Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIQH MAWARIS

SEBAB, RUKUN, SYARAT DAN PENGHALANG KEWARISAN ISLAM

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Fiqh Mawaris
Dosen Pengampu : Seno Aris Sasmito, M. H.

Disusun Oleh :

Aulia Nur Azizah

212111242

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN MAS SAID SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Sebab,
Rukun, Syarat dan Penghalang Kewarisan Islam ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari
bapak Seno Aris Sasmito, M. H. pada bidang studi Fiqh Mawaris. Selain itu, makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Sebab, Rukun, Syarat dan
Penghalang Kewarisan Islam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Seno Aris Sasmito, M. H. ,
selaku dosen mata kuliah Fiqh Mawaris yang telah memberikan tugas ini sehingga
kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Surakarta, 18 September 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................ 2
D. Manfaat Penulisan ...................................................................................................... 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Sebab-sebab Kewarisan Islam ................................................................................... 3
B. Rukun Waris Islam ..................................................................................................... 4
C. Syarat Kewarisan Islam .............................................................................................. 5
D. Penghalang Kewarisan Islam ..................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 10
B. Saran ......................................................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 11

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Islam telah mengatur pembagian waris secara komprehensif dengan membawa
misi keadilan dan ketaatan pada Sunnah Rasulullah S.A.W. Ilmu pembagian harta
waris (faraid) dalam Islam dengan demikian menafikan konsep pembagian harta
waris yang berlandaskan pada prinsip sama rata antara ahli waris laki-laki dan
perempuan, menolak pembagian harta waris atas dasar egoism ahli waris laki-laki
terhadap ahli waris perempuan, dan menolak pula pembagian waris itu atas
pertimbangan status atau kedudukan laki-laki dan perempuan dalam keluarga.
Semenjak dilahirkan didunia, maka manusia telah mempunyai hasrat untuk hidup
secara teratur. Hasrat untuk hidup secara teratur tersebut dipunyainya sejak lahir dan
selalu berkembang di dalam pergaulan hidupnya. Namun, apa yang dianggap teratur
oleh seseorang, belum tentu dianggap teratur juga oleh pihak-pihak lainnya. Oleh
karena itu, maka manusia sebagai makhluk yang senantiasa hidup bersama dengan
sesamanya, memerlukan perangkat patokan, agar tidak terjadi pertentangan
kepentingan sebagai akibat dari pendapat yang berbeda-beda mengenai keteraturan
tersebut.1 Patokan-patokan tersebut, tidak lain merupakan pedoman untuk berperilaku
secara pantas, yang sebenarnya merupakan suatu pandangan menilai yang sekaligus
merupakan suatu harapan.
Salah satu perangkat patokan tersebut adalah hukum waris. Hukum waris
merupakan perangkat patokan yang perlu dipahami oleh setiap insan manusia agar
pertentangan kepentingan dapat dihindari. Selama hidupnya setiap manusia memiliki
kekayaan. Kekayaan itu tidak akan dibawa setelah dirinya meninggal dunia.
Kekayaan itu akan dibagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu keturunan
terdekat dari yang meninggal dunia dan atas orang yang ditunjuk untuk menerimanya.
Orang yang meninggal dunia dinamakan “pewaris”, sedangkan yang berhak
menerima harta peninggalan dinamakan “ahli waris”. Lebih lanjut menurut Soepomo
dikutip Eman Suparman mendefinisikan hukum waris secara umum itu memuat
aturan-aturan yang mengatur proses meneruskan serta peralihan barang-barang harta

1
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakkan Hukum, (PT
RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 1

1
benda dan barang-barang yang tak berwujud benda dari suatu angkatan manusia
kepada keturunannya.2

