Anda di halaman 1dari 25

Tugas

Mata kuliah Inovasi Pengelolaan Pendidikan

ANALISIS INOVASI PENGELOLAAN


PENDIDIKAN
PADA PESANTREN MODERN

Oleh
Kelompok 2:
ABDUL AZIS A2K020042
ASRI A2K02001
SUPRINAL HAMIDI A2K02009
WIDYA ANGGRAYNI. S A2K020013
SRI JUNI PRIHATIN A2K020012

DOSEN PENGAMPU :
Dr.CONIE, M.Pd

PROGRAM MAGISTER ADMINISTRASI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI BENGKULU
2021

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat


serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah kami yang
berjudul “Analisis Pengelolaan Pendidikan Pada Pesantren Modern”.
Sholawat serta salam tetap terlimpah curah tiada henti kepada makhluk
terbaik-Nya, Nabi Muhammad Saw, yang senantiasa kita harapkan syafaatnya.

Makalah ini kami susun atas dasar tugas yang telah diamanatkan
kepada kami oleh ibu Dr. Conie, M.Pd sebagai dosen pengampu mata kuliah
Inovasi Pengelolaan Pendidikan. Kami sebagai penyusun, menyadari
sepenuhnya bahwa dalam makalah ini banyak sekali kekurangan. Untuk itu,
kami senantiasa mengharap saran serta kritik yang membangun. Akan tetapi,
kami juga tetap berharap semoga makalah yang telah kami susun ini
senantiasa bermanfaat bagi pembacanya. Amin.

Bengkulu, April 2021

Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................................i
Daftar isi..............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................3
1.3 Tujuan...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................4
2.1 Pengertian Pesantren Modern............................................................................5
2.2 Inovasi Pengelolaan Pada Pesantren Modern...................................................8
BAB III PENUTUP..........................................................................................................22
3.1 Simpulan.........................................................................................................22
3.2 Saran ..............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan proses sekaligus sistem yang bermuara dan
berwujud pada pencapaian kualitas manusia yang ideal. Seiring dengan semakin
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka terjadi pula
persaingan dalam segala bidang kehidupan termasuk di dalamnya pendidikan.
Persoalan yang kini di hadapi oleh bangsa ini salah satunya adalah upaya
peningkatan pendidikan. Hal ini perlu di lakukan karena merupakan salah satu
indikator kemajuan bangsa, walaupun masih banyak lagi indikator- indikator lain
yang menunjang kemajuan bangsa.
Sistem pendidikan pondok pesantren diakui sebagai sistem pendidikan tertua
dan memiliki sejarah yang panjang di negeri ini. Dalam sejarah Islam di
Indonesia, modernisasi pesantren telah berlangsung lama. Pada abad ke 19
pesantren sudah mengadopsi sistem pendidikan modern meskipun dengan ritme
lambat dan melalui pergulatan internal yang sangat tajam. Struktur pendidikan
nasional mengungkapkan bahwa pondok pesantren merupakan mata rantai yang
sangat penting. Hal ini tidak hanya karena sejarah kemunculan yang relative lama,
tetapi juga karena pondok pesantren dengan tujuan pokoknya yaitu tafaqquh fi
al-din (pendalaman pengetahuan tentang agama) dan tarbiyah al-akhlaq
(pembentukan kepribadian/budi pekerti) telah secara signifikan ikut andil dalam
upaya ikut mencerdaskan kehidupan bangsa. Reputasi pesantren masa kini terkesan
berada di menara gading, elitis, jauh dari realitas sosial, problematika sosialisasi dan
aktualisasi ini ditambah lagi dengan problem keilmuan, yaitu terjadi kesenjangan,
keterasingan, dan pembedaan antara keilmuan pesantren dengan dunia modern.
Dikarenakan pesantren hanya berorientasi pada ilmu agama dan pembinaan akhlak
saja. Sehingga terkadang lulusan pesantren kalah bersaing atau tidak siap
berkompetisi dengan lulusan umum terutama profesionalisme dalam dunia kerja.
Di tengah kompetisi sistem pendidikan saat ini, pesantren sebagai
lembaga pendidikan tertua yang masih bertahan hingga kini tentu saja harus disadari
bahwa kegiatan pesantren yang hanya berorientasi pada wilayah keagamaan
(tafaquh fii al-din) tidak lagi memadai. Maka pesantren harus proaktif dan
memberikan ruang bagi pembenahan dan pembaharuan sistem pendidikan pesantren
dengan senantiasa harus selalu apresiatif sekaligus selektif dalam menyikapi dan
merespon perkembangan dan prakmatisme budaya yang kian menggejala, sehingga
alumni pesantren bisa menjadi agent of change di tengah masyarakat yang
produktif, egaliter, serta terbuka terhadap realitas perubahan sosial, tanpa kehilangan
nilai transendentalnya. Pesantren harus mampu menjadi solusi yang benar-benar
mencerahkan sehingga pada satu sisi dapat menumbuh kembangkan kaum santri yang
memiliki wawasan luas yang tidak gampang menghadapi modernitas dan sekaligus
tidak kehilangan jati dirinya, dan pada sisi lain dapat menghantarkan masyarakat
menjadi komunitas yang menyadari tentang persoalan yang di hadapi dan
mampu mengatasi dengan penuh kemandirian dan peradaban.
Pesantren selama ini dicitrakan sebagai dunia yang tertutup atau eksklusif
sehingga dekat dengan keterbelakangan, kekumuhan, dan kebodohan atas
perkembangan dunia modern. Mereka menuntut pesantren sebagai institusi
pendidikan untuk melakukan akselerasi dan transformasi yang cukup signifikan. Jika
dahulu ruang lingkup output terbatas pada dimensi keagamaan saja, maka saat ini
lulusan pesantren diharapkan dapat banyak berkontribusi dalam berbagai aspek
kehidupan masyarakat, dengan maksud bahwa Pondok Pesantren melestarikan
metode lama yang baik dan mengembangkan metode baru yang lebih baik,
mulai dari sistem pembelajarannya maupun dari kurikulumnya. Pada waktu dulu
pondok lebih banyak menggunakan sistem bendongan dan sorogan dalam
pembelajarannya, seiring dengan perkembangnya zaman pondok pesantren di era
modernisasi ini juga menggunakan sistem classical dalam pembelajarannya. Tidak
hanya sebatas mempelajari kitab-kitab tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan
umum. Dengan metode tersebut, Pondok Pesantren dapat mempelajari ilmu
pengetahuan agama Islam secara utuh, dalam arti tidak hanya mempelajari ilmu
pengetahuan agama Islam seperti: syari'at, tauhid dan tasawwuf dalam
rangka“Tafaqquh fi diin”tetapi juga mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam
yang bersifat umum seperti fisika, kimia, biologi dan lain-lain dalam
rangka”tafakkur fi kholqillah”.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pesantren modern?
2. Bagaimana Inovasi pengelolaan pendidikan yang sudah dilakukan di pesantren
modern ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian dari pesantren modern
2. untuk mengetahui nnovasi pengelolaan pendidikan yang sudah dilakukan di
pesantren modern
BAB II
PEMBAHASAN
A.Pengertian Pesantren Modern

