Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

MATERI : Indahnya Membagun Mahligal Rumah Tangga

D
I
S
U
S
U
N
OLEH
KELAS XII.IPA 3
KELOMPOK 2
1. Nurliana
2. Dina Muliana
3. Endang Faradilla
4. Iin Safitri
5. Andi Sabrina
6. Nur Alfiani Riah
7. Ainul Alkausar
8. Asdar Basta

SMAN 3 SOPPENG
TAHUN AJARAN 2019/2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah “INDAHNYA MEMBANGUN MAHLIGAI RUMAH TANGGA”.
Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan baik dari segi penyusun bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena itu
dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi pembaca
yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat memperbaiki
makalah ini.
Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil
hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Apabila kita berbicara tentang pernikahan maka dapatlah kita memandangnya
dari dua buah sisi. Dimana  pernikahan merupakan sebuah perintah agama. Sedangkan
di sisi lain adalah satu-satunya jalan penyaluran seks yang disahkan oleh agama. Dari
sudut pandang ini, maka pada saat orang melakukan pernikahan pada saat yang
bersamaan dia bukan saja memiliki keinginan untuk melakukan perintah agama, namun
juga memiliki keinginan memenuhi kebutuhan biologis nya yang secara kodrat memang
harus disalurkan.
Sebagaimana kebutuhan lainnya dalam kehidupan ini, kebutuhan biologis
sebenarnya juga harus dipenuhi. Agama islam juga telah menetapkan bahwa stu-
satunya jalan untuk memenuhi kebutuhan biologis manusia adalah hanya dengan
pernikahan, pernikahan merupakan satu hal yang sangat menarik jika kita lebih
mencermati kandungan makna tentang masalah pernikahan ini. Di dalam al-Qur’an
telah dijelaskan bahwa pernikahan ternyata juga dapat membawa kedamaian dalam
hidup seseorang (litaskunu ilaiha). Ini berarti pernikahan sesungguhnya bukan hanya
sekedar sebagai sarana penyaluran kebutuhan seks namun lebih dari itu pernikahan
juga menjanjikan perdamaian hidup bagi manusia dimana setiap manusia dapat
membangun surga dunia di dalamnya. Semua hal itu akan terjadi apabila pernikahan
tersebut benar-benar di jalani dengan cara yang sesuai dengan jalur yang sudah
ditetapkan islam.

B.     Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas timbul permasalahan yang perlu di dibahas sedikit
tentang:
1. Definisi pernikahan
2. Ketentuan pernikahan dalam Islam
3. Hikmah/manfaat pernikahan
4. Tujuan Pernikah dalam islam
5. Hukum nikah
6. Bagaimana bimbingan memilih jodoh menurut islam
C.    Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui makna dari pernikahan itu
2. Untuk memahami hikmah, hukum-hukum, dan tujuan pernikahan
3. Agar bisa memilih pasangan hidup dengan tepat menurut pandangan
islam
BAB II 
PEMBAHASAN
 
A.     Pengertian Pernikahan

1.  Pengertian Nikah Menurut Bahasa :


Kata nikah berasal dari bahasa arab yang didalam bahasa Indonesia sering
diterjemahkan dengan Kawin / perkawinan, Nikah menurut bahasa mempunyai arti
mengumpulkan, menggabungkan, menjodohkan atau bersenggama (wath’i).
2.  Pengertian Nikah Menurut Istilah
Nikah menurut istilah syariat Islam adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara
laki – laki dan perempuan yang tidak ada hubungan Mahram sehingga dengan akad tersebut
terjadi hak dan kewajiban antara kedua insan.

B.     Ketentuan Pernikahan dalam Islam


Pada dasarnya Islam sangat menganjurkan kepada umatnya yang sudah mampu untuk
menikah. Namun karena adanya beberapa kondisi yang bermacam – macam, maka ada
beberapa ketentuan meliputi hukum, rukun dan syarat nikah yang dapat dibagi menjadi,
1.       Hukum Nikah :
a.       Sunnah, bagi orang yang berkehendak dan baginya yang mempunyai biaya sehingga dapat
memberikan nafkah kepada istrinya dan keperluan – keperluan lain yang mesti dipenuhi.
b.      Wajib, bagi orang yang mampu melaksanakan pernikahan dan kalau tidak menikah ia akan
terjerumus dalam perzinaan.
Sabda Nabi Muhammad SAW. :“Hai golongan pemuda, barang siapa diantara kamu yang
cukup biaya maka hendaklah menikah. Karena sesungguhnya nikah itu menghalangi pandangan
(terhadap yang dilarang oleh agama) dan memelihara kehormatan. Dan barang siapa yang tidak
sanggup, maka hendaklah ia berpuasa. Karena puasa itu adalah perisai baginya.” (HR Bukhari
Muslim).
c.       Makruh, bagi orang yang tidak mampu untuk melaksanakan pernikahan Karena tidak mampu
memberikan belanja kepada istrinya atau kemungkinan lain lemah syahwat. Firman Allah SWT