B. Rumusan Masalah
1. Apa Sebab Seseorang Mendapat Warisan ?
2. Apa Rukun Waris dalam islam ?
3. Apa Syarat-syarat Kewarisan dalam Islam ?
4. Apa Penghalang Kewarisan Islam ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa saja Sebab Seseorang Mendapat Warisan
2. Untuk mengetahui Rukun Waris dalam Islam
3. Untuk mengetahui Syarat-syarat Kewarisan dalam Islam
4. Untuk mengetahui Penghalang Kewarisan Islam
D. Manfaat
1. Bagi Tim Penyusun
Menambah pengetahuan tim penyusun mengenai tema yang dibawakan.
Selain itu, guna mengasah kemampuan penulis dalam menulis karya ilmiah
untuk bekal bagi karya ilmiah berikutnya.
2. Bagi Akademik
Bagi dosen dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
menilai mengenai kemampuan mahasiswa dalam menulis karya ilmiah.
3. Bagi pembaca dan khalayak umum
Untuk menambah pengetahuan mengenai masalah Fiqh Mawaris
terutama mengenai pemahaman Sebab, Rukun, Syarat dan Penghalang
Kewarrisan Islam.

2
Eman Suparman, Hukum Waris Indonesia dalam Peresfektif Islam, Adat, dan BW,
(Bandung: Rafika Aditama), hlm. 2

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sebab-sebab Kewarisan Islam


Ada beberapa sebab dalam islam terkait hak seseorang untuk mendapatkan
warisan yaitu: Hubungan kekerabatan (al-qarabah), Hubungan perkawinan atau
semenda (al-musaharah), Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba
sahaya (al-wala').3

1. Hubungan kekerabatan (al-qarabah)

Di antara sebab beralihnya harta seseorang yang telah mati kepada yang masih
hidup adalah adanya hubungan kekerabatan antara keduanya. Adapun hubungan
kekerabatan ditentukan oleh adanya hubungan darah yang ditentukan pada saat
adanya kelahiran.4 Secara ringkas dapat dikatakan ayah dan ibu, anak-anak, dan siapa
saja yang bernasab kepada mereka. Dalam buku yang disusun oleh komite fakultas
syari'ah Universitas al-Azhar Mesir memperinci ahli waris dari sebab nasab
(kekerabatan) dalam tiga golongan yaitu golongan ushûl (leluhur) si mayit, furû'
(keturunan) mayit, dan hawâsyi si mayit (keluarga mayit dari jalur horizontal).
Golongan ushûl adalah ayah, kakek dan jalur keatasnya; ibu, nenek (ibunya suami dan
ibunya istri), dan jalur keatasnya. Golongan furu' adalah anak laki-laki, cucu, cicit dan
jalur kebawahnya, anak perempuan, cucu, cicit dan jalur kebawahnya. Sedangkan
golongan hawâsyi adalah saudara laki-laki dan saudara perempuan secara mutlak,
baik saudara sekandung seayah atau seibu; anak-anak saudara kandung atau seayah,
paman sekandung, seayah dan anak laki lakinya paman yang sekandung.5

2. Hubungan Perkawinan (al-musharah)

Hubungan atau pernikahan dijadikan sebagai penyebab hak adanya perkawinan,


hal ini dipetik dan Qur'an surah An-Nisa' (4) : 12, yang intinya menjelaskan tentang
hak saling mewarisi antara orang yang terlibat dalam tali pernikahan yaitu

3
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: Rajawali Pres, 2012), hlm. 41
4
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana), hlm. 179
5
Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhar Mesir, Hukum Waris, hlm. 34-35

3
suami-istri.6 Syarat suami-istri saling mewarisi di samping keduanya telah melakukan
akad nikah secara sah menurut syariat. Juga antara suami-istri yang berakad nikah itu
belum terjadi perceraian ketika salah seorang dari keduanya meninggal dunia.7

3. Memerdekakan Budak Atau Hamba Sahaya (al-Wala')

Al-wala' adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan budak atau


hamba sahaya, atau melalui perjanjian tolong menolong. Karena itu Allah SWT
menganugerahkan hak mewarisi terhadap budak yang dibebaskan, dengan syarat
budak yang bersangkutan tidak mempunyai ahli waris sama sekali, baik karena
hubungan kekerabatan maupun karena perkawinan.8 Adapun al-wala' yang pertama
disebut dengan wala ' al-ataqah atau ushubah sababiyah, dan yang kedua disebut
dengan wala' al-muwalah, yaitu wala' yang timbul akibat kesediaan orang untuk
tolong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian.