Jauh sebelum era globalisasi, Indonesia telah mempunyai lembaga


pendidikan yang menjadi salah satu benteng pertahanan umat islam dan pusat
dakwah, pondok pesantren namanya. Tidak sebatas menjadi lembaga pendidikan
yang mengajarkan keilmuan agama islam, pesantren juga membentuk moralitas
umat melalui budaya dan pendidikannya. Dalam perkembangannya, pesantren
mengalami pasang surut dalam menghadapi berbagai tantangan zaman. Sebagai
lembaga pendidikan, tentunya pesantren punya peran yang kompleks dalam menata
kehidupan sehari-hari. Seperti yang dipaparkan dalam buku “Abdurrahman
Wahid”, KH. Said Aqil Siradj mengatakan bahwa pesantren hadir untuk merespon
perubahan sosial, terlebih di era globalisasi. Dan di era ini, benturan antara
pesantren sebagai penjaga gawang tradisi bangsa dengan modernisasi tidak dapat
terhindarkan. Namun, pesantren sebenarnya sudah punya resep ampuh dalam
mengahadapi perubahan zaman yang tak terkendalikan ini. Resep itu tidak lain
yakni tetap memegang hal-hal lama yang baik dan mengambil hal-hal baru yang
lebih baik, (al-muhafadzah ‘ala al-qodim al-salih wa al-akhdu bi al-jadid al-
aslah). Dengan slogan ini, pesantren tentu dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan
perkembangan zaman. Sehingga, peran pesantren akan terus hidup dalam melayani
masyarakat dengan mengikuti perubahan sosial tanpa kehilangan identitasnya. Al-
muhafadzah ‘ala al-qodim as-salih, sebagai cerminan tradisi pesantren dan wa al-
akhdu bi al-jadid al-aslah, sebagai cerminan modernisasi. Inovasi yang harus
dilakukan pesantren adalah mengaktualisasi sistem pembelajaran,
mengintegrasikan pendidikan formal dengan pendidikan salafi serta memperbarui
lingkungan pesantren.

Maka dari itu pesantren harus berhasil ‘menikahkan’ pendidikan kurikulum


pesantren dengan pendidikan formal. Hal ini telah dijawab oleh beberapa pondok
pesantren yang mulai mendirikan madrasah-madrasah setara SD, SMP dan SMA.
Jadi mondok sambil sekolah merupakan solusi terbaik untuk membekali anak
dengan ilmu agama dan ilmu umum. Selain metode pembelajaran, lingkungan
pesantren yang, entah mengapa, dicap kumuh dan kotor harus dirubah menjadi
suatu tempat belajar yang asri dan nyaman. Salah satunya dengan membentuk
lingkungan pesantren yang terkonsep indah, bersih dan menyenangkan. Dengan
begitu, stigma-stigma negatif tentang pesantren dapat disangkal. Pesantren bukan
lagi tempat kumuh, melainkan pesantren adalah tempat belajar yang asyik dan
menyenangkan. Maka dari itu, sudah saatnya bagi pesantren untuk hadir sebagai
lembaga pendidikan modern yang tidak kehilangan identitasnya di era globalisasi
ini. Dengan terus berkembang mengikuti alur zaman, pesantren akan terus bisa
memepertahankan eksistensinya. Dan sebagai lembaga pendidikan, pesantren akan
terus berkontribusi untuk kemajuan dengan mencetak generasi-generasi santun dan
bermoral tinggi, bersama santri membangun negri. Para santri perlu dibekali bukan
saja hanya penguasaan ilmu-ilmu melalui kitab klasik (kitab kuning), tetapi
pesantren sudah harus melakukan pembelajaran melalui sarana teknologi dan
memperkenalkan mereka dengan teknologi, sehingga santri nantinya tidak gagap
teknologi (gaptek) dengan kemajuan teknologi ketika berbaur ditengah kehidupan
masyarakat luas.
Jadi, Pondok pesantren modern (Khalafi), dapat diartikan sebagai lembaga
pendidikan Islam yang memakai sistem berasrama dengan kyai sebagai pengasuh,
santri sebagai murid yang memasukkan mata pelajaran umum dan agama Islam
secara seimbang, menggunakan sistem pengajaran modern, serta memiliki metode
pengelolaan dan pengorganisasian kegiatan dengan cara baru. Pesantren modern
memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri) dimana program ini
mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang
berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama. Sehingga dari sini
dapat dipahami bahwa pondok pesantren secara institusi atau kelembagaan
dikembangkan untuk mengefektifkan dampaknya, pondok pesantren bukan saja
sebagai tempat belajar melainkan merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan
watak dan pengembangan sumber daya. Secara garis besar, ciri khas pesantren
modern adalah memprioritaskan pendidikan pada sistem sekolah formal dan
penekanan bahasa Arab modern dan Inggris.

Pendidikan pesantren tradisional menggunakan sistem weton bandongan


(para santri duduk kemudian kyai menerangkan pelajaran santri menyimak
kitabnya masing-masing dan membuat catatan), dan soroban (para santri dengan
bukunya masing-masing dan menanyakan isi buku tersebut kepada kyai). Tetapi
sejumlah besar pesantren makin lama semakin berkembang dengan mengubah
metode, yaitu dengan memasukkan sistem klasikal. Sebagai lembaga pendidikan
yang menerapkan nilai-nilai kehidupan Islam, pondok pesantren modern selalu
berusaha mencari dan mengembangkan sistem serta metode pengetahuan yang
dapat memaksimalkan potensi sumber daya manusia dan menggalang ukhuwah.
Murid dituntut lebih aktif dalam mencari literatur dan mengembangkan pola
pikimya, sehingga transfer ilmu bisa berasal dari banyak sumber tidak hanya guru.
Sistem pengajaran ini membuat guru (kyai) dan murid (santri) dapat saling
bertukar pikiran maupun pengalaman disamping melatih siswa untuk berpikir
kritis. sifat dan materi pelajarannya. Pengembangan metode pengajaran ini
mengakibatkan adanya perbedaan alat, ruang, pengelolaan dan kehidupan di
pesantren. Sistem sorogan dan weton tidak memerlukan media pengajaran seperti
papan tulis dan layar OHP yang amat dibutuhkan dalam penyampaian ini juga
menyebabkan pertumbuhan ruang-ruang baru seperti laboratorium dan
perpustakaan.

