Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

BERANI HIDUP JUJUR

1. Tirta Aditya
2. Jesika Dara Putri
3. Azhari Dalur Maulana
4. Noni Anggraini
5. Salsabila
6. Wahyudi
7. Cindy Agadista Br Sitepu
8. Alifya Sahara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Allah SWT atas berkat, rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul ”Berani Hidup Jujur” dengan sebaik
baiknya. Penyusunan makalah ini mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatannya. Untuk itu kami menyampaikan terima kasih terutama kepada
guru bidang studi Pendidikan Agama Islam, yaitu Bapak Nur Farid, S.Ag dan kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Adapaun tujuan dari dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama
Islam yang telah diberikan oleh Bapak Nur Farid, S.Ag. Selain itu makalah ini juga di buat
sebagai suatu kajian terhadap pengetahuan mengenai berani hidup jujur. Dengan
memaparkan materi antara lain : Berani Hidup Jujur.
Kami menyadari penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami meminta
maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritikan serta saran sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam
penyusunan makalah ini

Binjai, 5 Agustus 2019


Penyusun,

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.... Latar Belakang Masalah.........................................................................................1
1.2.... Rumusan Masalah...................................................................................................1
1.3.... Tujuan.....................................................................................................................1
1.4.... Manfaat...................................................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.... Membuka Relung Hati............................................................................................2
2.2.... Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah.......................................................................3
2.3.... Pentingnya Memiliki Sifat Jujur..........................................................................5
BAB III. PENUTUP
3.1.... Kesimpulan.............................................................................................................7
3.2.... Saran.......................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Jujur adalah sifat terpuji yang merupakan faktor terbesar tegaknya agama dan dunia.
Kehidupan dunia akan hancur dan agama juga menjadi lemah di atas kebongan, khianat serta
perbuatan curang. Karena mulianya orang yang jujur, baik di sisi Allah maupun di sisi
manusia, kejujuran harus ditegakkan meskipun berat dan susah. Ungkapan tentang “orang
jujur akan hancur” merupakan keliru. Allah SWT menyifatkan diri-Nya dengan kejujuran. Ini
merupakan bukti kesktian jujur.

Keujuran dapat membuat hati kita nyaman dan tenteram. Ketika berkata jujur, tidak akan ada
ketakutan yang mengikuti atau bahkan kekhawatiran tentang terungkapnya sesuatu yang tidak
dikatakan.

Akan tetapi, saat ini kejujuran dalam penerapan kehidupan sehari-hari masih kurang seperti
perilaku mencontek yang seolah lazim bagi anak-anak dibangku sekolah.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1.2.1 Seberapa penting dan utamanya berperilaku jujur ?

1.2.2 Ada berapa macam bentuk kejujuran ?

1.2.3 Apakah akibat dari perilaku berbohong ?

1.2.4 Bagaimana hikmah dari perilaku jujur ?

1.3 Tujuan

Berdasarkan permasalahan di atas, tujuan yang dapat kita capai adalah sebagai berikut :

1.3.1 Menambah wawasan baru mengenai pentingnya sikap kejujuran dalam berprilaku.

1.3.2 Menguatkan sifat kejujuran dengan didukung dengan ayat Al-Quran dan Hadits.

1.3.3 Melaksanakan tugas makalah Pendidikan Agama Islam.

1.4 Manfaat

Berdasarkan tujuan di atas , dapat di ambil manfaat sebagai berikut:

1.4.1 Bagi siswa dan guru, makalah ini dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk cara
berperilaku jujur sebagaimana didukung oleh Al-Quran dan Hadits

