Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENGELOMPOKAN AHLI WARIS DAN ATURAN HIJAB DAN


MAHJUB DALAM SYIAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Fiqh Mawaris 2

Yang diampu oleh : Ibu Hj. Ratu Haika M.Ag

Disusun Oleh Kelompok 4 :

Aldi Fathana Pratama Putra 19.1.22.004

Noor Aldillah Pratama 19.1.22.018

Andi Hamdana Suhli 19.1.22.032

JURUSAN SYARIAH

PRODI AHWALUS SYAKSYIAH

SEKOLEAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SANGATTA

KUTAI TIMUR

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan
kami karunia nikmat dan kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini, dan terus dapat menimba ilmu di Universitas Jambi.

Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk
menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang dipelajari,
agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat


kekurangan dan kelemahan, demi kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap
perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun apabila terdapat kesalahan.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua,


khususnya bagi saya sendiri umumnya para pembaca makalah ini.

Terima kasih, wassalamu’ alaikum.

Sangatta, 20 Maret 2021

Kelompok 4

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................2

DAFTAR ISI ...........................................................................................................3

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................4

1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................. 5

1.3 Tujuan Penulisan ................................................................................... 5

BAB 2 PEMBAHASAN .........................................................................................6

2.1 Penggolongan Ahli Waris ..................................................................... 6

2.2 Pembagian Ahli Waris .......................................................................... 9

2.3 Pengertian Hijab dan Mahjub.............................................................. 13

2.4 Macam-macam Hijab dan Orang-orang yang Menjadi Hijab dan


termahjub................................................................................................... 14

BAB 3 PENUTUP.................................................................................................21

3.1 Kesimpulan ......................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................22

3
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian
yang besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang
tidak menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah
atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah
menggunakan Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).

Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti


masing-masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada
ketidaksepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan
mereka gunakan dalam membagi harta warisan. Naluriah manusia yang menyukai
harta benda (QS. Ali Imran:14) tidak jarang memotivasi seseorang untuk
menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda tersebut, termasuk
didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri. Kenyataan demikian
telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini. Terjadinya kasus-kasus
gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun Pengadilan Negeri
menunjukkan fenomena ini.

Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu


hukum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan
sengketa waris yang terjadi.

Dalam pembagian waris yang sesuai Islam ada beberapa aturan yang salah
satunya adalah tentang hijab mahjub. Prinsip hijab mahjub adalah mengutamakan
atau mendahulukan kerabat yang mempunyai jarak lebih dekat dari pada orang lain
dengan yang mewarisi.

Keutamaan dapat disebabkan oleh jarak yang lebih dekat kepada pewaris
dibandingkan dengan orang lain, seperti anak lebih dekat dari cucu dan oleh
karenanya lebih utama dari cucu dalam arti selama anak masih ada, cucu belum
dapat menerima hak kwewarisan.

4
Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya hubungan kekerabatan
seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya dibandingkan saudara seayah atau
seibu saja, karena hubungan saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu),
sedangkan yang seayah atau seibu hanya satu jalur.

Adanya perbedaan dalam tingkat kekerabatan itu diakui oleh Allah dalam
Al-Quran surat Al-Anfal : 75

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dapat diuraikan rumusan


masalah menjadi sebagai berikut:

1. Bagaimana Penggolongan ahli waris?


2. Bagiamana bagian dari penggolongan ahli waris?
3. Apakah yang dinamakan hijab dan mahjub ?
4. Ada berapa pembagian hijab ?
5. Siapa saja orang yang menjadi hijab dan yang terhijab ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan yang hendak dicapai dalam penyusunan makalah ini


mengenai Kewarisan Berdasarkan Testament sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penggolongan ahli waris.