Diagram Metode
Pengajaran Pesantren

Sumber : Yunita Nurmaj anti. TGA UGM


Perkembangan bentuk-bentuk pendidikan di pesantren diklasifikasikan
menjadi empat, yaitu:
1. pesantren yang menyelenggarakan pendidikan formal dengan
menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah
keagamaan maupun yang juga memiliki sekolah umum. Seperti
Pesantren Denanyar Jombang, Pesantren Darul Ulum Jombang, dan
lain-lain
2. pesantren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam
bentuk Madrasah dan mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan umum
meski tidak menerapkan kurikulum nasional. Dengan kata lain, ia
mengunakan kurikulum sendiri. Seperti Pesantren Modern
GontorPonorogo, dan Darul Rahman Jakarta. kurikulum sendiri.
Seperti Pesantren Modern Gontor Ponorogo, dan Darul Rahman
Jakarta
3. pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu pengetahuan agama
dalam bentuk Madrasah Diniyah, seperti Pesantren Lirboyo Kediri,
Pesantren Ploso Kediri, Pesantren Sumber Sari Kediri, dan lain
sebagainya
4. pesantren yang hanya sekedar manjadi tempat pengajian, seperti
Pesantren milik Gus Khusain Mojokerto

B. Inovasi Pengelolaan Pendidikan di Pesantren Modern

Inovasi Pendidikan Prespektif Pesantren, yang ingin disetarakan dengan


SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/MA, apa yang di gagas oleh Departemen Agama
(sekarang Kemenag) dan Departemen Penidikan Nasional (sekarang
Kemendikbub) ini tentu spektakuler. Selain pendidikan keterampilan dalam
kurikulum, Departemen Agama dan Departemen Penidikan Nasional juga
mengharuskan setiap penyelenggaraan madrasah bernaung di bawah yayasan.
Tanpa memenuhi kedua persyaratan ini, mereka tidak berhak mendapatkan subsidi
dan bantuan pembinaan dari pemerintah. Momen ini dengan sendirinya menjadi
titik tolak pola inovasi sistem pendidikan di pondok pesantren, dari segi
kepimpinan misalnya, yang asalnya individual menjadi kolektif dalam pengelolaan
manajemen pesantren. Pada tahap selanjutnya, lebih jelas lagi partisipasi
pemerintah dalam inovasi pendidikan di pesantren, yaitu dengan diterbitkannya
Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan,
serta Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun 2007, tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan. Ketiga regulasi tersebut mengakomodasi pengembangan
(inovasi) pesantren, dimana pesantren telah mendapatkan pengakuan sebagai
lembaga pendidikan keagamaan Islam yang menyelenggarakan pendidikan formal
dan non formal. Selain itu, ada dua kebijakan yang berkaitan langsung dengan
pesantren dan telah ditetapkan sebelumnya, yaitu (a). Kesepakatan bersama antara
Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri Agama Nomor: 1/U/KB/2000 dan
Nomor : MA/86/2000 tentang Pondok Pesantren Salafiyah sebagai wajib belajar
pendidikan Dasar Sembilan Tahun, dan (b). Keputusan bersama Direktur Jenderal
Binbaga Islam Depag RI dan Direktur Jenderal Dikdasmen Departemen
Pendidikan Nasional RI .

Pada awal modernisasi Pesantren pimpinan pondok pesantren tersentral pada


sang kyai, biasanya dibantu oleh seorang santri senior yang dikenal dengan istilah
Lurah pondok. Akan tetapi dalam perkembangannya telah terjadi perubahan yang
signifikan dalam pengelolaan manajemen sitem pendidikan dipondok pesantren,
disamping pengurus yayasan yang bertugas sebagai penyelenggara pendidikan
sesuai dengan peraturan pemerintah, juga di tingkat pengasuh terdapat
kepemimpinan secara kolektif. Sejalan dengan kecenderungan regulasi dibidang
pendidikan, penyetaraan pendidikan juga diarahkan kepada pesantren yang
menyelenggarakan pendidikan keagamaan dalam bentuk madrasah dan
mengajarkan ilmu-ilmu umum meski tidak menerapkan kurikulum nasional,
sehingga saat ini sudah ada pesantren yang telah mendapatkan status sertifikasi
(disamakan dengan pendidikan umum) seperti halnya pesantren Gontor Ponorogo
dan al-amin Parenduan Sumenep. Sedangkan pesantren yang hanya mengajarkan
ilmu-ilmu agama dalam bentuk Madrasah Diniyah (MD), seperti pesantren Lirboyo
Kediri, Pesantren Sidogiri dan pesantren Tegal Rejo Magelangdan pesantren yang
hanya sekedar menjadi tempat pengajian (pesantren salafiyah) telah memperoleh
penyetaraan.dengan demikian, regulasi tersebut telah memberikan kesempatan
pada pesantren salafiyah untuk ikut menyelenggarakan pendidikan dasar sebagai
upaya mempercepat pelaksanaan program wajib belajar, dengan persaratan
kurikulumnya. SKB ini memiliki implikasi yang sangat besar, karena dengan
demikian eksistensi pendidikan pesantren salafiyah tetap terjaga, bahkan dapat
memenuhi ketentuan sebagai pelaksana wajib belajar pendidikan dasar

