Anda di halaman 1dari 14

MEMELIHARA LISAN DAN

MENUTUPI AIB ORANG LAIN

DISUSUN OLEH

Anggota :
1.Arjuna Satrio Kurniawan
2.Rafa Afsyaharja
3.Baihaqie Gigga Saputra Saragi
4.Firman Syahrial

kelompok : 1
Kelas : XI.13
Guru pembimbing : M.Juli Iskandar, M.PD

SMA N 22 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani
dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-
Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkah kepada teladan kita
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kami
sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul Memelihara lisan dan menutupi aib orang
lain Di samping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Akhir kata,
penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik
dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-
waktu mendatang Terima kasih.

PENYUSUN

KELOMPOK 4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii

PENDAHULUAN
A.Memelihara lisan...........................................................................1
1.Pentingnya menjaga lisan.................................................................1
2.Adab Berbicara dalam hukum islam................................................2
3.Pentunjuk menjaga lisan...................................................................2
4.Lisan: Antara ghibah fitnah buhtan ..................................................3
5.Hukum tajwid ...................................................................................3

B.Menutup Aib orang lain


1.Pengertian ............................................................................................4
2.Macam-macam aib...............................................................................5
3.Aib Dan medsos....................................................................................6
4.Akibat Aib.............................................................................................7
5.Isi kandungan Q.S. al-Hujurāt/49: 12...................................................8
6.Hukum tajwid Q.S. al-Hujurāt/49: 12...................................................8
A.Memelihara lisan
1.Pentingnya menjaga lisan
Menjaga lisan berarti tidak berbicara atau berucap kecuali dengan baik, menjauhi perkataan
buruk dan kotor, menggosip (ghibah), fitnah dan adu domba. (HR.Ahmad)
Menjaga lisan saat bertutur kata merupakan anjuran untuk umat Islam yang tercantum di
dalam alquran dan hadis. Sebaik-baiknya bertutur kata, alangkah baiknya kita sangat menjaga
kendali diri melalui apa yang akan kita utarakan yakni lisan. Perumpamaan menjaga lisan
sama halnya dengan sebuah pisau–sekali salah menggunakan lisan, kita akan melukai hati
seseorang.
Lidah atau lisan bisa dikatakan sebagai bagian anggota tubuh yang sangat Berharga.
Melalui lisan yang tidak tertata, muncul pertengkaran Dan perselisihan. Lisan juga, bisa
membuat malapetaka yang besar, bahkan Pembunuhan yang tidak terkira akibatnya.
Selanjutnya, penggunaan lisan Yang tidak terjaga, menjadikan perang yang menimbulkan
korban jiwa Mulai dari hitungan yang kecil, sampai mencapai ribuan, bahkan jutaan.
Sebaliknya, melalui lisan juga muncul pelbagai macam kedamaian, Kesejukan, cinta dan
harapan yang tersemai di lubuk jiwa untuk satuan, Puluhan, ribuan, jutaan bahkan milyaran
umat manusia. Masih banyak Manusia yang tetap memelihara harapan, meski kondisinya
memprihatinkan Dan mengenaskan, karena masih percaya kepada janji-janji yang
disampaikan.

Dalam Islam, Rasulullah Saw. Bersabda:


‫سالمة اإلنسان في حفظ اللسان‬
Arab latin : (salāmatul insāni fī ḥifẓil lisāni)
Artinya : “Keselamatan manusia tergantung pada kemampuannya menjaga lisan.”
(H.R. Al-Bukhari).
Allah juga memperingatkan umat-Nya bahwa ada malaikat yang mencatat setiap ucapan
manusia yang baik maupun yang buruk. Allah Ta’ala berfirman:
‫َما يَ ْلفِظُ ِم ْن قَوْ ٍل ِإاَّل لَ َد ْي ِه َرقِيبٌ َعتِي ٌد‬
Arab-Latin: Mā yalfiẓu ming qaulin illā ladaihi raqībun ‘atīd
Artinya: Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat
pengawas yang selalu hadir (QS. Qaaf [50]: 18)
2.Adab berbicara dalam islam
Berikut ini adalah beberapa tata krama berbicara yang patut
dipatuhi oleh umat Islam. Rangkuman budi pekerti ini terdapat
dalam kitab Rangkuman Akhlak yang ditulis oleh Fuad bin
Abdul Aziz Asy-Syalhub.