Al-wala' ini sudah tidak berlaku Iagi untuk sekarang, karena praktik perbudakan
ini hanya ada pada masa Rasulullah SAW, namun dengan mempelajari hukum waris
kita sedikit tahu bahwa kedudukan wala itu ada dalam pandangan hukum Islam.

B. Rukun Waris Islam

Pada dasarnya persoalan waris-mewarisi selalu identik dengan perpindahan


kepemilikan sebuah benda, hak dan tanggung jawab dari pewaris kepada ahli
warisnya. Dan dalam hukum waris Islam penerimaan harta warisan didasarkan pada
asas ijbari, yaitu harta warisan berpindah dengan sendirinya menurut ketetapan Allah
swt tanpa digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris.9 Ada tiga rukun
warisan yang telah disepakati oleh para ulama, tiga rukun tersebut adalah

1. Pewaris (muwarrits)

Muwarrits adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta waris.
Bagi pewaris berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan miliknya dengan
sempurna, dan ia tela benar benar meninggal dunia. Kematian pewaris menurut para

6
Abdul Ghofur Anshori, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Eksistensi dan Adaptabilitas,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2012), hlm. 37
7
Ibid.
8
A. Rachmad Budiono, Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 1999), hlm. 9
9
Muhammad Daut Ali, Asas Hukum Islam, (Jakarta: Rajawali press, 1990), hlm. 129

4
ulama fiqh dibedakan menjadi 3 macam, yaitu mati haqiqy (sejati), mati hukmy
(berdasarkan keputusan hakim), dan mati taqdiry (menurut dugaan).

2. Ahli Waris (waarits)

Adanya ahli waris, yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima
harta penenggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab),atau ikatan
pernikahan, atau lainnya.

3. Harta Warisan (mauruts)

Harta warisan, yaitu segala jenis benda atau kepemilikan yang ditinggalankan
pewaris baik berupa uang, tanah. Harta warisan menurut hukum Islam ialah segala
sesuatu yang ditinggalkan oleh pewaris yang secara hukum dapat beralih kepada ahli
warisnya. Dalam pengertian ini dapat dibedakan antara harta warisan dan harta
peninggalan. Harta peninggalan adalah semua yang ditinggalkan oleh si mayit atau
dalam arti apa-apa yang ada pada seorang saat kematiannya, sedangkan harta warisan
adalah harta peninggalan yang secara hukum syariat berhak diterima oleh ahli
warisnya.10 Disebut sebagai harta warisan adalah harta peninggalan pewaris yang
dengan syarat sudah dikeluarkan untuk biaya selama pewaris sakit, pengurusan
jenazah, pembayaran hutang, serta wasiat pewaris.

C. Syarat-syarat Kewarisan Islam

Adapun syarat waris yang harus terpenuhi pada saat pembagian harta warisan
sebagai berikut:

1. Meninggalnya pewaris dengan sebenarnya maupun secara hukum, seperti


keputusan hakim atas kematian orang yang mafqud (hilang). Kematian
seorang muwarits itu menurut ulama dibedakan menjadi tiga macam, yaitu
sebagai berikut: a. Mati haqiqy (mati sejati), yaitu hilangnya nyawa seseorang
yang semula nyawa itu sudah berwujud padanya. Kematian ini bisa disaksikan
oleh panca indra dan dapat dibuktikan dengan alat pembuktian. b. Mati hukmy
(mati menurut putusan hakim), yaitu suatu kematian disebabkan adanya
putusan hakim, baik pada hakikatnya orang yang bersangkutan masih hidup
maupun dalam dua kemungkinan antara hidup dan mati. c. Mati taqdiry (mati