2. Untuk memahami bagian dari penggolongan ahli waris.
3. Untuk mengetahui pengertian hijab dan mahjub
4. Untuk memahami pembagian hijab
5. Untuk mengetahui siapa saja orang yang menjadi hijab dan terhijab

5
BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Penggolongan Ahli Waris

Berdasarkan sebab-sebab menerima warisan, maka ahli waris dalam hukum


Islam dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Ahli waris nasabiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya hubungan darah;
2. Ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang mendapat warisan karena
adanya perkawinan yang sah dan atau karena memerdekakan hamba
(hamba sahaya).

Berdasarkan besarnya hak yang akan diterima oleh para ahli waris, maka
ahli waris dalam hukum waris Islam dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu sebagai
berikut.

1. Ashabul furudh, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tertentu,
yaitu 2/3, 1/2, 1/3, 1/4, 1/6, atau 1/8.

Para ahli fara’id membedakan ashchabul-furudh ke dalam dua macam yaitu


ashchabul-furudh is-sababiyyah (golongan ahli waris sebagai akibat adanya ikatan
perkawinan dengan si pewaris), yang termasuk dala golongan ini adalah janda (laki-
laki atau perempuan). Dan ashchabul-furudh in-nasabiyyah (golongan ahli waris
sebagai akibat adanya hubungan darah dengan si pewaris), yang termasuk dalam
golongan ini adalah sebagai berikut.

a) Leluhur perempuan, yaitu ibu dan nenek.


b) Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.
c) Keturunan perempuan, yaitu anak perempuan dan cucu perempuan
pancar laki-laki.
d) Saudara seibu, yaitu saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki
seibu.
e) Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara perempuan sekandung
dan saudara perempuan sebapak.

6
2. Ashabah, yaitu golongan ahli waris yang bagian haknya tidak tertentu,
tetapi mendapatkan ushubah (sisa) dari ashabul-furudh atau mendapatkan
semuanya jika tidak ada ashabul furudh.

Para ahli fara’id membedakan asabah ke dalam tiga macam yaitu,


ashabah binnafsih, ashabah bil-ghair dan ashabah ma’al ghair.

a) Ashabah binnafsihi adalah kerabat laki-laki yang dipertalikan


dengan Pewaris tanpa diselingi oleh orang perempuan, yaitu sebagai
berikut:
1. Leluhur laki-laki, yaitu bapak dan kakek.
2. Keturunan laki-laki, yaitu anak laki-laki dan cucu laki-laki.
3. Saudara sekandung/sebapak, yaitu saudara laki-laki
sekandung/sebapak.
b) Ashabah bil-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan
orang lain Untuk menjadi ashabah dan untuk bersama-sama
menerima ushubah, yaitu:
1. anak perempuan yang mewaris bersama dengan anak laki-laki;
2. cucu perempuan yang mewaris bersama cucu laki-laki; dan
3. saudara perempuan sekandung/sebapak yang mewaris bersama-
sama dengan saudara laki-laki sekandung/sebapak.
c) Ashabah ma’al-ghair adalah kerabat perempuan yang memerlukan
orang lain untuk menjadi ashabah, tetapi orang lain tersebut tidak
berserikat dalam menerima ushubah, yaitu saudara perempuan
sekandung dan saudara perempuan sebapak yang mewaris bersama
anak perempuan atau cucu perempuan.
3. Dawil arham adalah golongan kerabat yang tidak termasuk dalam
golongan ashabul furudh dan ashabah. Kerabat golongan ini baru
mewaris jika tidak ada kerabat yang termasuk kedua golongan di atas.

Selain itu, penggolongan ahli waris dalam hukum Islam juga terbagi atas
ahli waris dari golongan laki-laki dan ahli waris dari golongan perempuan.

