Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MATERI : Meraih Berkah dengan Mawaris

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELAS XII.IPA 3
KELOMPOK 2
1. Nurliana
2. Dina Muliana
3. EndangFaradilla
4. IinSafitri
5. Andi Sabrina
6. Nur AlfianiRiah
7. AinulAlkausar
8. Asdar Basta

SMAN 3 SOPPENG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR 

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam. 

Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan
agama dengan judul Meraih kasih Allah swt. Meraih Berkah dengan Mawaris

. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini. 

Akhir kata, Kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang. 

                                                                            Dare Ajue, 12 Januari 2020

Penulis 
BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Di tengah-tengah masyarakat, harta pusaka orang meninggal dunia dapat
menjadi permasalahan yang kompleks, terkadang malah rentan menimbulkan konflik
diantara keluarga. Oleh karena itu, islam menyediakan perangkat dan ketentuan
tentang kepengurusan harta pusaka yang disebut dengan mawaris. Ada banyak hal
yang perlu diperhatikan dalam penghitungan dan pembagian warisan. Dalam bab ini
akan dibicarakan cara penyelesaian dari beberapa kasus dalam penghitungan dan
pembagian warisan. Penghitungan dan pembagian warisan dilakukan setelah hak
dan kewajiban muaris terpenuhi, seperti pembayaran utang, biaya kepengurusan
jenazah, dan pelaksanaan (pembayaran) wasiat.

B.      Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan mawaris?
2.      Apa hubungannya dengan wasiat dengan mawaris?
3.      Bagaimana islam mengatur pembagian harta mawaris?
4.      Siapa yang berhak menerima wasiat jika terjadi kematian?
5.      Bagaimana hukum wasiat adat dan hukum positif?

C.      Tujuan Penulis
1.      Agar mampu menjelaskan Pengertian mawaris
2.      Agar mampu memahami hubungan antara wasiat dengan mawaris
3.      Agar mampu menjelaskan bagaimana cara mengatur harta warisan
4.      Agar mampu menjelaskan siapa yang berhak menerima harta warisan
5.      Agar mampu memahami hukum wasiat adat dan hukum positif
BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Mawaris dan Sebab-Sebab Mawaris


Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya
harta yang diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal
dunia.

Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan
perkara pusaka. Pusaka adalah peninggalan orang yang sudah mati, artinya harta
benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang
berhak menerimanya.

Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris
menurut hukum islam. Tujuan ilmu mawaris atau Faraid adalah untuk
menyelamatkan harta orang yang meninggal agar terhindar dari pengambilan oleh
orang-orang yang tidak berhak menerimanya, dan agar jangan ada orang yang
memakan harta hak milik orang lain. Warisan dibagikan kepada ahli waris sesudah
memberi warisan meninggal dunia. Perhatikan firman Allah berikut ini! (QS. An-
Nisa’:7).

Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi seorang wanita ada hak bagian (pula) dan peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan (QS. An-Nisa’:7).

Pada masa jahiliah (sebelum islam), masyarakat arab membagi harta warisan
hannya diberikan kepada laki-laki dewasa, sedang kaum perempuan dan anak-anak
tidak mendapatkan bagian. Bahkan terkadang anak angkat justru mendapatkan
bagian warisan karna perjanjian sumpah untuk dapat mewarisi. Hal yang demikian
ini telah dihapus oleh aturan dalam islam yang lebih adil.

Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seorang akan mendapatkan
warisan. Menurut islam, sebab-sebab mawaris antara lain:
1.      Sebab Nasab (nasab hakiki) atau pertalian darah.
2.      Sebab-sebab perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan secara sah
menurut hukum agama yang menyebabkan istri atau suami dapat mewarisi, yang
dalam Faraid muncul istilah zawil furud, asabah, dan furudul Muqadarah.
3.      Sebab memerdekakan hamba sahaya atau wala’ (nasabah hukum), yaitu meskipun
diantara mereka tidak ada hubungan daraah, tetapi dapat saling mewarisi. Tuan
yang memerdekakan budak itu, apabila budak yang dimerdekakan mati maka tuan
dapat menerima harta warisan budak itu.
4.      Hubungan agama, yaitu dengan ketentuan jika orang yang meninggal dunia tidak
ada. Ahli warisnya yang tertentu; maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul
Mal untuk umat islam dengan jalan pusaka.
Ahli waris laki-laki maupun perempuan dapat terhalang mendapat warisan
apabila terdapat salah satu aebab, sebagai berikut :
1.      Perbedaan agama. Berdaasarkan hadis Nabi saw. : “Tidaklah orang islam mewarisi
orang kafir, dan tidaklah orang kafir mewarisi orang islam.”(H.R. Bukhari dan
Muslim).
2.      Pembunuhan, yaitu orang yang membunuh ahli waris dengan cara yang tidak
dibenarkan oleh hokum, ia tidak berhak mendapatkan harta pusaka dari yang
dibunuhnya.

