Anda di halaman 1dari 9

HUKUM MERAYAKAN HARI

VALENTINE BUAT UMAT ISLAM


Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya
merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak
remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan
bumi lainnya. Sebab hari itu banyak dipercaya orang
sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.
Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di
barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk
mengungkapkan rasa ‘kasih sayang’, walau pun pada
hakikatnya bukan kasih sayang melainkan hari ‘making
love’.
Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat
ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut
mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan
remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak
warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta
dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan
valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja
muslim sekali pun.
Sejarah Valentine
Valentine’s Day menurut literatur ilmiyah dan kalau mau
dirunut ke belakang, sejarahnya berasal dari upacara
ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada
tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi
kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara
resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang
bernama Valentine’s Day. The Encyclopedia Britania,
vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan
sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada
ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan
upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja
dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati
St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The
World Encylopedia 1998).
Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-
ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat
sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita,
bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual
agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya
berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam
tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut
merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama
Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari
Romawi kuno.
Katakanlah, “Hai orang-orang kafir.Aku tidak akan
menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan
penyembahTuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak
pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan
kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang
Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah,
agamaku.” (QS. Al-Kafirun:1-6)

Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya


nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-
sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga
seharusnya pihak MUI pun mengharamkan
perayaanValentine ini sebagaimana haramnya
pelaksanaan Natal bersama.Fatwa Majelis Ulama
Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri
perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini.
Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan
perayaan valentine khusus buat umat Islam.
Mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata
budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di
mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama
dan hari besar agama lain.
Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians
Observe It? mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari
bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang
Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan
kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang
Romawi”.Disadari atau tidak ketika kita meminta orang
menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita
meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas
perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar,
menyamakan makhluk dengan Sang Khalik,
menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si
“Cupid (bayi bersayap dengan panah)” itu adalah putra
Nimrod “the hunter” dewa matahari.
Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu
wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri.
Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik,
seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta
yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah
cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus
ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris
hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.
Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah
semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang
hanya akan membawa pelakunya masuk neraka, naudzu
billahi min zalik.
Semangat valentine adalah Semangat
Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini
mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa
Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan
mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan
bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa
sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi.
Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan,
bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara
legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta
kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam
kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-
larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan,
berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual
di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi
boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih
sayang, bukan nafsu libido biasa.
Bahkan tidak sedikit para orang tua yang merelakan dan
memaklumi putera-puteri mereka saling melampiaskan
nafsu biologis dengan teman lawan jenis mereka, hanya
semata-mata karena beranggapan bahwa hari Valentine
itu adalah hari khusus untuk mengungkapkan kasih
sayang.
Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang
diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan
antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya
bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan
perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna
make love atau bercinta adalah melakukan hubungan
kelamin alias zina. Istilah dalam
bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.
Misalnya, istilah penjaja cinta. Bukankah penjaja cinta
tidak lain adalah kata lain dari pelacur atau menjaja
kenikmatan seks?
Di dalam syair lagu romantis barat yang juga melanda
begitu banyak lagu pop di negeri ini, ungkapan make love
ini bertaburan di sana sini. Buat orang barat, berzina
memang salah satu bentuk pengungkapan rasa kasih
sayang. Bahkan berzina di sana merupakan hak asasi
yang dilindungi undang-undang.
Bahkan para orang tua pun tidak punya hak untuk
menghalangi anak-anak mereka dari berzina dengan
teman-temannya. Di barat, zina dilakukan oleh siapa
saja, tidak selalu Allah SWT berfirman tentang zina,
bahwa perbuatan itu bukan hanya dilarang, bahkan
sekedar mendekatinya pun diharamkan.
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina
itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan
yang buruk. (QS Al-Isra’: 32)
Merayakan Valentine Day = Ikut
Mengakui Yesus Sebagai Tuhan
Tiap tahun menjelang bulan Februari, banyak remaja
Indonesia yang notabene mengaku beragama Islam ikut-
ikutan sibuk mempersiapkan perayaan Valentine. Walau
sudah banyak di antaranya yang mendengar bahwa
Valentine Day adalah salah satu hari raya umat Kristiani
yang mengandung nilai-nilai akidah Kristen, namun hal
ini tidak terlalu dipusingkan mereka. “Ah, aku kan
ngerayaain Valentine buat fun-fun aja…, ” demikian
banyak remaja Islam bersikap. Bisakah dibenarkan sikap
dan pandangan seperti itu?
Perayaan Hari Valentine memuat sejumlah pengakuan
atas klaim dogma dan ideologi Kristiani seperti mengakui
“Yesus sebagai Anak Tuhan” dan lain sebagainya.
Merayakan Valentine Day berarti pula secara langsung
atau tidak, ikut mengakui kebenaran atas dogma dan
ideologi Kristiani tersebut, apa pun alasanya.
Nah, jika ada seorang Muslim yang ikut-ikutan
merayakan Hari Valentine, maka diakuinya atau tidak, ia
juga ikut-ikutan menerima pandangan yang mengatakan
bahwa “Yesus sebagai Anak Tuhan” dan sebagainya yang
di dalam Islam sesungguhnya sudah termasuk dalam
perbuatan musyrik, menyekutukan Allah SWT, suatu
perbuatan yang tidak akan mendapat ampunan dari Allah
SWT. Naudzubillahi min dzalik!
“Barang siapa meniru suatu kaum, maka ia termasuk dari
kaum tersebut, ” Demikian bunyi hadits Rasulullah SAW
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi.

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah juga berkata,


“Memberi selamat atas acara ritual orang kafir yang
khusus bagi mereka, telah disepakati bahwa perbuatan
tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya
dan puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari
raya!” dan sejenisnya. Bagi yang mengucapkannya, kalau
pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu
merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi
selamat atas perbuatan mereka yang menyekutukan
Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya di
sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat
atas perbuatan minum khamar atau membunuh. Banyak
orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam
suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan
tersebut. Ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan
kemarahan dan kemurkaan Allah. ”
Allah SWT sendiri di dalam Qur’an surat Al-Maidah ayat
51 melarang umat Islam untuk meniru-niru atau
meneladani kaum Yahudi dan Nasrani, “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu);
sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu
termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim."

Anda mungkin juga menyukai