Ahli waris dari kaum laki- laki ada 15 (lima belas) yaitu:

7
a. anak laki-laki;
b. cucu laki-laki (dari anak laki-laki), dan seterusnya ke bawah;
c. bapak;
d. kakek (dari pihak bapak) dan seterusnya ke atas dari pihak laki-
laki saja;
e. saudara kandung laki-laki;
f. saudara laki-laki seayah;
g. saudara laki-laki seibu;
h. anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki, dan seterusnya ke
bawah;
i. anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah;
j. paman (saudara kandung bapak);
k. paman (saudara bapak seayah);
l. anak laki-laki dari paman (saudara kandng ayah);
m. anak laki-laki paman, saudara kansung ayah;
n. suami; dan
o. laki-laki yang memerdekakan budak.
Kalau seandainya seluruh pihak yang akan mewariskan dari golongan lelaki
ini berkumpul semua dalam satu kasus, maka yang berhak menerima warisan hanya
tiga, yaitu:

a. anak lelaki;
b. ayah; dan
c. suami.
Adapun ahli waris dari kaum wanita ada 10 (sepuluh), yaitu:

a. anak perempuan;
b. ibu;
c. cucu perempuan (dari keturunan anak laki-laki);
d. nenek (ibu dari ibu);
e. nenek (ibu dari bapak);
f. saudara kandung perempuan;
g. saudara perempuan seayah;
h. saudara perempuan seibu;
i. istri; dan
j. perempuan yang memerdekakan budak.

8
Kalau kesemua wanita itu berkumpul dalam satu kasus kematian pewaris,
maka yang akan menerima warisan hanya lima, yaitu:

a. ibu;
b. anak perempuan;
c. cucu, yaitu anak perempuan dari anak laki-laki;
d. istri; dan
e. saudari sekandung.
Apabila dalam suatu kasus seluruh pihak yang akan mewariskan itu baik
laki-laki maupun perempuan berkumpul semua, maka yang menerima warisan
hanya lima saja, yaitu:

a. ayah;
b. anak laki-laki;
c. suami atau istri;
d. ibu; dan
e. anak perempuan.

2.2 Pembagian Ahli Waris

1. Bagian Masing-Masing Ahli Waris

a. Anak laki-laki

Kemungkinan memperoleh warisan

• Mendapatkan semua harta warisan, apabila tidak ada anak


perempuan , ibu bapak, suami/istri
• Sebagai ashabah binafsih, setelah diambil bagian dzawil furudh.
Dan akan memperoleh seluruh sisa jika tidak ada anak perempuan.
Bila ada anak perempuan, maka bagiannya adalah dua kali bagian
perempuan.
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki

Kemungkinan memperolah warisan

• Jika tidak terhijab, ia sebagai ashabah binafsih; bisa memperoleh


seluruh warisan, jika tak ada cucu perempuan dari anak laki-laki;
jika ada cucu perempuan (dari laki-laki), bagiannya dua kali bagian
cucu perempuan.
• Tidak memperoleh warisan (terhijab), bila ada anak laki-laki.

9
c. Bapak

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Dapat terhijab nuqshan


• 1/6 bagian, jika ada ahli waris anak atau cucu laki-laki
• 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak perempuan atau cucu
perempuan
• ’ashabah, jika tidak ada atau cucu baik laki-laki maupun perempuan
d. Kakek dari pihak bapak

Kemungkinan untuk memperoleh warisan:

• Bisa berhijab hirman, jika ada bapak


• 1/6 bagian jika ada anak atau cucu laki-laki
• 1/6 bagian ditambah ‘ashabah, jika ada anak atau cucu perempuan
• Sebagai ‘ashabah, apabila tidak ada anak/cucu laki-laki maupun
perempuan.
e. Saudara laki-laki sekandung

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki atau bapak
• ashabah binafsih, bisa memperoleh seluruh sisa warisan.
• 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara baik laki-laki maupun
perempuan
f. Saudara laki-laki sebapak

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak
laki-laki, bapak, saudara laki-laki sekandung atau saudara
perempuan sekandung.
• ashabah binafsih.
• 1/3 bagian jika lebih dari satu orang saudara sebapak baik laki-laki
maupun perempuan
g. Saudara laki-laki seibu

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki-laki atau perempuan, cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki, bapak, kakek dari pihak
bapak.
• 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih
• 1/6 bagian jika hanya satu orang

10
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari
saudara sebapak, paman kandung, paman sebapak, anak laki-laki paman
sekandung, anak laki-laki paman sebapak.