1.Jaga lisan
Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang muslim adalah menjaga lidahnya dengan
sangat hati-hati. Ia harus bisa menjaga lidahnya dari perkataan bohong, kebohongan, ghibah,
fitnah, kata-kata kotor, dan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Nabi SAW telah mengkhotbahkan hal itu dengan sabda berikut:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang tidak terpikirkan sebelumnya,
Dia akan meluncur ke neraka lebih jauh dari apapun yang ada di timur.” (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dan Ahmad)
2. Katakan sesuatu yang baik atau diam
Berbicara dengan baik atau diam merupakan salah satu tata krama berbicara yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, umat Islam diperintahkan untuk
memperhatikan ucapannya, seperti berpikir sebelum berbicara. Intinya, bila bermanfaat bagi
orang lain, katakan saja. Namun jika apa yang disampaikan tidak bermaksud dan merugikan
orang lain, lebih baik diam saja. Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu beliau Nabi SAW
bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka dia tidak boleh menyakiti
tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah
tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka ucapkanlah apa
yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
3. Bicaralah sedikit di setiap kata
Ada beberapa hadits yang menganjurkan untuk sedikit berbicara kecuali diperlukan dan
diminta. Karena terlalu banyak bicara merupakan salah satu penyebab seseorang terjerumus
dalam dosa. Oleh karena itu, Islam menganjurkan umat Islam untuk sedikit berbicara,
terutama untuk hal-hal yang lebih merugikan. Al-Mughirah bin Shu’bah RA meriwayatkan
dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan kamu dari durhaka kepada orang tuamu,
mengharamkan sifat kikir dan tamak, tidak menghargai apa yang diucapkannya dan apa yang
diucapkannya (dikeluarkan), banyak meminta, dan menghambur-hamburkan harta.” (HR. Al-
Bukhari, Muslim, dan Ad-Darimi)
4. Jauhi kata-kata palsu
Kebohongan adalah mengatakan sesuatu yang berbeda dari kebenaran. Tentu saja hal ini
dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebab, berbohong akan membawa seseorang
ke dalam dosa dan neraka. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW dalam hadits
berikut: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa
kepada surga, dan sesungguhnya orang yang jujur di sisi Allah akan menjadi orang yang
ikhlas. Dan sesungguhnya kebohongan itu membawa seseorang kepada dosa, dan dosa itu
menuntunnya ke neraka. Dan seorang laki-laki yang berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah
sebagai seorang pembohong.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
5. Dilarang mengucapkan kata-kata kotor
Nabi SAW melarang umat Islam mengucapkan hal-hal buruk seperti makian, kata-kata kotor,
dan pernyataan palsu lainnya. Seorang muslim hendaknya selalu berbicara dengan sopan
santun, lemah lembut, dan penuh kesopanan. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW
bersabda, “Dia bukanlah mukmin sempurna yang suka mengumpat, memaki, berbuat, dan
berkata kotor.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Tirmidzi)
6. Jangan senang berdebat meskipun itu benar
Kecenderungan orang yang suka berdebat adalah mengomentari perkataan orang lain dari sisi
lemah atau salahnya. Komentar-komentar tersebut biasanya berupa celaan dan kritikan yang
dapat mengundang perselisihan. Orang yang senang berdebat akan terjerumus dalam dosa
dan kesalahan. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menghindari perdebatan dengan
orang lain meskipun dia benar. Dari Abu Umamah RA, beliau berkata, Nabi SAW bersabda:
“Saya jamin istana keliling surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan padahal dia
benar. Dan aku jamin sebuah istana di tengah surga bagi orang-orang yang tidak berbohong
meskipun sedang bercanda. Dan aku jamin istana di surga bagi orang yang berakhlak mulia.”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
7. Larangan membuat pendengar tertawa dengan sesuatu yang dusta
Banyak orang yang dengan sengaja berbohong dan mengada-ada agar pendengarnya tertawa.
Jelas ini adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Bahkan Rasullah SAW menjelaskan
dalam sabdanya bahwa celakalah bagi seseorang yang berbicara untuk membuat sekelompok
orang tertawa dengan suatu kebohongan. Mua’awiyah bin Haidah RA berkata, Rasulullah
SAW bersabda, “Celakalah bagi seseorang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat
sekelompok orang tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan
Tirmidzi)

3.Petunjuk Menjaga lisan


1.Menjauhi kebiasaan berkata bohong dan tidak bermanfaat.
Jangan pula Berbicara yang berlebihan.
2. Jauhi pembicaraan yang batil, kotor, dan jorok
3. Jangan berbicara dusta atau palsu. Tanda-tanda orang munafik,
Salah satunya, jika berbicara berdusta atau bohong.
4. Jangan gunakan lisanmu untuk menggunjing
5. Jangan berkata kasar Jauhi pula melakukan Celaan dan melaknat orang lain.
6. Jangan mengadu domba, dan jangan pula mudah marah
7. Jawablah panggilan orang tua dengan sopan dan santun, serta jauhi banyak berbantah-
bantahan.