:“Hendaklah menahan diri orang – orang yang tidak memperoleh (biaya) untuk nikah, hingga
Allah mencukupkan dengan sebagian karunia-Nya.” (An Nur / 24:33).
d.      Haram, bagi orang yang ingin menikahi dengan niat untuk menyakiti istrinya atau menyia –
nyiakannya. Hukum haram ini juga terkena bagi orang yang tidak mampu memberi belanja
kepada istrinya, sedang nafsunya tidak mendesak.
e.       Mubah, bagi orang – orang yang tidak terdesak oleh hal – hal yang mengharuskan segera nikah
atau yang mengharamkannya.

2.       Rukun Nikah dan Syarat Nikah :


Rukun Nikah dan Syarat Nikah adalah 2 bagian yang saling terkait.
Rukun nikah ada 5 macam, di sertai dengan syarat-sayratnya yaitu :

a.       Calon suami
Calon suami harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1)     Beragama Islam
2)     Benar – benar pria
3)     Tidak dipaksa
4)     Tidak sedang beristri empat
5)     Bukan mahram calon istri
6)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
7)     Usia sekurang – kurangnya 19 Tahun

b.      Calon istri
Calon istri harus memiliki syarat – syarat sebagai berikut :
1)     Beragama Islam
2)     Benar – benar perempuan
3)     Tidak dipaksa
4)     Halal bagi calon suami / Tidak Sedang Bersuami
5)     Tidak sedang dalam masa iddah
6)     Bukan mahram calon suami
7)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
8)     Usia sekurang – kurangnya 16 Tahun
c.       Wali
Wali Nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagi berikut :
1)     Beragama Islam
2)     Baligh (dewasa)
3)     Berakal Sehat
4)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5)     Adil (tidak fasik)
6)     Mempunyai hak untuk menjadi wali
7)     Laki – laki

“Janganlah perempuan mengawinkan perempuan yang lain dan janganlah pula


perempuan mengawinkan dirinya sendiri, karena perempuan yang berzina ialah yang
mengawinkan dirinya sendiri”. ( Riwayat ibn majah dan Daruqquthni ).
Yang berhak menjadi wali bukan sembarang orang, menurut Syafi’I, orang-orang yang berhak
menjadi wali yaitu :
1)     Bapak
2)     Kakek dari jalur Bapak
3)     Saudara laki-laki kandung
4)     Saudara laki-laki tunggal bapak
5)     Kemenakan laki-laki (anak laki-lakinya saudara laki-laki sekandung)
6)     Kemenakan laki-laki (anak laki-laki saudara laki-laki bapak)
7)     Paman dari jalur bapak
8)     Sepupu laki-laki anak paman
9)     Hakim, bila sudah tidak ada wali –wali tersebut dari jalur nasab. Bila sudah benar-benar tidak
ditemui seorang kerabat atau yang dimaksud adalah wali di atas maka alternatif berdasarkan
hadis Nabi adalah pemerintah atau hakim kalau dalam masyarakat kita adalah naib.

‫و‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ ‫النبى‬ ‫ان‬ ‫عنها‬ ‫هللا‬ ‫رضى‬ ‫عائشة‬ ‫عن‬ ‫عروة‬ ‫عن‬ ‫الزهرى‬ ‫عن‬ ‫موسى‬ ‫ابن‬ ‫سليمان‬ ‫وعن‬
‫بما‬ ‫المهر‬ ‫فلها‬ ‫بها‬ ‫دخل‬ ‫فاءن‬ ,‫باطل‬ ‫فنكاحها‬,‫باطل‬ ‫فنكاحها‬ ‫وليها‬ ‫بغيراذن‬ ‫نكحت‬ ‫امراءة‬ ‫ايما‬ : ‫قال‬ ‫سلم‬
‫له‬ ‫ولي‬ ‫ال‬ ‫من‬ ‫ولي‬ ‫فالسلطان‬ ‫اشتجروا‬ ‫فاءن‬ ‫فرجها‬ ‫من‬ ‫استحلى‬.
Wanita manapun yang kawin tanpa seizing walinya, maka pernikahannya batal,
pernikahannya batal. Bila (telah kawin dengan syah dan) telah disetubuhi, maka ia berhak
menerima maskawin (mahar) karena ia telah dinikmati kemaluannya dengan halal. Namun bila
terjadi pertengkaran diantara para wali, maka pemerintah yang menjadi wali yang tidak
mempunyai wali.Wali dapat di pindah oleh hakim bila jika terjadi pertentangan antar wali. Jika
tidak adanya wali, ketidak adaannya di sini yang dimaksud adalah benar-benar tidak ada satu
kerabat pun, atau karena jauhnya tempat sang wali sedangkan wanita sudah mendapatkan
suami yang kufu’.
3.   Jenis-jenis wali nikah :
1)     Wali mujbir: Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan
pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya
perlu mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)
2)     Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali
3)     Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab
berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah
seterusnya mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.
4)     Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada
negeri tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab
tertentu.