B.      Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Sebelum Harta Warisan Dibagikan


Apabila terjadi kematian, kita akan mengenal beberapa istilah. Untuk
memahami hal itu perhatikanlah kolom berikut:

No
Istilah Penjelasan
.
Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
1. Muaris
warisan.
2. Waris Orang yang berhak menerima harta peninggalan muaris
Pesan seseorang sebelum meninggal yang akan
3. Wasiat
dilaksanakan setelah meninggal dunia.
Harta peninggalan yang sudah dapat dibagi setelah
4. Miras
dikeluarkan biaya perawatan jenazah adan pelunasan utang.
Harta peninggalam muaris yang belum dapat dibagi karna
5. Tirkah masih dikeluarkan biaya perawatan jenazah dan pelunasan
utang.
Ilmu yang mempelajari ketentuan bagian harta peninggalan
6. Faraid
bagi setiap ahli waris.
        
Setelah memahami beberapa istilah dalam masalah warisan, pelu dipahami
beberapa hal yang harus diutamakan dan didahulukan sebelum pelaksanaan
pembagian warisan kepada ahli waris, antara lain:
1.      Hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya. Harta itu harus
dibayarkan terlebih dahulu apabila sebelum meninggal almarhum punya nazar,
karena nazar itu hukumnya wajib untuk ditunaikan.
2.      Tajhiz (biaya yang diperlukan untuk pengurusan jenazah). Contohnya biaya
perawatan selama dirumah sakit, pembelian kain kafan, menyewa ambulan, dan
biaya pemakaman.
3.      Ad-Dain (utang si mayat). Apabiala si mayat masih punya utang, maka untang
tersebut harus dilunasi dahulu dengan harta peninggalannya.

4.      Melaksanakan Wasiat. Wasiat adalah pesan almarhum sebelum meninggal.


Memberikan wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga harta pusaka yang ditingkatkan,
kecuali ada persetujuan dari ahli waris yang membolehkan memberikan wasiat lebih
dari sepertiga. Jika semua hak di atas sudah terselesaikan dengan baik, barulah
harta peninggalan almarhum itu dibagiakan kepada ahli waris menurut pembagian
yang telah ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an.
1.      Orang-Orang yang Berhak Menerima Warisan
No No
Ahli Waris Laki-Laki Ahli Waris Perempuan
. .
1. Suami 1. Istri
2. Bapak 2. Ibu
Anak laki-laki Anak perempuan dari anak
3. 3.
lali-laki
4. Cucu laki-laki dari anak laki-laki 4. Cucu perempuan
5. Kakek dari bapak 5. Ibu dari ayah
6. Saudara laki-laki sekandung 6. Ibu dari ibu
Saudara laki-laki sebapak Saudara perempuan
7. 7.
sekandung
8. Saudara laki-laki seibu 8. Saudara perempuan sebapak
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Saudara perempuan seibu
9. 9.
sekandung
Anak laki-laki dari saudara laki-laki Perempuan yang
10. 10.
sebapak memerdekakan budak
11. Paman sekandung
Paman sebapak
13. Anak laki-laki paman sekandung
14. Anak laki-laki paman sebapak
Laki-laki yang memerdekakan
15.
budak

Ditinjau dari ketentuan di atas, jumlah bagiannya dikenal dengan tiga istilah
sebagai berikut:

No
Istilah Penjelasan Jumlah Bagian
.
Ahli waris yang berhak mendapatkan 1/2 , 1/4 , 1/3 ,
1. Zawil Furud bagian tertentu yang sudah ditentukan 1/8 , 1/6, 2/3.
oleh Al-qur’an (furudul muqaddarah).
Ahli waris yang berhak mendapat Semua sisa
2. Asabah seluruh sisa harta (bagiannya tidak harta.
menentu).
Ahli waris yang berhak mendapatkan Sesuai
bagaian tertentu dari sisa harta karena kesepakatan
3. Zawil arqam
pertalian keluarganya telah jauh. ahli waris yang
ada.
          
