Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

SIKAP JUJUR DALAM PERKATAAN DAN


PERBUATAN

Pengantar Ilmu Alquran Dan Hadist

Dosen Pengampu : Rafli Ahmad, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok 4

 Okta rini
 Anisa

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBYAH


STIT DARUL’ ULUM SAROLANGUN
TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
rahmat kesehatan dan kesempatan, sehingga bisa menyelesaikan penyusunan
Makalah ini yang berjudul ”Sikap Jujur Dalam Perkataan Dan Perbuatan”
Shalawat dan rangkaian salam kehadirat nabi Muhammad SAW yang telah
membawa kita dari alam kegelapan menuju terang benderang.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Rafli Ahmad, M.Pd.I yang
telah membimbing penulis dan pihak-pihak yang telah membantu dalam
pembuatan Makalah ini.
Makalah ini penulis yakini jauh dari kesempurnaan dan masih banyak
kekurangannya baik isi maupun penyusunnya. Atas semua itu dengan rendah hati
penulis harapkan kritik dan saran yang membangun guna menyempurnakan
Makalah ini.
Sarolangun, 10 November 2020
Penulis

KELOMPOK 4
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................I
KATA PENGANTAR...................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar belakang .................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................2

A. Pengertian Sifat Jujur ...........................................................................


B. Pembagian Sifat Jujur ..........................................................................
C. Keutamaan Jujur ..................................................................................
D. Dalil kejujuran dalam Al-Qur’an .........................................................

BAB III PENUTUP........................................................................................7

A. Kesimpulam.........................................................................................7
B. Saran ....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seorang hamba wajib berperilaku jujur ketika ia bermunajat kepada
Tuhannya. Misalkan ketika ia berikrar, “sesungguhnya aku hanya menyembah
Tuhan yang telah menciptakan langit dan bumi,” tetapi ternyata hatinya tidak
pernah mengingat Allah SWT, dan sibuk dengan kepentingan duniawinya. Itu
berarti dia telah mendustai Allah SWT. Kejujuran bergantung pada keikhlasan
seseorang. Jika amalannya tidak murni untuk Allah Swt., tetapi demi
kepentingan nafsunya berarti dia tidak jujur dalam berniat, bahkan bisa
dikatakan telah berbohong. Ini adalah perkara yang berkaitan dengan niat yang
tulus adalah pondasi untuk setiap amal.
Namun jika kita melihat realita disekitar kita, kejujuran kini menjadi
sesuatu yang langka. Banyak sekali orang-orang yang menyimpang dari jalan
Allah dengan kebohongan yang dilakukannya. Seperti para pejabat
pemerintahan yang telah diberi kepercayaan menjadi Al-Wakil bagi rakyat
malah memanfaatkan amanat tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Oleh karna itu, perlu pemahaman yang lebih mendalam tentang hakikat
perilaku jujur. Karna sesungguhnya dalam ayat-ayat Al-qur’an dan Hadis telah
dijelaskan pula tentang sifat jujur. Bahkan Nabi Muhammad SAW banyak
memberikan pesan-pesan mulia melalui perilaku jujur beliau.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dari makalah ini, rumusan masalah yang akan
dikaji sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Sifat Jujur?
2. Bagaimana Pembagian Sifat Jujur?
3. Apa Keutamaan Jujur?
4. Apa saja Dalil kejujuran dalam Al-Qur’an?
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Sifat Jujur


