Anda di halaman 1dari 11

Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an dan Membeda Hadits Qudsi Dengan Al-

Qur’an dan Hadits Nabawi

Makalah

Untuk memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadits yang ampu oleh bapak Busairi

Yang disusun oleh:

Kholilur Rohman (19382011052)

Hoirun Nisak (19382012016)

Sri Fatmawati ( 19382012042)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MADURA

JURUSAN SYHARIAH

PROGRAM STUDI AL-AHWAL AL-SYAHSIYAH

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat, Taufik,
serta HidayahNya kepada kami sehingga kami bisa menyelesaikan penyusunan
makalah yang berjudul “Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an dan Membeda
Hadits Qudsi Dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabawi”. Untuk memenuhi tugas
mata kuliah ulumul hadits. Sholawat dan salam semoga tetap tercurah limpahkan
kepada Baginda Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari alam
jahiliyah menuju alam yang insyaallah penuh barakah ini.

Selanjutnya kami selaku penulis menyadari bahwa pembahasan ini jauh


dari kata sempurna, serta banyak kekurangan dan kelemahanya. Maka dari itu
kritik dan saran senantiasa kami harapkan demi kesempurnaan penulisan ini.

Demikian makalah ini kami buat dengan harapan bisa bemanfaat bagi
pembaca khususnya kepada kami sendiri selaku penulis.

Pamekasan,04 September 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................... i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang. ................................................................................. 1


B. Rumusan masalah ............................................................................. 1
C. Tujuan pembahasan .......................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Fungsi Hadits terhadap al-Qur’an .................................................... 2


B. Perbedaan Hadits Qudsi dengan al-Qur’an dan Hadits nabawi ....... 3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ....................................................................................... 7
B. Saran ................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 9


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Islam sebagai agama mempunyai makna bahwa islam memnuhi tuntunan


kebutuhan manusia dimana saja berada sebagai pedoman hidup baik bagi
kehidupan duniawi maupun bagi kehidupan akhirat. Dimensi ajaran islam
memberikan aturan bagaimana caranya hubungan dengan tuhan atau khaliq, serta
aturan bagaimana caranya berhubungan dengan sesama makhluk, termasuk
didalamnya persoalan dengan alam.

Tidak semua ayat al-qur’an dapat dipahami secara tekstual. Al-qur’an


menekankan bahwa rasul memilik tugas untuk menjelaskan maksud dan isi dari
al-qur’an. Al-qur’an dan hadits mempunyai hubungan yang sangat erat dimana
keduanya tidak dapat dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum
syari’at, hadits mempunyai kedudukan sederajat lebih rendah dibanding al-qur’an.
Hadits merupakan sumber ajaran islam yang kedua setlah al-qur’an. keberadan
hadits dalam kehidupan masyarakat menjadi penting tatkala dalam al-qur’an tidak
memberikan penjelasan yang detail mengenai suatu permasalahan.

B. Rumusan masalah
A. Apa fungsi hadits terhadap al-qur’an ?
B. Bagaimana perbedaan hadits qudsi dengan al-qur’an dan hadits
nabawi?
C. Tujuan
Untuk mengetahui fungsi hadits terhadap al-qur’an dan perbedaan antara
al-qur’an, hadits qudsi dan hadits nabawi.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fungsi hadits terhadap al-qur’an

Fungsi hadits terhadap al-qur’an adalah untuk menjelaskan makna yang


sangat mendalam kandungan yang didalam al-quran dan meluas. Secara
garis besar ada empat makna fungsi penjelasan hadits terhadap al-qur’an:

