D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELAS XII.IPA 3
KELOMPOK 2
1. Nurliana
2. Dina Muliana
3. EndangFaradilla
4. IinSafitri
5. Andi Sabrina
6. Nur AlfianiRiah
7. AinulAlkausar
8. Asdar Basta
SMAN 3 SOPPENG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani dan rohani
sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-Nya. Sholawat dan salam
semoga senantiasa tercurahkan kepada teladan kita Muhammad SAW yang telah
menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa ajaran agama yang sempurna dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam.
Kami sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan
agama dengan judul Meraih kasih Allah swt. Meraih Berkah dengan Mawaris
. Disamping itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu hingga terselesaikannya makalah ini.
Akhir kata, Kami memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik dan
saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-waktu
mendatang.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tengah-tengah masyarakat, harta pusaka orang meninggal dunia dapat
menjadi permasalahan yang kompleks, terkadang malah rentan menimbulkan konflik
diantara keluarga. Oleh karena itu, islam menyediakan perangkat dan ketentuan
tentang kepengurusan harta pusaka yang disebut dengan mawaris. Ada banyak hal
yang perlu diperhatikan dalam penghitungan dan pembagian warisan. Dalam bab ini
akan dibicarakan cara penyelesaian dari beberapa kasus dalam penghitungan dan
pembagian warisan. Penghitungan dan pembagian warisan dilakukan setelah hak
dan kewajiban muaris terpenuhi, seperti pembayaran utang, biaya kepengurusan
jenazah, dan pelaksanaan (pembayaran) wasiat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mawaris?
2. Apa hubungannya dengan wasiat dengan mawaris?
3. Bagaimana islam mengatur pembagian harta mawaris?
4. Siapa yang berhak menerima wasiat jika terjadi kematian?
5. Bagaimana hukum wasiat adat dan hukum positif?
C. Tujuan Penulis
1. Agar mampu menjelaskan Pengertian mawaris
2. Agar mampu memahami hubungan antara wasiat dengan mawaris
3. Agar mampu menjelaskan bagaimana cara mengatur harta warisan
4. Agar mampu menjelaskan siapa yang berhak menerima harta warisan
5. Agar mampu memahami hukum wasiat adat dan hukum positif
BAB II
PEMBAHASAN
Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan
perkara pusaka. Pusaka adalah peninggalan orang yang sudah mati, artinya harta
benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati untuk dibagikan kepada yang
berhak menerimanya.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang
mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris
menurut hukum islam. Tujuan ilmu mawaris atau Faraid adalah untuk
menyelamatkan harta orang yang meninggal agar terhindar dari pengambilan oleh
orang-orang yang tidak berhak menerimanya, dan agar jangan ada orang yang
memakan harta hak milik orang lain. Warisan dibagikan kepada ahli waris sesudah
memberi warisan meninggal dunia. Perhatikan firman Allah berikut ini! (QS. An-
Nisa’:7).
Artinya : “Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi seorang wanita ada hak bagian (pula) dan peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang telah
ditetapkan (QS. An-Nisa’:7).
Pada masa jahiliah (sebelum islam), masyarakat arab membagi harta warisan
hannya diberikan kepada laki-laki dewasa, sedang kaum perempuan dan anak-anak
tidak mendapatkan bagian. Bahkan terkadang anak angkat justru mendapatkan
bagian warisan karna perjanjian sumpah untuk dapat mewarisi. Hal yang demikian
ini telah dihapus oleh aturan dalam islam yang lebih adil.
Tidak semua orang yang ditinggal mati oleh seorang akan mendapatkan
warisan. Menurut islam, sebab-sebab mawaris antara lain:
1. Sebab Nasab (nasab hakiki) atau pertalian darah.
2. Sebab-sebab perkawinan yang sah yaitu perkawinan yang dilakukan secara sah
menurut hukum agama yang menyebabkan istri atau suami dapat mewarisi, yang
dalam Faraid muncul istilah zawil furud, asabah, dan furudul Muqadarah.
3. Sebab memerdekakan hamba sahaya atau wala’ (nasabah hukum), yaitu meskipun
diantara mereka tidak ada hubungan daraah, tetapi dapat saling mewarisi. Tuan
yang memerdekakan budak itu, apabila budak yang dimerdekakan mati maka tuan
dapat menerima harta warisan budak itu.
4. Hubungan agama, yaitu dengan ketentuan jika orang yang meninggal dunia tidak
ada. Ahli warisnya yang tertentu; maka harta peninggalannya diserahkan ke Baitul
Mal untuk umat islam dengan jalan pusaka.
Ahli waris laki-laki maupun perempuan dapat terhalang mendapat warisan
apabila terdapat salah satu aebab, sebagai berikut :
1. Perbedaan agama. Berdaasarkan hadis Nabi saw. : “Tidaklah orang islam mewarisi
orang kafir, dan tidaklah orang kafir mewarisi orang islam.”(H.R. Bukhari dan
Muslim).