Dalam konteks ini, inovasi hanya dimungkinkan jika pondok pesantren


tersebut menghadirkan beberapa komponen baru, seperti memasukkan pendidikan
keterampilan ke dalam kurikulumnya, mendirikan sekolah umum, madrasah,
lembaga pengembangan masyarakat dan lain sebagainya. Penambahan komponen
tersebut bisa satu, dua atau lebih. Dengan demikian kategori salafi akan tetap dan
tunggal dalam definisinya. Sebaliknya, kategori khalafi akan cenderung multi tafsir
karena varian pesantren yang ada memang sangat kompleks. Pondok Pesantren
Khalafi/Modern adalah seperti bentuk pondok pesantren berkembang, hanya saja
sudah lebih lengkap lembaga pendidikan yang ada di dalamnya, antara lain
deslenggarakannya sistem sekolah umum dengan penambahan diniyah (praktik
membaca kitab salaf), perguruan tinggi (baik umum maupun agama), bentuk
koperasi dan dilengkapi dengan takhassus (bahasa Arab dan Inggris). Pesantren
tidak mungkin di-setting layaknya ukuran baju; kecil, sedang, dan besar, namun
demikian, satu hal yang tampak menarik disini adalah bahwa pesantren tumbuh
dan berkembang dengan diawali oleh suatu penilaian di kalangan masyarakat akan
kemampuan seorang kyai, Semua perubahan (inovasi) yang dilakukann oleh
Pondok Pesantren apapun polanya, sama sekali tidak sampai mengurangi identitas
pesantren dari akar kultural dan keunikannya.

Ada tujuh pola pondok pesantren sebagaimana yang disebutkan oleh


Haidar Putra Daulay dalam bukunya Pertumbuhan dan Perkembanagn
Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia:

1. Pesantren pola I masih terikat kuat dengan sistem pendidikan


Islam sebelum zaman pembaruan. Ciri-ciri pesantren pola ini
adalah pengajaran kitab klasik semata-mata dengan memakai
metode sorogan, wetonandan hafalan serta belum memakai sistem
klasikal. Pengetahuan seseorang di ukur dari sejumlah kitab yang
pernah dipelajarinya dan kepada ulama mana ia berguru. Tujuan
pendidikan pesantren pola ini adalah meninggikan moral,
melatih dan mempertinggi ilmu agama, semangat, menghargai
nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan
tingkah laku jujur dan bermoral serta menyiapkan para santri
untuk hidup dan bersih hati. Sebagian dari pesantren ini ada yang
lebih mengkhususkan kepada satu bidang tertentu saja, misalnya
keahlian tafsir, fikih, hadis, bahasa Arab, tasawuf dan sebagainya.
2. Pesantren pola II merupakan pengembangan pola I. hanya saja
pesantren pola II lebih luas dengan menambahkan pelajaran
ekstra kurikuler seperti keterampilan dan praktek keorganisasian.
Pesantren juga mengajarkan sedikit pengetahuan umum,
keterampilan, olah raga dan lain-lain.

3. Pola III adalah pesantren yang di dalamnya program


keilmuan telah diupayakan menyeimbangkan antara ilmu
agama dan umum. Selain itu, penanaman berbagai aspek
pendidikan seperti kemasyarakatan, keterampilan, kesenian,
kejasmanian, kepramukaan dan sebagainya. Sedangkan struktur
kurikulum yang dipakai adalah berdasarkan kepada struktur
madrasah negeri dengan memodifikasi mata pelajaran agama.
Pesantren pola ini tidak mesti bersumber dari kitab-kitab klasik.
4. Pesantren pola IV adalah pesantren yang mengutamakan pengajaran
ilmu-ilmu keterampilan disamping ilmu-ilmu agama sebagai
mata pelajaran pokok. Pesantren ini mendidik para
santrinya untuk memahami dan dapat melaksanakan berbagai
kesempatan guna dijadikan bekal hidupnya. Dengan demikian
kegiatan pendidikannya meliputi kegiatan kelas,praktek di
laboratorium, bengkel, kebun/lapangan.
5. Pesantren pola V adalah pesantren yang mengasuh beraneka
ragam lembaga pendidikan yang tegolong formal dan non formal.
Di pesantren model ini ditemukan pendidikan madrasah, sekolah,
perguruan tinggi, pengajian kitab-kitab, majelis ta’limdan
pendidikan keterampilan. Masing-masing santri bebas memilih masuk
di kelas yang dikehendakinya.
6. Pesantren pola VI adalah sekolah yang dipesantrenkan. Sekolah-
sekolah umum (SMP dan SMA) banyak yang berbentuk
pesantren, menerapkan sistem pembelajaran pesantren.
Kurikulumnya mengacu kepada kurikulum sekolah yang
ditetapkan Kementrian Pendidikan Nasional. Di samping
itu, dilaksanakan pula program kepesantrenan.
7. Pola VII adalah pesantren mahasiswa. Mahasiswa yang kuliah di
berbagai perguruan tinggi baik umum maupun agama
dipondokkan, mereka melaksanakan aktivitas kepesantrenan.
Telah diatur jadwal dan kegiatan pesantren tersebut. Tujuan
lembaga ini di samping mengusai pengetahuan yang dituntutnya di
perguruan tinggi, tentu diajuga mengusai masalah-masalah
keagamaan.Dari berbagai pola pesantren yang telah digambarkan di
atas, terlihat jelas bahwa pesantren sebenarnya telah melakukan
transformasi seiring perkembangan zaman. Apa yang telah
dilakukan oleh pesantren hari ini merupakan sebuah keniscayan,
bahwa lembaga pendidikan yang baik adalah lembaga pendidikan
yang mampu mengikuti perkembangan zaman sekaligus
menjawab tantangan zaman tersebut. Pada saat yang sama pesantren
justeru masih tetap memegang erat budaya pengkajian kitab-kitab
klasik

Sedangkan dari sisi kelembagaan, Menteri Agama RI, membagi tipe


pesantren menjadi empat, yaitu:

1) Pondok Pesantren tipe A, yaitu dimana para santri belajar dan


bertempat tinggal di Asrama lingkungan pondok pesantren dengan
pengajaran yang berlangsung secara tradisional (sistem wetonan atau
sorogan).
2) Pondok Pesantren tipe B, yaitu yang menyelenggarakan pengajaran
secara klasikal dan pengajaran oleh kyai bersifat aplikasi, diberikan
pada waktu-waktu tertentu. Santri tinggal di asrama lingkungan
pondok pesantren.
3) Pondok Pesantren tipe C, yaitu pondok pesantren hanya merupakan
asrama sedangkan para santrinya belajar di luar (di madrasah atau
sekolah umum lainnya), kyai hanya mengawasi dan sebagai pembina
para santri tersebut.
4) Pondok Pesantren tipe D, yaitu yang menyelenggarakan sistem
pondok pesantren dan sekaligus sistem sekolah atau madrasah.

