DISUSUN OLEH
Anggota :
1.Arjuna Satrio Kurniawan
2.Rafa Afsyaharja
3.Baihaqie Gigga Saputra Saragi
4.Firman Syahrial
kelompok : 1
Kelas : XI.13
Guru pembimbing : M.Juli Iskandar, M.PD
SMA N 22 PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2023/2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan kesehatan jasmani
dan rohani sehingga kita masih tetap bisa menikmati indahnya alam ciptaan-
Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkah kepada teladan kita
Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita jalan yang lurus berupa
ajaran agama yang sempurna dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Kami
sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas
pendidikan agama dengan judul Memelihara lisan dan menutupi aib orang
lain Di samping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya makalah ini. Akhir kata,
penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari kesempurnaan maka kritik
dan saran sangat kami butuhkan guna memperbaiki karya-karya kami di waktu-
waktu mendatang Terima kasih.
PENYUSUN
KELOMPOK 4
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..........................................................................ii
DAFTAR ISI.......................................................................................iii
PENDAHULUAN
A.Memelihara lisan...........................................................................1
1.Pentingnya menjaga lisan.................................................................1
2.Adab Berbicara dalam hukum islam................................................2
3.Pentunjuk menjaga lisan...................................................................2
4.Lisan: Antara ghibah fitnah buhtan ..................................................3
5.Hukum tajwid ...................................................................................3
1.Jaga lisan
Hal penting yang harus diperhatikan oleh seorang muslim adalah menjaga lidahnya dengan
sangat hati-hati. Ia harus bisa menjaga lidahnya dari perkataan bohong, kebohongan, ghibah,
fitnah, kata-kata kotor, dan segala sesuatu yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.
Nabi SAW telah mengkhotbahkan hal itu dengan sabda berikut:
“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan kalimat yang tidak terpikirkan sebelumnya,
Dia akan meluncur ke neraka lebih jauh dari apapun yang ada di timur.” (HR. Al-Bukhari,
Muslim, dan Ahmad)
2. Katakan sesuatu yang baik atau diam
Berbicara dengan baik atau diam merupakan salah satu tata krama berbicara yang diajarkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, umat Islam diperintahkan untuk
memperhatikan ucapannya, seperti berpikir sebelum berbicara. Intinya, bila bermanfaat bagi
orang lain, katakan saja. Namun jika apa yang disampaikan tidak bermaksud dan merugikan
orang lain, lebih baik diam saja. Dari Abu Hurairah Radiyallahu Anhu beliau Nabi SAW
bersabda:
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka dia tidak boleh menyakiti
tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka hormatilah
tamunya. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka ucapkanlah apa
yang baik atau diam.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
3. Bicaralah sedikit di setiap kata
Ada beberapa hadits yang menganjurkan untuk sedikit berbicara kecuali diperlukan dan
diminta. Karena terlalu banyak bicara merupakan salah satu penyebab seseorang terjerumus
dalam dosa. Oleh karena itu, Islam menganjurkan umat Islam untuk sedikit berbicara,
terutama untuk hal-hal yang lebih merugikan. Al-Mughirah bin Shu’bah RA meriwayatkan
dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda:
“Sesungguhnya Allah mengharamkan kamu dari durhaka kepada orang tuamu,
mengharamkan sifat kikir dan tamak, tidak menghargai apa yang diucapkannya dan apa yang
diucapkannya (dikeluarkan), banyak meminta, dan menghambur-hamburkan harta.” (HR. Al-
Bukhari, Muslim, dan Ad-Darimi)
4. Jauhi kata-kata palsu
Kebohongan adalah mengatakan sesuatu yang berbeda dari kebenaran. Tentu saja hal ini
dilarang oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW. Sebab, berbohong akan membawa seseorang
ke dalam dosa dan neraka. Sebagaimana dijelaskan dalam sabda Nabi SAW dalam hadits
berikut: “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa
kepada surga, dan sesungguhnya orang yang jujur di sisi Allah akan menjadi orang yang
ikhlas. Dan sesungguhnya kebohongan itu membawa seseorang kepada dosa, dan dosa itu
menuntunnya ke neraka. Dan seorang laki-laki yang berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah
sebagai seorang pembohong.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad)
5. Dilarang mengucapkan kata-kata kotor
Nabi SAW melarang umat Islam mengucapkan hal-hal buruk seperti makian, kata-kata kotor,
dan pernyataan palsu lainnya. Seorang muslim hendaknya selalu berbicara dengan sopan
santun, lemah lembut, dan penuh kesopanan. Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi SAW
bersabda, “Dia bukanlah mukmin sempurna yang suka mengumpat, memaki, berbuat, dan
berkata kotor.” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan At-Tirmidzi)
6. Jangan senang berdebat meskipun itu benar
Kecenderungan orang yang suka berdebat adalah mengomentari perkataan orang lain dari sisi
lemah atau salahnya. Komentar-komentar tersebut biasanya berupa celaan dan kritikan yang
dapat mengundang perselisihan. Orang yang senang berdebat akan terjerumus dalam dosa
dan kesalahan. Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim menghindari perdebatan dengan
orang lain meskipun dia benar. Dari Abu Umamah RA, beliau berkata, Nabi SAW bersabda:
“Saya jamin istana keliling surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan padahal dia
benar. Dan aku jamin sebuah istana di tengah surga bagi orang-orang yang tidak berbohong
meskipun sedang bercanda. Dan aku jamin istana di surga bagi orang yang berakhlak mulia.”