Dalam bahasa Arab, kata jujur sama maknanya dengan “ash-shidqu”
atau “shiddiq” yang berarti nyata, benar, atau berkata benar. Lawan kata ini
adalah dusta, atau dalam bahasa Arab ”al-kadzibu”. Secara istilah, jujur atau
ash-shidqu bermakna:
1. kesesuaian antara ucapan dan perbuatan;
2. kesesuaian antara informasi dan kenyataan;
3. ketegasan dan kemantapan hati; dan
4. sesuatu yang baik yang tidak dicampuri dengan kedustaan.
Jujur adalah sikap atau sifat seseorang yang menyatakan sesuatu dengan
sesungguhnya dan apa adanya, tidak ditambahi ataupun dikurangi. Sifat jujur
harus dimiliki oleh setiap manusia, karna sifat ini merupakan prinsip dasar
dari cerminan ahlak seseorang. Bahkan jujur dapat menjadi kepribadian
sesorang atau bangsa, sehingga kejujuran bernilai tinggi dalam kehidupan
manusia.
Sikap jujur, merupakan salah satu fadhilah yang menentukan status dan
kemajuan perseorangan dan masyarakat. Menegakkan prinsip kejujuran
adalah salah satu sendi kemaslahatan dalam hubungan antara manusia dengan
manusia dan antara satu golongan dengan golongan yang lain.
Dampak dari sifat jujur adalah menimbulkan rasa berani, karena tidak ada
orang yang merasa tertipu dengan sifat yang diberikan kepada orang lain dan
bahkan orang merasa senang dan percaya terhadap pribadi orang yang jujur.
Pepatah ada mengatakan “berani karena benar, takut karena salah”.
Sifat Jujur tidak dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik dan sempurna
oleh orang yang tidak kukuh imannya. Orang beriman dan takwa, karena
dorongan iman dan taqwanya itu merasa diri wajib selalu berbuat dan
bersikap benar serta jujur.
Orang yang mempunyai sifat jujur akan dikagumi dan dihormati banyak
orang. Karena orang yang jujur selalu dipercaya orang untuk mengerjakan
suatu yang penting. Hal ini disebabkan orang yang memberi kepercayaan
tersebut akan merasa aman dan tenang.
Jujur adalah sikap yang tidak mudah untuk dilakukan jika hati tidak
benar-benar bersih. Namun sayangnya sifat yang luhur ini belakangan sangat
jarang kita temui, kejujuran sekarang ini menjadi barang langka. Saat ini kita
membutuhkan teladan yang jujur, teladan yang bisa diberi amanah umat dan
menjalankan amanah yang diberikan dengan jujur dan sebaik-baiknya. Dan
teladan yang paling baik, yang patut dicontoh kejujurannya adalah manusia
paling utama yaitu Rasulullah saw. Kejujuran adalah perhiasan Rasulullah
saw. dan orang-orang yang berilmu.

B. Pembagian Sifat Jujur


Kejujuran menjadi buah bibir banyak orang. kejujuran hadir dengan
gaung yang membahana. Kita seakan baru mengenal kata dan sifat mulia,
“jujur”. Entah karena seringnya ber dusta dan kebohongan oleh perilaku kita
sendiri ataukah karena seringnya kita dibohongi sehingga kita menjadi heboh
dengan “kejujuran.” Padahal, melakukan dan mengucapkan kebenaran telah
diajarakan dalam Al-qur'an. Melaksanakan dan melafalkan dengan penuh
kejujuran telah diungkap oleh Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam.
Padahal, mengamalkan dan melontarkan kebenaran telah disinggung oleh
para Ulama".
Para Ulama berkata, “Langkah awal kejujuran itu adalah menjauhi
dusta di semua ucapan. Kejujuran menjadi pintu masuk dalam perbuatan, niat,
kenyataan hidup, dan di semua lini kedudukan.”
Jujur bukan hanya dalam perkataan, namun kejujuran juga dinilai mulai
dari niat seseorang, perbuatan, bahkan pikiran seseorang.

Imam Al-Ghazali menyebut ada Lima Bentuk Kejujuran. Yaitu :