Dari uraian di atas dapat dikenal 25 orang ahli waris, 15 pria dan 10 wanita.
Apa Ahli waris pria seluruhnya ada, yang berhak mendapatkan bagian hanya 3
orang saja, yaitu bapak, anak, dan suami. Sedangkan ahli waris wanita jika
seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya 5 orang, yaitu istri, anak
perempuan, ibu, saudara perempuan sekandung, dan saudara perempuan seibu.

Ke-25 ahli waris ini dinamakan zawil furud. Apabila 25 orang ahli waris pria dan
wanita seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya suami atau istri,
bapak, ibu, dan anak laki-laki atau perempuan.

2.      Bagian-Bagian Zawil Furud

a.      Dua pertiga ( 2/3)


No Ahli Waris yang
Ketentuan Dalil Naqli
. Memeroleh
1. Dua orang anak Apabila tidak ada anak laki-laki Q.S. An-Nisa’
perempauan ayat 11
2. Dua orang cucu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
perempuan dan
a.      Anak laki-laki ayat 11
laki-laki b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-
laki
e.      Saudara laki-laki sekandung
f.        Bapak
g.      Kakek dari bapak
b.      Setengah (1/2)

No Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli


. Memeroleh
1. Anak perempuan Apabila tidak ada ahli waris Q.S. An-Nisa’
tunggal anak laki-laki ayat 17
2. Cucu perempuan Apabila tidak ada ahli waris : Q.S. An-Nisa’
tunggal a.      Anak laki-laki ayat 17
b.      Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
c.       Anak perempuan
3. Saudara kandung Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
tunggal a.      Anak laki-laki ayat 17
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d.      Cucu perempuan dari anak
laki-laki
e.      Bapak
f.        Kakek dari pihak bapak
4. Saudara perempuan Apabila tidak ada ahli waris :
sebapak a.      Anak laki-laki
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari pihak laki-
laki
d.      Saudara laki-laki sekandung
e.      Bapak
f.        Kakek dari pihak bapak
5. Suami Apabila tidak ada ahli waris:
a.      Anak laki-laki
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-
laki
d.      Cucu perempuan dari anak
laki-laki

c.       Seper tiga (1/3)

No Ahli Waris yang


Ketentuan Dalil Naqli
. Memeroleh
1. Ibu Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a.      Anak laki-laki ayat 12
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-
laki
e.      Dua orang saudara atau lebih,
baik laki-laki maupun perempuan,
baik sekandung maupun seibu.
2. Dua orang saudara Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
atau lebih yang a.      Anak laki-laki ayat 12
seibu baik laki-laki
b.      Anak perempuan
maupun perempuanc.       Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-
laki
e.      Bapak
f.        Kakek dari pihak bapak

d.      Seperempat (1/4)
Ahli Waris
No
yang Ketentuan Dalil Naqli
.
Memeroleh
1. Suami Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a.      Anak laki-laki ayat 12
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Istri Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a.      Anak laki-laki ayat 12
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-laki

e.      Seperenam (1/6)

No Ahli Waris yang Ketentuan Dalil Naqli


. Memeroleh
1. Bapak Apabila ada ahli waris:
a.      Anak laki-laki Q.S. An-
b.      Anak perempuan Nisa’ ayat
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki 11
d.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Ibu Apabila ada ahli waris:
a.      Anak laki-laki
b.      Anak perempuan Q.S. An-
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki Nisa’ ayat
d.      Dua orang saudara atau lebih, baik 12
laki-laki maupun perempuan, baik
sekandung, sebapak maupun seibu
3. Nenek (baik dari Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-
pihak ibu atau a.      Ibu Nisa’ ayat
bapak) b.      Bapak (khusus nenek dari bapak) 11 dan 12
4. Cucu perempuan Apabila tidak ada ahli waris:
dari anak laki-lakia.      Anak laki-laki
b.      Cucu laki-laki dari anak laki-laki Q.S. An-
c.       Anak perempuan lebih dari satu Nisa’ ayat
orang. Jika hanya satu orang anak 11 dan 12
perempuan, cucu perempuan
mendapat bagian 1/6
5. Saudara Apabila tidak ada ahli waris:
perempuan a.      Anak laki-laki
sebapak b.      Anak perempuan
Q.S. An-
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-aki
Nisa’ayat
d.      Saudara laki-laki kandung
11   dan 12
e.      Saudara laki-laki sebapak dengan
syarat ada ahli waris saudara seorang
perempuan kandung.
6. Saudara seibu Apabila tidak ada ahli waris:
tunggal, baik laki-
a.      Anak laki-laki
laki maupun b.      Anak perempuan Q.S. An-
perempuan c.       Cucu perempuan dari anak laki-laki Nisa’ ayat
d.      Cucu perempuan dari anak laki-laki 11 dan 12
e.      Bapak
f.        Kakek dari pihak bapak

f.        Seperdelapan (1/8)

