JURUSAN SYARIAH
KUTAI TIMUR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini, dan terus dapat menimba ilmu di Universitas Jambi.
Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari,
agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Kelompok 4
2
DAFTAR ISI
BAB 3 PENUTUP.................................................................................................21
3
BAB 1 PENDAHULUAN
Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian
yang besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang
tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah
atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah
menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).
Dalam pembagian waris yang sesuai Islam ada beberapa aturan yang salah
satunya adalah tentang hijab mahjub. Prinsip hijab mahjub adalah mengutamakan
atau mendahulukan kerabat yang mempunyai jarak lebih dekat dari pada orang lain
dengan yang mewarisi.
Keutamaan dapat disebabkan oleh jarak yang lebih dekat kepada pewaris
dibandingkan dengan orang lain, seperti anak lebih dekat dari cucu dan oleh
karenanya lebih utama dari cucu dalam arti selama anak masih ada, cucu belum
dapat menerima hak kwewarisan.
4
Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya hubungan kekerabatan
seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya dibandingkan saudara seayah atau
seibu saja, karena hubungan saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu),
sedangkan yang seayah atau seibu hanya satu jalur.
Adanya perbedaan dalam tingkat kekerabatan itu diakui oleh Allah dalam
Al-Quran surat Al-Anfal : 75
5
BAB 2 PEMBAHASAN
1. Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya hubungan darah;
2. Ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba
(hamba sahaya).
Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka
ahli waris dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai
berikut.
1. Ashabul furudh, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu,
yaitu 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, atau 1/8.
6
2. Ashabah, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu,
tetapi mendapatkan ushubah (sisa) dari ashabul-furudh atau mendapatkan
semuanya jika tidak ada ashabul furudh.
Selain itu, penggolongan ahli waris dalam hukum Islam juga terbagi atas
ahli waris dari golongan laki-laki dan ahli waris dari golongan perempuan.
Ahli waris dari kaum laki- laki ada 15 (lima belas) yaitu:
7
a. anak laki-laki;
b. cucu laki-laki (dari anak laki-laki), dan seterusnya ke bawah;
c. bapak;
d. kakek (dari pihak bapak) dan seterusnya ke atas dari pihak laki-
laki saja;
e. saudara kandung laki-laki;
f. saudara laki-laki seayah;
g. saudara laki-laki seibu;
h. anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, dan seterusnya ke
bawah;
i. anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah;
j. paman (saudara kandung bapak);
k. paman (saudara bapak seayah);
l. anak laki-laki dari paman (saudara kandng ayah);
m. anak laki-laki paman, saudara kansung ayah;
n. suami; dan
o. laki-laki yang memerdekakan budak.
Kalau seandainya seluruh pihak yang akan mewariskan dari golongan lelaki
ini berkumpul semua dalam satu kasus, maka yang berhak menerima warisan hanya
tiga, yaitu:
a. anak lelaki;
b. ayah; dan
c. suami.
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada 10 (sepuluh), yaitu:
a. anak perempuan;
b. ibu;
c. cucu perempuan (dari keturunan anak laki-laki);
d. nenek (ibu dari ibu);
e. nenek (ibu dari bapak);
f. saudara kandung perempuan;
g. saudara perempuan seayah;
h. saudara perempuan seibu;
i. istri; dan
j. perempuan yang memerdekakan budak.
8
Kalau kesemua wanita itu berkumpul dalam satu kasus kematian pewaris,
maka yang akan menerima warisan hanya lima, yaitu:
a. ibu;
b. anak perempuan;
c. cucu, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki;
d. istri; dan
e. saudari sekandung.
Apabila dalam suatu kasus seluruh pihak yang akan mewariskan itu baik
laki-laki maupun perempuan berkumpul semua, maka yang menerima warisan
hanya lima saja, yaitu:
a. ayah;
b. anak laki-laki;
c. suami atau istri;
d. ibu; dan
e. anak perempuan.
a. Anak laki-laki
9
c. Bapak
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki atau bapak
• ashabah binafsih, bisa memperoleh seluruh sisa warisan.
• 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun
perempuan
f. Saudara laki-laki sebapak
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung atau saudara
perempuan sekandung.
• ashabah binafsih.
