Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PERILAKU TAAT, KOMPETENSI DALAM KEBAIKAN,

DAN ETOS KERJA

Disusun oleh :
Ayu Tri Cahyani (08)

SMAN 1 GEGER
TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Kata Pengantar:
Segala puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Alloh SWT,karena atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul "Perilaku taat, kompetensi dalam kebaikan dan etos kerja” ini
dengan sebaik-baiknya.Salawat dan salam semoga dilimpahkan kepada
junjungan kita nabi Muhammad saw,beserta keluarganya,sahabat-
sahabtnya dan para pengikutnya sampai akhir zaman.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih memerlukan penyempurnaan
oleh karena itu,kritik dan saran sangat saya harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaaat bagi
pembacanya.

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taat secara bahasa artinya senantiasa tunduk dan patuh. Secara istilah taat
adalah tunduk dan patuh, baik terhadap perintah Allah Swt, Rasul-Nya, maupun ulil
amri (pemimpin). Taat kepada allah Swt berarti bahwa setiap mukmin harus
melaksanakan segala perintah-Nya sebagaimana yang terdapat didalam Al qur~an dan
menjauhi larangan-Nya  Karena apapun yang diperintahkan Allah Swt itu mengandung
maslahat (kebaikan) dan apa yang dilarang oleh-Nya mengandung mudarat
(keburukan)..

Pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa
ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara
tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh
karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan
ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan
dan ketertiban serta kemakmuran.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Itu Taat Pada Aturan ?

2. Mengapa Kita Harus Berkompetisi dalam Kebaikan?

3. Apa Itu Etos Kerja?

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pentingnya Taat Kepada Aturan

Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt., pemerintah, dsb.) tidak berlaku
curang, dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan.
Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat
baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di
rumah terdapat aturan, di lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita
berada, pasti ada aturannya. Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi
ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu,
wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.

Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt., yaitu
terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad saw., yang disebut sunah atau hadis. Di bawahnya lagi ada aturan yang
dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin
yang lain, termasuk pemimpin keluarga.

Peranan pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada
suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada
pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara
tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh
karena itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan
ketaatan rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan
dan ketertiban serta kemakmuran.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an yang artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad),
dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan)) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa/4: 59)

Asbabu al-Nuzul atau sebab turunnya ayat ini menurut Ibn Abbas adalah
berkenaan dengan Abdullah bin Huzaifah bin Qays as-Samhi ketika Rasulullah saw.
mengangkatnya menjadi pemimpin dalam sariyyah (perang yang tidak diikuti oleh
Rasulullah saw.). As-Sady berpendapat bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Amr bin
Yasir dan Khalid bin Walid ketika keduanya diangkat oleh Rasulullah saw. sebagai
pemimpin dalam sariyah.

Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah


Swt., perintah Rasulullah saw., dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini
ada beberapa pendapat.
1. Abu Jafar Muhammad
Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang memiliki ilmu
dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain bin Jarir at-Thabari berpendapat
bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud dengan ulil amri.

2. Al-Mawardi
Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1) umara (para
pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2) ulama dan
fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw., (4) dua sahabat saja, yaitu Abu Bakar dan
Umar.

3. Ahmad Mustafa al-Maraghi

Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama, pemimpin pasukan dan seluruh
pemimpin lainnya.

Lebih lanjut Rasulullah saw. menegaskan dalam hadis yang Artinya: 


“Dari Abi Abdurahman, dari Ali sesungguhnya Rasulullah bersabda... Tidak boleh taat
terhadap perintah bermaksiat kepada Allah, sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam
hal yang makruf.” (H.R. Muslim) 

Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan
pula untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya
memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada
kemungkaran, wajib hokum nya untuk menolak.

Perilaku mulia ketaatan yang perlu dilestarikan adalah:

1.         Selalu menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta meninggalkan larangan-
Nya, baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.

2.         Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah
dan rasul-Nya.
3.         Menaati dan menjujung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati, baik di
rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

4.         Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntutan dan syariat agama.

5.         Menolak dengan cara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada


kemaksiatan.

B. Kompetesi Dalam Kebaikan

Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi tujuan
manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut menuju
kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi seseorang
menjadi kebaikan yang konkrit.Manusia menentukan tingkah lakunya untuk tujuan dan memilih
jalanyang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan itu,
dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan
yang ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir.Manusia harus mempunyai tujuan akhir
untuk arah hidupnya.

Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika tidak,manusia
akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan
menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan sampai kepada
kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.

Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang


beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya Yang Artinya:

“Dan Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu Muhammad dengan


membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan
menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah
dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran
yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami memberikan
aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya
satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-
Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah
kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu
kamu perselisihkan.” (Q.S. Al-Maidah/5: 48)

Pada Q.S. Al-Maidah/5: 48 Allah Swt. Menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan
aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda beda sesuai dengan keadaan waktu dan
keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya
beribadah dalam rangka mencari rida Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.

Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya
perbedaan manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa.

Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang


dimiliki oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Setiap orang harus
berlomba lomba dalam kebaikan, seperti berprestasi baik dalam bidang orahraga, seni,
ilmu pengetahuan.

Alasan mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah:

1.         Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melaikan harus segera


dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat
baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.

2.         Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-
menolong, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama.

3.         Bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.

C. Etos Kerja

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup yangg khas


dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. 

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat,
sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim dapat
didefinisikan sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak
hanya bertujuan memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh
dan mempunyai nilai ibadah yang luhur. 

Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,


memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong
dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance). 

Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan


keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan
dirinya, menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari
amal sholeh. Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja
menunjukkan fitrah seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya
sebagai hamba Allah yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok
yang dapat dipercaya, menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah,
menunjukkan sikap pengabdian sebagaimana firman Allah, “Dan tidak Aku
menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”, (QS. adz-
Dzaariyat : 56).

Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah
SWT. 

Apabila bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang
enggan bekerja, malas dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk
menyatakan keimanan dalam bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah
dirinya sendiri, dan menurunkan derajat identitas dirinya sebagai manusia. 

Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga
gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara
produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri
yang khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim. 

Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk menjadi pengangguran, apalagi
menjadi manusii yang kehilangan semangat inovatif. Karena sikap hidup yang tak
memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta, pada hakekatnya
merupakan tindakan yang tercela. Seorang muslim yang memiliki etos kerja adalah
mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang
merupakan bagian amanah dari Allah. Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu
harus didasarkan kepada tiga dimensi kesadaran, yaitu : dimensi ma’rifat (aku tahu),
dimensi hakikat (aku berharap), dan dimensisyariat (aku berbuat). 

Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena banyak hikmah dan
manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap lingkungannya. Di
antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut:

·         Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun


keterampilan.

·         Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin.

·         Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
anggota masyarakat.

·         Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan.

·         Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi.

·         Mampu hidup layak.

·         Sukses meraih cita-cita

·         Mendapat pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian dari
ibadah.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah
dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Aturan dibuat tentu saja
dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa
ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.

 Alasan mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan


adalah:

1.         Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melaikan harus segera


dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat
baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.
2.         Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-
menolong, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama.

3.         Bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.

Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang
atau suatu kelompok. Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara
mengekspresikan, memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna,
yang mendorong dirinya untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high
performance). 

Anda mungkin juga menyukai