2. Pembunuhan, yaitu orang yang membunuh ahli waris dengan cara yang tidak
dibenarkan oleh hokum, ia tidak berhak mendapatkan harta pusaka dari yang
dibunuhnya.
No
Istilah Penjelasan
.
Orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta
1. Muaris
warisan.
2. Waris Orang yang berhak menerima harta peninggalan muaris
Pesan seseorang sebelum meninggal yang akan
3. Wasiat
dilaksanakan setelah meninggal dunia.
Harta peninggalan yang sudah dapat dibagi setelah
4. Miras
dikeluarkan biaya perawatan jenazah adan pelunasan utang.
Harta peninggalam muaris yang belum dapat dibagi karna
5. Tirkah masih dikeluarkan biaya perawatan jenazah dan pelunasan
utang.
Ilmu yang mempelajari ketentuan bagian harta peninggalan
6. Faraid
bagi setiap ahli waris.
Setelah memahami beberapa istilah dalam masalah warisan, pelu dipahami
beberapa hal yang harus diutamakan dan didahulukan sebelum pelaksanaan
pembagian warisan kepada ahli waris, antara lain:
1. Hak yang bersangkutan dengan harta itu seperti zakat dan sewanya. Harta itu harus
dibayarkan terlebih dahulu apabila sebelum meninggal almarhum punya nazar,
karena nazar itu hukumnya wajib untuk ditunaikan.
2. Tajhiz (biaya yang diperlukan untuk pengurusan jenazah). Contohnya biaya
perawatan selama dirumah sakit, pembelian kain kafan, menyewa ambulan, dan
biaya pemakaman.
3. Ad-Dain (utang si mayat). Apabiala si mayat masih punya utang, maka untang
tersebut harus dilunasi dahulu dengan harta peninggalannya.
Ditinjau dari ketentuan di atas, jumlah bagiannya dikenal dengan tiga istilah
sebagai berikut:
No
Istilah Penjelasan Jumlah Bagian
.
Ahli waris yang berhak mendapatkan 1/2 , 1/4 , 1/3 ,
1. Zawil Furud bagian tertentu yang sudah ditentukan 1/8 , 1/6, 2/3.
oleh Al-qur’an (furudul muqaddarah).
Ahli waris yang berhak mendapat Semua sisa
2. Asabah seluruh sisa harta (bagiannya tidak harta.
menentu).
Ahli waris yang berhak mendapatkan Sesuai
bagaian tertentu dari sisa harta karena kesepakatan
3. Zawil arqam
pertalian keluarganya telah jauh. ahli waris yang
ada.
Dari uraian di atas dapat dikenal 25 orang ahli waris, 15 pria dan 10 wanita.
Apa Ahli waris pria seluruhnya ada, yang berhak mendapatkan bagian hanya 3
orang saja, yaitu bapak, anak, dan suami. Sedangkan ahli waris wanita jika
seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya 5 orang, yaitu istri, anak
perempuan, ibu, saudara perempuan sekandung, dan saudara perempuan seibu.
Ke-25 ahli waris ini dinamakan zawil furud. Apabila 25 orang ahli waris pria dan
wanita seluruhnya ada, yang berhak mendapat bagian hanya suami atau istri,
bapak, ibu, dan anak laki-laki atau perempuan.
d. Seperempat (1/4)
Ahli Waris
No
yang Ketentuan Dalil Naqli
.
Memeroleh
1. Suami Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
2. Istri Apabila tidak ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 12
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari pihak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
e. Seperenam (1/6)
f. Seperdelapan (1/8)
Ahli Waris
No
yang Ketentuan Dalil Naqli
.
Memeroleh
1. Istri Apabila ada ahli waris: Q.S. An-Nisa’
a. Anak laki-laki ayat 11
b. Anak perempuan
c. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
d. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Asabah
Asabah adalah ahli waris yang menerima seluruh sisa harta warisan. Asabah
ini dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
a. Asabah binafsihi, yaitu asabah dengan sendirinya, terdiri dari semua ahli waris laki-
laki kecuali suami dan saudara laki-laki seribu.
b. Asabah bil gair, yaitu menjadi asabah karena ada ahli waris yang lain setingkat
dengannya, terdiri dari:
1) Anak perempuan dengan anak laki-laki
2) Cucu perempuan dengan cucu laki-laki
3) Saudara perempuan kandung dengan saudara laki-laki kandung
4) Saudara perempuan sebapak dengan saudara laki-laki sebapak.
c. Asabah Ma’al gair adalah menjadi adabah bersama-sama ahli waris yang lain.
1) Saudara perempuan kandung bersama-sama dengan anak perempuan atau cucu
perempuan.