10
Amir Syarifuddin, Op. Cit., hlm. 215

5
menurut dugaan), yaitu kematian yang bukan haqiqi dan bukan hukmy, tetapi
semata-mata berdasarkan dugaan yang kuat.
2. Hidupnya ahli waris setelah kematian si pewaris, walaupun seperti anak dalam
kandungan, Para ahli warits yang benar-benar hidup disaat kematian
muwarrits, baik mati haqiqy maupun mati taqdiry, maka berhak mewarisi
harta peninggalannya.
3. Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang pewarisan,
Meskipun dua syarat warits mewarisi itu telah ada pada muwarits dan warrits,
namun salah seorang dari mereka tidak dapat mewariskan harta
peninggalannya kepada yang lain atau mewarisi harta peningalan dari yang
lain, selama masih terdapat salah satu dari empat macam penghalang yang
dapat menjadikan tidak mendapatkannya warisan, yakni: perbudakan.
pembunuhan, perbedaan agama.

D. Penghalang Kewarisan Islam


1. Perbedaan Agama

Berbeda agama berarti berbeda I’tiqad atau keyakinan. Menurut hukum syara’,
seorang muslim tidak boleh saling waris mewarisi dengan orang kafir atau orang
murtad. Rasulullah S.A.W bersabda:“Seorang muslim tidak mewarisi orang kafir dan
orang kafir tidak dapat mewarisi seorang muslim” (Hadis Riwayat Bukhari).
Rasulullah S.A.W bersabda:“Tidak dapat saling waris mewarisi dua orang pengikut
agama yang berbeda-beda” (Hadis Riwayat Ashabus Sunan). Fuqaha telah sepakat
menetapkan bahwa orang kafir tidak dapat mewarisi seorang muslim, sebagaimana
termaktub dalam Al-Qur’an.Firman Allah SWT:“........Dan Allah sekali-kali tidak
akan memberikan suatu jalan bagi orang-orang kafir (untuk menguasai orang
mu’min)” (Q.S. An-Nisa: 141). Di dalam Pasal 172 KHI No. 1/1991 dijelaskan
bahwa:Ahli waris dipandang beragama Islam apbila diketahui dari Kartu Identitas
atau pengakuan atau amalan atau kesaksian, sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau
anak yang belum dewasa, beragama menurut ayahnya atau lingkungannya. 11

2. Pembunuhan

11
Ibid., hlm 5

6
Adapun pengertian pembunuhan secara umum adalah suatu perbuatan dosa
terbesar dibawah kufur, yakni menghilangkan nyawa seseorang, baik sendiri maupun
membunuh secara massal, dengan alat yang dapat mematikan, baik yang berbentuk
materi atau pun berbentuk non materi. Jumhur Ulama telah sepakat bahwa
pembunuhan menyebabkan gugurnya hak waris atau mewarisi, seperti: pembunuhan
sengaja; pembunuhan tersalah; diputuskan selaku pembunuh; orang yang menjadi
saksi atas pembunuhan yang mengakibatkan terdakwa harus dihukum bunuh; Orang
yang memperkuat kesaksian saksi. Rasulullah S.A.W bersabda:“Barang siapa yang
membunuh seseorang korban, maka, ia tidak dapat mempusakainya, walaupun si
korban tidak mempunyai pewaris selainnya dan jika si korban itu bapaknya atau
anaknya, maka bagi pembunuh tidak berhak menerima harta peninggalan” (Hadis
Riwayat Ahmad). Rasulullah S.A.W bersabda:“Tidak berhak bagi si pembunuh
sesuatu dari harta warisan” (Hadis Riwayat An-Nasai). Ketentuan ini mengandung
kemaslahatan agar orang tidak mengambil jalan pintas untuk mendapatkan harta
warisan dengan membunuh orang yang mewariskan.12 Pada dasarnya pembunuhan
adalah suatau kejahatan yang dilarang oleh agama, tapi dalam beberapa keadan
pembunuhan bukan suatu kejahatan yang membuat pelakunya berdosa. Yang
dikelompokkan kepada 2 macam :
1. Pembunuhan secara hak dan tidak melawan hukum, yaitu pembunuhan yang
pelakunya tidak dinyatakan pelaku kejahatan atau dosa. Seperti pembunuhan terhadap
musuh dalam perang, pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati dan
pembunuhan dalam membela jiwa dan harta.
2. Pembunuhan secara tidak hak dan melawan hukum. Yaitu pembunuhan yang
dilarang agama dan pelakunya dikenakan sanksi dunia atau akhirat. Seperti
pembunuhan yang dilakukan secara sengaja dan terencana, pembunuhan tersalah,
seperti sengaja dan pembunuhan seperti tersalah.
Bentuk pembunuhan yang menjadi penghalang hak kewarisan terdapat perbedaan
pendapat dikalangan ulama : Fukaha’ aliran Syafiiyah dengan berpegang kepada
keumuman hadist di atas berpendapat bahwa segala bentuk tindakan pembunuhan
yang dilakukan ahli waris kepada pewarisnya adalah menjadi salah satu faktor
terhalangnya mewarisi.