Ahli Waris
No
yang Ketentuan Dalil Naqli
.
Memeroleh
1. Istri Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a.      Anak laki-laki ayat 11
b.      Anak perempuan
c.       Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d.      Cucu perempuan dari anak laki-laki
3.      Asabah
        Asabah adalah ahli waris yang menerima seluruh sisa harta warisan. Asabah
ini dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a.      Asabah binafsihi, yaitu asabah dengan sendirinya, terdiri dari semua ahli waris laki-
laki kecuali suami dan saudara laki-laki seribu.
b.      Asabah bil gair, yaitu menjadi asabah karena ada ahli waris yang lain setingkat
dengannya, terdiri dari:
1)      Anak perempuan dengan anak laki-laki
2)      Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3)      Saudara perempuan kandung dengan saudara laki-laki kandung
4)      Saudara perempuan sebapak dengan saudara laki-laki sebapak.
c.       Asabah Ma’al gair adalah menjadi adabah bersama-sama ahli waris yang lain.
1)      Saudara perempuan kandung bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan.
2)      Saudara perempuan sebapak bersama-sama anak perempuan atau cucu
perempuan.

4.      Hijab dan Mahjub


a.      Hijab
Hijab adalah ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sebab ia lebih
dekat hubungannya dengan si mayat.
1)      Hijab Nuqsan yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain, sehingga
bagian ahli waris itu berkurang dari semestinya.
2)      Hijab Hirman yaitu ahli waris yang menghalangi ahli waris yang lain sehingga tidak
mendapat bagian warisan sama sekali.
b.      Mahjub
Mahjub adalah ahli waris yang terhalang (tertutup) oleh ahli waris yang lain yang
lebih dekat, sehingga ia tidak mendapat bagian warisan. Contoh: Kakek termahjub
oleh ayah.

C.      Pelaksanaan Pembagian Warisan


        Apabiala seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta, maka terlebih
dahulu harta itu dipakai untuk mengurus perawatan jenazahnya, baik berupa
penguburan, biaya rumah sakit, dan biaya pengurusan jenazah lainnya. Setelah itu,
dibayarkan utangnya dan diselesaikan wasiatnya. Setelah utang dan wasiatnya
terbayar, maka barulah harta dibagikan kepada ahli waris. Hal itu berdasarkan
firman Allah swt. Q.S. An-Nisa’ ayat 12:
Artinya: “Sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar utang-
utangnya.” (Q.S. An-Nisa’/4:12)

1.      Penetapan Ahli Waris yang Mendapat Bagian


Dalam melaksanakan pembagian warisan harta pusaka, seseorang perlu
menetapkan terlebih dahulu ahli warais yang berhak menerima. Misalnya, seseorang
meninggal dunia, meninggalkan ayah, ibu, istri, anak laki-laki, anak perempuan,
paman, kakek, dan saudara kandung, maka ahli waris berhak mendapatkan bagian:
a.      Ayah, karena ada anak bagiannya 1/6.
b.      Ibu, Karena ada anak mendapat 1/6.
c.       Istri, Karena ada anak mendapat 1/8.
d.      Anak laki-laki dan perempuan mendapat asabah dengan perbandingan 2:1. Sedang
paman, kakek, dan saudara kandung terhalang (terhijab).
Cara pembagiannya ditentukan terlebih dahulu KPK (Kelipatan Persekutuan
Terkecil) atau diistilahkan dengan asal masalahnya yakni 24, berarti:
Ayah           1/6 x 24 = 4
Ibu              1/6 x 24 = 4
Istri             1/8 x 24 = 3
                                    11
Sisanya        24 – 11 = 13
Sisa 13 ini dibagi rata untuk anak laki-laki dan anak perempuan. Karena tidak
dapat langsung dibagi, maka caranya: 3 x 24 = 72 (angka 3 berasal dari
pembanding 2:1), penyelesaiannya menjadi:
Ayah            1/6 x 72 = 12
Ibu               1/6 x 72 = 12
Istri              1/8 x 72 =   9
                                      33
(Sisanya adalah 72 – 33 = 39)
Maka bagian anak laki-laki dan anak perempuan dengan 2:1 adalah 39:3 = 13.
Jadi bagian masing-masing anak laki-laki mendapat (13 x 2 = 26) dan anak
perempuan mendapat (13 x 1 = 13).