1. Jujur dalam ucapan


Tiap kata yang meluncur dari bibir dan lisan seseorang wajib memuat
dan mengandung kebenaran. Bukan gunjingan, gosip, dan fitnah.
Jujur dalam perkataan adalah bentuk kejmasyhur. Setiap hamba
berkewajiban menjaga lisannya, yakni berbicara jujur dan dianjurkan
menghindari kata-kata sindiran karna hal itu sepadan dengan kebohongan,
kecuali jika sangat dibutuhkan dan demi kemaslahatan pada saat-saat
tertentu.
Jujur dalam perkataan hanya boleh dilanggar dalam 3 hal, yakni ketika
Istri memuji suaminya atau sebaliknya, ketika mengatakan orang yang
dicari tidak ada ketika orang tersebut hendak dihakimi namun tidak
bersalah, dan ketika menyalahi kejujuran untuk mendamaikan orang yang
sedang berselisih hingga damai kembali.
Rasulullah Shallallahu'Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau
diam.” (HR. Bukhari-Muslim)
2. Jujur dalam berniat
Tanda niat yang benar, salah satu tandanya, berbanding lurus dengan
perbuatan di lapangan kehidupan. Niat saja belum cukup jika tidak diiringi
dengan kemauan dan kejujuran bahwa dirinya akan berupaya sekuat
tenaga mewujudkan niatnya tersebut.
Allah Swt. Mengingatkan orang-orang yang berjihad di jalan-Nya
bahwa jika mereka berniat mendapatkan Ridha-Nya, mengorbankan harta
dan jiwanya demi tegaknya Agama Islam berarti dia telah
mempersembahkan yang terbaik bagi agama, dunia, dan akhirat mereka.
Misalnya jika seseorang telah berniat dan berikrar bahwa ia senantiasa
menyembah kepada Allah SWT., namun ternyata ia jarang mengingat
Allah karna kepentingan Duniawinya maka dikatakan orang tersebut tidak
jujur dalam niatnya.
3. Jujur dalam kemauan dan merealisasikannnya
Jujur dalam kemauan merupakan usaha agar terhindar dari
kesalahan-kesalahan dalam menyampaikan kebenaran. Berpikir masak-
masak sebelum bertindak, menimbang baik-buruk dengan ‘kacamata’
Allah adalah tanda jujur dalam kemauan ini.
Pada saat seseorang telah jujur dalam kemauan, tidak ada hal yang ingin ia
gapai selain melakukan perkara yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-
Nya.
Kemauan atau tekad yang dimaksudkan adalah seperti perkataan
seseorang, “jika Allah memberiku harta, aku akan menginfakkan
semuanya”. Keinginan seperti ini adakalanya benar-benar jujur dan ada
kalanya pula masih diselimuti kebimbangan. Kejujuran dalam
merealisasikan keinginan, seperti apabila seseorang bertekad dengan jujur
untuk bersedekah. Tekad tersebut bisa terlaksana juga bisa tidak karna
tiba-tiba ia memiliki kebutuhan mendesak, sehingga tekadnya hilang. Atau
lebih mengedepankan kepentingan nafsunya. Berkaitan dengan hal ini
Allah Swt. Berfirman:
”Di antara orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang
telah mereka janjikan kepada Allah Swt. Dan diantara itu ada yang gugur,
dan ada pula yang menunggu-nunggu dan mereka tidak sedikitpun
mengubah (janjinya).” (Al-Ahzab 33/23.
4. Jujur dalam menepati janji
Janji adalah hutang, demikian kalimat yang sering terngiang. Karena
hutang, maka wajib untuk dibayar sesuai dengan nilainya. Menepati janji
bukan sembarang sikap. Menepati janji berarti mempertaruhkan harkat dan
martabat dirinya di hadapan orang lain demi memberi keyakinan pada
orang tersebut bahwa ia sanggup untuk membayarnya. Dengan sikap jujur,
janji akan tertunai dan amanah akan dijalankan.
5. Jujur dalam perbuatan
Sebagaimana Al-Ghazali menyatakan makna jujur dalam niat dan
perkataan, pada traktak bentuk kejujuran yang kelima ini, Ghazali
menggaris bawahi agar kita melengkapi diri dengan jujur dalam perbuatan.
Ucapan yang baik dan niat tulus akan menjadi semakin indah jika ada
wujud amal dalam kenyataan. Jujur dalam perbuatan artinya
memperlihatkan sesuatu apa-adanya. Tidak berbasa-basi. Tidak membuat-
buat. Tidak menambah dan mengurangi. Apa yang ia yakini sebagai
kejujuran dan kebenaran, ia jalan dengan keyakinan kuat bahwa Allah
Subhannahu wa Ta'ala bersama orang-orang yang benar-benar sebenar-
benarnya.
C. Keutamaan Jujur
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran
merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada akhlak tersebut. Terdapat beberapa keutamaan jujur, diantaranya:

1. Menentramkan hati. Rasulullah SAW bersabda: “Jujur itu merupakan


ketentraman hati”.
2. Membawa berkah. Rasulullah SAW bersabda: “Dua orang yang jual beli
itu boleh pilih-pilih selama belum berpisah. Jika dua-duanya jujur dan
terus terang, mereka akan diberkahi dalam jual belinya. Dan jika dua-
duanya bohong dan menyembunyikan, hilanglah berkah jual beli
mereka”.
3. Meraih kedudukan yang syahid. Rasulullah SAW
bersabda: “Barangsiapa yang meminta syahid kepada Allah dengan
sungguh-sungguh (jujur), maka Allah akan menaikkannya ke tempat
para syuhada meskipun mati di tempat tidurnya”.
4. Mendapat keselamatan[3]. Dusta juga dalam hal-hal tertentu
diperbolehkan, jika jujur ketika itu bisa menimbulkan kekacauan.