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Bisa terhijab hirman


• Bisa ‘ashabah binafsih
i. Suami

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu


• 1/2 bagian jika tidak ada anak atau cucu
• 1/4 bagian jika ada anak atau cucu
j. Anak perempuan

Kemungkinan memperoleh warisan:

• Tidak dapat terhijab1/2 bagian jika hanya seorang dan tidak ada laki-
laki
• 2/3 bagian jika lebih dari satu orang dan tidak ada anak laki-laki
• ‘ashabah bil ghairi jika ada anak laki-laki
k. Cucu perempuan dari anak laki-laki

Kemungkinan mendapat warisan:

• Dapat terhijab hirman, jika ada anak laki-laki, dua anak perempuan
atau lebih
• 1/2 bagian, jika hanya seorang, tidak ada cucu laki-laki, atau seorang
anak peerempuan.
• 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak laki-laki
atau seorang anak perempuan.
• 1/6 bagian, jika ada anak perempuan tapi tidak ada cucu laki-laki.
l. Ibu

Kemungkinan mendapat warisan :

• Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak, cucu atau dua orang saudara
atau lebih
• 1/3 bagian, jika tidak ada anak, cucu, atau dua orang saudara atau
lebih
• 1/3 dari sisa, jika termasuk gharawain. Gharawain adalah jika ahli
waris terdiri dari suami, ibu dan bapak, atau istri, ibuk dan bapak.
• 1/6 bagian jika ada anak, cucu atau dua orang saudara atau lebih

11
m. Nenek

Kemungkinan memperoleh :

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak, ibu atau bapak


• 1/6 bagian ( untuk seorang atau dua orang nenek, jika tidak ada anak,
ibu atau bapak )
n. Saudara perempuan kandung

Kemungkinan mendapat warisan :

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki dari
anak laki – laki, bapak
• 1/2 bagian, jika hanya seorang atau tidak ada anak, cucu perempuan
atau saudara laki – laki sekandung
• 2/3 bagian, jika dua orang atau lebih dan tidak ada anak cucu
perempuan atau saudara laki – laki sekandung
• Bisa ‘ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki
kandung, tapi ada ahli waris anak perempuan atau cucu perempuan
atau anak dan cucu perempuan
o. Saudara perempuan sebapak

Kemungkinan memperoleh warisan :

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki, cucu laki – laki,
bapak, dua orang atau lebih saudara perempuan kandung bersama
anak/cucu perempuan.
• 1/2 bagian, jika seorang dan tidak ada saudara laki – laki, bapak
anak, cucu perempuan atau saudara perempuan sekandung.
• 2/3 bagian, jika terdiri dari dua orang atau lebih dan tidak ada ahli
waris anak, saudara laki – laki sebapak atau saudara perempuan
kandung.
• 1/6 bagian, jika ada seorang saudara perempuan kandung tetapi tidak
ada anak, cucu perempuan atau saudara laki – laki sebapak.
• ‘Ashabah bilghairi jika ada saudara laki – laki sebapak
• Ashabah ma’al ghairi, jika tidak ada saudara laki – laki sebapak,
saudara perempuan kandung. Tapi ada ahli waris anak perempuan
atau cucu perempuan.
p. Saudara perempuan seibu

Kemungkinan memperoleh warisan :

• Bisa terhijab hirman, jika ada anak laki – laki atau perempuan, cucu
laki – laki dari anak laki – laki, cucu perempuan dari anak laki – laki,
bapak atau kakek dari pihak bapak.
• 1/3 bagian jika terdiri dari dua orang atau lebih

12
• 1/6 bagian jika hanya seorang
q. Istri

Kemungkinan memperoleh warisan :

