Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah agama islam ini.Shalawat beriringan salam kita hadiahkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang telah membawa umatnya ke alam yang berilmu pengetahuan seperti saat
sekarang ini.
Makalah ini memuat tentang Meraih Berkah Dengan Mawaris. Dengan adanya makalah ini kami
berharap kita semua dapat lebih mengetahui tentang bagaimana meraih berkah dengan mawaris.
Semoga dengan makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas lagi kepada kita semua. Dalam
penulisan makalah ini mungkin masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu kami
berharap pembaca dapat memberikan kritikan dan saran yang membangun. Semoga makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
Kata Pengantar
Daftar Isi
Bab 1 Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Bab 2 Pembahasan
Bab 3 Penutup
A. Kesimpulan
B.Saran
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Diantara aturan yang mengatur hubungan sesama manusia yang ditetapkan Allah adalah aturan tentang
harta warisan, yaitu harta dan pemilikan yang timbul sebagai akibat dari suatu kematian. Harta yang
ditinggalkan oleh seorang yang meninggal dunia memerlukan pengaturan tentang siapa yang berhak
menerimanya, berapa jumlahnya, dan bagaimana cara mendapatkannya.
Aturan tentang waris tesebut ditetapkan oleh Allah melalui firmannya yang terdapat dalam Al- Quran,
terutama surah an-nisa ayat 7.8.11.12, dan 176, pada dasarnya ketentuan Allah yang berkenaan dengan
warisan telah jelas maksud, arah dan tujuannya
Ditinjau dari perspektif sejarah, implementasi hokum kewarisan islam pada zaman penjajahun belanda
ternyata tidak berkembang, bahkan secara politis posisinya dikalahkan oleh sistem kewarisan hokum
adat. Pada masa itu diintrodusir teori persepsi yang bertujuan untuk mengangkat hokum kewarisan adat
dan menyisihkan penggunaan hokum kewarisan islam.
Banyak para sarjana hukum barat menganggap hokum kewarisan islam tidak mempunyai sistemdan
hukum islam itu hanya bersandar pada asas patrilineal. Sementara itu, diklalangan umat islam sendiri
banyak pula yang mengira tidak ada sistem tertentu dalam hukum kewarisan islam, sehingga
menimbulkan sebuah anggapan seolah-olah hukum kewarisan islam merupakan hokum yang sangat
rumit dan sulit. Kondisi yang demikian itulah yang menyebabkan hukum kewarisan islam menurut figh
kobudayaan arab itu sangat sulit diterima masarakat islam di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1.Untuk mengetahui pengertian Ilmu Mawaris
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta yang telah ditentukan dalam
Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut ahli mawarits adalah yang terbaik.seadil-adilnya dengan
tanpa melupakan hak seorang ahli waris sekalipun terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan suatu cara yang sangat efektif
untuk mendapat pembagian warisan-warisan yang berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang
sesungguhnya.
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang membicarakan tentang
segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan orang yang meninggal dunia.
1. Anak laki-laki
3. Ayah
7. putra saudara laki-laki seayah dan seibu 8. putra saudara laki-laki seayah
13. suami
2. Ibu
9. Istri
a. Al-Quran
b. Al-Hadits
Dalam Riwayat imam Muslim dan Abu dawud bahwasanya Nabi Muhammad SAW bersabda: "Bagilah
harta pustaka antara ahli-ahli warits menurut (ketentuan) kitab Allah".
Para ulama berperandalam penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan dengan mawarits. Adapun
hukum mempelajari ilmu mawarits adalah Wajib (fardhu kifayah), yaitu apabila di suatu tempat ada
salah seorang di antara mereka ada yang mempelajari, maka sudah di anggap terpenuhi kewajiban itu,
tetapi jika tidak ada satu pun dari mereka mempelajarinya maka semua orang ikut berdosa.
a. Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli warits yang berhak menerimanya
sesuai dengan ketentuan syariat Islam
b. Agar dapat di ketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima harta warisan dan berapabagian
masing".
c. Agar dapat menentukan bagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak terjadi
perselisihan.
Syarat Pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di wariskan harta peninggalannya
karna sudah merupakan ketentuan hukumnya harta warisan tidak mungkin di bagikan sebelum-orang
yang mempunyai harta peninggalan itu di nyatakan meninggal dunia secara hakiki.
Ahli waris yang akan menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia harus masih hidup.
Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu tidak berhak mendapat harta peninggalan.
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagian-bagian harta
warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab ketentuan hukum pewrisan
selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli wans.
Rukun Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orang-orang yang
berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab tertentu.
Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang yang berhak
menerimanya ( ahli waris). Miras itu bermacam-macam hurta, misalnya tanah, rumah, uang, kendaraan,
dan lain sebagainya.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai berikut:
a)Hubungan Kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan perempuan, orang tua
dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan yang berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT. Dalam Alquran surah An-nisa ayat 7:
Artinya, Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita
ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
1.Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang meninggal mempunyai
anak.
2.Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk ahli waris yang mendapat
bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris yang memperoleh
bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
b) Hubungan Perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi. Akan tetapi, jika
perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam keadaan masa iddah
pada talak raji.
Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh warisan. Jika budak yang di
merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang memerdekakan itu berhak menerima warisan. Akan
tetapi, jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia maka budak yang telah di merdekakan itu
tidak berhak mendapatkan apa-apa.
d) Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik dari hubungan kekeluargaan,
perkawinan, wala, maka harta warisannya itu di berikan kepada kaum muslimin.yaitu diserahkan ke
baitul Mal untuk kemaslahatan umat islam.
Agama islam sebab-sebab penghalang mendapat harta warisan, adalah sebagai berikut:
a. Status Budak
Orang yang berstatus budak, apa pun jenisnya, tidak bisa menerima harta warisan karena bila seorang
budak menerima warisan maka harta warisan yang ia terima itu menjadi milik tuannya, padahal sang
tuan adalah bukan siapa-siapanya (ajnabiy) orang yang meninggal yang diwarisi hartanya
Seorang budak juga tidak bisa diwarisi hartanya karena sesungguhnya ia tidak memiliki apa-apa.Bagi
seorang budak diri dan apa pun yang ada bersamanya adalah milik tuannya.
b. Membunuh
Orang yang membunuh tidak bisa mewarisi harta peninggalan dari orang yang dibunuhnya, baik in
membunuhnya secara sengaja atau karena suatu kesalahan. Karena membunuh sama saja dengan
memutus hubungan kekerabatan, sedangkan hubungan kekerabatan merupakan salah satu sebab
seseorang bisa menerima warisan.
Imam Abu Dawud meriwayatkan sebuah hadits dari kakeknya Amr bin Syuaib, bahwa Rasulullah
bersabda:
Artinya: "Tak ada bagian apa pun (dalam warisan) bagi orang yang membunuh".
Sebagai contoh, bila ada seorang anak yang membunuh bapaknya maka anak tersebut tidak bisa
menerima harta warisan yang ditinggalakan oleh sang bapak
Namun demikian, orang yang dibunuh bisa menerima warisan dari orang yang membunuhnya. Misalnya.
seorang anak melukai orang tuanya untuk dibunuh. Sebelum sang orang tua benar-benar meninggal
ternyata si anak lebih dahulu meninggal. Pada kondisi seperti ini orang tua yang dibunuh tersebut bisa
mendapatkan warisan dari harta yang ditinggalkan anak tersebut, meskipun pada akhirnya sang orang
tun meninggal dunia juga.
Orang yang beragama non-Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari keluarganya yang meninggal
yang beragama Islam. Juga sebaliknya seorang Muslim tidak bisa menerima warisan dari harta
peninggalan keluarganya yang meninggal yang tidak beragama Islam.
Artinya: "Seorang Muslim tidak bisa mewarisi seorang kafir, dan seorang kafir tidak bisa mewarisi
seorang Muslim."
Bagaimana dengan sesama orang kafir namun beda agama? Dalam hal warisan ini para ulama
menghukumi bahwa agama apa pun selain Islam dianggap sebagai satu agama sehingga mereka yang
beragama non-Islam dapat saling mewarisi satu sama lain. Maka bila dalam satu keluarga ada beda-beda
agama selain Islam di antara angggota keluarganya mereka bisa saling mewarisi satu sama lai
C. Pengelompokkan Ahli Waris dan Hak Masing-masing
1. Anak Laki-laki
3. Ayah
6. Saudara seayah
Ahli waris ashabah ini menerima warisan berdasarkan peringatan di mulai dari peringkat pertama Bila
ada ashabah pada peringkat yang lebih dekat tentu ashabah yang barada di peringkat berikutnya akan
terhijab otomatis.