• 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki
maupun perempuan
g. Saudara laki-laki seibu
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek dari pihak
bapak.
• 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
• 1/6 bagian jika hanya satu orang
10
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari
saudara sebapak, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman
sekandung, anak laki-laki paman sebapak.
• Tidak dapat terhijab1/2 bagian jika hanya seorang dan tidak ada laki-
laki
• 2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki
• ‘ashabah bil ghairi jika ada anak laki-laki
k. Cucu perempuan dari anak laki-laki
• Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan
atau lebih
• 1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang
anak peerempuan.
• 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki
atau seorang anak perempuan.
• 1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
l. Ibu
• Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara
atau lebih
• 1/3 bagian, jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau
lebih
• 1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli
waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibuk dan bapak.
• 1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih
11
m. Nenek
Kemungkinan memperoleh :
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki dari
anak laki – laki, bapak
• 1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan
atau saudara laki – laki sekandung
• 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak cucu
perempuan atau saudara laki – laki sekandung
• Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki
kandung, tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan
atau anak dan cucu perempuan
o. Saudara perempuan sebapak
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki,
bapak, dua orang atau lebih saudara perempuan kandung bersama
anak/cucu perempuan.
• 1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki – laki, bapak
anak, cucu perempuan atau saudara perempuan sekandung.
• 2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli
waris anak, saudara laki – laki sebapak atau saudara perempuan
kandung.
• 1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak
ada anak, cucu perempuan atau saudara laki – laki sebapak.
• ‘Ashabah bilghairi jika ada saudara laki – laki sebapak
• Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki sebapak,
saudara perempuan kandung. Tapi ada ahli waris anak perempuan
atau cucu perempuan.
p. Saudara perempuan seibu
• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki atau perempuan, cucu
laki – laki dari anak laki – laki, cucu perempuan dari anak laki – laki,
bapak atau kakek dari pihak bapak.
• 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
12
• 1/6 bagian jika hanya seorang
q. Istri
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan
kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang
lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang
disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab.1
Jadi, bentuk isim fa'il (subjek) untuk kata hajaba adalah hajib dan bentuk
isim maf'ul (objek) ialah mahjub. Maka makna al-hajib menurut istilah ialah orang
yang menghalangi orang lain untuk mendapatkan warisan, dan al-mahjub berarti
orang yang terhalang mendapatkan warisan. Adapun pengertian al-hajb menurut
1
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 71
2
Beni Ahmad Sabeni, Fiqh Mawaris (Bandung: CV. Pustaka Setia. 2009), hlm. 173-174
13
kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli waris untuk menerima waris,
baik secara keseluruhannya atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih
berhak untuk menerimanya (Amin Husein Nasution, 2012: 83)
Al-hajb bil washfi berarti orang yang terkena hajb tersebut terhalang dari
mendapatkan hak waris secara keseluruhan, atau hak waris mereka menjadi gugur.
Pada dasarnya mereka yang termasuk terlarang untuk menerima warisan, walaupun
mereka termasuk ahli waris adalah berupa “status” diri seseorang, baik karena
tindakan sesuatu ataupun karena keberadaannya dalam posisi tertentu sehingga
berakibat jatuhnya hak mereka untuk mewarisi.
Yang dimaksud penghalang menurut ulama faraid yaitu suatu keadaan atau
sifat yang menyebabkan seseorang atau ahli waris tidak dapat menerima warisan
padahal sudah terdapat sebab, rukun dan syarat. Pada awalnya seseorang sudah
berhak mendapat warisan, tetapi oleh karena keadaan tertentu berakibat dia tidak
mendapat harta warisan (Sukris Sarmadi, 1997: 28).
Ada empat keadaan yang telah disepakati oleh ulama madzhab empat, yang
bisa menyebabkan seorang ahli waris tidak memperoleh harta warisan dan satu lagi
masih dipertentangkan yaitu:
1) Pembunuhan
Ulama empat madzab sepakat bahwa seseorang yang membunuh orang lain,
maka ia tidak dapat mewarisi harta orang yang terbunuh itu walaupun telah ada
sebab-sebab kewarisan dan telah memenuhi rukun dan syarat kewarisan.