(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
7. Larangan membuat pendengar tertawa dengan sesuatu yang dusta
Banyak orang yang dengan sengaja berbohong dan mengada-ada agar pendengarnya tertawa.
Jelas ini adalah perbuatan yang dilarang dalam Islam. Bahkan Rasullah SAW menjelaskan
dalam sabdanya bahwa celakalah bagi seseorang yang berbicara untuk membuat sekelompok
orang tertawa dengan suatu kebohongan. Mua’awiyah bin Haidah RA berkata, Rasulullah
SAW bersabda, “Celakalah bagi seseorang yang berbicara lalu berdusta untuk membuat
sekelompok orang tertawa. Celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, dan
Tirmidzi)
:الrَ َ ق.ولُهُ َأ ْعلَ ُمr هَّللَا ُ َو َر ُس:الُواrَةُ؟ قrَا اَ ْل ِغيبr ْدرُونَ َمrَ َأت:ا َلrَلم قrه وسrع َْن َأبِي هُ َر ْي َرةَ رضي هللا عنه َأ َّن َرسُو َل هَّللَا ِ صلى هللا علي
َُّ َوِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن فَقَ ْد بَهَته،ُ ِإ ْن َكانَ فِي ِه َما تَقُو ُل فَقَ ْد اِ ْغتَ ْبتَه: َأ َرَأيْتَ ِإ ْن َكانَ فِي َأ ِخي َما َأقُولُ؟ قَا َل: قِي َل.ُك َأ َخاكَ بِ َما يَ ْك َره
َ ِذ ْك ُر
Artinya: “Dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wasallam
bersabda, ‘Tahukah kalian yang dimaksud dengan gibah?’ Para sahabat menjawab, ‘Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahui. ‘Beliau bersabda, ‘(Gibah) adalah engkau menyebutkan
perkara yang tidak disukai saudaramu.’ Beliau ditanya, ‘Bagaimana pendapat engkau, jika
yang aku ceritakan tentang saudaraku benar ada padanya?’ Beliau menjawab, ‘Jika yang
engkau katakan benar ada padanya, maka sungguh engkau telah menggibahinya. Namun jika
tidak, maka engkau telah menebarkan kedustaan atasnya.’”
5.Hukum Tajwid
Disurat Al-qaf Ayat 18 Terdapat 3 Hukum Bacaan Tajwid Yaitu
1.Nun Mati Bertemu Dengan Huruf (قqaf) dalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Ikhfa من قول.١
2.Tanwin Bertemu Dengan Huruf ( اalif) Adalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Idzhar قول.٢
هللا لد يه
3.Tanwin Bertemu Dengan Huruf ‘( عain) Adalah Hukum Bacaan Tajwid Yaitu Idzhar .٣
رقيب عتيد
a. Syafi`iyah
Aib yang diakui adalah aib yang umumnya tidak ada, yang mengurangi barang dagangan atau
harganya, sampai pada tingkatan kekurangan yang menghilangkan tujuan yang benar (dalam
berdagang). Baik sudah ada ketika akad atau baru muncul setelah akad namun belum ada
serah terima barang.
.Malikiyah
Aib yang diakui adalah adanya kekurangan dalam barang dagangan atau harganya, padahal
umumnya tidak ada. (Ahmad ad-Dardir al-Maliki, as-Syarh as-Shaghir, 3/152. Dinukil dari
al-Mausu`ah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, Kementerian Wakaf danUrusan Islam Kuwait,
31/83)
Kesimpulan pendapat terkuat dalam hal ini, bahwa batasan aib pada benda dikembalikan
kepada urf (pemahaman) masyarakat. Selama masyarakat menganggap hal itu sebagai aib
maka dianggap sebagai aib yang wajib untuk diterima.
Kedua, Aib dalam transaksi
Yang dimaksud aib dalam transaksi adalah aib dalam tata cara transaksi atau aib yang
terdapat pada alat yang digunakan untuk transaksi. Misalnya, cacat yang terdapat dalam uang
yang digunakan untuk bertransaksi.