4.   Dua orang saksi


Dua orang saksi nikah harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut :
1)     Islam
2)     Baligh (dewasa)
3)     Berakal Sehat
4)     Tidak sedang ihram, haji, atau umroh
5)     Adil (tidak fasik)
6)     Mengerti maksud akad nikah
7)     Laki – laki
Pernikahan yang dilakukan tanpa saksi tidak sah. Sabda Nabi SAW. :
“Tidak sah nikah melainkan dengan wali dan dua orang saksi yang adil.” (Riwayat Ahmad.)

6.   Ijab dan Qabul (Sighat)


Ijab yaitu suatu suatu pernyataan berupa penyerahan diri seorang wali perempuan atau
wakilnya kepada seorang laki-laki dengan kata-kata tertentu maupun syarat dan rukun yang
telah ditentukan oleh syara’.
Qabul yaitu suatu pernyataan penerimaan oleh pihak laki-laki terhadap pernyataan wali
perempuan atau wakilnya.
Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):”Aku terima nikahnya dengan Diana
Binti Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai” ATAU “Aku terima
Diana Binti Daniel sebagai istriku“.
Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin
khususnya dari dua orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal “SAH”
atau perkataan lain yang sama maksudya dengan perkataan itu.
Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu
kekal dan bahagia sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para
hadirinBersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan
selanjutnya berupa cincin akan dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda
dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini
diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut sebagai “Pembatalan Wudhu”.Ini
karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk berwudhu terlebih
dahulu.
Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah
pernikahan berlangsung. Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu
mengambil masa yang lama dan memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas
kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

C.      Hikmah Pernikahan dalam Islam


1.      Perkawinan Dapat Menentramkan Jiwa.
Dengan perkawinan orang dapat memenuhi tuntutan nafsu seksualnya dengan
rasa aman dan tenang, dalam suasana cinta kasih, dan ketenangan lahir dan batin.
Firman Allah SWT :

“Dan diantara tanda – tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptkan istri – istri dari
jenismu sendiri supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya.” (Ar
Rum/30:21)”

2.      Perkawinan dapat Menghindarkan Perbuatan maksiat.


Salah satu kodrat manusia adalah penyaluran kodrat biologis. Dorongan biologis
dalam rangka kelangsugan hidup manusia berwujud nafsu seksual yang harus
mendapat penyaluran sebagaimana mestinya. Penyaluran nafsu seksual yang tidak
semestinya akan menimbulkan berbagai perbuatan maksiat, seperti perzinaan yang
dapat megakibatkan dosa dan beberapa penyakit yang mencelakakan. Dengan
melakukan perkawinan akan terbuaka jalan untuk menyalurkan kebutuhan biologis
secara benar dan terhindar dari perbuatan – pebuatan maksiad.

3.      Perkawinan untuk Melanjutkan Keturunan


Dalam surah An Nisa ayat 1 ditegaskan bahwa manusia diciptakan dari yang
satu, kemudian dijadikan baginya istri, dan dari keduanya itu berkembang biak menjadi
manusia yang banyak, terdiri dari laki – laki dan perempuan.Memang manusia bisa
berkembang biak tanpa melalui pernikahan, tetapi akibatnya akan tidak jelas asal
usulnya / jalur silsilah keturunannya. Dengan demikian, jelas bahwa perkawinan dapat
melestarikan keturunan dan menunjang nilai – nilai kemanusiaan.