Jujur dalam kehidupan sehari-hari; merupakan anjuran dari Allah


dan Rasulnya. Banyak ayat Al Qur'an menerangkan kedudukan orang-
orang jujur antara lain: QS. Ali Imran (3): 15-17, An Nisa' (4): 69, Al
Maidah (5): 119. Begitu juga secara gamblang Rasulullah menyatakan
dengan sabdanya: "Wajib atas kalian untuk jujur, sebab jujur itu akan
membawa kebaikan, dan kebaikan akan menunjukkan jalan ke sorga,
begitu pula seseorang senantiasa jujur dan memperhatikan kejujuran,
sehingga akan termaktub di sisi Allah atas kejujurannya. Sebaliknya,
janganlah berdusta, sebab dusta akan mengarah pada kejahatan, dan
kejahatan akan membewa ke neraka, seseorang yang senantiasa berdusta,
dan memperhatikan kedustaannya, sehingga tercatat di sisi Allah sebagai
pendusta" (HR. Bukhari-Muslim dari Ibnu Mas'ud).
Realisasi dari kejujuran itu membutuhkan kerja keras. Terkadang
pada kondisi tertentu diadapat berbuat jujur, tetapi di tempat lainnya
sebaliknya. Salah satu tanda kejujuran adalah menyembunyikan ketaatan
dan kesusahan, dan tidak senang orang lain mengetahuinya. Kejujuran
senantiasa mendatangkan berkah, sebagaimana disitir dalam hadist yang
diriwayatkan dari Hakim bin Hizam dari Nabi, beliau bersabda,
“Penjual dan pembeli diberi kesempatan berfikir selagi mereka belum
berpisah. Seandainya mereka jujur serta membuat penjelasan mengenai
barang yang diperjualbelikan, mereka akan mendapat berkah dalam jual beli
mereka. Sebaliknya, jika mereka menipu dan merahasiakan mengenai apa-
apa yang harus diterangkan tentang barang yang diperjualbelikan, maka
akan terhapus keberkahannya.”
Tidaklah kita dapati seorang yang jujur, melainkan orang lain senang
dengannya, memujinya. Baik teman maupun lawan merasa tentram
dengannya. Berbeda dengan pendusta. Temannya sendiripun tidak merasa
aman, apalagi musuh atau lawannya. Alangkah indahnya ucapan seorang
yang jujur, dan alangkah buruknya perkataan seorang pendusta.
Orang yang jujur akan mendapat kebahagiaan sebagai ganjarannya, baik
di dunia maupun diakhirat. Kebahagiaan di dunia diantaranya:

1. Dipercaya orang, sehingga dengan dipercayanya oleh orang mudah untuk


mendapat amanah baik harta, tahta maupun amanah lainnya.
2. Dengan kejujuran hidup tidak akan banyak mendapat masalah, karena
dengan kejujuran semua pekerjaan dan kepercayaan akan terjamin.
3. Mudah untuk mendapatkan kepercayaan lagi dari berbagai kalangan, baik
dari teman, orang tua maupun masyarakat.
Adapun kebahagiaan di akhirat diantaranya adalah:
1. Surga yang telah disediakan bagi orang yang jujur.
2. Pemeriksaan di alam kubur oleh Malaikat Munkar dan Nakir akan lancar,
karena tidak banyak masalah di alam dunia.
D. Dalil Al-Qur’an
Ayat ke – 1:

         


     

Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu


golongan, Maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang
jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat.” (QS.
Al-Anfal: 58)

        


   

Artinya: “Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-


orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka Itulah orang-
orang pendusta.”(QS. An-Nahl: 105)

       




Artinya: “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan


hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.”(QS. At-Taubah: 119)

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Ada
pula yang berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara
menyembunyikan dan terus terang. Dengan demikian, jujur berarti
keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi, kalau suatu berita
sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi
kalau tidak, maka dikatakan dusta.
Nabi menganjurkan umatnya untuk selalu jujur karena kejujuran
merupakan mukadimah akhlak mulia yang akan mengarahkan pemiliknya
kepada akhlak tersebut.
Firman Al-Qur’an yang membicarakan tentang kejujuran di antaranya
terdapat dalam surat Al-Anfal ayat 58, surat An-Nahl: 105 dan surat At-
Taubah ayat 119.

B. Saran
Sebagai manusia biasa yang penuh kekurangan, kami menyadari bahwa
makalah hasil karya kami ini tidaklah sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan pihak-pihak yang berkompeten untuk berkenan memberi
masukan.

DAFTAR PUSTAKA
Iman Abdul Mukmin Sa’aduddin. 2006. Meneladani Akhlak Nabi Membangun
Kepribadian Muslim.Bandung: Rosdakarya
Tabrani, A. Rusyan. 2006. Pendidikan Budi Pekerti. Jakarta: Inti Media Cipta
Nusantara.
http://makalahsemuamatakuliah.blogspot.com/2014/08/jujur-dalam-perkataan-dan-
perbuatan.html

Anda mungkin juga menyukai