1.4.2 Makalah ini juga bisa berfungsi sebagai sumber referensi dalam kegiatan belajar
mengajar

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Membuka Relung Hati
Dalam bahasa Arab, jujur merupakan terjemahan dari kata shidiq yang artinya benar,
dapat dipercaya. Dengan kata lain, jujur adalah perkataan dan perbuatan sesuai dengan
kebenaran. Jujur merupakan induk dari sifat-sifat terpuji (mahmudah). Jujur juga disebut
dengan benar atau sesuai dengan kenyataan.
Jujur adalah mengatakan sesuatu apa adanya. Jujur lawannya dusta. Berdusta adalah
menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan sebenarnya. Adapula yang
berpendapat bahwa jujur itu tengah-tengah antara menyembunyikan dan terus terang. Dengan
demikian, jujur berarti keselarasan antara berita dengan kenyataan yang ada. Jadi kalau suatu
berita sesuai dengan keadaan yang ada, maka dikatakan benar atau jujur, tetapi kalau tidak
maka dikatakan dusta. Sifat jujur merupakan tanda keislaman seseorang dan juga tanda
kesempurnaan bagi si pemilik sifat tersebut. Pemilik kejujuran memiliki kedudukan yang
tinggi di dunia dan akhirat. Dengan kejujurannya, seorang hamba akan mencapai derajat
orang-orang yang mulia dan selamat dari segala keburukan. Syari’at Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala keadaan, walaupun secara lahir kejujuran
tersebut akan merugikan diri sendiri. Allah SWT telah berfirman dalam Surat An-Nisaa Ayat
135 yang berbunyi:

۞ ‫ٱّلِلُ أَ ۡولَ َّٰى‬


َّ َ‫ينَ ِإن َي ُك ۡن َغ ِنيًّا أ َ ۡو فَ ِقي ٗرا ف‬ ُ ‫َّٰ ََٰٓيأ َ ُّي َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ُكونُواْ قَ َّٰ َّو ِمينَ ِب ۡٱل ِق ۡس ِط‬
َۚ ‫ش َهدَآَٰ َء ِ َّّلِلِ َو َل ۡو َع َل َّٰ َٰٓى أَنفُ ِس ُك ۡم أ َ ِو ۡٱل َّٰ َو ِلدَ ۡي ِن َو ۡٱۡل َ ۡق َر ِب‬
١٣٥ ‫ٱّلِلَ َكانَ ِب َما تَعۡ َملُونَ َخ ِب ٗيرا‬ َۚ
َّ ‫ِب ِه َم ۖا فَ ََل تَت َّ ِبعُواْ ۡٱل َه َو َّٰ َٰٓى أَن ت َعۡ ِدلُواْ َو ِإن ت َۡل َُٰٓۥواْ أ َ ۡو تُعۡ ِرضُواْ فَإِ َّن‬

Artinya : “ Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kamu memutar-balikan ( kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” ( Q.S. An- Nisaa’ : 135 ),.
Allah selalu memerintahkan kita untuk berlaku benar baik dalam perbuatan maupun ucapan,
sebagaimana firman-Nya :

َّ ْ‫ َّٰ َٰٓيَأَيُّ َها ٱلَّذِينَ َءا َمنُواْ ٱتَّقُوا‬,


َّ َّٰ ‫ٱّلِلَ َو ُكونُواْ َم َع ٱل‬
١١٩ َ‫ص ِدقِين‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu
bersama orang-orang yang benar” ( Q.S. At-Taubah : 119 )

Kejujuran itu ada pada ucapan, juga ada pada perbuatan, sebagai sesorang yang
melakukan suatu perbuatan, tentu sesuai dengan yan,g ada pada batinnya. Ketika berani
mengatakan “tidak” untuk korupsi, maka ia harus berusaha menjauhi korupsi, bukan malah
hanya mengatakan tetapi ia sendiri melakukan korupsi.

2
Kejujuran merupakan ciri-ciri orang beriman sedangkan lawannya dusta merupakan sifat
orang yang munafik. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw :

Artinya : “Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi Muhammad saw. Bersabda “Tanda orang
munafik itu ada 3, yaitu : Apabila berbicara dusta, apabila berjanji mengingkari, dan apabila
dipercaya khianat.” (HR. Bukhari Muslim)

Allah Swt. Menegaskan bahwa tidak ada yang bermanfaat bagi seorang hamba dan yang
mampu menyelamatkannya dari azab, kecuali kejujurannya (kebenarannya).