Mengenal kedudukan ayah dan kakek memang strategis, satu sisi mereka adalah dzaul furudh tetapi
disisi lain mereka juga jadi ashabah, tentu manakala atau cucu laki-laki tidak ada, ayah dan kakek tetap
menjadi dzaul furudh.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki (cucu perempuan). Apabila hanya seorang, selama tidak ada anak
perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Saudara perempuan seayah, jika hanya seorang saja, dan tidak juga tsb pada point 1 dan 2
4. Suami, jika tidak ada anak, dan tidak ada cucu laki-laki dan anak laki-laki
1. Suami, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
2. Istria tau beberapa orang istri, jika tidak ada anak atau cucu laki-laki dari anak laki-laki
1. Istri atau beberapa orang istri bila ada anak atau cucu dari anak laki-laki
1. Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-laki
2. Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak lak-laki, selama tidak ada anak perempuan atau
saudara laki-laki
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan atau anak
perempuan dari anak laki-laki, atau saudara laki-laki mereka.
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada yang tsb dari point 1.2.3
1. Ibu, jika tidak terhalang, jika tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki. Atau tidak pula
meninggalkan dua orang saudara baik laki-laki maupun perempuan, baik seibu seayah atau bukan.
2. Dua orang laki-laki atau lebih, juga saudara perempuan seibu, dua orang atau lebih, jika tidak ada
pokok dan cabang (ayah atau kakek dan anak atau cucu). itulah yang di maksud dengan kalalah". Selain
itu jumlah mereka harus ada dua orang atau lebih baik mereka lelaki atau perempuan.
1. Ibu, jika ada anak, atau cucu laki-laki dari anak laki-laki, atau dua orang atau lebih dari saudara laki-laki
dan perempuan.
4. Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama-sma dengan seoranganak perempuan sekandung
5. Saudara perempuan seayah, jika bersama-sama dengan seorang saudara perempuan sekandung ayah.
Ahli waris zul arham adalah orang-orang yang mempunyai hubungan kerabat dengan pewaris, namun
tidak dijelaskan bagiannya dalam Al-Quran dan hadis Nabi sebagai zaul furudh dan tidak pula termasuk
dalam kelompok ashabahbila kerabat yang menjadi ashabah adalah laki- laki dalam garis keturunan laki-
laki, maka zaul arham itu adalah perempuan atau laki-laki melalui garis keturunan perempuan.
Anak perempuan dari saudara laki-laki kandung atau seayah dan anaknya
Anak laki-laki atau perempuan dari saudara seibu dan seterusnya ke bawah
Saudara perempuan (kandung, seayah, atau ibu) dari ayah dan anaknya.
Saudara laki-laki atau perempuan seibu dari ayah dan seterusnya ke bawah.
Saudara laki-laki atau perempuan (kandung, seayah, atau ibu) dari ibu dan seterusnya ke bawah
Cara membagi Waris
Sebagaimana di ketahui bahwa pembagian dalam harta warisan telah di tetapkan bagian masing-masing
ahli waris, yaitu ada ahli waris yang menerima bagian tertentu yang berupa seberapa dari warisan, di
sebut furudhul muqaddarah, dan ahli waris menerima seluruh yang tersisa setelah di ambil oleh bagian
ahli waris yang termasuk alquran-furudhul muqaddarah disebut ashabah.
Ashal masalah ialah angka yang menjadi dasar pembagian harta warisan dalam sesuatu masalah yakni di
bagi menjadi berapa bagiankah keseluruhan harta pusaka itu, sehingga bagian masing-masing ahli waris
dapat di terimakan sebagaimana mestinya Cara menentukan angka ashal masalah ialah dengan
memperhatikan angka-angka pemecahan yang terdapat pada bagian-bagian ahli waris dzaul. furudh
dalam suatu kasus, yaitu dengan mencari kelipatan persekutuan terkecil dari pada angka-angka pembagi
atau angka-angka pemecahan yang ada pada bagian-bagian ahli waris.
1. Bagian Untuk nenek perempuan menjadi gugur karena ada ibu, atau datuk laki-laki terhalang karena
ada ayahnya.
2. Bagian saudara ibu menjadi gugur karena ada salah seorang dari 4 Macam ahli waris
a. Anak
c. Ayah
d. Datuk laki-laki
3. Bagian saudara Laki-laki sekandung menjadi gugur, karena ada salah seorang dari tiga ahli warisyaitu:
a. Anak Laki-laki
c. Ayah
4. Bagian Anak Ayah( Saudara laki-laki atau perempuan seayah) manjadi gugur, karena adanya salah
seorang tersebut di atas, yakni anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-laki atau ayah Dan jika ada
saudara laki-laki seayah seibu.
5. Empat orang yang dapat menjadi Ashobah kepada saudara-saudara perempuan mereka Yakni:
a. Anak laki-laki
a. Masalah Aul
Talah keadaan yang berlebihnya saham-saham para di pecah-pecah sejumlah angka asal masalah pasti
tidak cukup untuk memenuhi saham-saham dzawil furudh.
b. Masalah Rad
Menurut fuqaha ialah pengambilan apa yang tersisa dari bagian dzawil furudh nasabiyah kepada
merckasesuai dengan besar kecilnya bagian mereka bila tidak ada orang lain yang berhak untuk
menerimanya.