• Bisa terhijab nuqshan, jika ada anak atau cucu


• 1/4 bagian, jika ada anak atau cucu, baik laki – laki maupum
perempuan
• 1/8 bagian jika ada anak atau cucu baik laki – laki maupun
perempuan

2.3 Pengertian Hijab dan Mahjub

Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan
kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang
lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang
disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab.1

Adapun pengertian al-hujub menurut kalanga ulama fara’idh adalah


menggugurkan hak ahli waris untuk menerima waris, baik secara keseluruhan atau
sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih berhak menerimanya.2

Hijab menurut bahasa artinya tabir, dinding, halangan. Sedangkan menurut


istilah ialah mencegah atau menghalangi orang tertentu menjadi tidak berhak
menerima bagian dari harta warisan atau menjadi berkurang bagiannya. Al-hajb
dalam bahasa Arab bermakna penghalang atau penggugur. Selain itu, dalam bahasa
Arab juga kita kenal kata hajib yang bermakna “tukang atau penjaga pintu”,
disebabkan ia menghalangi orang untuk memasuki tempat tertentu tanpa izin guna
menemui para penguasa atau pemimpin.

Jadi, bentuk isim fa'il (subjek) untuk kata hajaba adalah hajib dan bentuk
isim maf'ul (objek) ialah mahjub. Maka makna al-hajib menurut istilah ialah orang
yang menghalangi orang lain untuk mendapatkan warisan, dan al-mahjub berarti
orang yang terhalang mendapatkan warisan. Adapun pengertian al-hajb menurut

1
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1993), hlm. 71
2
Beni Ahmad Sabeni, Fiqh Mawaris (Bandung: CV. Pustaka Setia. 2009), hlm. 173-174

13
kalangan ulama faraid adalah menggugurkan hak ahli waris untuk menerima waris,
baik secara keseluruhannya atau sebagian saja disebabkan adanya orang yang lebih
berhak untuk menerimanya (Amin Husein Nasution, 2012: 83)

2.4 Macam-macam Hijab dan Orang-orang yang Menjadi Hijab dan


termahjub

Dalam hukum waris Islam, hijab dikualifikasikan kepada 2 macam yaitu:

a. Al-Hijab bil Washfi

Al-hajb bil washfi berarti orang yang terkena hajb tersebut terhalang dari
mendapatkan hak waris secara keseluruhan, atau hak waris mereka menjadi gugur.
Pada dasarnya mereka yang termasuk terlarang untuk menerima warisan, walaupun
mereka termasuk ahli waris adalah berupa “status” diri seseorang, baik karena
tindakan sesuatu ataupun karena keberadaannya dalam posisi tertentu sehingga
berakibat jatuhnya hak mereka untuk mewarisi.

Yang dimaksud penghalang menurut ulama faraid yaitu suatu keadaan atau
sifat yang menyebabkan seseorang atau ahli waris tidak dapat menerima warisan
padahal sudah terdapat sebab, rukun dan syarat. Pada awalnya seseorang sudah
berhak mendapat warisan, tetapi oleh karena keadaan tertentu berakibat dia tidak
mendapat harta warisan (Sukris Sarmadi, 1997: 28).

Ada empat keadaan yang telah disepakati oleh ulama madzhab empat, yang
bisa menyebabkan seorang ahli waris tidak memperoleh harta warisan dan satu lagi
masih dipertentangkan yaitu:

1) Pembunuhan

Ulama empat madzab sepakat bahwa seseorang yang membunuh orang lain,
maka ia tidak dapat mewarisi harta orang yang terbunuh itu walaupun telah ada
sebab-sebab kewarisan dan telah memenuhi rukun dan syarat kewarisan.

Walaupun keempat ulama sepakat bahwa pembunuhan bisa menjadi


penghalang seseorang bisa mendapat warisan, akan tetapi keempat ulama tersebut

14
mempunyai pendapat yang berbeda-beda tentang jenis pembunuhan yang bisa
berpengaruh sebagai penghalang terhadap hak kewarisan.