Dari keempat tipe pondok pesantren di atas, nampaknya hanya tipe A yang
barangkali tidak masuk dalam kategori Pesantren Modern, walaupun dalam
konteks kekinian, tidak mudah untuk mengklasifikasikan jenis pesantren salafiyah
dan khalafiyah (modern). Hal ini dikarenakan, dewasa ini banyak pesantren-
pesantren yang diklaim sebagai pesantren salafiyah, ternyata disana diajarkan
metodologi keilmuan yang dianggap lebih lengkap daripada pesantren modern.
Pesantren modern berupaya memadukan tradisionalitas dan modernitas pendidikan.
Sistem pengajaran formal ala klasikal (pengajaran di dalam kelas) dan kurikulum
terpadu diadopsi dengan penyesuaian tertentu. Dikotomi ilmu agama dan umum
juga dieleminasi. Kedua bidang ilmu ini sama-sama diajarkan, namun dengan
proporsi pendidikan agama lebih mendominasi. Sistem pendidikan yang digunakan
di pondok modern dinamakan sistem Mu’allimin.
Ada tiga hal pokok yang harus di inovasi oleh pondok pesantren yaitu;
metode, isi materi dan manajemen. Menurut Mukti Ali mantan menteri agama
ke-12, yang perlu dilakukan pembaruan pada pondok pesantren adalah dari sisi
metodologi saja. Karena sistem pembelajaran pesantren sudah sangat baik.
Sistem pendidikan pesantren merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran
agama terbaik di Indonesia. Kendati demikian, menurutnya ada tiga
kelemahan mendasar pendidikan Islam termasuk pesantren yang
menuntut segera melakukan pembaharuan. Pertama, kelemahan menguasai
bahasa asing. Kedua, kelemahan metodologi penelitian. Ketiga adalah kelemahan
dalam minat ilmu.Maka pesantren perlu mempertimbangkan beberapa saran
tersebut agar dapat memperkokoh eksistensi sekaligus memperluas kontribusi
ditengah-tengah masyarakat.

Ada empat hal yang harus dilakukan oleh pesantren agar dapat
beradaptasi dengan perkembangan zaman:

1. memperkuat basis intelektual pesantren. Semua lembaga


pendidikan harus melakukan hal ini. Output dari lembaga
pendidikan tertentu haruslah orang yang memiliki kualifikasi di
bidangnya masing-masing. Konteks pesantren,lulusan pesantren
harus memiliki kedalaman ilmu agama dan kemantapan karakter.
Untuk mewujudkan ini tentu diperlukan pendidik yang memiliki
kompetensi dan fasilitas pendukung yang cukup.
2. pondok pesantren harus mengkaji dan memahami kitab kuning
secara kontekstual. Sebagai sumber primer, kitab kuning
memang merupakan rujukan dan budaya asli pesantren. Sangat
disayangkan masih banyak pesantren yang mensyarahkan kitab
kuning apa adanya. Sebagai konsekwensi logis dari
perkembangan zaman maka sudah saatnya kitab kuning tidak lagi
ditafsirkan secara tekstual tetapi harus ditafsirkan secara
kontekstual. Bahkan ironisnya ada yang berkata, ‘walaupun hanya
sebagian kecil kalangan’ bahwa kitab kuning saat ini sudah tidak
relevan lagi. Hal ini terjadi mungkin karena kesalahan pesantren
yang kurang mampu memberi makna kajian kitab kuning yang
lebih kekinian.
3. menggalakkan tradisi ijtihad, sikap menurut dan menerima apa
adanya pada seorang guru (kiai) adalah merupakan sikap yang
terpuji dan memang sangat dianjurkan dalam agama. Tetapi tidak
serta merta hal tersebut ‘mengurung’ santri dalam ‘tempurungnya’
masing-masing. Dengan bahasa lain, budaya kritik di pondok
pesantren selama ini belum terlalu sering digalakkan.
Sesungguhnya budaya ijtihad, atau lebih kontekstual dengan sebutan
budaya kritis telah dipraktikkan dalam masa pendidikan Islam klasik .
4. dari tradisi menuju transformasi, untuk tidak mengkhususkan
pada satu aspek saja, transformasi sangat diperlukan oleh semua
unsur-unsur pesantren, baik itu bangunan, sistem pendidikan,
manajemen, keuangan dan lain sebagainya. Pesantren harus dapat
menyesuaikan dengan zaman dan menyahuti kebutuhan
masyarakat. Pada saat yang sama pesantren juga harus tetap
menjaga tradisi keislaman sesuai dengan krangka syariat Islam
yang telah digariskan.

Pesantren modern telah mengalami transformasi yang sangat signifikan baik


dalam sitem pendidikannya maupun unsur-unsur kelembagaannya. Pesantren ini
telah dikelola dengan manajemen dan administrasi yang sangat rapi dan sistem
pengajarannya dilaksanakan dengan porsi yang sama antara pendidikan agama dan
pendidikan umum, dan penguasaan bahasa Inggris dan bahasa Arab. Sejak
pertengahan tahun 1970-an pesantren telah berkembang dan memiliki pendidikan
formal yang merupakan bagian dari pesantren tersebut mulai pendidikan dasar,
pendidikan menengah bahkan sampai pendidikan tinggi, dan pesantren telah
menerapkan prinsip-prinsip manajemen. Dengan semakin biasnya ‚batas-batas
antara pesantren salafiyah dan modern ini, maka yang dapat terlihat berbeda antara
pesantren modern dan pesantren salafiyah adalah hanya pada hal-hal yang terdapat
pada aspek manajemen, organisasi, dan administrasi pengelolan keuangan yang
lebih transparan.

Dengan adanya tranformasi, baik kultur, sistem dan nilai yang ada di pondok
pesantren, maka kini pondok pesantren yang dikenal dengan salafiyah (kuno) kini
telah berubah menjadi khalafiyah (modern). Transformasi tersebut sebagai jawaban
atas kritik- kritik yang diberikan pada pesantren dalam arus transformasi ini,
sehingga dalam sistem dan kultur pesantren terjadi perubahan yang drastis,
misalnya:

a. Perubahan sistem pengajaran dari perseorangan atau sorogan


menjadi sistem klasikal yang kemudian kita kenal dengan istilah
madrasah (sekolah).
b. Pemberian pengetahuan umum disamping masih mempertahankan
pengetahuan agama dan bahasa arab.
c. Bertambahnya komponen pendidikan pondok pesantren, misalnya
keterampilan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat,
kesenian yang islami.
d. Lulusan pondok pesantren diberikan syahadah (ijazah) sebagai tanda
tamat dari pesantren tersebut dan ada sebagian syahadah tertentu
yang nilainya sama dengan ijazah negeri.