2) Saudara perempuan sebapak bersama-sama anak perempuan atau cucu
perempuan.
a. Masalah garawain
Kata garawain berarti dua bintang yang cemerlang. Dalam hal ini, garawain disebut
juga dengan masalah Umariyah, karena Umar bin Khatab yang memutuskan kedua
masalah tersebut, yakni seorang ibu mendapat sepertiga dari sisa setelah diambil
bagian suami atau istri, bukan sepertiga dari seluruh harta pusaka. Apabila ahliwaris
seorang ibu jika bersama ayah mendapat bagian sepertiga dari semua harta. Contoh
pelaksanaan masalah garawain tersebut misalnya apabila ada orang meninggal
dunia, ahli waris suami, ibu, dan ayah. Maka cara penyelesaiannya:
(asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu mendapat 1/3 sisa yaitu 1/3 dai 3/6 =1/6, ayah
mendapat asabah = 2/6, jumlah = 6/6.
b. Masalah Musyarakah
Musyarakah (yang diserikatkan) yaitu jika ahli waris yang dalam perhitungan
mawaris yang semestinya memeroleh warisan, tetapi tidak memerolehnya, maka
diserikatkan kepada ahli waris lain yang memeroleh bagian. Apabila ahli waris terdiri
dari suami, ibu, atau nenek perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan
saudara laki-laki sekandung (seorang atau lebih), maka cara pembagiannya, yakni:
(asal masalahnya 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6, ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6, saudara
seibu 2 orang 1/3 x 6 = 2/6.
Dalam hitungan diatas, saudara laki-laki sekandung mestinya sebagai asabah
(mendapat sisa), tetapi ternyata tidak ada sisa. Dengan demikian terdapat
kejanggalan, yang seharusnya saudara sekandung lebih dekat hubugannya justru
tidak mendapat bagian. Cara menyelesaiannyan dengan menggabungkan antara
saudara laki-laki sekandung dengan saudara seibu yaitu mendapat 1/3, sehingga
bagiannya menjadi: (asal masalah 6)
Suami mendapat 1/2 x 6 = 3/6
Ibu atau nenek mendapat 1/6 x 6 = 1/6
2 saudara seibu bersama saudara laki-laki sekandung 1/3 x 6 = 2/6, jumlahnya =
6/6.
D. Hukum Waris Adat dan Hukum Positif
1. Hukum Waris adat
Hukum waris adat erat hubunganya dengan sifat dan bentuk kekeluaargaan. Di
Indonesia terdapat tiga bentuk kekeluargaan yaitu:
a. Patrilinial, yaitu jalur keturunan ada pihak laki-laki. Oleh karena itu hak waris pun
hanya berlaku pihak laki-laki saja. Sistem ini berlaku pada masyarakat daerah Batak,
Ambon, Irian Jaya, dan Bali.
b. Matrilianal, yaitu jalur keturunan ada pada pihak perempuan atau ibu. Karena itu
yang berhak atas waris pun hanya anak perempuan. Sistem ini berlaku pada
masyarakat Minagkabau.
c. Parental, yaitu jalur keturunan ada antara ayah dan ibu punya peran yang sama.
Karena itu warisan laki-laki maupun perempuan memeroleh bagiannya. Sistem ini
berlaku sebagian besar masyarakat Indonesia.
A. KESIMPULAN
Menurut bahasa, mawaris merupakan bentuk jamak dari kata miras artinya
harta yang diwariskan. Sedangkan secara istilah, mawaris adalah ilmu yang
mempelajari cara-cara pembagian harta peninggalan setelah orang meninggal
dunia. Ilmu mawaris juga disebut dengan ilmu Faraid, yaitu ilmu yang menjelaskan
perkara pusaka. artinya harta benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati
untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan, definisi ilmu mawaris adalah ilmu yang mempelajari tentang ketentuan-
ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum islam. Di dalam
mawaris terkandung banyak ketentuan cara menghitung dan siapa yang berhak
menerima mawaris dan yang tidak berhak menerimanya. Dengan Tujuan Agar Umat
Islam Dapat membagi harta warisan sesuai dengan ketentuan nash Al Qur’an
dan hadits, sesuai dengan keadilan sosial dan tugas serta tanggung jawab masing-
masingahli waris.Kedudukan ilmu muwaris dalam agamaislam mempunyai
kedudukan yang sangat penting, karena dengan membagi hartawarisan secara
benar maka salah satu urusanhak adami manusia bisa terselesaikan dengan
baik.Hal itulah yang menyebabkan ilmu mawaris mempunyai kedudukan yang
sangat penting, sehingga Al Qur’an menjelaskan perkara mawaris secara
terperinci.Demikian juga Rasulullah SAW menganggap penting ilmu mawaris karena
dikhawatirkan kalau ilmu mawaris akan dilupakan.
B. SARAN
1. Kita sebagai orang islam di tuntun untuk mempelajari tentang mawaris, agar kita itu
mengerti apa yang dimaksud mawaris, bagaimana cara perhitungannya, siapa yang
berhak menerima warisan.
2. Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami
mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama
islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu kifayah.