Menurut ulama Hanafiyah, pembunuhan yang bisa menghalangi


memperoleh harta warisan ialah pembunuhan yang bersanksi qhishash dan
bersanksi kaffarah (Muhammad Muhyiddin Abdul hamid, t.th: 46). Adapun
pembunuhan yang bersanksi kaffarah, yaitu pembunuhan yang dikenai sanksi
pidana berupa pembebasan budak Islam atau kalau tidak mungkin maka melakukan
puasa dua bulan berturut-turut. Pembunuhan yang bersanksi kaffarah ini ada tiga
macam: a) Serupa atau mirip dengan sengaja (syibhul ‘amdi). b) Membunuh karena
keliru (qathlul khata’). c) Membunuh yang dianggap keliru (al-jari majrul khatha’).

Ulama Syafi‘iyah mempunyai pendapat, semua orang yang masuk dalam


kategori pembunuh maka dia tidak dapat mewaris. Ulama Syafi‘iyah tidak
membeda-bedakan antara pembunuhan dengan sengaja atau tidak sengaja,
membunuh dijalan yang haq (benar) seperti orang yang mengqishash, algojo yang
mendapat perintah dari imam atau qadli untuk mengeksusi, pembunuhan langsung
atau tidak langsung, membunuh dengan paksaan atau atau atas kehendak sendiri,
semua itu termasuk penghalang untuk mendapat warisan (Muhammad Amin asy-
Syahir Ibnu Abidin, t.th: 504).

Ulama Malikiyah hanya mengenal dua macam pembunuhan yaitu:


pembunuhan sengaja yaitu pembunuhan itu dilakukan dengan niat, dan
pembunuhan tidak sengaja yaitu pembunuhan yang dilakukan dengan tidak ada niat
membunuh. Pembunuhan sengaja menghalangi seseorang untuk mendapatkan
warisan, sedang pembunuhan tidak sengaja tidak menghalangi pewarisan.
Sedangkan menurut Ulama Hanabilah semua pembunuhan yang dikenai sanksi
qishash, diyat, dan kaffarah merupakan penghalang bagi ahli waris untuk
mendapakan harta warisan (Zakiah Daradjat, 1995: 25).

2) Perbudakan

Ulama sepakat bahwa budak tidak dapat mewarisi harta waris dan tidak
dapat pula mewariskan. Baik budak itu sempurna seperti budak qinn maupun budak
yang tidak sempurna seperti budak mukatab. Ia tidak dapat mewarisi karena ia

15
dianggap tidak dapat mengurus harta. Dan tidak pula dapat mewariskan karena dia
dianggap melarat, karena pada kenyataannya budak adalah harta milik tuannya.

Apabila budak diberi hak waris maka harta yang diperolehnya akan menjadi
milik tuannya.

3) Berlainan Agama

Berlainan agama yang dimaksud dalam hukum waris Islam adalah,


seseorang yang beragama Islam tidak bisa mewaris harta warisan dari nonMuslim
begitu juga sebaliknya, orang yang beragama selain Islam tidak bisa mewaris harta
warisan dari orang Islam.

4) Berlainan Negara

Yang dimaksud dengan berlainan negara adalah berlainan pemerintahan


yang diikuti oleh waris dan muwaris. Semua ulama sependapat menetapkan
bahwasanya berlainan tempat, tidak menjadi penghalang bagi warisan antara
sesama Islam, apabila negara yang ditempati oleh waris dan muwaris sama-sama
negara Islam. Perbedaan negara dilihat dari segi ilmu waris adalah perbedaan
negara jika telah memenuhi 3 kriteria sebagai berikut (Rachmad Budiono, 1999:
13): a) Angkatan bersenjata yang berbeda, artinya masing-masing di bawah
komando yang berbeda. b) Kepala negara yang berbeda. c) Tidak ada ikatan satu
dengan yang lainnya, artinya tidak ada kerjasama diplomatik yang terjalin antar
keduanya. Di sini penulis menambahkan satu lagi kategori hijab bil washfi yaitu
anak hasil perbuatan zina yang tidak mendapatkan harta warisan dari ayah
biologisnya.