Unsur yang menjadi ciri khas pondok pesantren modern adalah sebagai
berikut:

1) Penekanan pada bahasa Arab percakapan,


2) Memakai buku-buku literatur bahasa Arab kontemporer (bukan
klasik/kitab kuning),
3) Memiliki sekolah formal di bawah kurikulum Diknas dan/atau
Kemenag,
4) Tidak lagi memakai sistem pengajian tradisional seperti sorogan,
wetonan, dan bandongan. Kriteria-kriteria di atas belum tentu
terpenuhi semua pada sebuah pesantren yang mengklaim modern.
Pondok modern Gontor, inventor dari istilah pondok modern,
umpamanya, yang ciri modern-nya terletak pada penggunaan bahasa
Arab kontemporer (percakapan) secara aktif dan cara berpakaian
yang meniru Barat. Tapi, tidak memiliki sekolah formal yang
kurikulumnya diakui pemerintah.

Dari hal-hal yang ada di atas, pesantren modern banyak melakukan


terobosan- terobosan baru di antaranya:

a) Adanya pengembangan kurikulum,


b) Pengembangan kurikulum agar bisa sesuai atau mampu memperbaiki
kondisi-kondisi yang ada untuk mewujudkan generasi yang
berkualitas,
c) Melengkapi sarana penunjang proses pembelajaran, seperti
perpustakaan, buku-buku klasik dan kontemporer, majalah, sarana
berorganisasi, sarana olahraga, internet (kalau memungkinkan) dan
lain-lain,
d) Memberikan kebebasan kepada santri yang ingin mengembangkan
talenta masing-masing, baik yang berkenaan dengan pemikiran, ilmu
pengetahuan, teknologi maupun kewirausahaan,
e) Menyediakan wahana aktualisasi diri di tengah masyarakat.

Dewasa ini, beberapa pesantren sudah membentuk badan pengurus harian


sebagai lembaga payung yang khusus mengelola dan menangani kegiatan-kegiatan
pesantren misalnya pendidikan formal, diniyah, pengajian majelis ta’lim, sampai
pada masalah penginapan (asrama santri), kerumah tanggaan, kehumasan. Pada
tipe pesantren ini pembagian kerja antar unit sudah perjalan dengan baik, meskipun
tetap saja kyai memiliki pengaruh yang kuat.Pada aspek manajemen, terjadi
pergeseran paradigma kepemimpinan pesantren modern dari karismatik ke
rasionalostik, dari otoriter paternalistic ke diplomatik partisipatif. Sebagai contoh
kasus kedudukan dewan kyai di pesantren Tebu Ireng menjadi salah satu unit kerja
kesatuan administrasi pengelolaan penyelenggaraan pesantren sehingga pusat
kekuasaan sedikit terdistribusi di kalangan elite pesantren dan tidak terlalu terpusat
pada kyai.

Disatu sisi lain, pesantren modern memiliki program pendidikan yang


disusun sendiri (mandiri) dimana program ini mengandung proses pendidikan
formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu
pengkondisian di asrama. Sehingga dari sini dapat dipahami bahwa pondok
pesantren secara institusi atau kelembagaan dikembangkan untuk mengefektifkan
dampaknya, pondok pesantren bukan saja sebagai tempat belajar melainkan
merupakan proses hidup itu sendiri, pembentukan watak dan pengembangan
sumber daya. Pada sisi pengajarannya, pondok pesantren modern mempunyai
kecenderungan- kecenderungan baru dalam rangka renovasi terhadap sistem yang
selama ini dipergunakan. Perubahan-perubahan yang bisa dilihat di pesantren
modern adalah mulai akrab dengan metodologi ilmiah modern, lebih terbuka atas
perkembangan di luar dirinya, diversifikasi program dan kegiatan di pesantren
makin terbuka dan luas, dan sudah dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan
masyarakat.Metode pembelajaran modern (tajdid), yakni metode pembelajaran
hasil pembaharuan kalangan pondok pesantren dengan memasukkan metode yang
berkembang pada masyarakat modern, walaupun tidak diikuti dengan menerapkan
sistem modern, seperti sistem sekolah atau madrasah.

Secara garis besar, ciri khas pesantren modern adalah memprioritaskan


pendidikan pada sistem sekolah formal dan penekanan bahasa Arab modern (lebih
spesifik pada speaking/muhawarah). Sistem pengajian kitab kuning, baik pengajian
sorogan, wetonan maupun madrasah diniyah, ditinggalkan sama sekali. Atau
minimal kalau ada, tidak wajib diikuti. Meski demikian, dipandang bahwa dari segi
ilmu pendidikan, metode sorogan sebenarnya adalah metode yang modern, karena
antara guru atau kyai dan santri saling mengenal secara erat dan guru menguasai
benar materi yang seharusnya diajarkan. Murid juga belajar dam membuat
persiapan sebelumnya. Demikian pula, guru telah mengetahui apa yang cocok bagi
murid dan metode apa yang harus digunakan husus untuk menghadapi muridnya.
Di samping itu metode sorogan ini juga dilakukan secara bebas (tidak ada paksaan)
dan bebas dari hambatan formalitas. Dengan demikian, yang dipentingkan bukan
upaya untuk mengganti metode sorogan menjadi model perkuliahan, sebagaimana
pendidikan modern, melainkan melakukan inovasi sorogan menjadi metode
sorogan yang mutakhir (gaya baru).

Dari penjelasan di atas, nampaknya pada pesantren modern tidak secara


mendalam diajarkan pengetahuan tentang kitab-kitab klasik, akan tetapi lebih
banyak membahas kitab/buku kontemporer yang dianggap relevan dengan tuntutan
zaman. Ini bisa dilihat pada pesantren-pesantren yang menerapkan sistem
madrasah keagamaan. Akan tetapi, ada pula sebagian pesantren yang
memperbaharui sistem pendidikanya dengan menciptakan model pendidikan
modern yang tetap terpaku pada sistem pengajaran klasik (wetonan, bandongan)
dan materi kitab-kitab kuning, tetapi semua sistem pendidikan mulai dari teknik
pengajaran, materi pelajaran, sarana dan prasarananya didesain berdasarkan sistem
pendidikan modern. Modifikasi pendidikan pesantren semacam ini telah di
eksperimentasikan oleh beberapa pondok pesantren seperti Darussalam (Gontor),
pesantren As-salam (Pabelan-Surakarta), pesantren Darun Najah (Jakarta), dan
Pesantren al-Amin (Madura).