4.Lisan : Antara ghibah, Fitnah dan buhtan


Penggunaan lisan yang tidak pada tempatnya akan mengakibatkan 3 hal, yaitu fitnah,
ghibah, dan buhtan. Fitnah adalah bahasa arab yang terdapat dalam al-Qur’an dan dipakai
oleh orang Indonesia.Namun fitnah yang dimengeri orang Indonesia berbeda dengan makna
fitnah dalam al-Qur’an. Fitnah dalam al-Qur’an memiliki beberapa arti, antara lain: cobaan,
musibah, dan juga siksa di akhirat.
Sedangkan makna fitnah yang dipahami masyarakat di Indonesia berdasarkan KBBI adalah
perkataan bohong atau tanpa berdasarkan kebenaran yang disebarkan dengan maksud
menjelakkan orang. Fitnah yang akan dibahas dalam bab ini adalah makna fitnah yang
dimaksud oleh orang Indonesia. Islam melarang perbuatan fitnah karena banyak bahaya yang
ditimbulkan, antara lain: penderitaan menyebar kemana-mana.Ingat bahwa rintisan dan
tangisan seseorang yang difitnah termasuk ke dalam orang yang dizhalimi dan doanya cepat
terkabul oleh Allah SWT. Setelah fitnah ada yang namanya Ghibah.
Ghibah adalah membicarakan orang lain yang tidak hadir , sesuatu yang tidak
disenanginya. Termasuk yang dibicarakan itu ,sesuai dengan keadaan orang yang dibicarakan.
Nah jika yang dibicarakan adalah keburukan orang tersebut, sampailah ia pada istilah Buhtan
(bohong besar). Berikut hadist tentang ketiga istilah tersebut:

:‫ال‬rَ َ‫ ق‬.‫ولُهُ َأ ْعلَ ُم‬r‫ هَّللَا ُ َو َر ُس‬:‫الُوا‬rَ‫ةُ؟ ق‬rَ‫ا اَ ْل ِغيب‬r‫ ْدرُونَ َم‬rَ‫ َأت‬:‫ا َل‬rَ‫لم ق‬r‫ه وس‬r‫ع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه َأ َّن َرسُو َل هَّللَا ِ صلى هللا علي‬
َُّ‫ َوِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن فَقَ ْد بَهَته‬،ُ‫ ِإ ْن َكانَ فِي ِه َما تَقُو ُل فَقَ ْد اِ ْغتَ ْبتَه‬:‫ َأ َرَأيْتَ ِإ ْن َكانَ فِي َأ ِخي َما َأقُولُ؟ قَا َل‬:‫ قِي َل‬.ُ‫ك َأ َخاكَ بِ َما يَ ْك َره‬
َ ‫ِذ ْك ُر‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wasallam
bersabda, ‘Tahukah kalian yang dimaksud dengan gibah?’ Para sahabat menjawab, ‘Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui. ‘Beliau bersabda, ‘(Gibah) adalah engkau menyebutkan
perkara yang tidak disukai saudaramu.’ Beliau ditanya, ‘Bagaimana pendapat engkau, jika
yang aku ceritakan tentang saudaraku benar ada padanya?’ Beliau menjawab, ‘Jika yang
engkau katakan benar ada padanya, maka sungguh engkau telah menggibahinya. Namun jika
tidak, maka engkau telah menebarkan kedustaan atasnya.’”
5.Hukum Tajwid
Disurat Al-qaf Ayat 18 Terdapat 3 Hukum Bacaan Tajwid Yaitu
1.Nun Mati Bertemu Dengan Huruf ‫(ق‬qaf) dalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Ikhfa ‫ من قول‬.١
2.Tanwin Bertemu Dengan Huruf ‫( ا‬alif) Adalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Idzhar ‫ قول‬.٢
‫هللا لد يه‬
3.Tanwin Bertemu Dengan Huruf ‫‘( ع‬ain) Adalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Idzhar .٣
‫رقيب عتيد‬