5) Anak Zina

Anak hasil zina adalah anak yang dilahirkan sebagai akibat dari hubungan
badan di luar pernikahan yang sah menurut ketentuan agama, dan merupakan
jarimah (tindak pidana kejahatan). Di mana anak hasil zina tidak mempunyai
hubungan nasab, wali nikah, waris dan nafaqah dengan lelaki yang menyebabkan
kelahirannya, anak hasil zina hanya mempunyai nasab, waris, nafaqah dengan
ibunya dan keluarga ibunya.

b. Al-Hjab bi asy-Syakhshi

16
Al-hajb bi asy-Syakhshi yaitu gugurnya hak waris seseorang dikarenakan
adanya orang lain yang lebih berhak untuk menerimanya. Alhajb bi asy-syakhshi
terbagi dua:

1. Hijab Nuqshan

Yaitu penghalang yang menyebabkan berkurangnya bagian seorang ahli


waris, dengan kata lain berkurangnya bagian yang semestinya diterima oleh seorang
ahli waris karena ada ahli waris lain.

Seperti suami, seharusnya menerima bagian ½, akan tetapi karena bersama


anak perempuan maka bagiannya menjadi ¼. Seharusnya Ibu mendapat bagian 1/3,
karena bersama anak maka bagian Ibu berkurang menjadi 1/6.

Satu hal yang perlu diketahui di sini, dalam dunia faraid apabila kata al-hajb
disebutkan tanpa diikuti kata lainnya, maka yang dimaksud adalah hajb hirman. Ini
merupakan hal mutlak dan tidak akan dipakai dalam pengertian hajb nuqshan. Ada
ahli waris yang tidak mungkin terkena hajb hirman. Mereka terdiri dan enam orang
yang akan tetap mendapatkan hak waris. Keenam orang tersebut adalah anak
kandung laki-laki, anak kandung perempuan, ayah, ibu, suami, dan istri. Bila orang
yang meninggal meninggalkan salah satu atau bahkan keenamnya, maka semuanya
harus mendapatkan warisan.

Hajib-Mahjub Nuqshan
No Ahli Waris Bagian Terkurangi oleh Menjadi
1 Ibu 1/3 anak atau cucu 1/6
1/3 2 saudara atau lebih 1/6
2 Bapak As anak laki-laki 1/6
As anak perempuan 1/6 + As
3 Isteri ¼ anak atau cucu 1/8
4 Suami ½ anak atau cucu ¼
saudara perempuan
sekandung /seayah ½
anak atau cucu
5 saudara perempuan perempuan
sekandung /seayah 2/3 ‘amg
2/lebih

17
cucu perempuan garis
6 laki-laki 1/2 seorang anak (pr)
1/6
7 saudara perempuan ½ seorang saudara (pr)
seayah sekandung 1/6

2. Hijab Hirman

Hajb hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh hak waris


seseorang. Misalnya, terhalangnya hak waris seorang kakek karena adanya ayah,
terhalangnya hak waris cucu karena adanya anak, terhalangnya hak waris saudara
seayah karena adanya saudara kandung, terhalangnya hak waris seorang nenek
karena adanya ibu, dan seterusnya. Termasuk dalam hijab hirman adalah status
cucu-cucu yang ayahnya terlebih dahulu meninggal dari pada kakek yang bakal
diwarisi bersama-sama dengan saudara-saudara ayah, kalau dalam bahasa aceh
disebut dengan patah titi, sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI sebagai
pegangan hakim Peradilan Agama dalam bidang kewarisan) disebut dengan ahli
waris pengganti. Menurut ketentuan para fuqaha, mereka tidak mendapat apa-apa
lantaran dihijab oleh saudara ayahnya. Ahli waris yang terhalang secara total
adalah sebagai berikut :