Ketiga, Aib dalam pembagian.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa jika salah satu diantara peserta pembagian mendapatkan
adanya cacat dalam jatah bagiannya maka dia berhak mengembalikannya, sebagaimana
dalam jual beli
Keempat, Aib dalam binatang qurban dan aqiqah
Cacat hewan yang menyebabkan tidak sah untuk dijadikan hewan qurban ada empat: buta
sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya,
dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.Ini berdasarkan hadis dari Al
Barra’ bin Azib radliallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
sambil berisyarat dengan tangannya demikian (empat jari terbuka): “Ada empat cacat yang
tidak boleh dalam hewan qurban: buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas
sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya
sumsum tulang.” Al Barra’ mengatakan: Apapun ciri binatang yang tidak kamu sukai maka
tinggalkanlah dan jangan haramkan untuk orang lain. (HR. An Nasa’i, Abu Daud dan
dishahihkan Al Albani)
Kelima, Aib dalam pernikahan
Empat imam mazhab sepakat bahwa diperbolehkan memisahkan antara suami-istri
disebabkan adanya aib pada salah satu atau keduanya. Hanya saja mereka berselisih pendapat
tentang rincian dan batasan aib yang menyebabkan bolehnya suami istri dipisahkan.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, dan Ibnu Abbas bahwasanya wanita
tidak boleh dikembalikan ke walinya kecuali disebabkan empat aib: gila, lepra, kusta, dan
cacat di farjinya… sebagian syafi`iyah berpendapat bahwa wanita boleh dipulangkan
disebabkan karena aib yang menyebabkan seseorang boleh mengembalikan budak wanita
yang dia beli. Ibnul Qoyyim menguatkan pendapat ini dan beliau berdalil dengan qiyas
terhadap jual beli, sebagaimana keterangan dalam zadul ma`ad. (as-Syaukani, Nail al-Authar,
Idarah at-Tiba`ah al-Muniriyah, jilid 6, hlm. 211)
ُا فُاَل نrrَول يrَ rُ ِه فَيَقrت ََرهُ هَّللا ُ َعلَ ْيr ْد َسrَُكلُّ ُأ َّمتِي ُم َعافًى ِإاَّل ْال ُم َجا ِه ِرينَ َوِإ َّن ِم ْن ْال ُم َجاهَ َر ِة َأ ْن يَ ْع َم َل ال َّر ُج ُل بِاللَّ ْي ِل َع َماًل ثُ َّم يُصْ بِ َح َوق
ُار َحةَ َك َذا َو َك َذا َوقَ ْد بَاتَ يَ ْستُ ُرهُ َربُّهُ َويُصْ بِ ُح يَ ْك ِشفُ ِس ْت َر هَّللا ِ َع ْنه ِ َت ْالب ُ َع ِم ْل
4.Akibat aib
Aib bukan saja membawa madharat (bahaya) Kepada yang bersangkutan, tetapi juga pihak
lain, Termasuk masyarakat luas. Kisah Nabi Musa a.s. Dengan umatnya dapat dijadikan
ibrah (pelajaran). Secara umum, kisahnya sebagai berikut: Terjadi Kemarau panjang, lalu
Sang Nabi mengajak Umatnya untuk Shalat Istisqa’. Anehnya setelah Dilakukan, ternyata
hujan tidak turun-turun. Akhirnya Shalat Istisqa’ dilakukan berkalikali, namun tidak kunjung
turun hujan juga. Lalu Nabi Musa a.s mengadu Kepada Allah Swt. Kenapa tidak turun hujan?
Dijawab oleh Allah Swt., hal Itu disebabkan ada di antara umatmu yang suka berbuat dosa
dan maksiat. Syarat hujan akan turun, jika peserta itu, harus keluar.Nabi Musa a.s
menyampaikan pidato di depan umatnya tentang hal itu. Namun, jamaah yang merasa dialah
orangnya, malu jika keluar dari jamaah.Takut dipermalukan banyak orang, disebabkan aib
yang dimiliki. Akhirnya Orang tersebut, tidak mau keluar, tetapi bertaubat dengan sungguh-
sungguh Kepada Allah Swt. Lalu diterima tobatnya, lalu tidak lama kemudian turunlah
Hujan.
Mau bagaimanapun mencela aib orang, sama saja dengan dosa.Apalagi sampai menyebarkan
aib orang lain.Peserta didik selain wajib menghafalkan materi di atas juga harus mengambil
hikmahnya.
Selain itu Ada 4 Balasan bagi orang yang suka mengumbar aib
1 Tidak akan mendapat ampunan Allah Subhanahu wa taala.
2 Mendapat balasan neraka.
3 Mendapat kutukan dari Allah Subhanahu wa taala.
4 Allah akan menghinakan orang suka mengumbar aib