B.Menutup Aib orang lain


1.Pengertian
Aib adalah cela, cacat, nista, noda, perilaku hina, atau ada juga bermakna Kiasan, yaitu:
arang di muka. Biasanya digunakan dalam kalimat, bagaikan menaruh arang di muka.
Melalui kalimat itu, yang bersangkutan sudah dibuka Aibnya, sehingga sangat malunya,
hancur lebur martabat dan nama baiknya, Seakan-akan sudah runtuh hidupnya, disebabkan
aibnya dibuka atau tersebar. Begitu beratnya keburukan akibat aib yang dibuka, maka siapa
pun kita, jika mengetahui aib, maka hendaklah kita menutupi dan menyimpan rapat-rapat aib
tersebut, jangan sampai malah disebar ke khalayak ramai.
Tidak ada satu pun manusia yang ingin aib Dibuka. Aib adalah keburukan yang bersifat
Rahasia. Disebabkan sifatnya yang rahasia, Biasanya hanya diketahui oleh yang
bersangkutan, Atau beberapa orang tertentu. Mayoritas orang, Bahkan bisa dikatakan ‘orang
gila’, ingin aibnya Terus tersembunyi, tidak ada yang ingin aibnya Terbuka atau disiarkan
pihak lain. Setiap manusia, tampil dengan kelebihan Dan kekurangan. Itu sifat dasar yang
dimiliki Setiap orang. Hal terbaik yang dapat dilakukan Seseorang, sepanjang hidupnya
adalah terus Menemukan kelebihan, dan di saat yang bersamaan mampu mengurangi
Kekurangan dirinya. Di antara kekurangan itu, muncul aib-aib yang harus Ditutupi,
dikarenakan pelbagai macam sebab dan alasan.

2.Macam macam Aib


Jika ditinjau dari sifatnya, maka aib dibagi menjadi 2, yakni:
1. Aib Dzahir, yaitu: aib yang nampak dan dapat diketahui secara lahir, jika
Diperhatikan betul. Misalnya cacat pada barang-barang perdagangan, Contohnya
buah-buahan yang busuk, atau mebeler yang kelihatan cacatnya.
2. Aib Tersembunyi, yaitu aib yang tidak nampak, karena disembunyikan. Tidak terlihat,
meski sudah diperhatikan betul-betul. Ambil contoh, beras Yang sudah dicampur
antara beras premium, super, dengan golongan Yang biasa. Atau kacang-kacangan
yang bagus atasnya, sementara yang Bawah kondisinya kurang baik. Semuanya tidak
kelihatan, jika tidak Diurai atau dibuka semuanya.
Macam-macam aib ditinjau dari objeknya
Ada beberapa rincian hukum aib terkait dengan objeknya. Imam an-Nawawi menyebutkan
bahwa aib ada enam macam. Sementara al-Qolyubi menyatakan bahwa aib ada delapan
macam. Berikut beberapa jenis aib ditinjau dari objeknya:
Pertama, Aib dalam barang dagangan
Ulama berselisih pendapat tentang batasan aib dalam barang dagangan (Hasyiyah Ibnu
Abidin, Dar al-Fikr, Beirut, 1415 H, jilid 5, hlm. 117):
a.Hanafiyah dan Hanabilah
Menurut dua mazhab ini, aib barang dagangan diakui jika aib tersebut menyebabkan
kurangnya harga menurut umumnya pedagang.