Untuk menyelesaikan secara tuntas pembagian harta warisan terdapat sisa lebih dan di radkan, atau
mengandung masalah rad, terlebih dahulu haruslah di teliti apakah dalam kasus di maksud terdapat ahli
waris yang ditolak menerima rad ataukah tidak.
Jika dari Antara ahli waris ashabul furudh itu tidak terdapat seorang pun yang ditolak menerima
tambahan dari sisa lebih yang diradkan itu.
Kecenderungan manusia kepada harta kekayaan, jabatan dan kehidupan dunia pada umumnya secara
berlebihan, memicu munculnya berbagai konflik dan persengkataan. Pada kondisi itulah diperlukan
sebuah tatanan hukum dan peraturan yang bisa memberi jalan keluar secara damai. Dan tentu saja yang
paling memahami kondisi manusia adalah pencipta manusia itu sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa.
Tuhan telah menciptakan buku manual berupa kitabullah sebagai panduan melakukan berbagai kegiatan
kehidupan sehari-hari di dunia. Buku manual berupa kitabullah tersebut sangat sesuai sebagai pemberi
jalan keluar bagi berbagai macam konflik dan pertikaian yang terjadi diantara sesama manusia.
Sekalipun dalam prakteknya karena berbagai sebab, tak sedikit manusia yang menolak hidupnya diatur
oleh kitabullah yang merupakan buku manual untuk menjalani kehidupan di dunia. Tidak mengherankan
bila pada gilirannya kehidupan dunia semakin semrawut dan kacau balau. Salah satu diantaranya adalah
menolak penerapan hukum waris Islam dalam keluarga, sekalipun semua paham hukum waris Islam
akan memberi keadilan kepada seluruh anggota keluarga.
Artinya tidak ada keterangan kuat bahwa pembagian waris dalam Islam harus disegerakan,juga tidak
keterangan yang sama kuat untuk mengabaikan atau menunda-runda pembagian waris.Idealnya adalah
ketika seluruh anggota keluarga dan ahli waris berkumpul, kemudian seluruh kewajiban kepada yang
meninggal telah dilaksanakan termasuk melunasi seluruh hutangpiutangnya, kemudian berkumpul
untuk membagikan harta warisan. Dengan demikian tak seorangpun dari ahli waris yang akan terganggu
atau teraniaya hak-haknya.
Namun sekali lagi tidak ada anjuran waktu mutlak dalam Islam untuk melaksanakan pembagian harta
waris. Hanya saja Islam menganjurkan, apabila dikhawatirkan terjadi berbagai konflik internal dalam
keluarga, maka dianjurkan untuk segera melakukan pembagian harta warisan itu.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah pembagian harta waris tersebut harus mutlak
berdasarkan pembagian harta waris Islam atau sesuai dengan aturan ilmu mawaris (Faraid)? Bagaimana
hukumnya dengan mereka yang terbiasa melakukan pembagian harta warisan dengan memakai hukum
suku atau hukum adat.
Pembagian harta warisan menurut hukum adat jelas sangat jauh berbeda dengan hukum Islam. Ada juga
yang membagikan harta warisan secara kekeluargaan. Di sana disepakati bagian masing-masing ahli
waris secara damai tanpa mengundang berbagai pertikaian sesama ahli waris. Yang manakah lebih
utama dari hal di atas?
Pembagian waris Islam mutlak diterapkan sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik pertikaian yang
dapat muncul akibat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh para ahli waris terhadap bagian masing-
masing. Jadi apabila sesama ahli waris mampu berdamai untuk melakukan pembagian dengan keridhaan
masing-masing tanpa adanya konflik sengketa, hukum pembagian waris Islam bisa untuk tidak
dilaksanakan. Namun kembali kepada pemahaman masing-masing anggota keluarga dan bukan
memandang dari sisi manfaat serta madharatnya.
Warisan merupakan harta orang lain yang diperoleh atas usaha jerih payah orang lain sewaktu ada di
dunia. Harta pemberian orang lain tak akan senikmat harta jerih payah kita sendiri. Terlebih jika cara
memperolehnya dilakukan dengan cara-cara yang tidak halal dan tidak baik. Tentu saja dengan
mengharap mendapat harta warisan dari orang seperti ini, bukanlah perbuatan terpuji.