Pondok pesantren Modern bukan hanya sebagai tempat belajar, melainkan


merupakan tempat proses hidup itu sendiri dalam bentuk umum. Santri umumnya
memiliki kebebasan untuk mempelajari berbagai kegiatan di pesantren, walaupun
kebebasan ini masih dibatasi oleh kurangnya fasilitas pendidikan yng memadai.
Namun demikian, pengaturan pendidikan di pondok pesantren mengandung
fleksibelitas bagi perubahan dan perkembangan sistem pendidikannya terutama
dalam segi pendidikan non formal. Lebih dari itu, erat kaitannya dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pesantren modern menjadi stimulator yang dapat
memancing dan meningkatkan rasa ingin tahu santrinya secara berkelanjutan.
Sementara dalam pengembangan pendidikan, pesantren modern memiliki tanggung
jawab sebagai sekolah umum berciri khas Islam agar mampu meningkatkan
kualitas sumber daya manusia. Disisi lain, pada pesantren modern diperlukan
beberapa kemampuan sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat sekarang, di
antaranya kemampuan untuk mengetahui pola perubahan dan dampak yang akan
ditimbulkan, sehingga mampu mewujudkan generasi yang tidak hanya pintar
secara keilmuan tetapi juga memiliki akhlak yang baik.

Dalam perkembangan terakhir, pesantren mempunyai kecenderungan-ke-


cenderungan baru dalam rangka inovasi terhadap sistem yang selama ini
digunakan, yaitu:

1) mulai akrab dengan metodologi modern;


2) semakin berorientasi pada pendidikan yang fungsional, terbuka
atas perkembangan di luar dirinya
3) diversifikasi program dan kegiatan makin terbuka,
ketergantungannya dengan kiai tidak absolut, dan dapat
membekali santri dengan berbagai pengetahuan di luar mata
pelajaran agama maupun keterampilan yang diperlukan di
lapangan kerja
4) dapat berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat.
Hal ini mengasumsikan bahwa pada dasarnya pesantren kini
telah mengalami transformasi kultur, sistem, dan nilai. Dalam
perkembangannya, karena dipengaruhi oleh perkembangan
pendidikan dan tuntutan dinamika masyarakat, pesantren tidak
lagi hanya berkutat pada pendidikan keagamaan saja, namun telah
menyelenggarakan pendidikan jalur se kolah formal dan berbagai
kegiatan lain yang tidak hanya bersifat keagamaan. Hal ini
mengindikasikan bahwa pesantren sekarang ini membutuhkan
sentuhan nilai-nilai yang diusung dan dibawa oleh gerbong
modernitas, seperti sentuhan teknologi modern, globalisasi,
nilai-nilai pluralisme, multikulturalisme, inklusifisme, dan yang
lain sebagai dinamika, eksistensi, dan bahkan transformasi yang
dilakukan pesantren dalam berbagai bidang demi kehidupan
masyarakat luas.

Lima Kebaikan Pesantren Modern:

1. Mahir Percakapan Bahasa Asing


Pondok Pesantren Modern lebih menekankan pada kemampuan berbahasa
asing, Arab dan Inggris. Para santri pada umumnya ditekankan untuk
membiasakan berinteraksi menggunakan bahasa asing, tidak hanya untuk
bahasa pengantar proses belajar-mengajar saja.Untuk membantu program
tersebut para santri terbiasa menghafalkan kosa kata bahasa asing yang
langsung dipraktikkan dalam percakapan sehari-hari sehingga mereka akan
terbiasa dan tidak cepat lupa. Program ini biasanya diawasi oleh organisasi
intra pondok, yaitu Departemen Pengembangan Bahasa, yang mengontrol
penggunaan bahasa percakapan yang digunakan para santri.
2. Memiliki Bermacam-macam Ekstrakulikuler
Guna mengembangkan kreativitas dan potensi dalam diri santri, Pesantren
Modern memiliki bermacam-macam ekstrakulikuler, seperti pramuka,
komputer, seni beladiri, marching band, olahraga, dsb. Institusi pendidikan
pesantren ini juga tidak melarang santrinya mempelajari alat musik. Mereka
bebas mengekspresikan diri dengan mendalami berbagai seni musik yang
mereka sukai
3. Memiliki Sarana Olahraga yang Cukup Lengkap
Beberapa Pondok Pesantren Modern biasanya memiliki sarana olahraga yang
cukup lengkap. Seperti: Lapangan sepak bola, basket, bulu tangkis, kolam
renang, dsb. Karena di sini para santri diharapkan memiliki kesehatan
jasmani, selain kesehatan spiritual. Dalam perkembangannya, kegiatan
olahraga ini juga diarahkan ke ajang kompetisi antar sekolah. Sebagai
penunjang kegiatan ini, biasanya disiapkan juga guru olahraga sebagai
pembimbing yang melatih mereka dalam ajang kompetisi olahraga tersebut.
4. Dituntut Belajar Berorganisasi
Pesantren seperti miniatur pemerintahan negara, ada presiden serta para
menteri dan MPR yang membantu para dewan guru dan pengasuh
menjalankan perputaran kegiatan pesantren sehari-hari. Sebab, setiap santri
pasti akan terpilih sebagai pengurus pusat, pengurus cabang, atau pengurus
organisasi ekstrakulikuler. Sebagaimana proses pemilihan pemimpin
Indonesia, Pondok Modern juga melaksanakan Pemilu serta Rapat Paripurna
dan Rapat Dewan Pengurus. Selain itu, saat diadakan rapat usai Pemilu,
setiap kelas diharuskan mengirimkan delegasi untuk mengawal berjalannya
musyawarah guna merumuskan peraturan dan penetapan AD/ART yang akan
disepakati bersama selama masa pemerintahan armada pemimpin terpilih.
5. Memiliki Laboratorium Komputer, MIPA, dan Bahasa
Beberapa Pondok Pesantren Modern juga melengkapi fasilitasnya dengan
bermacam jenis Laboratorium, untuk mendukung pembelajaran ilmu umum
yang mereka masukkan dalam kurikulum sekolah, seperti Laboratorium
MIPA.Laboratorium bahasa asing untuk melatih kemampuan bahasa para
santri, yang mana diharapkan mereka bisa berbahasa asing sefasih lidah
pemilik bahasa tersebut. Untuk laboratorium komputer, selain sebagai
penunjang kegiatan ekstrakulikuler komputer, juga untuk mempraktekkan
materi pelajaran komputer yang didapat di kelas. Jadi, diharapkan proses
belajar menjadi lebih efektif dengan adanya metode praktikum yang lakukan
di laboratorium-laboratorium tersebut.

