebesar 1/6. Jadi, kakek bisa memilih antara ketiga cara di atas.

2) Saudara tiri se ayah tidak dihitung, jika jumlah saudara kandung sama dengan mislaiyal-
jad atau lebih banyak

Tabel 25. Penyelesaian dengan cara muqosamah


NoPenentuan bagian Ahli Waris Asal Saham
masalah

1¼ Suami 1 2/8

2½ Putri kandung 4x2=8 2 4/8

Kakek 1/8

35
3Muqosamah Saudara 1 1/8
kandung
4x Saudara tiri x x
seayah
Jumlah saham 4 8/8

Kakek mendapat 1/8

Tabel 26. Penyelesaian dengan cara 1/3 sisa untuk kakek


NoPenentuan bagian Ahli Asal Saham
Waris masalah
1¼ Suami 3 3/12
2½ Putri 6 6/12
kandung
3 1/3 dari Sisa Kakek 1 1/12
12
4 Ashobahbinnafsi Saudara 2 2/12
kandung
5x Saudara x x
tiri
seayah
Jumlah saham 12 12/12

Kakek mendapat 1/12

Tabel 27. Penyelesaian dengan cara 1/6 untuk kakek


NoPenentuan bagian Ahli Asal Saham
Waris masalah
1¼ Suami 3 3/12
2½ Putri 6 6/12
kandug
3 1/6 Kakek 2 2/12
12
4 Ashobahbinnafsi Saudara 1 1/12
kandung
5X Saudara x x
tiri seayah
Jumlah saham 12 12/12

Kakek mendapat 2/12 = 1/6

Penjelasan:

Pertama, diselesaikan dengan cara muqosamah.

36
Tahap I, Penyelesaian I (Muqosamah), suami mendapat 1/4, putri kandung
mendapat 1/2, sisa harta sebesar 1/4 (tidak lebih dari 1/4). Jadi sisanya dibagi oleh
Kakek dan saudara kandung. Sedangkan saudara tiri seayah tidak dihitung dan
tidak mendapat bagian.

Tahap II, Asal masalahnya diambil dari KPK penyebut 1/4 dan 1/2 yaitu angka
4. Setelah dilakukan penentuan saham, maka suami mendapat 1/4, putri kandung
mendapat 2/4, sisanya 1/4 dibagi oleh kakek dan saudara kandung.

Tahap III, Karena bagian kakek dan saudara kandung belum bisa dibagi genap,
maka angka 1 ditashih (dicari bilangan pembagi) yaitu angka 2. Kemudian asal
masalah 4 x 2 = 8, lalu angka 8 dibuat menjadi asal masalah kedua. Suami
mendapat 2/8, putri kandung mendapat 4/8, kakek mendapat 1/8 dan saudara
kandung mendapat 1/8.

Kedua, diselesaikan dengan bagian 1/3 dari sisa untuk kakek.

Tahap I, Penyelesaian II (1/3 dari Sisa), suami mendapat 1/4, putri kandung mendapat 1/2,
kakek mendapat 1/3 dari sisa setelah ashabulfurudh mengambil bagiannya dan
saudara kandung sebagai ashobahbinnafsi. Sedangkan saudara tiri seayah tidak
dihitung dan tidak mendapat bagian.
Tahap II, Asal masalahnya adalah diambil dari KPK angka penyebut 1/4, 1/2 dan
1/3 dari sisa yaitu angka 12. Jadi, suami mendapat 3/12, putri kandung mendapat
6/12, kakek mendapat 1/12 dan saudara kandung mendapat 2/12.

Ketiga, diselesaikan dengan bagian 1/6 untuk kakek.

Tahap I, Penyelesaian III (1/6), suami mendapat 1/4, putri kandung mendapat
1/2, kakek mendapat 1/6 dan saudara kandung sebagai ashobahbinnafsi.
Sedangkan saudara tiri seayah tidak dihitung dan tidak mendapat bagian.

Tahap II, Asal masalahnya diambil dari KPK angka penyebut 1/4, 1/2 dan 1/6
yaitu angka 12. Jadi, suami mendapat 3/12, putri kandung mendapat 6/12, kakek
mendapat 2/12 dan saudara kandung mendapat 1/12.