1) Bayan Taqrir
Posisi hadits sebagai penguat atau memperkuat keterangan al-
qur’an(ta’kid). Artinya hadis menjelaskan apa yang sudah di jelaskan oleh
al-qur’an, hadits tentang shalat, zakat, puasa, dan haji. Seperti halnya
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari “Dari Ibnu Umar berkata
Rasulullah SAW bersabda: Islam didirikan atas lima perkara; menyaksikan
bahwa tidak ada tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad utusan
Allah, medirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa ramadhan.”
Hadits diatas menjelaskan secara rinci tentang perintah shalat, zakat dan
puasa yang ada didalam al-qur’an surah al-baqarah ayat ke 83 dan 183,
dan perintah haji pada surah ali imran ayat 97.
2) Bayan Tafsir
Hadis sebagai penjelas terhadap al-qur’an dan fungsi terbanyak pada
umumnya. Penjelasan yang diberikan ada 3 macam,yaitu sebagai berikut:
a. Tafshil al-mujmal
Al-mujmal ialah singkat atau global yang artinya banyak ayat-ayat
al-qur’an menerangkan garis-garis besarnya,yang sudah diterangkan
dengan jelas agar umat islam dapa memahami maksud dari ayat
tersebut,seperti ayat-ayat yang menerangkan tentang bentuk ibadah
dalam hukum,seperti tata cara shalat,waktu sholat dan lain
sebagainya. Dalam al-qur’an tidak dijelaskan berapa jumlah sholat
yang harus ditegakkan,waktu dan rukuknya sebagaimana firman
allah dalam surat al-baqoroh ayat 43 yang artinya “ Dan kerjakanlah
shalat, tunaikan zakat dan ruku’lah bersama orang –orang yang
rukuk. Dan datanglah hadits yang menjelaskan tata cara sholat
Rasul SAW seperti yang diriwayatkan dan abu hurairah r.a bahwa
Nabi SAW bersabda yang artinya: “ Apabila kamu ingin
mengerjakan shalat, sempurnakanlah wudu. Kemudian hadapkanlah
muka ke arah kiblat dan bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat atau
surat yang paling mudah bagimu. Lalu ruku’lah sehingga kamu
tuma’nina dalam ruku’ dan bangunlah sehingga kamu tuma’nina
dalam berdiri, kemudian sujudlah sehingga kamu tuma’nina dalam
sujud. Kemudian bangunlah sehingga kamu tuma’nina dalam
duduk. Kemudian sujudlah sampai kamu tuma’nina dalam sujud.
Lalu lakukanlah hal tersebut dalam shalatmu”
b. Taqyid al-mutlak
Mutlak artinya kata yang bebas tidak terikat dengan sifat dan
jumlah. Mutaqyid yang mutlak maksudnya ayat-ayat yang mutlak
dibatasi atau diikat dengan sifat, keadaan atau syarat, sehingga ayat-
ayat tersebut tidak bisa ditafsirkan macam-macam. Dalam firman
Allah swt dalam surat al-maidah ayat 38, yang artinya “ laki-laki
yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan
keduanya sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan, dan
sebagai siksaan dari Allah swt”. Tetapi timbul pertanyaan, seperti
tangan yang kanan atau kiri? Dari jari sampai siku atau hanya
sampai pergelangan? Dan mencuri senilai berapa yang
mengharuskan poyong tangan? Maka datanglah hadits yang
mutaqyid yang lafadz yad tersebut seperti sabda beliau yang artinya
“ tangan pencuri tidak boleh dipotong kecuali pada (pencurian
senilai) seperempat dinar atau lebih (HR.Muslim) dalam hadits lain
pencuri dari pergelangan tangannya.
c. Takhshish Al-amm
Takhshish ialah kata yang menunjukan arti khusus/tertentu.
Mentakhsish yang am ialah membatasi keumuman ayat-ayat al-
qur’an, sehingga tidak bisa ditafsirkan pada semua arti, melainkan
hanya ditafsirkan pada arti tertentu saja. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat al-an’am ayat 82. Yang artinya “ orang-orang
yang beriman dan tidak mencampur adukkan iman mereka dengan
kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan
dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. Para
sahabat memahami ayat tersebut secara umum,sehingga sebagian
sahabat berkata: siapa diantar kita yang tidak berbuat zalim? Maka
rasulullah menjawab dengan sabdanya: “... Bukan begitu
tapi(maksudnya) adalah syirik “ contoh lain dari firman Allah
dalam surat al-Baqarah ayat 230 yang artinya “kemudian jika suami
mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak
halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain”.
Pengertian ayat di atas ditakhsish denngan hadits yang
menerangkan bukan hanya sekedar kawin dengan orang lain,tetapi