14
mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang jenis pembunuhan yang bisa
berpengaruh sebagai penghalang terhadap hak kewarisan.
2) Perbudakan
Ulama sepakat bahwa budak tidak dapat mewarisi harta waris dan tidak
dapat pula mewariskan. Baik budak itu sempurna seperti budak qinn maupun budak
yang tidak sempurna seperti budak mukatab. Ia tidak dapat mewarisi karena ia
15
dianggap tidak dapat mengurus harta. Dan tidak pula dapat mewariskan karena dia
dianggap melarat, karena pada kenyataannya budak adalah harta milik tuannya.
Apabila budak diberi hak waris maka harta yang diperolehnya akan menjadi
milik tuannya.
3) Berlainan Agama
4) Berlainan Negara
5) Anak Zina
Anak hasil zina adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat dari hubungan
badan di luar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama, dan merupakan
jarimah (tindak pidana kejahatan). Di mana anak hasil zina tidak mempunyai
hubungan nasab, wali nikah, waris dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan
kelahirannya, anak hasil zina hanya mempunyai nasab, waris, nafaqah dengan
ibunya dan keluarga ibunya.
b. Al-Hjab bi asy-Syakhshi
16
Al-hajb bi asy-Syakhshi yaitu gugurnya hak waris seseorang dikarenakan
adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. Alhajb bi asy-syakhshi
terbagi dua:
1. Hijab Nuqshan
Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-hajb
disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hajb hirman. Ini
merupakan hal mutlak dan tidak akan dipakai dalam pengertian hajb nuqshan. Ada
ahli waris yang tidak mungkin terkena hajb hirman. Mereka terdiri dan enam orang
yang akan tetap mendapatkan hak waris. Keenam orang tersebut adalah anak
kandung laki-laki, anak kandung perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang
yang meninggal meninggalkan salah satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya
harus mendapatkan warisan.
Hajib-Mahjub Nuqshan
No Ahli Waris Bagian Terkurangi oleh Menjadi
1 Ibu 1/3 anak atau cucu 1/6
1/3 2 saudara atau lebih 1/6
2 Bapak As anak laki-laki 1/6
As anak perempuan 1/6 + As
3 Isteri ¼ anak atau cucu 1/8
4 Suami ½ anak atau cucu ¼
saudara perempuan
sekandung /seayah ½
anak atau cucu
5 saudara perempuan perempuan
sekandung /seayah 2/3 ‘amg
2/lebih
17
cucu perempuan garis
6 laki-laki 1/2 seorang anak (pr)
1/6
7 saudara perempuan ½ seorang saudara (pr)
seayah sekandung 1/6
2. Hijab Hirman
• Ayah
• Ibu
• Ayah
• Ibu
4) Cucu laki-laki garis laki-laki terhalang oleh:
• Anak laki-laki
• Anak laki-laki
• Anak perempuan dua orang atau lebih
18
6) Saudara sekandung (laki-laki/perempuan) terhalang oleh:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah
7) Saudara seayah (laki-laki/perempuuan) terhalang oleh:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah
• Saudara sekandung laki-laki
• Saudara sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan
8) Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh:
• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekansung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
10) Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh:
19
• Anak atau cucu laki-laki
• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
• Paman sekandung
13) Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh:
20
BAB 3 PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Ahli waris adalah orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang
yang memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia. Adapun
penggolongan ahli waris ada bermacam-macam, yaitu ada yang berdasarkan sebab-
sebab menerima warisan, besarnya hak yang akan diterima ahli waris, dan
penggolongan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Sedang pembagian
hak masing-masing ahli waris telah ditentukan berdasarkan ketetapan syari’at
Islam.
2. Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan
kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang
lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang
disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab. Dalam hukum waris Islam,
hijab dikualifikasikan kepada 2 macam yaitu: Hijab Nuqshan dan hijab Hirman.
21
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)
Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. 1995. Hukum Waris Islam. Jakarta:
Sinar Garfika.
https://muharramwahyu.blogspot.com/2016/05/penggolongan-ahli-waris-dan-
bagiannya.html# diakses 20 maret 2021
https://makalahlengkap-kap.blogspot.com/2015/03/makalah-hijab-dan-mahjub-
fiqih-mawaris.html diakses 21 maret 2021
22