12
Amien Husain Nasution, Hukum Kewarisan analisis Komperatif Pemikiran Mujtahid dan
Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta : Rajawali Pers, 2012 ), cet. ke-1, hlm. 78

7
Ulama Malikiyah menyatakan bahwa pembunuhan yang menjadi penghalang
kewarisan adalah pembunuhan sengaja, mirip sengaja, dan tidak langsung yang
disengaja. Sedangkan pembunuhan yang tidak menjadi penghalang kewarisan adalah
pembunuhan karena khilaf, pembunuhan yang dilakukan oleh orang yang tidak cakap
melakukan perbuatan hukum, pembunuhan yang dilakukan karena hak atau tugas, dan
pembunuhan karena ‘uzur uuntuk membela diri. 13 Ulama mazhab Syafi ’iyah
menyatakan bahwa semua jenis pembunuhan merupakan penghalang mewarisi yang
berlaku secara mutlak. Mereka tidak membedakan jenis pembunuhan, apakah yang
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung, beralasan atau tidak beralasan.14
Dasar hukum yang digunakan adalah petunjuk umum sabda Rasulullah SAW riwayat
al-Nasa’i seperti dikutip terdahulu. Selain itu, diperkuat lagi bahwa tindakan
pembunuhan dengan segala macam tipenya itu memutuskan tali perwalian/hubungan
kekerabatan. Hubungan kekerabatan adalah salah satu penyebab adanya kewarisan.
3. Perbudakan
Status hamba sahaya merupakan penghalang untuk menerima harta warisan,
karena Allah mencantumkan orang yang berhak menerima warisan dengan huruf lam
lit tamlik yang menunjukkan hak kepemilikan, yang berarti harta tersebut menjadi hak
tuannya. Sementara hamba sahaya tidak memiliki hak kepemilikan. Terhalangnya
seorang budak waris-mewarisi ditinjau dari 2 segi:
1. Mewarisi harta dari ahli warisnya, disebabkan karena ia dipandang tidak cakap
mengurusi harta milik, apabila harta diberikan kepadanya, maka secara yuridis harta
tersebut secara otomatis akan menjadi milik tuannya.Status kekeluargaannya dengan
kaum kerabatnya sudah putus karena ia sudah menjadi keluarga asing .
2. Mewariskan harta kepada pewarisnya, Seorang budak tidak dapat mewariskan
harta miliknya karena ia adalah milik tuannya dan tidak cakap bertindak terhadap
sesuatupun. Namun Pada masa sekarang permasalahan perbudakan ini tidaklah
menjadi sesuatu yang penting untuk dibahas, karena masalah perbudakan sudah tidak
ada dan dilarang di seluruh dunia praktiknya. Hal ini dicantumkan hanya sebagai
sebuah pelengkap dalam mengetahui hukum mengenai masalah penghalang
kewarisan.