Namun tidak bisa dipungkin bila salah satu kebiasaan buruk manusia adalah terlalu berharap dan
menggantungkan nasib hidup terhadap harta warisan keluarganya, padahal ia sendiri masih mampu
melakukan usaha-usaha halal lainnya yang itu akan lebih mengangkat harkat dan martabat diri
sendiri.Ingatlah bahwa orang yang kaya karena harta warisan keluarganya, tidak akan terlalu dipandang
di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja akan begitu gampang menerima tudingan soal kekayaannya
itu, karena orang akan selalu berpikir, dia kaya karena harta warisan keluarganya.Bandingkan dengan
seseorang yang memperoleh kekayaan dari hasil jerih keringat sendiri. Ia akan lebih dewasa saat
menderita kemiskinan yang mungkin akan dialaminya di kemudian hari. Begitu pula akan lebih
bertanggung jawab dalam menggunakan dan memanfaatkan harta kekayaannya itu.
Tapi terlepas dari masalah itu semua, hukum waris Islam menawarkan jalan keluar yang baik untuk
semua pihak. Sehingga akan terhindari dari kasus adanya yang teraniaya hak atau perasaan ketidak
adilan. Kenyataan tersebut apabila tidak memperoleh jalan keluar yang baik. akan menyebabkan
timbulnya rasa tidak enak. Apabila terus dipelihara akan semakin memunculkan konflik bahkan pada
akhirnya menjurus kepada pertikaian, padahal masih sesama keluarga.
Berbicara tentang hukum waris Islam, tentu saja tidak terlepas dari pemikiran sejauh mana hukum waris
Islam ini memberi jalan keluar yang adil buat semua ahli waris. Beberapa manfaat yang akan dirasakan
dengan adanya pembagian waris Islam antara lain adalah:
Syariah adalah sumber hukum tertinggi yang harus ditaati. Orang yang paling durhaka adalah orang yang
menentang hukum syariah. Syariah itu sendiri diturunkan untuk kebaikan hidup umat Islam dan
memberi jalan keluar yang paling sesuai dengan karakter dan watak dari masing-masing manusia.
Pelaksanaan pembagian waris Islam semata-mata bertujuan menciptakan ketentraman hidup orang-
orang yang melaksanakannya. Orang-orang yang memahami bahwa syariah adalah hukum tertinggi yang
harus ditaati, maka ia akan menerima dengan ikhlas setiap keputusan yang bersumber dari syariah.
Sebaliknya orang yang menganggap bahwa hukum waris Islam yang merupakan bagian dari syariah
Islam sebagai upaya membatasi hak ahli waris adalah pemikiran yang tidak benar, kalaupun diikuti akan
menyebabkan jauh lebih banyak madharat daripada manfaatnya.
Pembagian waris Islam merupakan pembagian dengan nilai keadilan paling tinggi. Keadilan yang telah
diterapkan tersebut secara otomatis akan mencegah muncul berbagai konflik dalam keluarga yang dapat
berujung pada tragedi pertumpahan darah. Sekalipun dalam prakteknya selalu saja muncul
penentangan-penentangan yang bersumber dari akal pikiran, yang sebenarnya lebih karena khawatir
yang tidak beralasan. Kalaupun kemudian menggunakan hukum waris adat atau berdasarkan
kekeluargaan yang membagi kekayaan secara rata, bukan jaminan tidak akan munculnya ketidak adilan.
Misalnya seorang anggota keluarga yang selama hidupnya merasa paling berjasa dan paling
memperhatikan kehidupan almarhum atau almarhumah, tidak akan gampang menerima pembagian
yang sama rata ini. Begitu pula tentang masalah-masalah lain yang tetap saja akan muncul, karena
sebenarnya bersumber dari ketidak puasan hawa nafsu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Semua orang muslim wajib mempelajari ilmu mawaris, Ilmu mawaris sangat penting dalam kehidupan
manusia khususnya dalam keluarga karena tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seseorang akan
mendapatkan warisan. Hal yang perlu diperhatikan apabila kita orang muslim mengetahui pertalian
darah, hak dan pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari orang tua maupun orang lain.
B. Saran
Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris dalam
kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum memahami
mawaris adalah fardhu kifayah.
DAFTAR PUSTAKA
H. Müh. Rifal, 1996, Fiqh Mawaris semarang: sayid sabiq.fiqih sunnah,Beirut: Darut fikr Al-Quran QS.An-
Nisa :7 dan 11
http://id.shvoong.com/law-and-politics-law/2024563-contoh-makulah-hukum-wars-keluarga/#ixzzl
ltbnXwYu
http://id.shvoong.com/law-and-politics-law/2024564-contoh-makalab-hukum-waris-keluarga/
#ixzzlittlo04