2.      Aul, Rad, dan Cara pembagian Sisa Harta


Aul menurut bahasa artinya naik/bertambah, Sedang menurut istilah, aul
adalah adanya kelebihan dalam saham-saham para ahli waris dari besarnya asal
masalahnya, maksutnya aul merupakan cara mengatasi kesulitan pembagian
warisan bila asal masalah yang dilambangkan angka pembilang lebih kecil dari
jumlah penyebutnya.
Penyelesaian masalahnya dengan membulatkan angka pembilang. Misalnya:
seseorang meninggal dan ahli waris terdiri dari suami dan dua saudara prempuan
sekarang. Maka bagian suami 1/2, sedang saaudara perempuan sekandung dua,
berarti 2/3. Asal masalahnya 6, berarti :  2 Saudara perempuan kandung 2/3 x 6 =
4/6 + 7/6, Karena dengan asal masalah 6, terjadi kekurangan, maka ditampuh
dengan cara membulatkan asal masalah menjadi 7, sehingga : Suami mendapat 3/7,
sedangkan 2 saudara perempuan kandung 4/7. Apabila harta yang ditinggalkan
sebesar 104 juta rupiah, maka: Suami 3/7 x 104 jt = 60 jt. 2 Saudara perempuan
kandung 4/7 x 104jt = 80jt
Sedangkan rad adalah mengembalikans sisa harta pusaka kepada ahli waris.
Misalnya, seorang meninggal dunia, ahli warisnya seorang ibu dan anak perempuan.
Ibu mendapat 1/6 dan anak perempuan mendapat 1/2. Asal masalahnya 6, maka:
Ibu mendapat 1/6 x 6 = 1/6 sedang anak perempuan mendapat 1/2 x 6 =3/6, maka
totalnya adalah 4/6 .
         Dari asal masalah 6 menjadi 4, berarti berkurang 2(6 - 4 = 2), maka asal
masalahnya berubah menjadi 4, berarti: ibu mendapat saham 1/4 , dan anak
perempuan mendapat 3/4, makajumlahnya 4/4. Bila harta yang ditinggalkan
sejumlah 400 juta, maka:
Ibu mendapat 1/4 x 400jt = 100jt.
Anak perempuan mendapat 3/4 x 400jt = 300jt.
Adapun cara pembagian sisa harta dapat dibagi dengan cara sebagai berikut:
a.      Apabila yang memeroleh bagian kembali hanya seorang saja, misalnya ibu saja,
maka harta pusaka akan dikembalikan semua kepadanya, 1/3 bagian diperoleh
melalui ketentuan dan 2/3 diperoleh melalui pembagian kembali/sisa.
b.      Apabila yang memmeroleh pembagian kembali 2 orang atau lebih yang sederajat,
maka harta dibagikan rata kepada mereka.
c.       Apabila yang mendapat pembagian sisa terbilang, sedang derajat (bagian) mereka
tidak sama, maka dibagi kembali sesuai dengan ketentuan mawaris (rad) di atas.

3.      Beberapa Masalah dalam Urusan Mawaris


Pada data pelaksanaannya, ketika membagikan warisan, terdapat berbagai
masalah yang muncul belakangan, yang pada akhirnya memunculkan ijtihad
ataupun kebijakan-kebijakan baru, Seperti masalah garawai, dan musyarakah.

a.      Masalah garawain
Kata garawain berarti dua bintang yang cemerlang. Dalam hal ini, garawain disebut
juga dengan masalah Umariyah, karena Umar bin Khatab yang memutuskan kedua
masalah tersebut, yakni seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil
bagian suami atau istri, bukan sepertiga dari seluruh harta pusaka. Apabila ahliwaris
seorang ibu jika bersama ayah mendapat bagian sepertiga dari semua harta. Contoh
pelaksanaan masalah garawain tersebut misalnya apabila ada orang meninggal
dunia, ahli waris suami, ibu, dan ayah. Maka cara penyelesaiannya:
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu mendapat 1/3 sisa yaitu 1/3 dai 3/6 =1/6, ayah
mendapat asabah = 2/6, jumlah = 6/6.