a. Syafi`iyah
Aib yang diakui adalah aib yang umumnya tidak ada, yang mengurangi barang dagangan atau
harganya, sampai pada tingkatan kekurangan yang menghilangkan tujuan yang benar (dalam
berdagang). Baik sudah ada ketika akad atau baru muncul setelah akad namun belum ada
serah terima barang.
.Malikiyah
Aib yang diakui adalah adanya kekurangan dalam barang dagangan atau harganya, padahal
umumnya tidak ada. (Ahmad ad-Dardir al-Maliki, as-Syarh as-Shaghir, 3/152. Dinukil dari
al-Mausu`ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Kementerian Wakaf danUrusan Islam Kuwait,
31/83)
Kesimpulan pendapat terkuat dalam hal ini, bahwa batasan aib pada benda dikembalikan
kepada urf (pemahaman) masyarakat. Selama masyarakat menganggap hal itu sebagai aib
maka dianggap sebagai aib yang wajib untuk diterima.
Kedua, Aib dalam transaksi
Yang dimaksud aib dalam transaksi adalah aib dalam tata cara transaksi atau aib yang
terdapat pada alat yang digunakan untuk transaksi. Misalnya, cacat yang terdapat dalam uang
yang digunakan untuk bertransaksi.
Ketiga, Aib dalam pembagian.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika salah satu diantara peserta pembagian mendapatkan
adanya cacat dalam jatah bagiannya maka dia berhak mengembalikannya, sebagaimana
dalam jual beli
Keempat, Aib dalam binatang qurban dan aqiqah
Cacat hewan yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan qurban ada empat: buta
sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya,
dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.Ini berdasarkan hadis dari Al
Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
sambil berisyarat dengan tangannya demikian (empat jari terbuka): “Ada empat cacat yang
tidak boleh dalam hewan qurban: buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas
sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya
sumsum tulang.” Al Barra’ mengatakan: Apapun ciri binatang yang tidak kamu sukai maka
tinggalkanlah dan jangan haramkan untuk orang lain. (HR. An Nasa’i, Abu Daud dan
dishahihkan Al Albani)
Kelima, Aib dalam pernikahan
Empat imam mazhab sepakat bahwa diperbolehkan memisahkan antara suami-istri
disebabkan adanya aib pada salah satu atau keduanya. Hanya saja mereka berselisih pendapat
tentang rincian dan batasan aib yang menyebabkan bolehnya suami istri dipisahkan.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Abbas bahwasanya wanita
tidak boleh dikembalikan ke walinya kecuali disebabkan empat aib: gila, lepra, kusta, dan
cacat di farjinya… sebagian syafi`iyah berpendapat bahwa wanita boleh dipulangkan
disebabkan karena aib yang menyebabkan seseorang boleh mengembalikan budak wanita
yang dia beli. Ibnul Qoyyim menguatkan pendapat ini dan beliau berdalil dengan qiyas
terhadap jual beli, sebagaimana keterangan dalam zadul ma`ad. (as-Syaukani, Nail al-Authar,
Idarah at-Tiba`ah al-Muniriyah, jilid 6, hlm. 211)

3.Aib Dan medsos


Sebagai manusia yang diciptakan dengan akal dan nafsu, tentu pernah berbuat dosa, dan
anjuran yang harus dilakukan adalah membaca istighfar dan segera bertaubat. Namun jika ia
berbuat dosa lalu bangga akan dosanya, bahkan mengumbar aib itu di sosial media.
Bagaimana Islam memandangnya?
Kita tau bahwa Allah adalah Dzat yang Maha Pengampun, oleh karenanya, kita sebagai
seorang hamba, seyogianya selalu meminta ampun kepadanya. Dalam Islam diajarkan agar
umat manusia selalu menutupi aib dirinya maupun orang lain. Itu mengapa Allah melarang
kita untuk mengumbar aib keburukan, karena saat setelah melakukan perbuatan keji, maka
seharusnya langsung di istigfar dan bergegas untuk berbuat baik, tanpa harus mengumbarnya
kepada orang lain.
Pada zaman yang semua serba bersosial media, alangkah baiknya kita sebagai pengguna
untuk memfilter apa yang akan kita bagikan kepada publik. Jika itu berkaitan dengan aib
yang ada dalam diri kita ataupun orang lain, maka tak seharusnya untuk di publikasikan
Karena perbuatan seperti itu hanya akan mengantarkan kita pada kerugian baik diri kita
sendiri ataupun orang lain. Dalam hadis riwayat Imam Bukhari, dari Abu Hurairah, beliau
mendengar bahwa Rasulullah Saw berkata:

ُ‫ا فُاَل ن‬rrَ‫ول ي‬rَ rُ‫ ِه فَيَق‬r‫ت ََرهُ هَّللا ُ َعلَ ْي‬r‫ ْد َس‬rَ‫ُكلُّ ُأ َّمتِي ُم َعافًى ِإاَّل ْال ُم َجا ِه ِرينَ َوِإ َّن ِم ْن ْال ُم َجاهَ َر ِة َأ ْن يَ ْع َم َل ال َّر ُج ُل بِاللَّ ْي ِل َع َماًل ثُ َّم يُصْ بِ َح َوق‬
ُ‫ار َحةَ َك َذا َو َك َذا َوقَ ْد بَاتَ يَ ْستُ ُرهُ َربُّهُ َويُصْ بِ ُح يَ ْك ِشفُ ِس ْت َر هَّللا ِ َع ْنه‬ ِ َ‫ت ْالب‬ ُ ‫َع ِم ْل‬

“Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampak-nampakkannya dan


sesungguhnya diantara yang menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang
melakukan amalan di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu
pagi dia berkata: ‘Wahai fulan semalam aku telah melakukan ini dan itu, ‘ padahal pada
malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabbnya. Ia pun bermalam dalam keadaan
(dosanya) telah ditutupi oleh Rabbnya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah
ditutupi oleh Allah’.”
Dari hadist diatas dapat difahami, bahwa salah satu golongan yang tidak dimaafkan oleh
Allah adalah mereka yang membuka aibnya sendiri, padahal Allah telah menutupinya dengan
rapat-rapat
Tersimpul, bahwa aib itu harus ditutupi. Jangan mudah menggerakkan Jari yang dikaitkan
dengan medsos. Teliti dan selektiflah dalam menerima informasi. Jika itu benar, share!
Sebaliknya, jika tidak, ya jangan dishare. Begitu juga, tercela sekali, jika ada orang yang
mencari-cari kesalahan atau Aib seseorang. Kita diingatkan oleh Allah Swt. Melalui
firmannya, yaitu:
‫ل‬rَ r‫ ُد ُك ْم َأن يَْأ ُك‬r‫ا ۚ َأي ُِحبُّ َأ َح‬r‫ْض‬ً ‫ ُكم بَع‬r‫ْض‬ ُ ‫ُوا َواَل يَ ْغتَب بَّع‬ ۟ ‫ْض ٱلظَّنِّ ْث ٌم ۖ َواَل تَ َج َّسس‬
َ ‫ُوا َكثِيرًا ِّمنَ ٱلظَّنِّ ِإ َّن بَع‬ ۟ ُ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذينَ َءامن‬
۟ ‫وا ٱجْ تَنِب‬
‫ِإ‬ َ
۟ ُ‫لَحْ م َأ ِخي ِه م ْيتًا فَ َكر ْهتُ ُموهُ ۚ َوٱتَّق‬
ِ ‫وا ٱهَّلل َ ۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ تَوَّابٌ ر‬
‫َّحي ٌم‬ ِ َ َ
Arab latin: Yā ayyuhallażīna āmanujtanibụ kaṡīram minaẓ-ẓanni inna ba’ḍaẓ-ẓanni iṡmuw wa
lā tajassasụ wa lā yagtab ba’ḍukum ba’ḍā, a yuḥibbu aḥadukum ay ya`kula laḥma akhīhi
maitan fa karihtumụh, wattaqullāh, innallāha tawwābur raḥīm
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan
janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.
Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha
Penyayang.”(Q.S. al-Hujurāt/49: 12)

4.Akibat aib
Aib bukan saja membawa madharat (bahaya) Kepada yang bersangkutan, tetapi juga pihak
lain, Termasuk masyarakat luas. Kisah Nabi Musa a.s. Dengan umatnya dapat dijadikan
ibrah (pelajaran). Secara umum, kisahnya sebagai berikut: Terjadi Kemarau panjang, lalu
Sang Nabi mengajak Umatnya untuk Shalat Istisqa’. Anehnya setelah Dilakukan, ternyata
hujan tidak turun-turun. Akhirnya Shalat Istisqa’ dilakukan berkalikali, namun tidak kunjung
turun hujan juga. Lalu Nabi Musa a.s mengadu Kepada Allah Swt. Kenapa tidak turun hujan?
Dijawab oleh Allah Swt., hal Itu disebabkan ada di antara umatmu yang suka berbuat dosa
dan maksiat. Syarat hujan akan turun, jika peserta itu, harus keluar.Nabi Musa a.s
menyampaikan pidato di depan umatnya tentang hal itu. Namun, jamaah yang merasa dialah
orangnya, malu jika keluar dari jamaah.Takut dipermalukan banyak orang, disebabkan aib
yang dimiliki. Akhirnya Orang tersebut, tidak mau keluar, tetapi bertaubat dengan sungguh-
sungguh Kepada Allah Swt. Lalu diterima tobatnya, lalu tidak lama kemudian turunlah
Hujan.
Mau bagaimanapun mencela aib orang, sama saja dengan dosa.Apalagi sampai menyebarkan
aib orang lain.Peserta didik selain wajib menghafalkan materi di atas juga harus mengambil
hikmahnya.
Selain itu Ada 4 Balasan bagi orang yang suka mengumbar aib
1 Tidak akan mendapat ampunan Allah Subhanahu wa taala.
2 Mendapat balasan neraka.
3 Mendapat kutukan dari Allah Subhanahu wa taala.
4 Allah akan menghinakan orang suka mengumbar aib