disyaratkan suami yang baru harus merakan madunya perkawinan.
Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya ” sampai dia mencicipi
manisnya (istri) sebagaimana (suami) pertama mencicipi.
3) Bayan tasyri’
Tasyri’ artinya mewujudkan, menciptakan hukum. Maka yang
dimaksud dengan bayan di atas ialah penjelasan hadits yang berupa
mewujudkan atau menciptakan hukum baru yang belum di dapati dalam
al-qur’an.
4) Bayan an-nasakh
Kata an-nasakh menurut bahasa mempunyai banyak arti. Bisa di
artikan al-itbal (membatalkan) atau al-izalah (menghilangkan) atau at-
tahwil (memindahkan) atau at-taghyir (mengubah).
B. Perbedaan Hadits Qudsi dengan Al-Qur’an dan Hadits Nabawi
a. Perbedaan antara al-qur’an dan hadits qudsi
1. Al-qur’an Al-karim adalah kalam allah yang di wahyukan kepada
rasulullah dengan lafazhnya.
2. Al-qur’an Al-karim hanya di nisbatkan kepada allah sehingga
dikatakan ‘ allah ta’ala telah berfirman’, sedangkan hadits qudsi
terkadang diriwayatkan dengan disandarkan kepada Allah sehingga
nisbat hadits qudsi kepada allah merupakan nisbat yang
disebutkan. Terkadang pula diriwayatkan dengan disandarkan
kepada rasusullah SAW.
3. Seluruh isi Al-Quran dinukil secara mutawatir sehingga
kepastiannya sudah mutlak. Hadits-hadits qudsi kebanyakannya
adalah khabar ahad sehingga kepastiannya masih merupakan
dugaan dan ada hadits qudsi shahih, terkadang hasan (baik), dan
terkadang pula dhaif (lemah)
4. Al-quran Al-karim dari Allah, baik lafazh maupun maknanya maka
al-quran adalah wahyu, baik dalam lafazh maupun maknanya.
Adapun hadits qudsi, maknanya saja yang dari Allah. Sedangkan
lafazhnya dari Rasulullah SAW. hadits qudsi adalah wahyu dalam
makna tetapi bukan dalam lafal. Oleh sebab itu, menurut sebagian
besar ahli hadits, diperbolehkan meriwayatkan hadits qudsi dengan
maknanya saja.
5. Membaca Al-quran Al-karim merupakan ibadah sehingga dibaca
didalam shalat sebagaimana firman Allah SWT. Yang artinya
“maka bacalah apa yang mudah bagimu dari Al-quran”.
b. Perbedaan Antara Hadits Nabawi dan Hadits Qudsi
Hadits qudsi maknanya dari Allah yang disampaikan melalui suatu
wahyu, dan redaksinya dari nabi yang disandarkan kepada allah.
Sedangkan hadits nabawi pemberitaan makna dan redaksinya
berdasarkan ijtihad nabi sendiri.
Secara umum perbedaan antara hadits qudsi dan nabawi diantaranya
sebagai berikut.
1. Pada hadits nabawi, Rasul SAW. menjadi sandaran sumber
pemberitaan, sedangkan pada hadits qudsi beliau
menyandarkannya kepada Allah SWT. Pada hadits qudsi, nabi
memberitakan apa yang disandarkan kepada allah dengan
menggunakan redaksinya sendiri
2. Pada hadits qudsi, nabi hanya memberikan perkataan atau qawli,
sedangkan pada hadits nabawi pemberitaannya meliputi perkataan
(qawli) perbuatan (fi’li), dan persetujuan (taqriri).
3. Hadits nabawi merupakan penjelasan dari kandungan banyak
wahyu, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung
4. Hadits nabawi lafal dan maknanya dari nabi menurut sebagian
pendapat, sedangkan hadits qudsi maknanya dari Allah redaksinya
disusun oleh nabi.
5. Hadits qudsi selalu menggunakan ungkapan orang pertama (dhamir
mutakallim): Allah ... Hai hamba-ku ... sedangkan hadits nabawi
tidak menggunakan ungkapan tersebut.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Hadits adalah sesuatu yang datang dari Nabi baik berupa perkataan,
perbuatan, dan persetujuan. Hadits juga berfungsi sebagai penjelas dan
penguat makna kandungan ayat-ayat Al-Qur’an,sehingga kedudukannya
dalam agama islam menjadi sumber dasar hukum kedua setelah Al-Qur’an
sebagaimana telah disepakati oleh mayoritas ulama.
B. SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut
dengan berpedoman pada banyak sumber yang dapat di pertanggung
jawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai
pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.
DAFTAR PUSTAKA

Khon, MA, 2016. Ulumul hadis. Lihhiati, editor. Jakarta (ID): Amzah

Nasir, JA, 2006. Pengantar ilmu hadist. Pamekasan (ID): Sekolah tinggi agama
islam negeri pamekasan

Solahuddin, MA, Suyadi, Agus. 2009. Ulumul Hadis. Djaliel, MA, editor.
Bandung (ID): Pustaka Setia

Anda mungkin juga menyukai