Dengan adanya inovasi dan modernisasi, terdapat gejala dan


kecenderungan beberapa pesantren untuk dapat terbuka pada keilmuan dan isu-
isu modern. Indikator yang dapat dilihat adalah dengan mulai masuk dan
familiernya pesantren dengan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Hal ini
diimbangi dengan penekanan bahasa Arab yang tidak lagi hanya pada
penelaahan gramatikanya saja, melainkan bagaimana menguasai bahasa Arab
itu sendiri, baik secara lisan maupun teks. Selain itu, memang sudah waktunya
dunia pesantren melakukan integrasi keilmuan dan metodologi (ilmu-ilmu umum
dan ilmu-ilmu Islam), yang selama ini dianggap tidak dapat dikompromikan
atau terjadi dikotomi antara keduanya. Bila sudah terjadi integrasi, akan
terjadi check and balance. Perimbangan di sini dimaksudkan, baik antara
materi kasanah Islam klasik itu sendiri, misalnya penekanan yang sama antara
fiqih, akidah, tafsir, hadits, bahasa Arab, dan yang lain, maupun
perimbangan antara pengetahuan keislaman dan pengetahuan umum. Usaha
seperti ini tentunya harus dimulai dari leader atau pemegang tampuk
pimpinan di pesantren, yang dalam hal ini biasanya ada pada diri kiai, karena kiai
lah yang memainkan peran penting dan sentral dalam sebuah pesantren.
Improvisasi seorang kiai sangat diharap-kan dalam dataran ini. Bagaimana
seorang kiai memulainya dengan visi dan misi yang dituangkan dalam beberapa
tahapan rencana kerja atau program yang jelas. Sangat sering pesantren tidak
memiliki arah yang jelas, sehingga perkembangan pesantren tidak dapat
berjalan dengan baik.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadirnya sistem pendidikan pada pondok pesantren modern, merupakan


keniscayaan dalam sistem pendidikan di Indonesia pada umumnya. Sistem ini
dianggap tepat bagi dunia pesantren (masa kini) untuk mempersiapkan anak didiknya
menjadi pribadi yang siap menghadapi tuntutan zaman. Sistem pendidikan pondok
pesantren modern, sebenarnya merupakan kelanjutan dari sistem pendidikan pondok
pesantren salafiyah, dimana kemunculannya bertujuan untuk beradaptasi dengan
tuntutan zaman yang ada. Sistem pendidikan pondok pesantren modern, berupaya
memadukan sistem tradisional dengan sistem modern yang berkembang di tengah
masyarakat dan lebih terbuka untuk mempelajari kitab/kitab kontemporer disamping
kitab/kitab klasik. Salah satu ciri khas pondok modern adalah bahasa yang digunakan
oleh elemen pondok pesantren modern kebanyakan menggunakan bahasa Arab dan
bahasa Inggris sebagai upaya menjawab tantangan zaman yang dilaluinya. Mengenai
sistem kepemimpinan, pada pondok pesantren modern tidak hanya bertumpu pada
kyai satu- satunya, akan tetapi bergesar dari karismatik ke rasionalostik, dari otoriter
paternalistik ke diplomatik partisipatif. Sistem kepemimpinan pada pondok pesantren
modern disamping menjadi lembaga pendidikan, disana juga menjadi lembaga sosial
dimana di pesantren modern, santri disiapkan untuk dapat secara cakap berdakwah di
tengah-tengah masyarakat. Apabila pondok pesantren tidak beranjak ke
modernisasi dan hanya berkutat serta mempertahankan tradisi pengajarannya
yang khas tradisional tanpa ada pembaharuan sistem dan metodologi, maka
selama itu pula pesantren harus siap ditinggalkan oleh masyarakat. Oleh
karena itu mensinergikan tradisionalisme pesantren dengan modernitas dalam
konteks pengajaran/pembelajaran merupakan pilihan sejarah yang tidak bisa
ditawar-tawar lagi, sebab jika tidak demikian eksistensi pesantren akan semakin
sulit bertahan di tengah-tengah kemajuan globalisasi yang makin kompetitif.
B. Saran
Pesantren merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam yang tertua
di Indonesia, dan diakui atau tidak sudah menjadi sub-kultur bagi pembangunan
Bangsa dan Negara. Sebab kontribusi lembaga pendidikan Islam ini terhadap
Pendidikan Nasional dapat dirasakan terutama pengembangan fitrah peserta didik,
termasuk membumikan akhlak, moral dan etika serta pencerdasan spiritual
pada peserta didik. Melihat kontribusi pesantren tersebut, maka diperlukan
penajaman kurikulum, sehingga eksistensi pesantren ke depan. Oleh karena itu
arah pengembangan dan pembinaan kurikulum pesantren yang representatif
ke depan adalah mengimplementasikan tiga keunggulan, unggul dari kajian kitab
kuningnya, unggul dari sektor bahasa, dan unggul dari sisi sains dan teknologi.
Hal ini mengindikasikan bahwa pondok pesantren harus melakukan
pembenahan dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan program
pendidikannya.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. Agama dan Masyarakat. Yog-yakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1993.
Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam: Tra-disi dan Modernisasi Menuju Mile-nium
Baru. Jakarta: Logos, 1999.
Anwar, Ali. Pembaruan Pendidikan Pesan-tren di Pondok Lirboyo. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, Moralitas Pendidikan Pesantren. Yogyakarta: Kurnia Kalam
Semesta, 1996.
Ed. Muntaha Azhari. Jakarta: P3M, 1989. Departemen Agama RI. Pola Pengem-
bangan Pondok Pesantren. Jakarta: Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama
Islam dan Direktorat Pen-didikan Keagamaan dan Pondok Pesantren, 2005.
Daulay, Haidar Putra. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaruan Pendidikan Islam di
Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2007. friansyah, H. (2019).
Mastuhu, Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren, (Jakarta, INIS, 1994),

Anda mungkin juga menyukai