5.Isi kandungan Q.S. al-Hujurāt/49: 12


Adapun kandungan di dalam surat Al Hujurat ayat 12 tersebut antara lain sebagai berikut,
1.Menjauhi Prasangka Buruk Pertama, kandungan surat Al Hujurat ayat 12 yakni perintah
dari Allah SWT untuk menjauhi prasangka buruk. Hal tersebut yakni seperti mencurigai
sesama manusia dengan tuduhan tanpa bukti. Padahal, tuduhan tanpa dasar yang jelas
tersebut merupakan dosa. Sementara dosa dapat menjerumuskan seorang muslim ke dalam
api neraka.
2.Tidak Mencari Keburukan Isi kandungan dari surat Al Hujurat ayat 12 yang kedua yakni
untuk tidak mencari keburukan dari orang lain. Hal ini berdasarkan kata tajasssasuu atau jassa
yang berarti upaya mencari tahu dengan sembunyi-sembunyi. Sementara itu, berprasangka
buruk merupakan langkah awal untuk membuka aib dari orang lain. Padahal, membuka aib
sama saja mengungkap keburukan orang lain yang belum memiliki dasar jelas.
3.Menjauhi Perilaku Buruk untuk Melakukan Ghibah Selanjutnya, isi kandungan dari surat
Al Hujurat ayat 12 yakni untuk menjauhi perilaku buruk melakukan ghibah. Di masa lampau,
perbuatan ghibah justru dapat menimbulkan bau yang sangat busuk. Imam Ahmad
meriwayatkan ketika Jabir bin Abdullah dan sejumlah sahabat bersama Rasulullah Saw,
terciumlah bau bangkai yang sangat busuk. Hal itu membuat Rasulullah bersabda sebagai
berikut,
“Tahukah kaliah bau apakah ini? Ini adalah bau orang-orang yang suka menggungjingkan
orang lain.” (HR. Ahmad)

6.Hukum tajwid Q.S. al-Hujurāt/49: 12.