ُ‫ٱّلِلُ َع ۡن ُه ۡم َو َرضُواْ َع ۡن َۚه‬


َّ ‫ي‬ ِ ‫ت ت َۡج ِري ِمن ت َۡحتِ َها ۡٱۡل َ ۡن َّٰ َه ُر َّٰ َخ ِلدِينَ فِي َها َٰٓ أَبَدٗ ۖا َّر‬ٞ َّ‫ص ۡدقُ ُه َۡۚم لَ ُه ۡم َج َّٰن‬
َ ‫ض‬ َّ َّٰ ‫ٱّلِلُ َّٰ َهذَا يَ ۡو ُم يَنفَ ُع ٱل‬
ِ َ‫ص ِدقِين‬ َّ ‫قَا َل‬
ۡ ۡ
١١٩ ‫ذَلِكَ ٱلفَ ۡو ُز ٱلعَ ِظي ُم‬ َّٰ
Artinya : “Allah berfirman: "Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar kebenaran mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai;
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha terhadap-Nya. Itulah keberuntungan
yang paling besar" ( Q.S al-Maidah : 119 )

2.2 Pentingnya Memiliki Sifat Syaja’ah


Pengertian Syaja’ah (Keberanian). Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani
antonimnya adalah al-jubn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan
kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim
untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela
kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan
seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang
yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah
atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan
sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di
medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat
menurut semestinya.
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu:
1) Rasa takut kepada Allah Swt.
2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia.
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak menomori satukan kekuatan materi
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah Swt.

3
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika
mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian
menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah
pemberani (al-syuja’). Al-syaja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama
sekali)” Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu
bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang
berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan
maslahat.

Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:


1) Syaja’ah harbiyyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian
dalam medan tempur di waktu perang.
2) Syaja’ah nafsiyyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan
menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan
dalam beberapa bentuk, yakni:
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin
saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah Swt.
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan.
Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan
rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.
d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau
mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan”
Orang yang memiliki sifat syajā’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia
mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over
confidence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki
kelemahan serta kekurangan.
Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni menganggap dirinya
bodoh, tidak mampu berbuat apaapa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap
tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap
obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu
bermujahadah li an-nafs, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat
mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk
melampiaskan amarahnya. Hikmah Syaja’ah.

4
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim,
sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi
kehidupan beragama berbangsa dan bernegara. Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah
dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah,
tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak
dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,
meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang
syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan
sebagainya.

2.3 Pentingnya Memiliki Sifat Jujur


Berperilaku jujur sehari - hari penting, karena jujur adalah sifat ahlakul karimah, yaitu sifat
terpuji. Jika jujur sudah menjadi kebiasaan sehari-hari kita, maka semua pekerjaan akan
terasa lebih tenang, semua masalah akan mudah terselesaikan. Perilaku jujur bisa
mendatangkan ketenangan dalam hati karena tidak ada beban masalah. Jika kita suka
berperilaku tidak jujur maka hidup kita akan senantiasa resah dan gelisah.
Membisakan berperilaku jujur harus dari kecil agar tidak susah melakukannya. Cara
membiasakan berperilaku jujur sejak kacil misalnya diajarkan untuk tidak mengambil barang
orang lain tanpa seijin pemiliknya, mengembalikan kembalian yang terlalu banyak,
mengatakan apapun sesuai dengan kenyataan, dan lain-lain.
Kita harus menanamkan kesadaran untuk selalu berperilaku jujur dan menyadari apa akibat
dari kebohongan. Jika kita sudah bisa membiasakan berperilaku jujur maka kita mudah
mendapat teman, mudah mendapat pekerjaan, mudah mendapat kesuksesan, dipercaya oleh
orang lain, dan lain - lain.
Kita harus menyadari akibat dari kebohongan, sehingga kita bisa menjauhi sifat buruk
tersebut. Contoh akibat dari kebohongan adalah hilangnnya kepercayaan orang lain terhadap
kita, susah mendapatkan teman bahkan tidak memiliki teman, susah mendapat pekerjaan
karena tidak dipercaya.