1) Kakek, terhalang oleh:

• Ayah

2) Nenek dari ibu terhalang oleh:

• Ibu

3) Nenek dari ayah terhalang oleh:

• Ayah
• Ibu
4) Cucu laki-laki garis laki-laki terhalang oleh:

• Anak laki-laki

5) Cucu perempuan garis laki-laki terhalang oleh:

• Anak laki-laki
• Anak perempuan dua orang atau lebih

18
6) Saudara sekandung (laki-laki/perempuan) terhalang oleh:

• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah
7) Saudara seayah (laki-laki/perempuuan) terhalang oleh:

• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah
• Saudara sekandung laki-laki
• Saudara sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan
8) Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh:

• Anak laki-laki dan anak perempuan


• Cucu laki-laki dan cucu perempuan
• Ayah
• Kakek
9) Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung terhalang oleh:

• Anak laki-laki
• Cucu laki-laki
• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekansung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
10) Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh:

• Anak atau cucu laki-laki


• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
11) Paman sekandung terhalang oleh:

• Anak atau cucu laki-laki


• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
12) Paman seayah terhalang oleh:

19
• Anak atau cucu laki-laki
• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
• Paman sekandung
13) Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh:

• Anak atau cucu laki-laki


• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
• Paman sekandung atau seayah
14) Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh:

• Anak atau cucu laki-laki


• Ayah atau kakek
• Saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
• Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ashabah
ma’al ghair
• Paman sekandung atau seayah
• Anak laki-laki paman sekandung

20
BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa:

1. Ahli waris adalah orang yang bisa memperoleh warisan dari seseorang
yang memperoleh warisan dari seseorang yang meninggal dunia. Adapun
penggolongan ahli waris ada bermacam-macam, yaitu ada yang berdasarkan sebab-
sebab menerima warisan, besarnya hak yang akan diterima ahli waris, dan
penggolongan ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan. Sedang pembagian
hak masing-masing ahli waris telah ditentukan berdasarkan ketetapan syari’at
Islam.

2. Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan
kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang
lebih dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang
disebut mahjub. Keadaan menghalangi disebut hijab. Dalam hukum waris Islam,
hijab dikualifikasikan kepada 2 macam yaitu: Hijab Nuqshan dan hijab Hirman.

Hijab Nuqshan yaitu penghalang yang menyebabkan berkurangnya bagian


seorang ahli waris, dengan kata lain berkurangnya bagian yang semestinya diterima
oleh seorang ahli waris karena ada ahli waris lain.

Hijab Hirman yaitu penghalang yang menyebabkan seseorang ahli waris


tidak memperoleh sama sekali warisan disebabkan ahli waris yang lain. Contoh,
seorang cucu akan terhijab jika si mayat mempunyai anak laki-laki.

21
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Manan, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006)

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003)

Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2004)

Darusnal, Chandra, Hukum Waris Perdata, ( Makalah Universitas Batam, 2009)

Drs. H Djedjen Zainuddin (2004) Fiqih. Semarang: Karya Toha Putra.

Effendi Perangin, Hukum Waris, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006)

Hadpiadi. Beberapa Asas Hukum Kewarisan (http://www.hukum waris.com, 2011)

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. 1995. Hukum Waris Islam. Jakarta:
Sinar Garfika.

Rofiq, Ahmad. 1993. Fiqh Mawaris. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Saebani, Beni Ahmad. 2009. Fiqh Mawaris. Bandung: Pustaka Setia.

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 2003)

https://muharramwahyu.blogspot.com/2016/05/penggolongan-ahli-waris-dan-
bagiannya.html# diakses 20 maret 2021

https://makalahlengkap-kap.blogspot.com/2015/03/makalah-hijab-dan-mahjub-
fiqih-mawaris.html diakses 21 maret 2021

22

Anda mungkin juga menyukai