b.      Masalah Musyarakah
Musyarakah (yang diserikatkan) yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan
mawaris yang semestinya memeroleh warisan, tetapi tidak memerolehnya, maka
diserikatkan kepada ahli waris lain yang memeroleh bagian. Apabila ahli waris terdiri
dari suami, ibu, atau nenek perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan
saudara laki-laki sekandung (seorang atau lebih), maka cara pembagiannya, yakni:
(asal masalahnya 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6, saudara
seibu 2 orang 1/3 x 6 = 2/6.
Dalam hitungan diatas, saudara laki-laki sekandung mestinya sebagai asabah
(mendapat sisa), tetapi ternyata tidak ada sisa. Dengan demikian terdapat
kejanggalan, yang seharusnya saudara sekandung lebih dekat hubugannya justru
tidak mendapat bagian. Cara menyelesaiannyan dengan menggabungkan antara
saudara laki-laki sekandung dengan saudara seibu yaitu mendapat 1/3, sehingga
bagiannya menjadi: (asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2  x 6 = 3/6
Ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6
2 saudara seibu bersama saudara laki-laki sekandung 1/3 x 6 = 2/6, jumlahnya =
6/6.
D.   Hukum Waris Adat dan Hukum Positif
1.      Hukum Waris adat
Hukum waris adat erat hubunganya dengan sifat dan bentuk kekeluaargaan. Di
Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu:
a.      Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun
hanya berlaku pihak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak,
Ambon, Irian Jaya, dan Bali.
b.      Matrilianal, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu
yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sistem ini berlaku pada
masyarakat Minagkabau.
c.       Parental, yaitu jalur keturunan ada antara ayah dan ibu punya peran yang sama.
Karena itu warisan laki-laki maupun perempuan memeroleh bagiannya. Sistem ini
berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.

2.      Hukum Waris Positif


Di Indonesia ada dua sistem penyeleaian waris, yaitu pertama, menggunakan
KUH Perdata, Buku I dari pasal 830 hingga pasal 1130. Kewenangan ada pada
pengadilan Negri. Kedua, UU No. 7 tahun 1989. Undan-undang ini khususnya
berlaku bagi umat islam dalam penyelesaian warisan. Wewenangnya ada di pihak
Pengadilan Agama. Adapun peranan Pengadilan Agama adalah:
a.      Menentukan para ahli waris
b.      Menentukan harta peninggalan
c.       Menentukan bagian masing-masing ahli waris
d.      Pelaksanaan dalam pembagian harta peninggalan tersebut.
Pada dasarnya sebagian pasal Undang-undang  No. 7 tahun 1989, merupakan
implementasi dari hukum islam, misalnya:
a.      Bab III Pasal 176-182, tentang ketentuan para ahli waris (dzawil furud).
b.      Pasal 173.3 Bab II, terhalangnya hal waris bagi pembunuh untuk menerima harta
waris dari yang terbunuh.
c.       Pasal 171 Bab I, jika orang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris, maka harta
bendanya masuk ke Baaitul Mal dan dipergunakan untuk kepentingan umat Islam.
BAB III
PENUTUP

A.     KESIMPULAN
Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya
harta yang diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal
dunia. Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan
perkara pusaka. artinya harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati
untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-
ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum islam. Di dalam
mawaris terkandung banyak ketentuan cara menghitung dan siapa yang berhak
menerima mawaris dan yang tidak berhak menerimanya. Dengan Tujuan Agar Umat
Islam Dapat membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan nash Al Qur’an
dan hadits, sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing-
masingahli waris.Kedudukan ilmu muwaris dalam agamaislam mempunyai
kedudukan yang sangat penting, karena dengan membagi hartawarisan secara
benar maka salah satu urusanhak adami manusia bisa terselesaikan dengan
baik.Hal itulah yang menyebabkan ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang
sangat penting, sehingga Al Qur’an menjelaskan perkara mawaris secara
terperinci.Demikian juga Rasulullah SAW menganggap penting ilmu mawaris karena
dikhawatirkan kalau ilmu mawaris akan dilupakan.

B.      SARAN

1.      Kita sebagai orang islam di tuntun untuk mempelajari tentang mawaris, agar kita itu
mengerti apa yang dimaksud mawaris, bagaimana cara perhitungannya, siapa yang
berhak menerima warisan.
2.      Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami
mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama
islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.

Anda mungkin juga menyukai