1. Mad jaiz munfashil terdapat dalam kalimat (‫ ) ٰيٓاَيُّهَا‬sebab ada mad thobi’i bertemu dengan
hamzah tidak dalam satu kalimat. Sehingga cara bacanya dibaca panjang 2 hingga 6 harakat.
2. Mad thobi’i terdapat dalam kalimat ( َ‫ )الَّ ِذ ْين‬sebab ada kasrah bertemu dengan ya mati dan
setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
3. Mad badal terdapat dalam kalimat (‫ ٰ)ا َمنُوا‬sebab ada hamzah berharakat fathah bertemu alif,
dituliskan dengan fathah berdiri.
4. Qalqalah sugra terdapat dalam kalimat (‫ )اجْ تَنِبُوْ ا‬sebab ada jim mati tidak di akhir ayat atau
tempat waqaf.
5. Mad thobi’i terdapat dalam kalimat (‫ )اجْ تَنِبُوْ ا‬sebab ada dhommah bertemu dengan wawu
mati dan setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
6. Mad thobi’i terdapat dalam kalimat (‫ ) َكثِ ْيرًا‬sebab ada kasrah bertemu dengan ya mati dan
setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
7. Idgham bighunnah terdapat dalam kalimat ( َ‫رًا ِّمن‬r‫ ) َكثِ ْي‬sebab ada fathah tanwin bertemu
dengan mim tidak dalam satu kalimah. Sehingga cara bacanya tanwin dimasukkan ke huruf
nun dan dibaca berdengung.
8. Idgham syamsiyah atau alif lam syamsiyah terdapat dalam kalimat ( ِّ‫ )الظَّن‬sebab ada alif lam
bertemu dengan dzo’, lam mati dimasukkan ke huruf dzo.
9. Ghunnah musyaddadah terdapat dalam kalimat ( ِّ‫ )الظَّن‬sebab ada nun bertasydid, Sehingga
cara bacanya dengan berdengung.
10. Ghunnah musyaddadah terdapat dalam kalimat (ِ‫ )اِ َّن‬sebab nun bertasydid.
11. Idgham syamsiyah atau alif lam syamsiyah terdapat dalam kalimat ( ِّ‫ )الظَّن‬sebab ada alif
lam bertemu dengan dzo’, lam mati dimasukkan ke huruf dzo.
12. Ghunnah musyaddadah terdapat dalam kalimat ( ِّ‫ )الظَّن‬sebab nun bertasydid, bacaan
ghunnah.
ْ sebab ada dhommah tanwin bertemu
13. Idgham bighunnah terdapat dalam kalimat (ِ‫)ث ٌم َّو‬
dengan huruf wawu dan tidak berada dalam satu kalimat.
14. mad thobi’i atau mad ashli terdapat dalam kalimat (َ ‫ )اَل‬sebab ada fathah bertemu dengan
alif dan setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
15. Mad thobi’i atau mad ashli terdapat dalam kalimat (‫ )تَ َج َّسسُوْ ا‬sebab ada dhammah bertemu
dengan wawu mati dan setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
16. Mad thobi’i atau mad ashli terdapat dalam kalimat ( ‫ ) َواَل‬sebab ada fathah bertemu dengan
alif dan setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
17. Isti’la terdapat dalam kalimat ( ْ‫ )يَ ْغتَب‬sebab ada huruf ghain sukun atau mati.
ُ ‫ )يَ ْغتَبْ بَّع‬sebab ada ba’ mati/sukun
18. Idgham mutamatsilain terdapat dalam kalimat ( ‫ ُك ْم‬r‫ْض‬
bertemu dengan ba berharakat fathah.
19. Ikhfa syafawi terdapat dalam kalimat (‫ض ُك ْم بَ ْعضًا‬
ُ ‫ )بَّ ْع‬sebab ada mim mati bertemu dengan
ba’.
ً ‫ ) ْع‬sebab ada dhod berharakat fathah tanwin dan
20. Mad ‘iwad terdapat dalam kalimat (َ‫ضا‬
waqaf, cara bacanya tanwinnya dihilangkan dan dibaca panjang dua harakat.
21. Idzhar syafawi terdapat dalam kalimat (‫ )اَ َح ُد ُك ْم اَ ْن‬sebab ada mim mati bertemu hamzah.
22. Idgham bighunnah terdapat dalam kalimat (َ‫)ن يَّْأ ُك َل‬
ْ sebab ada nun mati bertemu ya’ dan
tidak dalam satu kalimat
23. Mad thobi’i atau mad asli terdapat dalam kalimat ( ‫ )اَ ِخ ْي ِه‬sebab ada kasrah bertemu dengan
ya mati dan setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
24. Ikhfa haqiqi terdapat dalam kalimat ( ُ‫ ) َم ْيتًا فَ َك ِر ْهتُ ُموْ ه‬sebab ada fathah tanwin bertemu dengan
huruf fa’.
25. Tarqiq terdapat dalam kalimat (ُ‫ )فَ َك ِر ْهتُ ُموْ ه‬sebab ada huruf ra’ berharakat kasrah.
26. Mad ‘aridh lissukun terdapat dalam kalimat ( ُ‫وْ ه‬rr‫ )فَ َك ِر ْهتُ ُم‬sebab ada mad thobi’i berupa
dhommah bertemu alif dan berada di tempat waqaf.
27. Tafkhim terdapat dalam kalimat ( َ ‫وا هّٰللا‬rrُ‫ ) َواتَّق‬sebab lafadz Allah didahului oleh huruf
berharakat dhommah.
28. Ghunnah musyaddadah terdapat dalam kalimat ( ‫ )ا َواتَّقُوا هّٰللا‬sebab ada nun bertasydid.
29. Tafkhim terdapat dalam kalimat (َ ‫ )اِ َّن هّٰللا‬sebab ada lafadz Allah didahului huruf berharakat
fathah.
30. Mad thobi’i atau mad asli terdapat dalam kalimat (َ ٌ‫ )وَّاب‬sebab ada fathah bertemu alif dan
setelahnya tidak bertemu sukun, tasydid, hamzah serta waqaf.
31. Idgham bilaghunnah terdapat dalam kalimat (َ‫ )وَّابٌ َّر ِح ْي ٌم‬sebab ada dhommah tanwin
bertemu dengan huruf ra’.
32. Tafkhim terdapat dalam kalimat (‫ ) َّر ِح ْي ٌم‬sebab ra berharakat fathah.
33. Mad ‘aridh lissukun terdapat dalam kalimat ( ‫ ) َّر ِح ْي ٌم‬sebab ada kasrah bertemu ya mati dan
berada di tempat waqaf.

Anda mungkin juga menyukai