13
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafi ndo Persada, 2001), hlm. 31-33
14
Muhammad Jawad Mugniyah, Al-Akhwalusy Syakhshiyyah ‘alaa Madzahibil Khamsah
(bab Mirats) diterjemahkan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Radliyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1988), hlm.
25

8
4. Perbedaan Negara
Berlainan Negara Yang dimaksud dengan negara dalam hal ini ialah ibarat suatu
daerah yang ditempat tinggali oleh muarris dan ahli waris, baik daerah itu berbentuk
kesultanan, kerajaan, maupun republik.
5. Murtad
Adapun yang dimaksud Murtad ialah orang yang keluar dari agama Islam, dan
tidak dapat menerima harta pusaka dari keluarganya yang muslim. Begitu pula
sebaliknya.15

15
Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Kewarisan Menurut AlQur‟an Dan Sunnah, ( Jakarta:
Cv Diponegoro, thun 2004), hlm. 64

9
BAB III
PENUTUP

a. Kesimpulan
Islam telah mengatur pembagian waris secara komprehensif dengan membawa
misi keadilan dan ketaatan pada Sunnah Rasulullah S.A.W. Ilmu pembagian harta
waris (faraid) dalam Islam dengan demikian menafikan konsep pembagian harta
waris yang berlandaskan pada prinsip sama rata.
Ada beberapa pendapat tentang sebab-sebab mendapat waris dan sebab-sebab
tidak mendapat waris menurut sistem kewarisan hukum Islam, yaitu seseorang
mendapatkan warisan karena hubungan perkawinan, hubungan darah, memerdekan si
Mayit dan karena sesama Islam. Adapun rukun waris islam yaitu pewaris, ahli waris
dan harta warisan. Syarat-syarat kewarisan islam meliputi Meninggalnya pewaris
dengan sebenarnya maupun secara hukum, Hidupnya ahli waris setelah kematian si
pewaris dan Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang
pewarisan. Sedangkan penghalang seseorang mendapat warisan adalah karena
perbudakan, berbeda agama, pembunuhan, perbedaan negara dan murtad.

b. Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan. Dari segi materi masih
memerlukan tambahan. Dari segi penulisan masih banyak kekurangan. Maka dari itu
penyusun harus lebih banyak membaca buku dan literatur mengenai lafadz. Penyusun
harus lebih teliti dan meningkatkan kemampuan dalam menulis suatu karya ilmiah.

10
DAFTAR PUSTAKA

A. Rachmad Budiono. (1999). Pembaruan Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.


Bandung: Citra Aditya Bakti.

Abdul Ghofur Anshori. (2012). Hukum Kewarisan Islam di Indonesia Eksistensi dan
Adaptabilitas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Ahmad Rofiq. (2001). Fiqh Mawaris. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Amien Husain Nasution. (2012). Hukum Kewarisan analisis Komperatif Pemikiran


Mujtahid dan Kompilasi Hukum Islam. Jakarta : Rajawali Pers.

Amir Syarifuddin. (2004). Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Kencana.

Eman Suparman. (2018). Hukum Waris Indonesia dalam Peresfektif Islam, Adat, dan
BW. Bandung: Rafika Aditama.

Komite Fakultas Syari’ah Universitas Al-Azhar Mesir. (2004). Hukum Waris.


Senayan Abadi.

Muhammad Ali As-Shabuni. (2004). Hukum Kewarisan Menurut AlQur‟an Dan


Sunnah. Jakarta: Cv Diponegoro.

Muhammad Daut Ali. (1990). Asas Hukum Islam. Jakarta: Rajawali press.

Muhammad Jawad Mugniyah. (1988). Al-Akhwalusy Syakhshiyyah ‘alaa Madzahibil


Khamsah (bab Mirats) diterjemahkan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Radliyah.
Surabaya: Al-Ikhlas.

Soerjono Soekanto. (2005). Faktor-Faktor yang mempengaruhi Penegakkan Hukum.


PT RajaGrafindo Persada.

11

Anda mungkin juga menyukai