Macam macam jujur itu yaitu:


1. Jujur dalam niat dan kehendak. Ini kembali kepada keikhlasan. Kalau suatu amal
tercampuri dengan kepentingan dunia, maka akan merusakkan kejujuran niat, dan pelakunya
bisa dikatakan sebagai pendusta, sebagaimana kisah tiga orang yang dihadapkan kepada
Allah, yaitu seorang mujahid, seorang qari’, dan seorang dermawan. Allah menilai ketiganya
telah berdusta, bukan pada perbuatan mereka tetapi pada niat dan maksud mereka.
2. Jujur dalam ucapan. Wajib bagi seorang hamba menjaga lisannya, tidak berkata kecuali
dengan benar dan jujur. Benar/jujur dalam ucapan merupakan jenis kejujuran yang paling
tampak dan terang di antara macam-macam kejujuran.

5
3. Jujur dalam tekad dan memenuhi janji. Contohnya seperti ucapan seseorang, “Jikalau
Allah memberikan kepadaku harta, aku akan membelanjakan semuanya di jalan Allah.”
Maka yang seperti ini adalah tekad. Terkadang benar, tetapi adakalanya juga ragu-ragu atau
dusta. Hal ini sebagaimana firman Allah: “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-
orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka
ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikit
pun tidak merubah (janjinya).” (QS. al-Ahzab: 23)
Dalam ayat yang lain, Allah berfirman,
“Dan di antara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah, ‘Sesungguhnya jika Allah
memberikan sebagian karunia-Nya kepada kami, pastilah kami akan bersedekah dan pastilah
kami termasuk orang-orang yang saleh.’ Maka, setelah Allah memberikan kepada mereka
sebagian dari karunia-Nya, mereka kikir dengan karunia itu, dan berpaling, dan mereka
memanglah orang-orang yang selalu membelakangi (kebenaran).” (QS. at-Taubah: 75-76)
4. Jujur dalam perbuatan, yaitu seimbang antara lahiriah dan batin, hingga tidaklah berbeda
antara amal lahir dengan amal batin,
5. Jujur dalam kedudukan agama. Ini adalah kedudukan yang paling tinggi, sebagaimana
jujur dalam rasa takut dan pengharapan, dalam rasa cinta dan tawakkal. Perkara-perkara ini
mempunyai landasan yang kuat, dan akan tampak kalau dipahami hakikat dan tujuannya.
Kalau seseorang menjadi sempurna dengan kejujurannya maka akan dikatakan orang ini
adalah benar dan jujur, sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman
hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah
orang-orang yang benar.” (QS. al-Hujurat: 15)

6
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejujuran merupakan sifat yang tertanam pada diri manusia yang pada dasarnya
kemauan pada diri manusia itu sendiri dengan membiasakan diri dan rasa kepercayaan diri
yang kuat akan cenderung berdampak positif dari pada negative. Jika menerapkan sikap jujur,
secara tidak langsung kita telah melatih kemampuan kita. Sampai dimana kemampuan kita?
Itu pernyataan yang akan timbul dan terjawab sendiri dengan hasil yang di peroleh.
3.2 Saran
Kita sebagai seorang muslim harus bisa berperilaku jujur dalam melakukan pekerjaan
dan aktifitas sehari-hari karena keutamaan berpelrilaku jujur akan berperasaan enak dan hati
tenang, jujurmendapatkan keberkahan dalam usahanya dan dengan jujur kita akan dipercayai
orang lain.

Anda mungkin juga menyukai