D.      Tujuan pernikahan :

a)     Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia Yang Asasi


b)     Untuk Membentengi Ahlak Yang Luhur
c)      Untuk Menegakkan Rumah Tangga Yang Islami
d)     Untuk Meningkatkan Ibadah Kepada Allah
e)     Untuk Mencari Keturunan Yang Shalih

E.      Hak dan Kewajiban Suami-Istri


Berikut ini adalah beberapa hak dan kewajiban pasangan suami isteri yang baik :

1.      Kewajiban Suami :
a)     Memberi nafkah keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan.
b)     Membantu peran istri dalam mengurus anak
c)      Menjadi pemimpin, pembimbing dan pemelihara keluarga dengan penuh tanggung
jawab demi kelangsungan dan kesejahteraan keluarga
d)     Siaga / Siap antar jaga ketika istri sedang mengandung / hamil.
e)     Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak sewenang-wenang
f)       Memberi kebebasan berpikir dan bertindak pada istri sesuai ajaran agama agar tidak
menderita lahir dan batin.

2.      Hak Suami :
a)     Isteri melaksanakan kewajibannya dengan baik sesuai ajaran agama seperti mendidik
anak, menjalankan urusan rumah tangga, dan sebagainya.
b)     Mendapatkan pelayanan lahir batin dari istri
c)      Menjadi kepala keluarga memimpin keluarga

3.      Kewajiban Isteri :
a)     Mendidik dan memelihara anak dengan baik dan penuh tanggung jawab.
b)     Menghormati serta mentaati suami dalam batasan wajar.
c)      Menjaga kehormatan keluarga.
d)     Menjaga dan mengatur pemberian suami (nafkah suami) untuk mencukupi kebutuhan
keluarga.
e)     Mengatur dan mengurusi rumah tangga keluarga demi kesejahteraan dan kebahagiaan
keluarga.
4.      Hak Istri :
a)     Mendapatkan nafkah batin dan nafkah lahir dari suami.
b)     Menerima maskawin dari suami ketika menikah.
c)      Diperlakukan secara manusiawi dan baik oleh suami tanpa kekerasan dalam rumah
tangga / kdrt.
d)     Mendapat penjagaan, perlindungan dan perhatian suami agar terhindar dari hal-hal
buruk.

3.       Kewajiban Suami dan Istri :


a)     Saling mencintai, menghormati, setia dan saling bantu lahir dan batin satu sama lain.
b)     Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
c)      Menegakkan rumah tangga.
d)     Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa emosi.
e)     Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
f)       Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang muda.
g)     Saling setia dan pengertian.
h)     Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.

4.       Hak Suami dan Istri :


1)     Mendapat kedudukan hak dan kewajiban yang sama dan seimbang dalam keluarga dan
masyarakat.
2)     Berhak melakukan perbuatan hukum.
3)     Berhak diakui sebagai suami isteri dan telah menikah jika menikah dengan sah sesuai
hukum yang berlaku.
4)     Berhak memiliki keturunan langsung / anak kandung dari hubungan suami isteri.
5)     Berhak membentuk keluarga dan mengurus kartu keluarga.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.      Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insane dengan jenis berbeda yaitu   
laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.
2.      Hikmah dalam pernikahannya itu yaitu :
a)     Mampu menjaga kelangsungan hidup manusia dengan jalan berkembang biak dan
berketurunan.
b)     Mampu menjaga suami istri terjerumus dalam perbuatan nista dan mampu mengekang
syahwat seta menahan pandangan dari sesuatu yang diharamkan.
c)      Mampu menenangkan dan menentramkan jiwa denagn cara duduk-duduk dan
bencrengkramah dengan pacarannya.
d)     Mampu membuat wanita melaksanakan tugasnya sesuai dengan tabiat kewanitaan
yang diciptakan.
B.      Saran
Dari beberapa uraian diatas jelas banyaklah kesalahan serta kekeliruan, baik
disengaja maupun tidak, dari itu kami harapkan kritik dan sarannya untuk
memperbaiki segala keterbatasan yang kami punya.

DAFTAR PUSAKA
http://www.masuk-islam.com/pembahasan-mengenai-nikah-lengkap-pengertian-
nikah-rukun-dan-syarat-nikah-dalil-nikah-hukum-nikah-tujuan-dan-manfaat-
nikah.html
http://islammakalah.blogspot.co.id/p/blog-page_27.html
http://www.pengertianpakar.com/2015/03/pengertian-dan-tujuan-pernikahan.html#_
http://bloghukumumum.blogspot.co.id/2010/04/pengertian-perkawinan-menurut-
undang.html
http://promosinet.com/keluarga/tips-keluarga/745-hak-dan-kewajiban-suami-isteri-
dalam-keluarga-rumah-tangga-demi-kebahagiaan-lahir-batin.html

Anda mungkin juga menyukai