Kesimpulan, pada contoh kasus di atas, bagian kakek dengan cara


muqosamahsebesar 1/8, bagian kakek dengan cara 1/3 dari sisa sebesar 1/12 dan
bagian kakek dengan cara 1/6 sebesar 2/12 = 1/6. Jadi, kakek bisa memilih bagian
1/6.

37
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dalam hukum waris, para pakar mengklasifikasikan kakek kepada dua macam, yaitu
kakek shahih dan kakek fasid, adapun kakek yang shahih (benar) adalah kakek yang bisa
mempunyai hak waris sebagai ashabul furudh dan sebagai ashobah pada saat ayah tidak
ada, dan secara garis nasab, kakek yang shahih adalah kakek yang nasabnya terhadap
pewaris tidak tercampuri jenis wanita, contohnya kakek dari garis nasab ayah (bapaknya
ayah) dan seterusnya.

Baik Al-Qur'an maupun hadits Nabawi tidak menjelaskan tentang hukum waris bagi
kakek yang sahih dengan saudara kandung ataupun saudara seayah. Oleh karena itu,
mayoritas sahabat sangat berhati-hati dalam memvonis masalah ini, bahkan mereka
cenderung sangat takut untuk memberi fatwa yang berkenaan dengan masalah ini. Ibnu
Mas'ud r.a. dalam hal ini pernah mengatakan: "Bertanyalah kalian kepada kami tentang
masalah yang sangat pelik sekalipun, namun janganlah kalian tanyakan kepadaku tentang
masalah warisan kakak yang sahih dengan saudara." Pernyataan serupa juga ditegaskan
oleh Ali bin Abi Thalib:

"Barangsiapa yang ingin diceburkan ke dalam neraka Jahanam, maka hendaklah ia


memvonis masalah waris antara kakek yang sahih dengan para saudara."

Syekh Ali Ash Shobuni berpendapat yang bahwa pendapat kedua lebih kuat dan
membuka banyak maslahat bagi ahli waris. Karena pendistribusian warisan yang dimiliki
pewaris akan lebih banyak dirasakan para ahli waris. Sedangkan dalil pendapat pertama
yang menjelaskan bahwa kakek disebut juga sebagai ayah merupakan bahasa kiasan atau
majaz. Adapun makna hadis yang mereka gunakan sebagai dalil, maka tentu tidak
mempunyai relevansi, karena tidak ada penyebutan secara khusus bahwa hadis tersebut
menjelaskan tentang kakek. Namun hadis tersebut mencakup secara umum kelompok
ashobah dan saudara adalah bagian dari ahli waris ashobah.

38
DAFTAR PUSTAKA

Iwan Setyo Utomo, “Kedudukan Kelebihan Harta Warisan (Radd) Untuk Janda Dan
Duda Dalam Hukum Waris Islam,” Arena Hukum 10, no. 2 (2017): 269–86,
https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2017.01002.6.

BAB II KAKEK DAN SAUDARA DALAM HUKUM WARIS.”


http://repository.uin-suska.ac.id/6631/3/BAB%20II.pdf.

H. Moh. Aminuddin, “Penetapan Ahli Waris Dan PembagianWarisan,” Media Bina


Ilmiah 13,no. 6 (2018):1293 -1302.

Syarifuddin, Amir, Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004

Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.

Al-Quran Terjemahan. 2015. Departemen Agama RI. Bandung: CV Darus Sunnah.

Wahbah Azzuhaili, Al fiqhul Islami wa Adillatuhu, juz 8, Darul Fikr, Damaskus,


2008, hal. 292.

Ibid, hlm. 298.

Ibid, hlm. 299.

Ibid, hlm. 301.

Shobuni, Al Mawarits Fi Asy-Syari’ah Al- Islamiyah Fi Dhoui Al Kitab Wa As


Sunnah., hal.81

Khothrowi, Ar Roid Fi ‘Ilmi Al Faraidh. Ar Roid Fi ‘Ilmi Al Faraidh…, hal. 30

Washil, Fiqhu Al Mawarits Wa Al Wasiyah., hal. 183

Kementerian Agama Republik Indonesia, Al- Qur’ân Al- Karîm Dan Terjemahannya
(Surabaya: Halim, 2014)., hal. 341

Al-Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi An-Naisaburi, Shohih


Muslim (Kerajaan Arab Saudi:

Darussalam, 2000)., hal.39

Washil, Fiqhu Al Mawarits Wa Al Wasiyah., hal. 183

39
40

Anda mungkin juga menyukai